Analisis Rasio Laporan Keuangan Perusahaan
Analisis Rasio Laporan Keuangan Perusahaan
1. Rasio Likuiditas
Rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kemampuan
finansialnya dalam jangka pendek.
Catatan : Nilai
ideal dari ketiga analisa rasio likuiditas ini ini adalah
minimum sebesar 150%, semakin besar adalah semakin baik dan
perusahaan dalam kondisi sehat.
e. Rate of Return Investment (ROI) atau Net Earning Power Ratio, rasio untuk
mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva
untuk menghasilkan pendapatan bersih.
Catatan : Semakin
tinggi nilai persentase Rasio Solvabilitas ini adalah
semakin buruk kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban
jangka panjangnya, maksimal nilainya adalah 200%.
Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik dan menunjukkan pengelolaan
persediaan yang efisien.
Tahu Harga
n Total Hutang Jangka Panjang Total Equity DER Saham
2004 Rp189.174.136.164 Rp235.344.402.617 0,803818 Rp110
2005 Rp158.436.164.776 Rp211.491.697.290 0,749137 Rp45
2006 Rp110.337.814.428 Rp242.272.274.949 0,455429 Rp300
2007 Rp80.817.671.346 Rp257.012.888.137 0,31445 Rp310
Tahun 2005 modal yang dimiliki oleh PT Indonesia Prima Property sebesar 74.91%
berasal dari utang dan sebesar 25.09% berasal dari modal sendiri yang berarti bahwa modal
yang berasal dari hutang lebih besar daripada modal yang berasal dari equity. Sampai pada
tahun 2006 baru terlihat nilai dari struktur modal yang baik dimana struktur modal
PT.Indonesia Prima Property yang berasal dari utang turun menjadi 45.54% dan modal
sendiri sebesar 54.54%. Pada tahun 2007 pun, kinerja PT Indonesia Prima Property juga
mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari struktur modal perusahaan yang sejak tahun
2004 hingga 2007 mengalami penurunan. Semakin rendah DER perusahaan maka semakin
baik kinerja perusahaan.
Mengenai rata-rata penutupan harga saham PT Indonesia Prima Property dari tahun 2004
sampai tahun 2007 terus mengalami peningkatan, hal ini terlihat jelas di dalam kurva yaitu
pada tahun 2004 penutupan harga saham sebesar Rp 110, harga penutupan ini mengalami
penurunan menjadi Rp 45 pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2006 kembali mengalami
peningkatan menjadi Rp 300 dan akhirnya pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp 310.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan return.
Penambahan utang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar
tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang semakin tinggi akan menurunkan harga
saham, tetapi tingkat return yang tinggi akan menaikkan harga saham tersebut. Struktur
modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko
dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham.
Kebijakan struktur modal akan berpengaruh positif terhadap nilai saham melalui
kombinasi sumber dana (hutang jangka panjang dan modal sendiri) sehingga mampu
memaksimalkan nilai saham. Dalam kondisi tertentu perusahaan dapat memenuhi kebutuhan
dananya dengan mengutamakan sumber-sumber dari dalam perusahaan, akan tetapi
adakalanya juga perusahaan menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan yaitu
berupa hutang (debt).
Penggunaan hutang dalam suatu perusahaan akan menaikkan nilai saham, karena
adanya kenaikan pajak yang merupakan pos deduksi terhadap biaya hutang, namun pada titik
tertentu penggunaan hutang dapat menurunkan nilai saham karena adanya pengaruh biaya
kebangkrutan dan biaya bunga yang di timbulkan dari adanya penggunaan hutang.
Teori kedua, trade off theory, dimana ada hubungan antara struktur modal dengan
nilai perusahaan. Perusahaan tidak mungkin membiayai seluruh aktivitasnya dengan hutang.
Dalam teori ini terdapat track-off anataratax benefit/shield (manfaat penghematan pajak atas
penggunaan hutang) dancost financial distress (biaya yang ditimbulkan karena adanya
kenaikan resiko kebangrutan akibat besarnya hutang). Jadi, suatu perusahaan itu mendasarkan
keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal.Struktur modal optimal dibentuk
dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap
biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke
investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham
perusahaan. Akan tetapi, hal ini tidak sesuai yang dihadapi oleh PT. Indonesia Prima
Property, dimana semakin rendah utang perusahaan, semakin tinggi harga saham
perusahaannya. Hal ini dikarenakan tidak terjadi perdagangan, untuk menarik minat investor
maka perusahaan menaikkan harga sahamnya. Akan tetapi, resiko dan return-nya rendah.
B. Kesimpulan
Rata-rata penutupan harga saham PT Indonesia Prima Property dari tahun 2004 sampai tahun
2007 terus mengalami peningkatan, hal ini terlihat jelas didalam kurva yaitu pada tahun 2004
penutupan harga saham sebesar Rp 110, harga penutupan ini mengalami penurunan menjadi
Rp 45 pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2006 kembali mengalami peningkatan menjadi
Rp 300 dan akhirnya pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp 310.
Teori yang ketiga, Pecking Order Theory, kondisi PT Indonesia Prima Property sesuai
dengan kondisi ini. Pada tahun 2004, PT Indonesia Prima Property menggunakan external
financing. Hal ini dapat dilihat dari DER perusahaan yang tinggi. Akan tetapi, dari tahun
2005 sampai 2007, perusahaan menggunakan external financing dan internal financing.
Namun,internal financing nya lebih tinggi dari external financing. Hal ini dapat dilihat dari
komposisi debt rendah dibanding dengan modal perusahaan sehingga DER nya rendah.
Perusahaan lebih banyak menggunakan modal sendiri pada tahun tersebut.