Oleh :
Subhan
NIM 010030170 B
Halaman
1. PENDAHULUAN 1
2. TINJAUAN TEORITIS 1
2.1 KONSEP BUDAYA 1
2.1.1 Pengertian 1
2.1.2 Karakteristik Kebudayaan 2
2.1.3 Unsur-Unsur Kebudayaan 3
2.1.4 Fungsi Kebudayaan 5
2.1.5 Sifat dan Hakekat Kebudayaan 5
2.1.6 Kebudayaan dan Kepribadian 6
2.1.7 Perubahan Kebudayaan 7
2.2 KONSEP KEPERAWATAN MATERNITAS 8
2.2.1 Pengertian 8
2.2.2 Ruang Lingkup Keperawatan Maternitas 8
2.2.3 Falsafah Keperawatan Maternitas 8
2.2.4 Peran Perawat Maternitas 9
3. PENGARUH FAKTOR BUDAYA TERHADAP ASUHAN
KEPERAWATAN MATERNITAS 10
3.1 Variabel-Variabel Budaya 11
3.1.1 Hubungan Kekuasaan dalam Rumah Tangga 11
3.1.2 Nilai Anak 12
3.1.3 Kepercayaan tentang Sehat-Sakit dan Perilaku Mencari
Bantuan Kesehatan 12
3.1.4 Kebiasaan/Pola Makan 13
3.2 Variabel Derajat Kesehatan Ibu dan Bayi 14
3.2.1 Angka Kematian Ibu 14
3.2.2 Angka Kematian Bayi 16
4. PENUTUP 18
DAFTAR PUSTAKA 19
PENGARUH FAKTOR BUDAYA
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
I. PENDAHULUAN
A. KONSEP BUDAYA
1. Pengertian
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian
kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, culture yang berarti sama dengan kebudayaan
berasal dari bahasa Latin “colore” yang berarti mengolah atau mengerjakan. Dari asal
katanya, culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengelola
alam kehidupannya.
Beberapa pengertian tentang kebudayaan telah disampaikan oleh para
ilmuwan sosial, antara lain:
1) Edward B. Tylor (1871) menyatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan
lain-lain kemampuan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan adalah hasil belajar manusia yang diperoleh dalam masyarakatnya.
2) A. L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn (1950), setelah menjelajahi kepustakaan
dan mengumpulkan lebih dari seratus definisi menyimpulkan bahwa para ahli
cenderung membedakan antara perilaku manusia yang nyata di satu pihak
dengan nilai-nilai, kepercayaan dan persepsi manusia yang melatarbelakangi
perilaku manusia di pihak lain. Dengan demikian, Kroeber dan Kluckhohn
menyatakan bahwa kebudayaan bukan perilaku yang tampak tetapi lebih berupa
nilai-nilai dan kepercayaan yang digunakan manusia untuk menafsirkan
pengalamannya yang kemudian tercermin dalam perilakunya.
3) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964) merumuskan kebudayaan
sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta manusia. Hasil karya manusia
menghasilkan teknologi atau kebudayaan kebendaan (material). Rasa yang
meliputi jiwa manusia menghasilkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan secara luas. Cipta merupakan
kemampuan mental atau kemampuan berpikir manusia yang menghasilkan
filsafat dan ilmu pengetahuan.
4) William A. Haviland (1985) menyatakan bahwa kebudayaan seperangkat
peraturan dan standar yang apabila dipatuhi oleh para anggota masyarakat akan
menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para
anggotanya.
1
melalui proses enkulturasi atau tumbuh di dalam masyarakat yang mempertahankan
suatu budaya tersebut. Melalui enkulturasi inilah individu dalam masyarakat dapat
dengan tepat mengetahui bagaimana cara makan, berpakaian, berbicara dan
berperilaku secara luas sesuai dengan standar yang dpat diterima oleh
masyarakatnya.
3) Kebudayaan didasarkan pada lambang:
Kebudayaan tumbuh dan dapat dipahami oleh manusia melalui penggunaan
aspek simbolis yang terutama berupa bahasa. Dengan menggunakan bahasa, manusia
dapat menyampaikan gagasan, ekspresi emosi dan keinginan melalui simbol-simbol
yang disepakati bersama oleh suatu kelompok masyarakat.
4) Kebudayaan bersifat integral:
Sekalipun kebudayaan dapat dianalisis menjadi beberapa unsur yang
membangunnya, unsus-unsur tersebut tidak dapat berfungsi sendiri-sendiri tanpa
integrasi dengan unsur lainnya secara keseluruhan; perlu suatu tingkat keserasian
tertentu agar kebudayaan dapat berfungsi secara wajar.
2
setiap kebudayaan di manapun di dunia ini. Kluckhon dalam bukunya Universal
Categories of Culture telah menguraikan ulasan para ahli mengenai unsur-unsur
pokok kebudayaan itu dan menyatakan bahwa ada 7 unsur kebudayaan yang dapat
dipandang sebagai cultural universals, yaitu:
1) Sistem peralatan atau perlengakapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-
alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport dan sebagainya).
2) Sistem ekonomi dan sistem mata pencaharian hidup (pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya)
3) Sistem sosial (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem
perkawinan, danse bagainya)
4) Sistem bahasa (lisan dan tulisan)
5) Sistem kesenian (seni rupa, sini musik, seni tari dan sebagainya)
6) Sistem pengetahuan
7) Sistem religi (agama dan aliran kepercayaan lokal)
3
2) Mengatur hubungan antar manusia.
3) Sebagai wadah ekspresi perasaan manusia.
4
2.1.6 Perubahan Kebudayaan
Istilah akulturasi ditujukan untuk mengdeskripsikan proses penerimaan
unsur-unsur asing ke dalam suatu kebudayaan tanpa menyebabkan kehingan
kepribadian dari kebudayaan sebelumnya. Dengan kala lain proses perubahan
kebudayaan yang berlangsung secara aman karena disesuaikannya unsur-unsur asing
dan diterima sebagai bagian dari kebudayaan sebelumnya.
Pertanyaan klasik dalam akulturasi meliputi:
1) Unsur-unsur kebudayaan asing yang bagaimanakah yang mudah diterima?
Unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima pada umumnya adalah
unsur-unsur kebudayaan kebendaan seperti peralatan-peralatan baru yang terbukti
lebih memudahkan pekerjaan manusia, alat-alat elektronik yang lebih
memudahkan akses manusia terhadap informasi dan hiburan yang menyenangkan
dan sebagainya.
2) Unsur-unsur kebudayaan asing yang bagaimanakah yang sulit diterima?
Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima adalah unsur-unsur yang
menyangkut sistem kepercayaan (seperti ideologi, falsafah hidup) dan unsur-
unsur yang sifatnya sebagai perubahan kebiasaan (seperti mengubah makanan
pokok nasi dengan makanan pokok pengganti lainnya bagi orang Indonesia)
3) Karakteristik individu yang bagaimanakah yang cepat menerima unsur-unsur
kebudayaan baru?
Pada umumnya generasi mudah dianggap sebagai kelompok yang lebih mudah
menerima kebudayaan asing karena belum terjadi internalisasi unsur-unsur
budaya lokal secara utuh. Sebaliknya, pada generasi tua, unsur-unsur budaya
lokal telah mendarah-daging sedemikian kuat sehingga sering dipandang sebagai
golongan kolot yang sangat sukar menerima unsur-unsur budaya baru.
4) Ketegangan yang bagaimanakh yang dapat ditimbulkan oleh akuturasi?
Dalam setiap proses akulturasi selalu terdapat golongan masyarakat yang sangat
sukar atau bahkan tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan. Perubahan
dianggapnya sebagai ancaman terhadap keutuhan masyarakat. Bila golongan ini
merupakan golongan yang lebih kuat, maka proses perubahan dapat ditahannya
sebaliknya bila mereka merupakan pihak yang lemah maka merka akan
menunjukkan sikap yang tidak puas terhadap perubahan dalam masyarakatnya.
Suatu proses akulturasi yang berjalan dengan baik dalam jangka waktu
tertentu dapat menghasilkan integrasi unsur-unsur kebudayaan baru dengan unsur-
5
unsur kebudayaan lama. Dengan demikian unsur-unsur kebudayaan asing tidak lagi
dirasakan sebagai sesuatu yang berasal dari luar tetapi sudah dianggap sebagai bagian
dari kebudayaan sendiri. Sebaliknya proses akulturasi yang dipaksakan dalam waktu
yang relatif singkat tanpa melalui proses yang wajar dapat menimbulkan
kegoncangan kebudayaan (cultural shock) yang mengakibatkan warga masyarakat
mengalami disorientasi, frustrasi, perpecahan dan kekacauan.
2.1.7 Pengertian
Keperawatan Maternitas merupakan salah satu bidang dari Ilmu Keperawatan
yang khusus membahas asuhan keperawatan klien wanita pada usia subur dan bayi
baru lahir sampai usia 28 hari (PPNI, 1999; 12-13).
6
6) Sikap, nilai dan perilaku sehat setiap individudipengaruhi oleh latar belakang
budaya, agam dan kepercayaan.
7) Perawat maternitas berfungsi sebagai advokat klien yang membela dan
melindungi hak klien.
8) Mempromosikan kesehatan merupakan tugas penting perawat maternitas untuk
melindungi generasi penerus.
9) Keperawatan maternitas memberi tantangan bagi peran perawat dan merupakan
faktor utama dalam mempromosikan derajat kesehatanindividu, kelaurga dan
masyarakat.
10) Yakin bahwa penelitian keperawatan dapat menambah pengetahuan dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan maternitas.
7
informasi yang perlu kepada klien.
5) Sebagai penasehat, perawat membantu klien dalam pengambilan keputusan untuk
pemecahan masalah klien.
6) Sebagai inovator, perawat bertindak sebagai pembaharu, kreatif, berinisiatif,
cepat tanggap dan senantiasi mengikuti perkembangan informasi.
Faktor budaya adalah konsep abstrak yang sangat luas ruang lingkupnya
sehingga membutuhkan penelitian-penelitian khusus terutama bila hendak dikaitkan
dengan pelaksanaan asuhan keperawatan maternitas. Kepustakaan kaya akan kajian
sosial dan antropologis tentang kebudayaan tetapi sangat terbatas yang membahas
khusus pengaruh faktor budaya terhadap keperawatan maternitas.
Untuk itu penulis mencoba menyajikan variabel-variabel budaya yang perlu
diteliti lebih lanjut karena mungkin berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak
langsung terhadap tingkat kematian ibu dan tingkat kematian bayi sebagai indikator
yang tidak hanya menggambarkan keberhasilan keperawatan maternitas tetapi
bahkan sudah digunakan secara luas untuk menggambarkan kemajuan pelayanan
kesehatan secara umum.
C. Variabel-Variabel Budaya
8
diambil oleh orang yang lebih tua misalnya kakek, nenek, paman atau bahkan harus
melalui musyawarah keluarga besar.
Di Indonesia belum ada data resmi penelitian yang menjelaskan pengaruh
pola hubungan kekuasaan dalam rumah tangga terhadap kesehatan ibu dan bayi,
tetapi patut diduga bahwa terjadinya keterlambatan pengambilan keputusan,
keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan dan keterlambatan mendapatkan
pertolongan seorang ibu maternal antara lain disebabkan oleh pola hubungan
kekuasaan dalam rumah tangga sebagaiman digambarkan di atas.
Caldwell (1979) mengemukakan bahwa satu perubahan penting yang
dihasilkan oleh meningkatnya pendidikan kaum ibu adalah suatu pergeseran
hubungan kekuasaan dalam rumah tangga ke tangan ibu yang terutama penting dalam
pengambilan keputusan kesehatan atas dirinya dan anak-anaknya.
9
3.1.3 Kepercayaan tentang Sehat-Sakit dan Perilaku Mencari Bantuan Kesehatan
Kepustakaan antropologi kaya akan data tentang berbagai kepercayaan
masyarakat tentang penyebab penyakit dan bagaimana kepercayaan tersebut
mempengaruhi perilaku mencari bantuan kesehatan. Hal ini meliputi praktek-praktek
pencegahan penyakit melalui upacara ritual, pemilihan terapi dan penyembuh yang
diyakininya, berbagai tabu dan pantangan yang malah sering merugikan kesehatan
bila dilihat dari segi ilmu kesehatan modern (Fabrega, 1972; Kleinman, 1975).
Salah satu manifestasi buruk dari variabel ini adalah rendahnya pemanfaatan
fasilitas kesehatan modern termasuk dalam pelayanan keperawatan maternitas di
Indonesia. Kepercayaan yang kuat terhadap kemampuan dukun beranak
menyebabkan rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
meskipun berbagai program dan proyek berbiaya besar telah dilaksanakan.
Masih banyak lagi variabel-variabel budaya yang harus diteliti lebih lanjut
untuk dapat menjelaskan bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan pada umumnya
dan dampaknya terhadap kesehatan ibu-anak secara khusus misalnya pola mata
pencaharian hidup, sistem religi yang samapai batas tertentu termasuk lingkup
kebudayaan, kepercayaan terhadap sistem kesehatan modern, kepercayaan terhadap
sistem pendidikan modern dan sebagainya
10
3.2 Variabel Derajat Kesehatan Ibu dan Bayi
11
DAFTAR JUMLAH PERSALINAN, JUMLAH KEMATIAN IBU DAN ANGKA
KEMATIAN IBU PADA 12 RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI INDONESIA
(JUNI 1977-JANUARI 1980)
Di Indonesia belum ada angka nasional yang tepat tentang kematian ibu baik
untuk suatu daerah, wilayah ataupun secara nasional karena buruknya sistem
pencatatan dan pelaporan kesehatan. Angka yang sekarang ada adalah angka
perkiraan yang diperoleh dari berbagai rumah sakit yang berkisar antara 51,6 sampai
206,3 per 10.000 persalinan (Rustam Mochtar, 1992).
Secara medis, penyebab kematian maternal dapat dibagi atas:
1) Sebab obstetrik langsung adalah kematian ibu sebagai akibat langsung dari
penyakit-penyakit kehamilan, persalinan dan nifas. Dalam hal ini dikenal trias
utama kematian maternal yaitu: perdarahan, infeksi dan eklamsi.
2) Sebab obstetrik tidak langsung adalah kematian ibu sebagai akibat penyakit non
obstetrik yang timbul selama kehamilan, persalinan dan nifas misalnya: anemi,
penyakit kardivaskuler, penyakit ginjal dan sebagainya..
3) Sebab non obstetrik adalah kematian ibu hamil, bersalin dan nifas akibat kejadian
yang tidak ada hubungannya dengan proses dan penatalaksanaan reproduksi
misalnya: kecelakaan, kebakaran, tenggelam, keracunan dan sebagainya.
4) Sebab yang tidak jelas adalah kematian ibu karena sebab yang tidak jelas dan
tidak dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok di atas.
3.2.2 Angka Kematian Bayi
Di bawah ini dijelskan beberapa definisi yang erat hubungannya dengan
kematian bayi:
1) Lahir hidup (live birth) adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan hidup
pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat badan 1000 gram atau lebih.
2) Lahir mati (still birth) adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati pada
usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat badan 1000 gram atau lebih.
3) Kematian neonatal dini (early neonatal death) adalah kematian bayi lahir hidup
dalam 7 hari pertama setelah kelahiran.
4) Kematian neonatal (neonatal death) adalah kematian bayi lahir hidup dalam 28
hari pertama setelah kelahiran.
5) Kematian janin dalam kehamilan (intrauterin fetal death) adalah kematian janin
dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada kehamilan 28 minggu ke
atas atau berat badan janin 1000 gram ke atas.
6) Kematian janin dalam persalinan (intrapartal fetal death) adalah kematian janin
selama persalinan berlansung pada kehamilan 28 minggu ke atas atau berat badan
janin 1000 gram ke atas.
7) Kematian perinatal (perinatal mortality) adalah jumlah lahir mati ditambah
jumlah kematian neonatal dini.
8) Angka kematian perinatal (perinatal mortality rate) adalah jumlah lahir mati
ditambah jumlah kematian neonatal dini per jumlah kelahiran hidup dikali 1000.
Sebagai gambaran keadaan kematian perinatal di Indonesia berikut disajikan
daftar angka perinatal di beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia.
1
DAFTAR ANGKA KEMATIAN PERINATAL
DI BEBERAPA RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI INDONESIA
Sama halnya dengan data angka kematian ibu, angka kematian bayi pun
belum ada secara nasional. Data yang ada adalah laporan beberapa rumah sakit
pendidikan yang tidak dapat menggambarkan keadaan nasional pada umumnya.
Mortalitas perinatal mempunyai kaitan dengan kehidupan janin dalam
kandungan dan keadaan saat persalinan. Bila dikelompokkan, secara medis ada 5
golongan besar penyebab mortalitas perinatal, yaitu:
2) Anoksia dan hipoksia
3) Infeksi
4) BBLR dan prematur sejati
5) Trauma lahir
6) Cacat bawaan.
III. PENUTUP
1
DAFTAR PUSTAKA