Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Fitri Ekahariningtias
NIM: 433131490120010
Meningitis merupakan keradangan pada daerah meningen, meningitis itu sendiri terdiri
atas meningitis tuberculosis, yang disebabkan oleh bakteri dan meningitis virus atau
disebut nonpurulen meningitis atau istilahnya disebut aseptic meningitis yang
disebabkan oleh virus. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006).
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan sumsum tulang
belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur),
tetapi juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker dan
kondisi lainnya. (WHO, 2014).
B. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
1. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasis infeksi dari tempat lain yang
menyebar melalui darah. Penyebabnya ialah meningokok (Neisseria
meningitidisis), pneumokok (Diplococcus pneumoniae), haemophilus
influenzae.Ada pula yang timbul karena perjalanan radang langsung dari radang
tulang tengkorak, mastoiditis misalnya, dari tromboflebitis atau pada luka tembus
kepala.Penyebabnya ialah streptokok, stafilokok, kadang-kadang
pneumokok.Likuor serebrospinal keruh kekuning-kuningan karena mengandung
pus, nanah.Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati, jaringan yang mati
dan bakteri.
Pada permulaan gejala awal meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri
kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan
umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12-24 jam tibul gambaran
klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan brudzinski. Bila
terjadi koma yang dalam, tanda-tanda selaput otak akan menghilang, penderita
takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah,
mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif
dan halusinasi. Pada keadaan koma yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga
terjadi dilatasi pupil dan koma.
2. Meningitis serosa
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti
lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Likuor serebrospinal jernih meskipun
mengandung jumlah sel dan protein yang meninggi. Meningitis tuberculosis terjadi
akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru-paru.
Meningitis bukan terjadi karena terinfeksi selaput otak langsung penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tuang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke
dalam rongga arachnoid.
b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat
lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles,
mumps, herpes simplek, dan herpes zoster.
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang
akut dengan gejalah rangsang meningeal,pleiositosis dalam likuor
serebrospinalis dengan deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak
lama dan selflimited tanpa komplikasi. Virus penyebab meningitis dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA
(deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio),
arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis,
morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus
(AIDS).
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga
penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa
meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan
oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
C. Etiologi
1. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis. Adapun beberapa bakteri yang
secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah:
Haemophillus influenza
Nesseria meningitides (meningococcal)
Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
Streptococcus, grup A
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Klebsiella
Proteus
Pseudomonas
2. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri.Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal
(misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem
saraf pusat melalui sistem vaskuler.Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti: campak, mumps,
herpes simplek, dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sel mengalami nekrosis.Jenis lainnya juga mengganggu
produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan
gangguan neurologic.
3. Faktor predisposisi
Jenis kelamin: laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.
4. Faktor maternal
Ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
5. Faktor Imunologi
Defesiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin, anak yang mendapat obat
imunosupresi.
6. Faktor resiko terjadinya meningitis :
a. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis,
pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
b. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea
dan rhinorrhea
c. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga
tengah, operasi cranium.
D. Manifestasi Klinis
1. Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah atau diare,
tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan
perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium,
halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus.
Tanda kernig dan brudzinski positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau
pruritus (menunjukkan adanya infeksi meningococcal).
3. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku
kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
E. Pathway
F. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub
arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang,
direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan
subarachnoid. Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis,
memasuki cairan otak melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan
hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang
tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan
otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke
cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis
merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang
dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat
menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan
hydrocephalus.
Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang
lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya
penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, dan Bronchopneumonia. Masuknya
organisme melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Penyebaran organisme
bisa terjadi akibat prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem
saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat
menimbulkan meningitis, dimana terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal
Fluid) dan dunia luar. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran
CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf
pusat melalui ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan
seperti pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek peradangan yang di sebabkan
oleh mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan terjadilah toksekmia,
sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu tubuh
meningkat atau terjadinya hipertermi (Suriadi & Rita Yuliani 2001).
Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari tonsil, bronkus, saluran cerna. Diotak
mikoorganisme berkembang biak membentuk koloni. Toksik yang dihasilan oleh
mikoorganisme melalui hematogen sampai ke hipotalamus.Volume pustula yang
semakin meningkat dapat mengakibatkan peningkatan intracranial.Desakan tersebut
dapat meningkatkan rangsangan di korteks serebri yang terdapat pusat pengaturan
sistem gastrointestinal sehingga merangsang munculna muntah dengan dengan cepat,
juga dapat terjadi gangguan pusat persnafasan.Peningkatan Intrakanial juga dapat
berdampak pada munculnya fase eksitasi yang terlalu cepat pada neuron sehingga
mwmunclkan kejang.Respon saraf juga tidak bisa berlangsung secara kondusif, ini
yang secara klinis dapat memunculkan respon patologis pada jaringan tersebut
seeperti munculnya tanda Kernig dan Brudinsky.
G. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul
karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga
memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen
dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun
hematogen termasuk ke ventrikuler.
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi
Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga
memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla
spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intrakranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena
meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5. Epilepsi
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang
sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai
tempat menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak
tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang
digunakan untuk pengobatan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Pungsi: Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung
jenis sel dan protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
2. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.
3. Glukosa & dan LDH : meningkat.
4. LED/ESRD: meningkat.
5. CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
6. Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
7. Kultur Darah
8. Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Terapeutik
Isolasi
Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultur,
diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.
Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan
mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.
Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi),
terapi heparin pada anak yang mengalami DIC,
Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi
Mempertahankan ventilasi
Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
Penatalaksanaan syok bacterial
Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
Memperbaiki anemia
2. Penatalaksanaan Medis
o Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
o Steroid untuk mengatasi inflamasi
o Antipiretik untuk mengatasi demam
o Antikonvulsant untuk mencegah kejang
o Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan
o Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
o Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti
asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui
penurunan berat badan anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak
yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena
kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses
evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran
yang menurun.
o Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal
diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah
kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada
neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1
tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/
dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan
pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5
mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk
menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena
selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi
otot akibat kejang.
o Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan
suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan
depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
o Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melalui section dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mensupport
kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi
depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial sehingga
perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke
saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis
dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
o Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab.
Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-
400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis pemberian secara intrevena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam 4 dosis
pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari
pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
3. Penatalaksanaan di Rumah:
o Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu
panas dan tidak terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi
mensupport penyediaan oksigen lingkungan yang cukup karena anakyang
menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang praktis
membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang cukup
oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi
dengan baik. Adapun lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan
panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya kadang anak yang
justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
o Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala
miring hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya
jalan nafas sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
o Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam.
Kompres ini berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi.
Perpindahan panas anak biar dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian
pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak mudah berpindah ke
lingkungan.
o Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk
patokan umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 –
120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan
rata-rata 3 kali sehari.
o Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata
kebutuhan 30-40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk
mengganti cairan yang hilang karena peningkatan suhu tubuh juga berfungsi
untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang sebagian besar
komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat
membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal (genetik) dan
faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal antara lain jenis kelamin, obstetrik dan
ras atau suku bangsa. Apabila faktor ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang
baik dan optimal, akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Gangguan
pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik, di negara
berkembang selain disebabkan oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan
yang tidak memungkinkan seseorang tumbuh secara optimal. Faktor eksternal sangat
menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal. (Supariasa dkk, 2016).
Menurut Supariasa dkk, 2016 faktor lingkungan dapat dibagi dua, yaitu faktor
pranatal dan lingkungan pascanatal. Faktor lingkungan pranatal adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam kandungan.
Soetjiningsih (1998) dalam Supariasa dkk, 2016, faktor lingkungan pasca natal adalah
faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir. Faktor
lingkungan pasca natal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak yaitu :
1) Lingkungan biologis Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan
terhadap penyakit, penyakit kronis dan fungsi metabolisme yang saling terkait satu
dengan yang lain. Faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah status
gizi bayi yang dilahirkan. Bayi yang mengalami kekurangan gizi, dapat dipastikan
pertumbuhan anak akan terhambat dan tidak akan mengikuti potensi genetik yang
optimal (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).
2) Lingkungan fisik Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah
cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Cuaca
dan keadaan geografis berkaitan dengan pertanian dan kandungan unsur mineral
dalam tanah. Daerah kekeringan atau musim kemarau yang panjang menyebabkan
kegagalan panen. Kegagalan panen menyebabkan persediaan pangan di tingkat
rumah tangga menurun yang berakibat pada asupan gizi keluarga rendah. Keadaan
ini dapat menyebabkan gizi kurang dan pertumbuhan anak akan terhambat. Di
daerah endemik, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY) menyebabkan
petumbuhan penduduknya sangat terhambat sepeti kerdil atau kretinisme
(Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).
3) Keadaan sanitasi lingkungan Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik
memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan dan
infeksi saluran pencernaan. Anak yang menderita infeksi saluran pencernaan akan
mengalami gangguan penyerapan zat gizi sehingga terjadi kekurangan zat gizi.
Anak yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan
akan terganggu (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).
4) Faktor psikososial Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak adalah stimulasi, motivasi, ganjaran, kelompok sebaya, stres, lingkungan
sekolah, cinta dan kasih sayang serta kualitas interaksi antara anak dan orang tua.
Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama orang tua berinteraksi dengan anak,
tetapi ditentukan oleh kualitas interaksi yaitu pemahaman terhadap kebutuhan
masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang
dilandasi oleh rasa kasih sayang (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).
5) Faktor keluarga dan adat istiadat Faktor keluarga dan adat istiadat yang
berpengaruh pada pertumbuhan anak antara lain : pekerjaan atau pendapatan
keluarga, stabilitas rumah tangga, norma dan tabu serta urbanisasi (Soetjiningsih
1998 dalam Supariasa, dkk 2016).
3) Otonomi : Ia akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas
kesehatan demi mendapatkan kesembuhan. 4) Peran : Banyak yang berubah seperti
perubahan peran, masalah keuangan, perubahan kebiasaan sosial, dan rasa
kesepian. (Wong, 2008).
b. Keluhan utama
Anak yang dibawa ke rumah sakit biasanya sudah mengalami peningkatan suhu
tubuh yang kadang diikuti dengan penurunan kesadaran dan kejang.
c. Kondisi fisik
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan nilai GCS yang berkisar antara 3
sampai dengan 9.Kondisi ini diikuti dengan peningkatan denyut jantung yang
terkesan lemah dan frekuensi > 100x/menit.Frekuensi pernapasan juga meningkat
30x/menit dengan irama kadang dangkal kadang dalam. Pada pengkajian
persarafan di jumpai kaku kuduk dengan reflek Kernig dan Brudiznky positif.
Turgor anak juga mungkin mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan
Cairan melalui proses evaporasi. Kualitas penurunan cairan juga dapat dapat
dibuktikan dengan mukosa bibir yang kering dan penurunan berat badan anak.
d. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Karena organ yang mengalami gangguan adalah organ yang berkaitan dengan
fungsi memori, fungsi pengaturan motoric dan sensorik dang pengaturan yang lain
maka anak kemungkinan besar dapat mengalami masalah ancaman pertumbuhan
dan perkembangan seperti retardasi mental gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakan tangan maupun kaki (paralisis). Karena gangguan
tesebut anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai
dengan tahapan usia misalnya 4 tahun sudah bisa menggosok gigi ketika diberi
gosok gigi anak masih bingung.
Terapeutik
Kolaborasi
- Tampak meringis
Kolaborasi
- Bersikap protektif (mis.
Waspada posisi
menghindari nyeri)
- Gelisah - Kolaborasi pemberian analgetik,
- Frekuensi nadi
meningkat jika perlu
- Sulit tidur
Gejaladantanda minor
Subjektif: -
Objektif:
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Perawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8.
Penebar Swadaya
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
2014
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia: Definisi dan
indikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.