Menjaga Dan Merawat Jiwa Dan Raga
Menjaga Dan Merawat Jiwa Dan Raga
ِ ق يَو َم ا لقِيَا َم ِة َحتَّي يُخَ يِّ َرهُ ا هللُ ِمنَ الحُو ِر ا ِلع
ين َما َشا َء ِ َد عَا هُ ا هللُ َع َّز َو َج َّل َع لَي ُر ُءو,ُ" َعلَي أَن يُنفِ َذه
ِ س ا ل َخل ِء
Artinya : Barangsiapa yang menahan amarah padahal dia mampu untuk melampiaskan
marahnya itu namun ia tidak melampiakannya maka nati pada hari kiamat Allah memenuhi
hatinya dengan kerida’an .
A. Pengertian Hawa Nafsu
Nafsu berasal dari bahasa Arab, yaiitu nafsun yang artinya niat . Nafsu ialah
keinginan hati yang kuat. Nafsu merupakan kumpulan dari kekuatan amanah dan sahwat
yang ada pada manusia. Menurut Agus Sudjanto nafsu ialah hasrat yang besar dan kuat, ia
dapat mempengaruhi seluruh fungsi jiwa . Hawa nafsu ini bergerak dan berkuasa di dalam
kesadaran. Nafsu memiliki kecenderungan dan keinginan yang sangat kuat, ia memengaruhi
jiwa seseorang, inilah yang disebut hawa nafsu .
Menurut Kartini Kartono, nafsu ialah dorongan batin yang sangat kuat, memiliki
kecenderungan yang sangat hebat sehingga dapat menganggu keseimbangan fisik. Dilihat
dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Nafsu ialah suatu gejolak jiwa yang
selalu mengarah kepada hal – hal yang mendesak, kemudian diikuti dengan keinginan pada
diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Nafsu selalu mendorong kepada hal negatif
yang perlu diperbaii dan dibina. Cara membina Nafsu ialah dengan TAZKIYAT AN-NAFSI,
maksudnya pembersihan jiwa dan juga meliputi pembinaan dan pengembangan jiwa.
B. HAWA NAFSU MEMPENGARUHI PERILAKU
Ibn Rajab menjelaskan, yang dimaksudkan adalah kitab, Al-Hujjah ‘alâ Târik al-
Mahajjah, oleh Syaikh Abu al-Fatah Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi asy-Syafi’i al-Faqih az-
Zahid. Hadis ini juga dikeluarkan oleh Al-Hafizh Ibn Abi ‘Ashim al-Ashbahani dalam As-
Sunnah li Ibn Abi ‘Ashim; al-Hasan bin Sufyan Abu al-‘Abbas an-Nasawi (w. 303 H) dalam
kitabnya, Al-Arba’un li an-Nasawi; Ibn Baththah dalam Al-Ibânah al-Kubrâ; al-Khathib al-
Baghdadi dalam Târîkh Baghdad; al-Baihaqi dalam Al-Madkhal; dan al-Baghawi dalam
Syarh as-Sunnah.
Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Ashqalani dalam Fath al-Bârî mengatakan tentang hadis ini:
Al-Baihaqi telah mengeluarkan di dalam Al-Madkhal dan Ibn ‘Abd al-Barr dalam Bayân
al-‘Ilmi dari jamaah tabi’in seperti al-Hasan, Ibn Sirin, Syuraih, asy-Sya’bi dan an-Nakha’i
dengan sanad-sanad baik; tentang celaan terhadap perkataan semata menurut ra’yu (pikiran).
Semua itu dihimpun oleh hadis penuturan Abu Hurairah ra., “Tidak sempurna iman seseorang
di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” Hadis ini dikeluarkan
oleh Al-Hasan bin Sufyan dan lainnya. Para perawinya tsiqah dan an-Nawawi telah
mensahihkan hadis ini di akhir Al-Arba’un.
Dalam hadis ini Rasulullah saw. menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang
memperlakukan al-hawâ supaya imannya sempurna. Menurut Ibn Manzhur dalam Lisân
al-‘Arab, hawâ an-nafsi adalah keinginan jiwa. Para ahli bahasa mengatakan,al-hawâ adalah
kecintaan manusia terhadap sesuatu dan dominannya kecintaan itu atas dirinya. Abu
al-‘Abbas al-Fayyumi dalam Mishbah al-Munir menjelaskan, al-hawâ adalah jika kamu
menyukai sesuatu dan terkait dengannya. Kemudian kata al-hawâ digunakan untuk menyebut
kecenderungan jiwa dan penyimpangannya ke arah sesuatu, lalu digunakan untuk menyebut
kecenderungan yang tercela.