(Aqidah Islam) Pendidikan Agama Islam
(Aqidah Islam) Pendidikan Agama Islam
Ditulis oleh :
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar,
serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Aqidah,
Tauhid, Syirik dan Implementasi Arkanul Iman dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah ini telah dibuat agar kita semua mengetahui dan memahami apa kedudukan dan
hakikat dari Aqidah, Tauhid, Syirik dan Implementasi Arkanul Iman dalam kehidupan sehari-
hari.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
3.1 Kesimpulan 24
3.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mengutus hambaNya Muhammad shalallahu
‘alaihi wasallam dengan membawa kebenaran, menyampaikan amanat kepada ummat dan
berjihad dijalanNya hingga akhir hayat. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan
kepada beliau, berikut para keluarga, shahabat dan pengikutnya yang setia.
Islam sebagai agama mempunyai dua dimensi yaitu keyakinan atau akidah dan sesuatu yang
di amalkan atau amaliah. Amal perbuatan tersebut merupakan perpanjangan dan implentasi
dari akidah tersebut. Islam adalah agama samawi yang bersumber dari Allah SWT yang
berintikan keimanan dan perbuatan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TAUHID
Eseiensi iman kepada Allah SWT adalah Tauhid yaitu mengesakan-Nya, baik
dalam zat, asma “was-sbiffaat”, maupun af al (perbuatan)-Nya.
Secara sederhana Tauhid dapat dibagi dalam 3 tingkatan atau tahapan yaitu : 1. Taubid
Rububiyah (mengimani Allah SWT sebagai sastu – satunya Rabb), 2. Taubid Mulkiyah
(mengimani Allah SWT sebagai satu – satunya Malik), 3. Taubil ilabiyah (mengimani Allah
SWT sebagai satu – satunya Iiah).
1. Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak
dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga:
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
5
yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan
dalam Al Qur’an:
ور ُّ ض َو َج َع َل
ِ الظلُ َما
َ ُّت َوالن َ ْت َواأْل َر َ َْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي َخل
ِ ق ال َّس َما َوا
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan
terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin,
maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah
kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah
menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’. (QS. Az Zukhruf: 87)
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah
menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’. (QS. Al Ankabut 61)
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan.
Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang
kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak
dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka
berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin?
Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid
uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
6
ُك نَ ْستَ ِعين
َ ك نَ ْعبُ ُد َوإِيَّا
َ إِيَّا
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang
telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan
kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk
ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang
bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak
kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka
juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi
Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya,
mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
ََولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُكلِّ أُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُدُوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت
“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan:
‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan
adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya
kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya
Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan”
(Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat
bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak
memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad
adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir
tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap
tauhid uluhiyyah?
7
menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif,
tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang
artinya:
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
a. Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah
dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata
‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
b. Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana
sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata
Allah berada di mana-mana.
c. Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali
tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu
menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha
menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi
Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan
maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas
‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’.
Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam
Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya
dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama
dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah
sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.
8
2. Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu
tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya.
Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain
sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-
hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang
disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak
mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak
mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah.
Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan
inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
“Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya.
Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena
merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-
Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).
Merupakan suatu perkara yang tidak bisa disangkal, bahwa alam semesta ini pasti ada
yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itu pun karena
mereka tidak menggunakan akal sesuai dengan fungsinya. Sebab akal yang sehat akan
mengetahui bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang
demikian teratur dengan sangat rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak
ada yang mengingkari perkara ini kecuali orang yang tidak berakal atau sombong dan tidak
mau menggunakan pikiran sehat. Mereka tidaklah bisa dijadikan tempat berpijak dalam
menilai.
Dzat yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini adalah Allah subhanahu
wa ta`ala. Inilah yang disebut dengan rububiyyah Allah. Tauhid rububiyyah adalah sebuah
keyakinan yang diakui bahkan oleh kaum musyrikin. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
“Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah
yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang
mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: Mengapa
kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Yunus:31)
9
Oleh sebab itu, selayaknya manusia hanya menyembah kepada Allah subhanahu wa ta`ala
saja. Allah subhanahu wa ta`ala telah menciptakan untuk manusia berbagai prasarana berupa
alam semesta ini. Semua itu untuk mewujudkan peribadatan kepada-Nya. Allah subhanahu
wa ta`ala juga membantu mereka untuk mewujudkan peribadahan tersebut dengan limpahan
rezeki. Sedangkan Allah tidak membutuhkan imbalan apa pun dari para makhluk-Nya.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang
Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (Adz-Dzaariyaat:56-58)
Sesungguhnya tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitroh. Namun asal fitroh ini dirusak
oleh bujuk rayu syaithan yang memalingkan dari tauhid dan menjerumuskan ke dalam syirik.
Para syaithan baik dari kalangan jin dan manusia bahu-membahu untuk menyesatkan umat
dengan ucapan-ucapan yang indah.
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari
jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang
lain perkataan-pekataan yang indah-indah untuk menipu manusia” (Al-An’aam:112)
Tauhid adalah asal yang terdapat pada fitroh manusia sejak dilahirkan. Sedangkan kesyirikan
adalah sesuatu yang mendatang dan merasuk ke dalam pikiran manusia. Allah subhanahu wa
ta`ala berfirman:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitroh
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh
Allah.” (Ar-Ruum:30)
“Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitroh, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya
Yahudi, Nashroni, atau Majusi” (HR.Al-Bukhari)
Berarti asal yang tertanam pada diri manusia secara fitroh adalah bertauhid kepada Allah
subhanahu wa ta`ala.
10
2.2 SYIRIK
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan yang
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.
Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
َ أَال:-ال
َ َس َو َكانَ ُمتَّ ِكئًا فَق َ ق ْال َوالِ َد ْي ِن
َ َو َجل- َ َ ق.ِ بَلَى يَا َرسُوْ َل هللا: قَالُوْ ا،)أَالَ أُنَبِّئُ ُك ْم بِأ َ ْكبَ ِر ْال َكبَائِ ِر (ثَالَثًا
ُ َْا ِإل ْش َرا:ال
ُ ْك بِاهللِ َو ُعقُو
َ فَ َما زَ ا َل يُ َك ِّر ُرهَا َحتَّى قُ ْلنَا لَ ْيتَهُ َسكَت: قَا َل.الزوْ ِر
ُّ وقَوْ ُل. َ
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau
mengulanginya tiga kali.) Mereka (para Sahabat) menjawab: “Tentu saja, wahai Ra-sulullah.”
Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” -Ketika itu beliau
bersandar lalu beliau duduk tegak seraya bersabda:- “Dan ingatlah, (yang ketiga) perkataan
dusta!” Perawi berkata: “Beliau terus meng-ulanginya hingga kami berharap beliau diam.”
Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan dosa besar yang paling besar dan kezhaliman
yang paling besar, karena ia menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta). Orang yang
melakukan perbuatan syirik disebut musyrik.
Syirik akbar merupakan syirik yang tidak akan mendapat ampunan Allah. Pelakunya
tidak akan masuk surga selama-lamanya. Syirik akbar dibagi dua, yaitu:
11
pohon besar, dan sebagainya. Ataupun menyembah mkhluk-makhluk ghaib seperti
setan, jin, malaikat.
Syirik asghar termasuk dosa besar, akan tetapi masih ada peluang diampuni Allah jika
pelakunya segera bertobat.
Memakai jimat termasuk perbuatan syirik, karena mengandung unsur meminta atau
mengharap sesuatu kepada kekuatan lain selain Allah.
Mantera
Mantera yaitu mengucapkan kata-kata atau gumam yang dilakukan oleh orang jahiliah
dengan keyakinan, bahkan kata-kata atau gumaman itu dapat menolak kejahatan atau
bala dengan bantun jin.
Sihir
Sihir termasuk perbuatan syirik, karena perbuatan tersebut dapat menipu atau
mengelabui orang dengan bantuan jin atau setan.
Peramalan
Dukun ialah orang yang dapat memberitahukan tentang hal-hal yang ghaib pada masa
yang akan datang, atau memberitahukan apa yang tersirat dalam naluri manusia.
Tukang tenun adalah nama lain dari peramal atau dukun, atau orang-orang yang
12
mengaku bahwa dirinya dapat mengetahui dan melakukan hal-hal yang ghaib, baik
dengan bantuan jin ata setan ataupun dengan membaca garis tangan.
Riya’
Riya’ adalah beramal bukan karena Allah, melainkan karena ingin dipuji atau dilihat
orang lain. Riya’ termasuk syirik.
Inilah syirik yang umumnya terjadi pada ilmuan. Mereka mengagungkan ilmu sebagai
maha segalanya. Mereka tidak mempercayai pengetahuan yang di wahyukan
Allah.Sebagai contoh mereka mengatakan bahwa manusia berasal dari kera, mereka
juga percaya bahwa ilmu pengetahuan akhirnya akan dapat menemukan formula agar
manusia tidak perlu mengalami mati,dan lain-lain.
Syirku At-Tasarruf
Syirik jenis ini pada prinsipnya, disadari atau tidak oleh pelakunya,menentang bahwa
Allah Maha Kuasa dan segala kendali atas penghidupan manusia berada di tangan-
Nya.Mereka percaya adanya ‘perantara’ itu mempunyai kekuasaan.Contohnya,adalah
kepercayaan bahwa Nabi Isa anak Tuhan,percaya pada dukun,tukang syihir atau
sejenisnya.
Syirku Al-Ibadah
13
Syirku Al-‘Addah
Ini adalah kepercayaan terhadap tahayul.Sebagai contoh percaya bahwa angka tiga
belas itu adalah angka sial sehingga tidak mau menggunakan angka tersebut,
menghubungkan kucing hitam dengan kejahatan,dan lain sebagainya.
Dijanjikan mendapat siksa neraka. “Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan
ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang berwajah hitam
muram(kepada mereka dikatakan), “Mengapa kamu syirik setelah beriman? Karena
itu rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu itu.” (Q.S.Ali ;Imran:106).
14
Contoh Syirik
"Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa meskipun
setipis kulit ari. Jika kamu meminta kepada mereka, mereka tiada mendengar
seruanmu, dan kalau mereka mendengar mereka tidak dapat memperkenankan
permintaanmu. (QS. Faathir: 13-14)
Seperti keyakinan bahwa para nabi dan wali mengetahui perkara-perkara ghaib. Allah
Ta'ala telah membantah keyakinan seperti itu dengan firman-Nya (yang
terjemahannya):
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang
mengetahuinya kecuali dia sendiri." (QS. Al-An'am : 59). Lihat QS. Al-Jin: 26-27.
Pengetahuan tentang hal yang ghaib merupakan salah satu hak istimewa Allah,
menisbatkan hal tersebut kepada selain-Nya adalah syirik akbar.
Mencintai seseorang, baik wali atau lainnya layaknya mencintai Allah, atau
menyetarakan cinta-nya kepada makhluk dengan cintanya kepada Allah Ta'ala.
Mengenai hal ini Allah Ta'ala berfirman (yang terjemahannya):
Mahabbah dalam ayat ini adalah mahabbatul ubu-diyah (cinta yang mengandung
unsur-unsur ibadah), yaitu cinta yang dibarengi dengan ketundukan dan kepatuhan mutlak
serta mengutamakan yang dicintai daripada yang lainnya. Mahabbah seperti ini adalah hak
istimewa Allah, hanya Allah yang berhak dicintai seperti itu, tidak boleh diperlakukan dan
disetarakan dengan-Nya sesuatu apapun.
15
d. Syirik dalam ketaatan
Yaitu ketaatan kepada makhluk, baik wali ataupun ulama dan lain-lainnya, dalam
mendurhakai Allah Ta'ala. Seperti mentaati mereka dalam menghalal-kan apa yang
diharamkan Allah Ta'ala, atau mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Taat kepada ulama dalam hal kemaksiatan inilah yang dimaksud dengan menyembah berhala
mereka! Berkaitan dengan ayat tersebut di atas, Rasulullah SAW menegaskan (yang
terjemahannya): Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada al-Khaliq
(Allah). (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad).
Jenis-jenis takut :
a. Khauf Sirri; yaitu takut kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, berupa berhala,
thaghut, mayat, makhluk gahib seperti jin, dan orang-orang yang sudah mati, dengan
keyakinan bahwa mereka dapat menimpakan mudharat kepada makhluk. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): Janganlah kamu takut kepada
mereka, takutlah kamu kepada-Ku jika kamu benar-benar orang beriman.(QS. Ali
Imran: 175).
b. Takut yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajibannya, seperti: Takut
kepada seseorang sehingga menyebabkan kewajiban ditinggalkan. Takut seperti in
hukumnya haram, bahkan termasuk syirik ashghar (syirik kecil). Berkaitan dengan hal
tersebut Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya):
16
c. Takut secara tabiat, takut yang timbul karena fitrah manusia seperti takut kepada
binatang buas, atau kepada orang jahat dan lain-lainnya. Tidak termasuk syirik, hanya
saja seseorang janganlah terlalu didominasi rasa takutnya sehingga dapat
dimanfaatkan setan untuk menyesatkannya.
d. Syirik hulul
Percaya bahwa Allah menitis kepada makhluk-Nya. Ini adalah aqidah Ibnu Arabi
(bukan Ibnul Arabi, beliau adalah ulama Ahlus Sunnah) dan keyakinan sebagian
kaum Sufi yang ekstrem.
e. Syirik Tasharruf
Keyakinan bahwa sebagian para wali memiliki kuasa untuk bertindak dalam mengatur
urusan makhluk. Keyakinan seperti ini jelas lebih sesat daripada keyakinan musyrikin
Arab yang masih meyakini Allah sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta.
f. Syirik Hakimiyah
g. Syirik tawakkal
Tawakkal dalam perkara yang hanya mampu dilaksanakan oleh Allah saja. Tawakkal
jenis ini harus diserahkan kepada Allah semata, jika seseorang menyerahkan atau
memasrahkannya kepada selain Allah, maka ia termasuk Musyrik.
Tawakkal dalam perkara yang mampu dilaksanakan para makhluk. Tawakkal jenis ini
seharusnya juga diserahkan kepada Allah, sebab menyerahkannya kepada makhluk
termasuk syrik ashghar.
Tawakkal dalam arti kata mewakilkan urusan kepada orang lain dalam perkara yang
mampu dilaksanakannya. Seperti dalam urusan jual beli dan lainnya. Tawakkal jenis
17
ini diperbolehkan, hanya saja hendaklah seseorang tetap bersandar kepada Allah
Subhanahu wa Taala, meskipun urusan itu diwakilkan kepada makhluk.
h. Syirik niat dan maksud
Yaitu beribadah dengan maksud mencari pamrih manusia semata, mengenai hal ini
Allah Subhanahu wa Taala berfirman (yang terjemahannya):
"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak akan memperoleh di akhirat
kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia,
dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan". (QS. Hud: 15-16).
Syirik jenis ini banyak menimpa kaum munafiqin yang telah biasa beramal karena
riya.
i. Syirik dalam Hal Percaya Adanya Pengaruh Bintang dan Planet terhadap Berbagai
Kejadian dan Kehidupan Manusia.
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda (yang
terjemahannya): Allah berfirman: "Pagi ini di antara hambaku ada yang beriman
kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata, kami diberi hujan
dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dia beriman kepada-Ku dan kafir
terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: Hujan itu turun karena bintang ini dan
bintang itu maka dia telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang". (HR,
Bukhari).
Maksudnya ialah manusia akan mempunyai pandangan yang luas tentang hal – hal
yang berkaitan dengan kehidupan, misalnya pengetahuan sains, agama, sosial yang
lebih.
Allah senantiasa mengangkat derajat manusia yang beriman dan bertaqwa kepadaNya.
18
Hidup dengan kesederhanaan dan kesahajaan tanpa ada campur tangan dari tindakan
syirik yang menjadikan hidup menjadi lebih bermakna.
Manusia akan menjadi bersih, suci, dan benar apabila selalu mengingat Allah Swt,
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Adanya optimisme yang tinggi dalam segala bidang apabila kita percaya kepada sang
Kholiq serta selalu mengingatnya dengan beribadah kepadanya.
Selalu sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan yang diberikan Allah SWT, karena
dalam setiap cobaan yang ada pasti akan ada hikmah yang bisa diambil.
Dengan menghindari syirik maka akan ada rasa keberanian dan optimis yang tinggi
dalam menjalani hidup agar tidak tersesat ke jalan yang salah.
Tumbuhnya rasa cinta dan damai dalam kehidupan apaibila kita selalu mengingat
Allah SWT dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
a. Pengertian Iman
Iman menurut bahasa berasal dari kata aamanu - yu’minu - iimanan yang berarti
percaya atau membenarkan. Percaya adalah suatu pengakuan atau keyakinan seseorang
terhadap sesuatu. Menurut istilah, iman ialah membenarkan dengan hati, mengikrarkan
dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Iman menurut pengertian
sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak
19
bercampur syak dan ragu serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan
perbuatan sehari- hari. Jadi iman itu bukanlah semata-mata ucapan lidah, buakn sekedar
perbuatan, dan bukan pula hanya merupakan pengetahuan tentang rukun iman.
b. Kedudukan Iman
Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih
umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah
mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mampu mewujudka keislamannya.
Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah
kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku
keImanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin
c. Hakikat iman
Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa
dicampuri keraguan sedikitpun. Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya
kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan
berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan,
amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan
berkurang karena kemaksiatan.
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu
indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara
beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:
Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama
memandang keImanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan
akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian ulama yang
melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima
20
pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja: mukmin atau
kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman tidak
bertambah dan tidak berkurang.
Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria
bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu:
Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari
adanya rukun Iman yang enam, yaitu:
Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang beriman, yang jika telah tertanam
dalam hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam
prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keImanan terhadap enam poin di atas.
Jika iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan
Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari hal-hal yang dapat
memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat
aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.
Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya
suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya:
“Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya
Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya,
mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci dirinya
21
kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api
neraka.” (HR.Bukhori Muslim).
Menurut pendapat-pendapat ulama fiqih bahwa iman merupakan sebuah tasdiq (pembenaran)
di dalam hati hal tersebut yaitu menurut:
1. Menurut Abu Abdullah bin Khafif
Iman adalah sebuah pembenaran hati terhadap sesuatu yang telah di jelaskan
olehAllah tentang masalah-masalah yang gaib.
2. Menurut Abdullah At Tustari
Iman merupakan kesaksian Allah. Karena, jika Allah di pandang dengan
penglihatan tanpa pembatas, dan jika dengan pengetahuan tanpa berakhir.
Dari pendapat para ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa iman merupakan hal
yang bersangkutan dengan hati. Semua hal-hal yang gaib seperti Tuhan, sifat-sifatnya,
akhirat, takdir, rejeki, dan sebagainya merupakan sebuah pembenaran dan kepercayaan hati.
Jika dipahami secara mendalam iman mempunyai hubungan yang sangat erat kaitannya
dengan amaliyah atau perbuatan. Amaliyah atau perbuatan merupakan tolak ukur keimanan
seseorang. Jika seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang menjadikan dirinya dekat
dengan Allah, maka dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut beriman kepada Allah yaitu
dengan menjalankan syariat-syariatnya yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam pembahasan ilmu kalam konsep iman terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Iman adalah Tasdiq dalam hati atas wujud Allah dan keberadaan Nabi atau Rasul Allah.
Menurut konsep ini iman dan kufur semata-mata adalah urusan hati, bukan nampak dari
luar. Jika seseorang membenarkan atau meyakini adanya Allah maka ia dapat disebut
telah beriman kepada Allah meskipun perbuatannya tidak sesuai dengan ajaran agama
22
islam. Konsep iman ini banyak dianut oleh mazhab murjiah yang sebagian besar
penganutnya adalah Jahamiyah dan sebagian kecil Asy’ariyah. Menurut paham diatas
bahwa keimanan seseorang tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatan atau amaliyah
zhahir, dikarenakan hati adalah sesuatu yang tersembunyi sehingga tidak dapat disangkut
pautkan dengan keadaan yang zhahir.
2. Iman adalah Tasdiq di dalam hati dan diikrarkan dengan lidah. Dengan demikian
seseorang dapat digolongkan beriman apabila mempercayai dalam hati keberadaan Allah
dan mengikrarkan (mengucapkan) dengan lidah. Disini antara keimanan dan perbuatan
manusia tidak ada hubungannya. Yang terpenting dalam iman adalah Tasdiq dalam hati
dan diikrarkan dengan lisan konsep ini dianut oleh sebagian pengikut Mahmudiyah.
3. Iman adalah Tasdiq dalam hati dan diikrarkan dengan lisan serta dibuktikan dengan
perbuatan. Disini diterangkan bahwa antara iman dan perbuatan terdapat keterkaitan
karena keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya konsep iman ini
dianut oleh Mu’tazilah dan Khawarij.
Agama islam adalah agama yang mengajarkan pemeluknya untuk berbuat amal shaleh
dan menjauhi larangan-Nya. Oleh sebab itu seseorang dianggap telah sempurna imannya
apabila betul-betul telah diyakini dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan
perbuatan. Menyangkut tentang ciri keimanan seseorang kita dapat melihat dari tasdiq dan
perilakunya. Manusia mempunyai sifat lahiriyah, sifat inilah yang menjadi ukuran bagi kita
untuk melihat keimanan seseorang. Sifat-sifat yang dapat dilihat melalui tindak-tanduk
manusia sama ada perkataan atau perbuatan adalah menjadi tanda iman yang menjadi ukuran
kita. Adapun segala apa yang tersirat dihatinya adalah terserah kepada Allah SWT.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aqidah, Tauhid, Syirik dan Iman dalam kehidupan umat muslim perlu kita pelajari.
Akidah adalah beberapa perkara yang wajib di yakini kebenarannya oleh hati, dapat
mendatangkan ketentraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak tercampur dengan
keraguan-keraguan. Tauhid adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan keesaan
Allah. Syirik adalah mempersekutukan Allah SWT dengan mahkluk-Nya, baik dalam
dimensi rubiyah. Sedangkan iman menurut pengertian sesungguhnya ialah kepercayaan yang
meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu serta
memberi pengaruh bagi pandangan hidup. Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya
agama dan kunci diterimanya amalan. Dan seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah
dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah
satu syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari
pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai
keImanan kecuali jika seorang hamba telah mampu mewujudkan keislamannya.
3.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
http://ceritakuaja.wordpress.com/2013/05/25/makalah-hakikat-iman-islam-dan-ihsan/
http://ade-budayaminang.blogspot.com/2011/11/iman-dan-kufur.html
http://yunusmakalah.blogspot.com/2010/05/akidah-dan-tauhid.html
http://ramaazhari23.blogspot.com/2014/09/-tauhid-dan-syirik-al-islam-1.html
25