OLEH:
SRI PUTRI JANNAH.B
183110274
III.C
DOSEN PEMBIMBING:
Hj. Tisnawati S,SiT , M. Kes
1. Kelesuan.
2. Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.
3. Sesak nafas.
4. Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen.
5. Hemoglobin yang rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1
tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai dengan umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai
adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati
yang diraba. Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak
sipasien karena kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah
rupture karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan
tengkorak, gambaran radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar
korteks tipis dan trabekula besar.
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan, jika pasien telah sering
mendapatkan transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam
jaringan tubuh seperti pada hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan
faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).
D. Patofisiologis
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa
oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida
ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis
dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada
rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)
E. Manifestasi klinis
Pada penderita thalasemia, menurut James dan Ashwill (2007) akan
ditemukan beberapa kelainan diantaranya:
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak
nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran limpa/hati.
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala,
nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan
anorexia.
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan
akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada tulang kepala,
frontal, parietal, molar yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi
lebih datar atau masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan
ini disebut facies cooley, yang merupakan ciri khas thalasemia mayor.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosa thalasemia maka pemeriksaan yang dapat
dilakukan diantaranya:
1. Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui kadar Hb dan ukuran
sel-sel darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan kematangan
sel-sel darah), feritin/ serum iron (melihat status/kadar besi), dan analisis
hemoglobin (menegakkan diagnosis dan menentukan jenis thalasemia).
2. Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal pada janin.
3. Bone Marrow Punction (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel-sel
darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan membantu
membedakan jenis thalasemia yang diderita pasien.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
1. Fraktur patologis
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan tumbuh kembang
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosiderosis
7. Hemokromatosis
H. Woc
Penyebab sekunder:
Penyebab primer:
-Defisiensi asam folat
Sintetis Hb A << -Hemodilusi
-Destruksi
- Eritropoisis tidak efektif eritrosit oleh s.
Destruksi eritrosit retikuloendotelial
Mutasi DNA
Pengikat O2 berkurang
Hb defectif
Ketidakseimbangan polipeptida
MK: Resiko Infeksi
Eritrosif tidak stabil
Anemia Transfusi darah
Hemolisis Berat berulang
Penumpukan Besi
Ketidakseimbangan
suplay O2 dan Suplay O2 ke MK:
kebutuhan jaringan perifer Ketidakefektifan
<< perfusi jaringan
perifer
Hipoksia
Dyspneu Limpa
Endokrin Jantung Hepar Kulit
menjadi
Penggunaan otot kelabu
Tumbang Gagal Hepatomegali Splenomegali
bantu napas
Terganggu jantung
Kelelahan
Mk: Keterlambatan Mk: Resiko Mk:
pertumbuhan dan Cidera Nyeri Mk: Kerusakan
Mk: Intoleransi perkembangan
Akut Integritas Kulit
Aktivitas
Malas Makan
I. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk menyembuhkan thalasemia belum ditemukan, namun
secara umum penatalaksaan untuk penyakit thalasemia (James & Ashwill, 2007;
Potts & Mandleco, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009) adalah :
1. Transfusi darah (TD)
Transfusi darah dilakukan secara teratur dan rutin, untuk menjaga
kesehatan dan stamina penderita thalasemia, sehingga penderita tetap bisa
beraktivitas. Tranfusi akan memberikan energi baru kepada penderita karena
darah dari transfusi mempunyai kadar hemoglobin normal yang mampu
memenuhi kebutuhan tubuh penderita. Transfusi dilakukan apabila kadar
hemoglobin penderita <7 mg/dL (Dubey, Parakh & Dublish, 2008), dan
dilakukan untuk mempertahankan kadar hemoglobin diatas 9,5 gr/dL
(Hockenberry & Wilson, 2009). Durasi waktu antar transfusi darah antara 2-4
minggu, tergantung pada berat badan anak, usia, dan aktivitas anak.
2. Konsumsi obat kelasi besi
Obat kelasi besi diberikan untuk mengeluarkan zat besi dari tubuh
penderita yang terjadi akibat transfusi darah secara teratur dan rutin dalam
jangka waktu lama. Obat kelasi besi yang umum digunakan adalah desferal
(Morris, Singer & Walters, 2006 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009),
yang diberikan secara sub kutan (dibawah kulit) bersamaan atau setelah
transfusi darah.
3. Cangkok sumsum tulang
Pencangkokan sumsum tulang dilakukan untuk meminimalisasi
kebutuhan seumur hidup penderita thalasemia terhadap transfusi darah (Potts
& Mandleco, 2007). Dengan melakukan pencangkokan sumsum tulang maka
jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan jaringan sumsum donor
yang cocok, yang biasanya adalah saudara kandung atau orangtua penderita.
Pencangkokan sumsum tulang ini sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu
pada saat anak belum mengalami kelebihan kadar zat besi akibat transfusi
darah, karena transfusi darah akan memperbesar kemungkinan untuk
terjadinya penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor.
4. Cangkok cord blood
Sama dengan cangkok sumsum tulang, namun stem sel yang digunakan
diambil dari plasenta atau tali pusat dari donor yang cocok. Donor cord blood
ini tidak harus mempunyai hubungan genetik yang dekat, dan mempunyai
kemungkinan yang lebih kecil terhadap penolakan (CAF & Linker, 2001
dalam Hockenberry dan Wilson, 2009).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Berisi biodata pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, agama,
suku bangsa, nomor rekam medik, serta alamat.
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 – 6 tahun.
2. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
6. Pola makan
7. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
e. Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
i. Kulit : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi
akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
B. Diagnosis
1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin (SDKI,
Hal: 37)
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (SDKI, Hal : 172)
3. Intoleransi Aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (SDKI, Hal : 128)
4. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (SDKI, Hal:
304)
5. Defisit nutrisi (SDKI, Hal : 56)
6. Gangguan integritas kulit (SDKI, Hal : 282)
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis SLKI SIKI
Keperawatan
1 Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi (SIKI,
tidak efektif b/d keperawatan 3 x 24jam Hal:345)
penurunan diharapkan perfusi perifer
1. Periksa sirkulasi
konsentrasi membaik dengan keriteria
perifer (misalnya nadi
hemoglobin hasil:
perifer, edema,
(SDKI, Hal:37) (SLKI, Hal:84)
pengisian kapiler,
1. Kekuatan nadi
warna, suhu, (anckle
perifer meningkat
brachial index)
2. Penyembuhan luka
2. Monitor panas,
meningkat
kemerahan, nyeri atau
3. Warna kulit pucat
bengkak pada
menurun
4. Edema perifer ekstermitas
menurun
3. Hindari
5. Nyeri ekstermitas
pemasangan infus atau
menurun
pengambilan darah di
6. Kelemahan otot
area keterbatasan
menurun
perfusi
7. Kram otot menurun
4. Hindari pengukuran
8. Akral membaik
tekanan darah pada
9. Turgor kulit
ekstermitas dengan
membaik
keterbatasan perfusi
10. TD Sistol dan
Diastol membaik 5. Hindari penekanan
dan pemasangan
torniket pada daerah
yang cedera
6. Lakukan
pencegahan infeksi
7. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
2 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen
intervensi keperawatan Nyeri (SIKI,
agen pencedera
selama 3 x 24 jam Hal : 201)
fisiologis Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat
karakteristik, durasi,
(SDKI, Hal : nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas,
172) kriteria : (SLKI, Hal : intensitas nyeri
145) Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri Identifikasi respon nyeri
menurun non verbal
Meringis menurun Identifikasi faktor
Sikap protektif yang memperberat
menurun dan yang
memperingan nyeri
Gelisah menurun
Berikan teknik
Kesulitan tidur
nonfarmakologis
menurun pereda nyeri
Anoreksia menurun Kontrol lingkungan
Mual menurun yang memperberat
Muntah menurun rasa nyeri
Frekuensi nadi Fasilitasi istirahat tidur
membaik Jelaskan penyebab,
Pola napas membaik periode, pemicu nyeri
Tekanan darah Jelaskan strategi pereda
membaik nyeri
Anjurkan menggunakan
Nafsu makan
teknik nonfarmakologis
membaik
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi (SIKI,
Aktivitas b/d intervensi keperawatan Hal : 176)
ketidakseimbang selama 3 x 24 jam Identifikasi gangguan
an antara suplai diharapkan Intoleransi fungsi tubuh yang
dan kebutuhan Aktivitas meningkat mengakibatkan
oksigen (SDKI, dengan kriteria : kelelahan
Hal : 128) (SLKI, Hal : 149) Monitor pola dan jam
Kemudahan tidur
melakukan aktivitas Sediakan lingkungan
sehari-hari meningkat nyaman dan rendah
Keluhan lelah stimulus (misalnya
menurun cahaya,suara)