Anda di halaman 1dari 60

PRODUCTION DEVELOPMENT

OF PHYTOPHARMACEUTICAL
Data Penggunaan obat herbal
• Plant medicinal usage by American public increase from 3 %
(1991) to 37 % (1998)
• 70-80 % of world population relies on traditional medicine/herbal
drugs as their primary health care
• 25 % of the pharmaceuticals are based on plant-derived chemicals
• World Bank estimates the growing rate of trade in medicinal
plants, herbal drugs is between 5-15 % annually
• 40 % of the German “Rote Liste” were based on plant materials
• In 1985: from 3500 new chemical structures, 2600 came from
higher plants
• 60 % of new anticancer drugs (1983-1994) were derived from
plants
• From 90 new drugs marketed in US (1982-2002), 79 % derived
from nature.
• In 2002: one third of total 3 billion USD anti cancer drugs was from
drug derived from plants (e.g. taxanes, paclitaxel, and
camphothecin)
Pengembangan Obat Tradisional (1)

• Perspektif bisnis: berorientasi pada kebutuhan pasar, dan


diarahkan pada pola pengembangan produk obat modern.
• Perspektif Farmasi: berdasarkan pada kaidah keilmuan dan
teknologi farmasi agar produk yang dihasilkan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
• Perspektif Kedokteran:Mengacu persyaratan medik (uji pre-
klinik, uji klinik)
Pengembangan Obat Tradisional (2)

 Teknologi Produksi : Tumbuhnya industri dengan produksi


cara modern

 Penggunaan : Dari swa pengobatan oleh masyarakat ke


konsep yang dapat disejajarkan dengan obat modern
dalam pelayanan kesehatan

 Perubahan konsep : Pembuktian keamanan dan khasiat


secara empirik bertahap berkembang menjadi pembuktian
secara ilmiah.
PELUANG DAN TANTANGAN (1)

PELUANG :
• Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mendukung pengembangan &
pemanfaatan obat tradisional yang bermutu aman, berkhasiat teruji
secara ilmiah  untuk pengobatan sendiri dan dalam yankes formal
• Tersedia hasil penelitian ilmiah  bahwa sediaan obat herbal
terbukti memiliki efek terapi yang efektif
• Penerimaan kalangan profesi dokter dan penggunaan obat
herbal meningkat
• Rekomendasi WHO  penggunaan pengobatan tradisional,
termasuk obat herbal, dalam pemeliharaan kesehatan
• Telah tersedia Farmakope Indonesia edisi Herbal sebagai standar
mutu
PELUANG DAN TANTANGAN (2)

TANTANGAN :
• Sumber daya alam tumbuhan obat belum dikelola secara
optimal & kegiatan budidaya belum diselenggarakan secara
profesional
• Mutu herbal belum konsisten
• Suplai dan permintaan berbasis bukti ilmiah tidak seimbang
• Pembiayaan pengembangan obat tradisional terutama
penelitian masih sangat terbatas
• Upaya pengembangan obat tradisional kurang terkoordinasi
dengan baik dan belum sinergis
TUJUAN PENGEMBANGAN
OBAT
TRADISIONAL/HERBAL
 Diterimanya dalam sistem pelayanan kesehatan
 Berkembangnya industri obat tradisional /herbal, juga
peluang ekspor
 Dapat bersaing di pasaran termasuk pasar global
 Berkembangnya agro industri tanaman obat
KONDISI
DI INDONESIA(1)

ANALISA SITUASI & KECENDERUNGAN

• Penelitian Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan


Tradional Timur (PDPKT)  Survey Kesehatan Nasional (2004):

Prevelensi penyakit terbanyak :


Pilek (50,27%); Batuk (49,60%);
Panas (37,85%); Sakit kepala (16,45%);
Sakit gigi (5,85%); Diare (5,51%);
Asma (4,64%);
Penyakit tersebut dapat diatasi dengan 30 jenis tanaman obat yang terpilih

• Saat ini pengembangan diarahkan pada penyakit degeneratif


KONDISI
DIINDONESIA(2)

Pemanfaatan obat herbal terus berkembang dan meningkat, meski


penggunaannya masih terbatas untuk swa-pengobatan

Dengan merujuk pada Peraturan Menkes RI


No.003/Menkes/Per/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan

Memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara


empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan

9
KONDISI
DIINDONESIA(3)

OBAT BAHAN ALAM


TENAGA KESEHATAN

KEUNGGULANPRODUK:
Keamanan, Manfaat, Mutu
Tampilan Prduk

• PERSEPSI & KEMAUAN


KONDISI REGIONALASEAN (1)

• Persiapan pasar tunggal ASEAN 2015

– Obat tradisional herbal Indonesia menjadi produk


unggulan di kawasan ASEAN
– Data-data keamanan, khasiat/manfaat dan mutu
– Ketersediaan tumbuhan, standard
produk dan fasilitas emadai.
– Produk harus memenuhi syarat regional (ASEAN)
dan global
KONDISI REGIONAL ASEAN (2)

Pedoman Persyaratan The ASEAN TMHS


Scientific Committee (ATSC)

• Maximum level of vitamins and minerals


• Restricted List of Active Ingredients
• Limit of contaminants
• Additives and Excepients
• Claim requirements
KONDISI REGIONAL ASEAN (3)

• GMP Guidelines
• Guideline for safety data and efficacy data
requirements
• Guideline for stability study and shelf-life
• Guideline on Product Dossier Submission
• Harmonization on labeling requirements
• Post Market Alert System
Allah

Hidayah

Obat Tradisional

Peneliti yang Istikhomah

PhytoPharmaceuticals

produk berisi sekompok senyawa


yang aktif, aman dan berkhasiat
BAHAN TANAMAN

STRATEGIC THINKING

• TRADITIONAL MENGANDUNG MENGANDUNG


• MISTERI ETNIS BANYAK KOMPONEN KOMPONEN UTAMA
DENGAN JUMLAH KECIL JUMLAH BESAR ( > 2%)

1 2 3
SIMPLISIA EXTRACT ISOLATED
OR FRACTION SUBSTANCE

OBAT TRADISIONAL • OBAT HERBAL TERSTANDAR OBAT


• FITOFARMAKA (MODERN)
PHYTOPHARMACEUTICALS
Padahal kalau minum seduhan serbuk:
1. Masih ada rasa-bau minum “JAMU”
2. Jamu sudah digunakan lama oleh masyarakat
3. Dengan ekstrak mungkin saja khasiat lain !
4. Dengan ekstrak akan biaya tinggi !

Dengan bentuk ekstrak, maka dapat dilakukan :


1.Jaminan ke-ajeg-an komposisi zat kandungan (Standarisasi)
2.Rational untuk pengujian bukti bioaktivitas, aman dan manfaat klinik
3.For: Solid Dispersion Based Extracts (Valid Drugs Design & Formulation)
4.For: Target Based Drugs Delivery System (Valid Dosage Form)
5.Masyarakat perkotaan perlu bentuk yang praktis cepat-saji

JAMINAN :
1. Quality ( ajeg )  Dapat diterima profesi kesehatan (apoteker &
2. Safety dokter)
3. Efficacy  Masuk dalam sistem kesehatan formal
ROAD MAP (THERAPY APPROACH)

SINGLE COMPOUND SINGLE BIOLOGICAL RESPONSE AND


SOME SIDE EFFECTS

MAY MULTI BIOLOGICAL RESPONSES :


COMPREHENSIVE RESPONSE
POTENTIATION RESPONS
MULTI COMPONENTS SIDE EFFECTS SUPRESSION
TOXIC METABOLITES ELIMINATION
NEW TARGET BASED THERAPY
PREVENTIVE
SUPPORTIVE
IMMUNOMODULATION
HIGHT SAFETY CONSIDERATION !!!
Merupakan senyawa penanda, yang hanya ada
MARKER pada tanaman tersebut.

Contoh pada temulawak,


senyawa markernya adalah
Marker mempunyai 2 xantorizol, pada purwoceng yaitu
tujuan utama yaitu germacron.
sebagai penanda
farmakologis dan
analisis.
 Purwoceng markernya adalah germacron, senyawa ini
hanya ditemukan di purwoceng, tapi dia bukan zat
aktifnya, zat aktifnya adalah stigmasterol.
 Tapi stigmasterol juga ditemukan di cabe jawa. Oleh
karena itu sering ditemukan adanya pemalsuan
purwoceng yang dicampur dengan cabe jawa, karena
harga purwoceng jauh lebih mahal.
 Ketika yang diuji stigmasterolnya maka tidak terlihat
bedanya karena cabe jawa memang ada zat yang sama.
Jadi marker berperan sebagai identitas ekstrak.
 Jadi yang perlu dianalisis adalah germacronnya.
• Berdasarkan Natural Health Product
Directorate (NHPD), senyawa marker
merupakan a constituent that occurs
naturally in the material and that is
selected for special attention (e.g. for
identification and standardization
purposes) by a researcher or
manufacturer

Contoh marker untuk produk komersial adalah


- hiperisin dan hiperforin yang stabil dari St
John’s wort (Hypericum perforatum)
- Sylimarin pada Silybum marianum
- ginsenosida pada gingseng.
• Seleksi marker didasarkan pada faktor
- stabilitas,
- kemudahan analisis,
- waktu dan biaya analisis,
- hubungannya dengan efek terapi,
- indikator kualitas produk atau stabilitas
- kegunaan sebelumnya oleh produsen atau peneliti.
Marker dapat digunakan untuk :
a. identifikasi dengan benar dan autentik sumber bahan
alam,
b. mencapai kualitas yang konsisten,
c. mengkuantifikasi senyawa farmakologik aktif pada produk
akhir,
d. atau memastikan efikasi produk.

• Marker sangat penting dalam evaluasi jaminan kualitas


produk.
• Senyawa marker tidak harus memiliki aktivitas farmakologi.
• Senyawa marker dapat digolongkan menjadi 4 kategori
berdasarkan bioaktivitasnya.

• Kalsifikasi marker :
1. Zat aktif
Merupakan senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang
diketahui,
Contoh : epedrin pada Ephedra sinensis dan sylimarin pada
Sylibum marianum.
2. Marker aktif
Merupakan zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi
belum tentu mempunyai efikasi klinik.
Contoh : alliin pada Allium sativum, hiperisin dan hiperforin pada
St. John Wort (Hypericum perforatum)
3. Marker analisis
Merupakan zat kimia yang dipilih untuk
determinasi kuantitatif, belum tentu punya
aktivitas biologi dan efikasi klinis . selain itu,
marker ini juga berguna untuk identifikasi
positif bahan baku dan ekstrak untuk
standardisasi.
Contoh : alkilamid yang berbeda ditemukan
pada akar Echinaceae angustifolia dan E.
purpurea tetapi tidak ada pada E. pallida.

4. Marker negatif
Yaitu senyawa aktif dengan zat aktif toksik
atau allergenik.
Contoh : Asam ginkolat pada Gynko biloba
HERBAL HERBAL
SIMPLISIA
SIMPLISIA
MARKER EKSTRAKSI
AKTIF FRAKSINASI
EKSTRAKSI

FRAKSI AKTIF
EKSTRAK KERING
TERSTANDAR FORMULASI

FORMULA AKTIF

PRODUKSI
PRODUKSI

PRODUK JADI PRODUK JADI bioactivity


“FITOFARMAKA” “FITOFARMAKA” test guided
Isolation and
HERBAL SIMPLISIA
chemical validation MARKER
structure AKTIF

EKSTRAKSI
FRAKSINASI drugs target based Bioactivity Validation:
1. Molecular target
2. Cellular target
FRAKSI AKTIF 3. In vivo experiments

drugs target based Delivery Design Preparation:


1. Adjusment Active Chemical Constituent
2. Solid dispersion (molecular homogenity)
FORMULASI 3. Absorbtion regulated agent (in release & solubility)
4. Microencapsulation (microemulsion, liposome)
5. Stability enhanching Agents
6. Matrices for solid formula

Pharmaceuticals which content defined


mixture of phytochemicals with
FORMULA AKTIF supporting agents for certain therapeutic
potency
HERBAL

A-B-G
SIMPLISIA

MARKER
AKTIF EKSTRAKSI
FRAKSINASI
SEKTOR PERTANIAN
TANAMAN OBAT
FRAKSI AKTIF
p
E
FORMULASI PT/ M
Lembaga E
Industri
FORMULA AKTIF R
Riset I Farmasi
N
PRODUKSI T
A
H

PRODUK JADI RU MAH SAKIT


“FITOFARMAKA”
DEPARTEMEN KESEHATAN
Industri Farmasi

SCIENTIST – RESEARCHER –
PROFESSION

KNOWLEDGE BASED
INDONESIAN ECONOMY
FOR NATIONAL STRATEGIC EXCELLENCE
TRADITIONAL COLLABORATION SYSTEM INDONESIAN
MEDICINAL ON PHYTOPHARMACA
PLANTS RESEARCH
AND
DEVELOPMENT
FOR EXCELLENCE NATIONAL
PHYTOPHARMACEUTICALS
PRODUCTION

PT/Lembaga Riset
RUMAH SAKIT
TANAMAN
OBAT FORMULA FITOFARMAKA
NASIONAL NASIONAL NASIONAL
Pharmaceutical
Science and Technology
Medical Science and Technology
Standardization of Raw Material

Active Marker Validation


Validation of : Sequential level :
1. Chemical Contents Constancy Validation of : 1. Molecular
2. Formulation Innovation 1. Bioactivity 2. Cellular
3. Stability parameters 2. Pharmacology 3. Isolated organ
4. Pharmaceutic parameters 3. Toxicology 4. Animal
5. Production Technology 4. Clinical Trial 5. Human
6. Biopharmaceutic-Pharmacokinetic
Standardized Product Pre-Clinic and Clinical Approval

QUALITY SAFETY EFFICACY


business Consideration
IPSH NAMS INFE

research and developments

Active Extraction
Prospective Standardized HerbalMarker NAMS and / or Formulation
INFE
Substances New Investigational
Isolation and Active
Fractionation Innovation New
Bioactivity Marker development Formula
investigation Substances Entity

pharmacognosy  phytochemical development


molecular  cellular  invivo bioactivity validation
Prioritas
kesehatan bangsa Indonesia formula delivery system design optimation
investigational extract/fraction production
standardization chemical analysis development

large scale “active formula” production


research and developments

NPA
Investiga dosage Investi
form New
tional gational first multi
INFE New design New clinical center Phyto
clinical pharmaca
Formula and Phyto trial
trial
Entity preparation Pharmaca Application

pharmaceutic development

pre-clinical development

investigational – production

clinical development

large scale “active formula”


production
large scale dosage form production

marketing
THE UNIT PROCESS
HERBAL
SIMPLISIA
Unit for Simplisia Preparation
MARKER EKSTRAKSI
AKTIF FRAKSINASI Unit for Extraction
Unit for Fractionation
FRAKSI AKTIF
Unit for Molecular Experiment
FORMULASI
Unit for Cellular Experiment
FORMULA AKTIF Unit for Animal Experimential

Unit for Formulation


PRODUKSI
Unit for Clinical Trial
PRODUK JADI Unit for Production
“FITOFARMAKA”
Unit for Marketing
GOOD PRATICES
HERBAL
SIMPLISIA Good Agriculture
MARKER EKSTRAKSI Practice
AKTIF FRAKSINASI Good Laboratory Practice
Good Animal Experiment
FRAKSI AKTIF Practice
FORMULASI
Bioethic and Biohazard Free
Environments Safety–
Protection
FORMULA AKTIF

Good Clinical Practice


PRODUKSI
Good Manufacture Practice
PRODUK JADI
“FITOFARMAKA” Good Distribution Practice
HERBAL
SIMPLISIA Serbuk Simplisia Sambiloto

EKSTRAKSI
FRAKSINASI Residu Simplisia Fraksi Heksan

MARKER
AKTIF
Fraksi Etilasetat

BIOACTIVITY TESTING

FRAKSI AKTIF Fraksi Lakton Fraksi Flavonoid


FORMULASI

FORMULA AKTIF FOR SALE

Investigational New Formula Entity


HERBAL
SIMPLISIA
EKSTRAKSI
FRAKSINASI
Fraksi Lakton Fraksi Flavonoid

FRAKSI AKTIF

Formulation for Solid System :


FORMULASI + Stabilisator
+ Surface Active Agent
+ Solubilizer
MARKER
+ Solid Dispersion Matrixes
AKTIF
+ Drying Agent
+ Diluents
BIOACTIVITY TESTING
ajusted to certain “standard weight”

FORMULA AKTIF FORMULA AKTIF ( INFE )

FOR SALE
Investigational New Formula Entity
SOLID SYSTEM ACTIVE FORMULA
INFE
Investigational New
Formula Entity

Solid Dosage-Form (tablet) Design :


+ Binder
+ Lubricants
+ Glidants (antiadherents)
+ Disintegrants
+ Functional Excipients
MARKER
PRODUKSI + Colorants
AKTIF
+ Flafours modifiers
+ Diluents
ajusted to certain “standard weight”

NPA Dosage Form NPA


(PILOT PRODUCTS) New Phytopharmaca Application
KAPSUL – TABLET
PRECLINICAL TRIAL TRACT

CLINICAL TRIAL TRACT


TEBU
Pressing

AMPAS 1
SARI TEBUst
Crystallization

PULP MOLLASES SUCROSE


2nd
Biotechnology Enzym
reaction
KERTAS Na.GLUTAMATE
FRUCTOSE rd
GLUCOSE
Enzym
3
reaction Hydrogenation

SORBITOL ?
? 4th
KENCUR
EtOH (perkolasi)

AMPAS Total Extracts (EtOH)


1 st
Crystallization

AMYLUM RESIN EPMS


Steam Destillation
Hydrolisis 2nd
WAX VOLATILE OIL PMSA

3rd
Fractionation Esterification
ESTER
Combi-Synthesis
4th
? LIGNAN
ETIL PARAMETOKSI SINAMAT O RIMPANG KENCUR O

O OH

O O
ASAM PARAMETOKSI SINAMAT

1 SIMPLE ESTERIFICATION

Hexyl p-methoxy Cinnamate


O

O
O

Stearyl p-methoxy Cinnamate O O


O
RISTOJA 2012
(Riset Tanaman Obat dan Jamu)
REKAPITULASI RAMUAN
AIDS, TBC DAN MALARIA
Tujuan Umum
1. Tujuan Umum Riset Tumbuhan Obat
& Jamu:
• Tersedianya database pengetahuan
etnomedisin, ramuan obat tradisional
(OT) dan tumbuhan obat (TO) di
Indonesia

2. Pelaksanaan:
• Bekerjasama dengan 20 Perguruan
Tinggi & Lembaga Penelitian khususnya
luar Jawa dan Bali
Manfaat
1. Didapatkan database tentang pengetahuan
lokal etnomedisin, ramuan OT, dan keragaman
TO
2. Diperoleh pengetahuan kearifan lokal tiap
etnik dalam menjaga kelestarian dan
memanfaatkan tumbuhan obat
3. Diperoleh ramuan potensial untuk
pengembangan/ penemuan obat
baru.
4. Data dasar penelitian lebih lanjut
5. Masukan untuk membuat kebijakan dalam
perlindungan kekayaan TO dan etnomedisin
Indonesia
Pembagian wilayah Ristoja

No Wilayah Jumlah
1 Wilayah 1: Pulau Sumatra 68 etnik
2 Wilayah 2: Pulau Kalimantan 85 etnik
3 Wilayah 3: Pulau Sulawesi 127 etnik
4 Wilayah 4: NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara 90 etnik
5 Wilayah 5: Pulau Papua 184 etnik
Total 554 etnik
Hasil Ristoja
• Jumlah informan: 1.183 battra
• Cakupan etnis yang berhasil didatangi:
246 etnis (dari 1.068 etnis di Indonesia) atau
sekitar 20%
• Area: meliputi 182 kab dalam 26 provinsi
di luar Jawa-Bali
Nama Tumbuhan
• Nama lokal: 24.927 nama tumbuhan obat
• Dari sejumlah itu baru 6.347 spesimen yang
telah berhasil diidentifikasi  Didapatkan 933
jenis tumbuhan:
– 609 teridentifikasi sampai tingkat species
– 324 teridentifikasi sampai tingkat famili
• Sisanya masih dalam proses identifikasi
• Masih ada Battra yang melarang peneliti
membawa tanaman
Ramuan hasil Ristoja
• Jumlah ramuan: 13.665 jenis ramuan
• Rata-rata tiap pengobat tradisional memiliki
11-12 ramuan
• Ada pengobat tradisional yang mempunyai
313 ramuan jamu
Ramuan yang diklaim untuk HIV
• Terdapat 23 ramuan untuk HIV dari 4 provinsi
N Provinsi Ramuan Keterangan
o
1 Bengkulu 1 Ramuan

2 NTT 15 8 diantaranya
tumbuhan tunggal
3 Kaltim 1 Tumbuhan tunggal

4 Papua Barat 6 5 diantaranya


tumbuhan tunggal
5 Papua 1 ramuan
Ramuan yang diklaim untuk TBC
Terdapat 68 Ramuan dari 15 Provinsi

No Provinsi Ramuan Keterangan


1 Riau 1 tunggal
2 Bengkulu 6 3 ramuan, 3 tunggal
3 NTB 2 1 ramuan, 1 tunggal
4 NTT 21 10 ramuan, 11 tunggal
5 Kalbar 2 Tunggal semua
6 Kalteng 2 Tunggal semua
7 Kaltim 6 Tunggal semua
Ramuan yang diklaim untuk TBC (lanjutan)

No Provinsi Ramuan Keterangan

8 Sulut 6 1 ramuan, 5 tunggal


9 Sulteng 7 1 ramuan, 6 tunggal
10 Sultra 1 tunggal
11 Gorontalo 1 tunggal
12 Sulbar 6 3 ramuan, 3 tunggal
13 Maluku 3 tunggal
14 Malut 3 tunggal
15 Papua 1 tunggal
Ramuan yang diklaim untuk Malaria
Terdapat 663 Ramuan dari 25 Provinsi

No Provinsi Ramuan Keterangan


1 Aceh 4 2 ramuan, 2 tunggal
2 Sumut 17 5 ramuan, 12 tungga
3 Sumbar 1 ramuan
4 Riau 6 1 ramuan, 5 tunggal
5 Jambi 13 6 ramuan, 7 tunggal
6 Sumsel 22 5 ramuan, 17 tunggal
7 Bengkulu 39 17 ramuan, 22 tunggal
8 Lampung 15 4 ramuan, 11 tunggal
9 Kepri 7 2 ramuan, 5 tunggal
10 NTB 16 1 ramuan, 15 tunggal
Ramuan yang diklaim untuk Malaria (Lanjutan)
No Provinsi Ramuan Keterangan
11 NTT 17 4 ramuan 13 tunggal
12 KalBar 30 2 ramuan, 28 tunggal
13 Kalteng 10 3 ramuan, 14 tunggal
14 Kalsel 17 3 ramuan, 14 tunggal
15 Kaltim 23 Semua tunggal
16 Sulut 17 4 ramuan, 13 tunggal
17 Sulteng 16 Semua tunggal
18 Sulsel 7 Semua tunggal
19 Sultra 19 Semua tunggal
20 Gorontalo 10 2 ramuan, 8 tunggal
21 Sulbar 9 Semua tunggal
22 Maluku 42 8 ramuan, 34 tunggal
23 Malut 8 Semua tunggal
24 Papua Barat 45 4 ramuan, 41 tunggal
25 Papua 55 2 ramuan, 53 tunggal
Jalur Pengembangan Tanaman Obat
Tanama
n Obat

Zat aktif Obat Modern Yankes Modern

Yankes komplementer

jamu Saintifikasi jamu Permenkes: lityan


(dokter jamu tersaintifikasi

Rumah Sakit

jamu
Yankes Tradisional
(non-
Kemajuan saintifikasi jamu
• Sudah dilakukan saintifikasi jamu untuk
4 (empat) ramuan jamu yaitu:
– Ramuan anti hipertensi
– Ramuan anti hiperglikemia
– Ramuan anti hiperkolesterolemia
– Ramuan anti hiperurisemia
• Disain studi: pre-post intervention dilanjutkan
dengan Randomized Contol Trial (RCT)
wothout blinding
Kemajuan saintifikasi jamu
• Hasil sementara: 2 ramuan terbukti
secara ilmiah bermanfaat jamu saintifik
yaitu:
– Ramuan anti hipertensi ringan
– Ramuan anti hiperurisemia
• Dua ramuan lain (hiperglikemia dan
hiperkholesterolemia) masih terus dilakukan
penelitian
Antrian Saintifikasi Jamu
1. Haemorrhoid
2. FAM (Fibro Adenoma Mammae)
3. Osteo-arthritis
4. Dispepsia
5. Asma
6. Urolitiasis
7. Hepato-protektor
8. Immuno-modulator
 Dilanjutkan dengan ramuan hasil ristoja
Jalur ke 3: pengobatan tradisional
secara tersendiri
• Bisa dikembangkan lebih cepat bila ditemukan
“body of knowledge” yang khas Indonesia
• Sudah selesai dibuat konsep “body of
knowledge” Pengobatan Tradisional
Indonesia, sekarang dalam tahap
pembahasan oleh para akademisi, profesi
dan praktisi.
• UNAIR dan Poltekkes Solo telah
mengembangkan D-3 penyehatan tradisional
ROADMAP PENGEMBANGAN OAI
DAN PROGRAM STRATEGIS PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL
2001 – 2004: 2005– 2009 2010 – 2014: 2015 – 2019: 2020 – 2025:

Era Era Era Daya Era Era


Penataan Standardisasi Saing Keunggulan Keunggulan
Kembali Kompetitif Kompetitif Kompetitif
(Efisiensi) (Inovasi)
 Regulasi dan Standardisasi BB Pengembangan untuk  untuk
Infrastruktur dan Produk OT BB OT dan Herbal menghasilkan menghasilkan
Terstandar untuk produk jadi dan produk-produk
Penelusuran dan
Ekspor bahan baku yang inovasi dalam
Penapisan
memiliki tingkat rangka penetrasi
Peningkatan
Kualitas SDM efisiensi melalui ke pasar global
Kualitas SDM
(pelatihan CPOTB pemenuhan dengan tetap
(pelatihan CPOTB,
bagi industri dan persyaratan, melalui
Pelatihan CPOTB
cara memilih standar, dan pemenuhan
BB, dan cara
simplisia yang baik) pedoman yang
ekstraksi yang baik)
ditentukan
Penertiban Produk
 Penertiban Produk
Ilegal
Impor Ilegal
Matur Nuwun

Anda mungkin juga menyukai