Manusia tidak mungkin tidak melakukan komunikasi, sekalipun dalam keadaan bisu
(tunawicara). Oleh karena itu, komunikasi tidak saja diartikan sebagai penyampaian pesan
melalui bahasa (verbal), tetapi juga penyampaian pesan melalui lambang-lambang (non
verbal) yang dipahami oleh komukator dan komunikan.
Dalam bab ini dibahas tentang pengertian komunikasi tekstual, analisis tekstual
berbasis seniologi, komunikasi kontekstual, komunikasi nonverbal ekpresional, konteks
waktu, serta konteks ruang dan jarak.
A. KOMUNIKASI TEKSTUAL
Sebagaimana dipaparkan Purwasito (2003: 239-243) bahwa teks merupakan produk
budaya atau hasil olah pikiran manusia yang di ekpresikan dalam kegiatan komunikasi.
William Cronkite (1986) menyebut teks sebagai bentuk simbolis buatan manusia yang
merupakan representasi atas realitas sosial politik pada zamannya.
Teks berisi pernyataan tertulis berciri didaktif, seperti prasasti,scroll (gulungan dokumen
sejarah), presentasi, esai, atau ungkapan verbal dari pemikiran seseorang. Didalam teks
terdapat lambang-lambang dan tanda-tanda, baik dalam teks berbentuk karya sastra, karya
drama, karya ilmiah, buku memori, artikel, maupun tulisan di surat kabar atau pidato.
B. ANALISIS TEKSTUAL BERBASIS SEMIOLOGI
Purwasito (2003) dalam bukunya, komunikasi multikultural, memaparkan, Rolland
Barthes telah menjelaskan tentang bagaimana menganalisis tanda-tanda komunikasi yang ia
sebut sebagai semiologi. Semiologi meletakkan perhatikan pada hubungan antara tanda
dengan pengirim sn penerimanya.
Komunikasi adalah pertukaran makna. Pesan yang dibangun oleh masyarakat berdasarkan
budaya dan realitas mampu membuat mereka berinteraksi dengan menggunakan makna yang
mereka bangun dan pahami bersama untuk menumbuhkan saling pengertian.
Dalam pandangan ilmu komunikasi, teks berbeda dengan pesan. Teks biasanya digunakan
untuk menunjuk pesan yang bersifat fisik, bersifat bebas terhadap pengirim dan penerima,
serta dibangun dari kode-kode yang tampak. Buku, tape, surat, dan foto, yang semuanya
merekam kode bisa disebut teks, sedangkan pesan cenderung digunakan untuk menyebut
suatu konsep yang dikirimkan. Tanda, teks, pesan, dan cara membangunnya ke dalam kode
dan bahasa merupakan basis kajian komunikasi.
Pesan sebagai konsep, yang mencangkup informasi, tindak komunikasi, dan pesan itu
sendiri, merupakan seluruh kegiatan yang terdiri atas :
1. Menyalurkan, menerima, menyimpan pesan.
2. Pola penggunaan media dan pola penyaluran pesan
3. Mengolah dan mempergunakan pesan
Secara semiologi, kajian pesan dalam pengertian komunikasi adalah studi yang
mempelajari hubungan antara pola persepsi dan pemaknaan terhadap pesan yang disampaikan
dalam komunikasi.
Dalam studi komunikasi tradisional, interpretasi terhadap bahasa teks dalam konteks
politik disebut rethorical approaccesh, umumnya berisi wacana politik dari tokoh-tokoh
politik, yang disampaikan dengan cara berpidato dengan publik (political discourse is
characteristically public speech). Sementara itu, teori wacana yang lebih dikenal sebagai
discourse theory lahir dari upaya meneorian dan mendekontruksikan bahasa yang digunakan
dalam pembicaraan sehari-hari. Upaya ini ditempuh dengan tujuan untuk memperoleh
makna-makna baru.
Interpretasi terhadap tes dalam wacana adalah upaya mengidentifiasi potensi
kebahasaan pada situasi naratif yang tidak jarang bersifat kontroversial dalam lingkungan dan
konteks sosial.
Ungkapan dan ekspresi simbolis dalam arti pesan memandang wacana sebagai proses
komunikasi yang memberi peluang terhadap penerapan berbagai konsepsi. Fenomena ini
dapat diamati dalam studi tentang pidato presiden atau efektivitas strategi gambar iklan atau
nilai-nilai berita tentang pemerintahan.
C. KOMUNIKASI KONTEKSTUAL
Menurut Ferdinand de Saussure, bahasa terkonsepsi sebagai sistem semiologis dari
tanda. Dengan demikian, teks merupakan sistem dan produksi tanda dalam proses
kebudayaan sebagai proses komunikasi. Sementara itu, Michel Foucault mendeskripsikan
bahasa sebagai representasi dari pemikiran seseorang, sebagaimana pemikiran mewakili
dirinya sendiri.
Berdasarkan penjelasan de Saussure dan Foucault tersebut, dalam komunikasi
kontektual, teks tidak dipahami begitu saja menurut batasan bahasa, khususnya kaidah
sintaksis dan semantik, tetapi juga menurut lingkungan atau kondisi pada waktu itu atau
zaman yang memengaruhi pernyataan teks itu sendiri sebagai sesuatu yang tidak
terhindarkan.
Selain menaruh perhatian pada penggunaan bahasa verbal, analisis komunikasi lintas
budaya juga menekankan perhatian pada penggunaan bahasa nonverbal dan juga
paralinguistik (aspek-aspek suara :intonasi kedalaman, tekanan, getaran, siulan,erangan,
gumam, desah, dan sebagainya) yang dapat memengaruhi proses komunikasi.
Pesan sebagai alat utama untuk pertukaran pikiran dan gagasan, dikeas dalam bentuk
verbal dan nooverbal lewt penuturan maupun tulisan. De Vito (1996) menegaskan perlunya
mengkaji lebih mendalam bahasa nonverbal sebagai sistem simbolis dan sebagai sistem
makna, dengan alasan bahwa kata-kata verbal yang disampaikan pada komunikan biasanya
kurang berpotensi untuk menggantikan perasaan atau pikiran manusia yang demikian
komplek. Supaya komunikasi berlangsung lebih sempurna, kata-kata biasanya perlu
diperkuat dengan pesan-pesan yang berbentuk nonverbal (ekspresi). Ini berarti, dalam
komunikasi, teks selalu beriringan dengan konteksnya.