Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI


DEMAM TYPOID DENGAN HIPERTERMI DI WILAYAH DESA
SUKODONO RT 32 KECAMATAN DAMPIT

OLEH :

ULFA DEWI SANTIKA


NIM. 1810035

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak yang
Mrngalami Demam Typoid dengan Hipertermi di Wilayah Desa Sukodono Rt 32
Kecamatan Dampit”
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir pada diploma III keperawatan
STIKes Kepanjen serta sebagai pengantar agar pada saat melakukan studi kasus
penulis memiliki dasar teori yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga tidak
menimbulkan permasalahan dikemudiam hari.
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis mendapatkan banyak arahan
serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Riza Fikriana, S.Kep, Ns., M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kepanjen yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diberikan di STIKes Kepanjen.
2. Galuh kumalasari, M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Program Diploma III yang telah memberikan bantuan dan dukungan
kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Faizatur Rohmi, S.Kep Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktuya untuk memberikan perbaikan dan penyempurnaan
Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Frastiqa F, S.Kep,Ns.M.Biomed selaku pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan serta motivasi hingga terselesainya Karya
Tulis Ilmiah ini.
5. Seluruh dosen pengajar dan staf STIKes Kepanjen yang telah memberikan
pengajaran diwaktu perkuliahan dengan baik.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Batasan Masalah.................................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.4 Tujuan................................................................................................................4
1.5 Manfaat..............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................6
2.1 Konsep Demam Typhoid.................................................................................6
2.1.1 Pengertian Demam Typhoid.......................................................................6
2.1.2 Etiologi.......................................................................................................6
2.1.3 Patofisiologi...............................................................................................7
2.1.4 Pathway......................................................................................................9
2.1.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................................10
2.2 Konsep Hipertermi.........................................................................................12
2.2.1 Pengertian Hipertermi..............................................................................12
2.2.2 Etiologi Hipertermi...................................................................................12
2.2.3 Faktor Penyebab.......................................................................................13
2.2.4 Patofisiologi.............................................................................................14
2.2.5 Klasifikasi................................................................................................15
2.2.6 Tanda dan Gejala......................................................................................15
2.2.7 Tipe dan Jenis Demam.............................................................................15
2.2.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi..........................................................16
2.2.9 Penatalaksanaan........................................................................................16

ii
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Demam Tifoid dengan Masalah
Hipertermia................................................................................................................18
2.3.1 Pengkajian................................................................................................18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................23
2.3.3 Intervensi..................................................................................................23
2.3.4 Implementasi............................................................................................24
2.3.5 Evaluasi....................................................................................................25
Daftar Pustaka.................................................................................................................26

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam thyfoid merupakan kuman yang disebabkan oleh infeksi
kuman salmonella typhi. Salmonella typhi mampu hidup dalam tubuh
manusia, karena manusia sebagai natural resevior. Manusia yang terinfeksi
oleh salmonella thypi ini mampu mengeluarkan melalui urin dan tinja dalam
jangka yang bervariasi (Sodikin, 2014). Penyakit ini sangat erat dengan
sanitasi lingkungan, seperti sumber air yang bersih, hygiene makanan dan
minuman, lingkungan yang kumuh ,serta kehidupan masyarakat yang kurang
mendukung hidup sehat (Cita, 2014). Anak kecil lebih rentan terkena demam
tifoid karena daya tahan tubuhnya tidak sekuat orang dewasa atau bisa juga
karena angka kurang menjaga kebersihan saat makan dan minum, tidak
mencuci tangan dengan baik saat setelah buang air kecil maupun buang air
besar. (Pratamawati, 2019)
Angka kejadian demam tifoid menurut Word Health Organisation
(WHO) insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka
kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia.
Angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000
(Depkes RI, 2015). Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di
Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, angka
kejadian demam tifoid atau paratifoid menurut Departemen Kesehatan RI
(2016),menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di
rumah sakit tahun 2016 yaitu sebanyak 41.081 kasus. Di Jawa Timur angka
kejadian demam tifoid sebanyak 483 kasus,menurut Departemen Kesehatan
(2016), di Kota Malang sebanyak 1,2% dari 10.966 sampel pada tahun
2015.Menurut data yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Panti
Waluya Malang pada tahun 2018 didapatkan 153 klien anak yang terdiagnosa
demam tifoid (Pratamawati, 2019)

1
Demam thypoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri
golongansalmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan makanan,minuman,maupun buah-buahan segar.saat kuman
masuk kedalam saluran pencernaan manusia,sebagian kuman mati oleh asam
lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah
kuman beraksi sehingga menjebol usus halus. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan
menembus dinding usus tepatnya di ileum dan yeyunum. sel epitel yang
merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi. 2,17
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa
usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.Kemudian
mengikuti aliran ke kelenjar limfe bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati
dan limpa.Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya
melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dan dari ileum terminal.Ekskresi bakteri di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui
feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid
intestinal dan untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan
nekrosis ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada
demam tifoid. Cara penyebarannya melalui muntahan,urin,dan kotoran dari
penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat. Sekali bakteri
salmonella thypi masuk kedalam saluran darah dan tubuh akan merespon
dengan menunjukkan beberapa gejala seperti demam. Demam yang tidak
segera di atasi akan menyebabkan kejang dan dehidrasi. (Dewi, 2017)
Fenomena yang di dapatkan penelitian di desa Sukodono Rt 32
Kecamatan Dampit Terdapat 2 klien anak umur 5 dan 8 tahun yang didiagnosa
demam tifoid dengan keluhan panas naik pada sore hari turun pagi hari, sakit
kepala, tidak nafsu makan, lemas, anoreksia dan mempunyai riwayat demam
yang lebih dari 1 minggu. Saat dilakukan pengkajian, di dapatkan data klien 1
mengalami peningkatan suhu yaitu 38,5ºC yang diukur melalui aksila, dan

2
suhu naik turun pada waktu pagi dan sore hari. Sedangkan saat dilakukan
pengkajian, di dapatkan data klien 2 juga mengalami peningkatan suhu yaitu
38,5ºC yang diukur melalui aksila, dan suhu naik turun pada waktu pagi dan
sore hari. Berdasarkan fenomena yang ditemukan, diagnosa keperawatan yang
muncul adalah hipertermia (Dewi, 2017)
Solusi mengatasi masalah klien dengan hipertermia adalah dengan cara
menggunakan kompres hangat. Kompres hangat adalah bahan yang dipakai
untuk mengompres biasanya kain yang dapat menyerap air dengan baik,
seperti kain handuk. Kain kompres ini dicelupkan ke dalam air hangat.
kompres hangat dipakai untuk menurunkan suhu tubuh. Ada beberapa macam
kompres hangat yang bisa diberikan untuk menurunkan suhu tubuh bila
seseorang mengalami hipertermia, salah satunya yaitu kompres air
hangat.Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses
evaporasi (perpindahan panas) (Pratamawati, 2019)
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila (ketiak) efektif karena
pada daerah tersebut banyak pembuluh darah besar dan banyak terdapat
pembuluh darah yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas
daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan
perpindahan panas dari dalam tubuh kekulit hingga 8x lipat lebih banyak.
Lingkungan luar yang hangat akan membuat suhu tubuh menurunkan kontrol
pengaturan suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengaturan suhu tubuh
lagi dan akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga mempermudah
pengeluaran panas dari dalam tubuh (Eny, 2015).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk penelitian
karya tulis ilmiah dengan study kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Anak Demam Tifoid Dengan Masalah Hipertermia di Desa Sukodono Rt
32 Kecamatan Dampit. (Pratamawati, 2019)

1.2 Batasan Masalah


Karya tulis ilmiah ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan pada pasien
anak Thypoid dengan masalah Hipertermi di Desa Sukodono Rt 32
Kecamatan Dampit.

3
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien anak yang mengalami
Thypoid dengan masalah Hipertermi di Desa Sukodono Rt 32 Kecamatan
Dampit ?

1.4 Tujuan
1.1.1 Tujuan umum :
Tujuan penulisan studi kasus ini adalah untuk melakukan
asuhan keperawatan pada klien anak demam tifoid dengan hipertermia
di Desa Sukodono Rt 32 Kecamatan Dampit.
1.1.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian pada pasien anak demam tifoid dengan
masalah hipertermia.
2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien anak demam tifoid
dengan masalah hipertermia.
3) Menyusun rencana keperawatan pada pasien anak demam tifoid
dengan masalah hipertermia.
4) Melaksankan tindakan keperawatan pada pasien anak demam tifoid
dengan masalah hipertermia.
5) Melaksanakan evaluasi pada pasien anak demam tifoid dengan
masalah hipertermia.

1.5 Manfaat
1) Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami penyait
tifoid dengan masalah hipertermi.
2) Bagi Institusi Pendidikan
Karya tulis ini menjadi bahan masukan proses belajar mengajar dan
meningkatkan mutu pendidikan yang akan datang.

4
3) Bagi Profesi Keperawatan
Untuk meningkatkan mutu pelayanan pasien yang mengalami penyakit
tifoidid dengan masalah hipertermi agar derajat kesehatan pasien lebih
meningkat.
4) Bagi Rumah Sakit
Meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah sakit dalam mengatasi
masalah keperawatan yang dapat digunakan dalam ashuan keperawatan
pada pasien anak dengan demam tifoid.
5) Bagi Pasien
Melalui penelitian ini dapat membantu klien dalam mengatasi masalah
peningkatan suhu tubuh (hipertermi) yang dialami dan mencegah agar
tidak terjadi dampak dari peningkatan suhu tubuh (hipertermi) baik secara
psikologis maupun fisik.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Demam Typhoid

2.1.1 Pengertian Demam Typhoid


Penyakit demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut
pada usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
serotype typhi dan hanya terdapat pada manusia. Demam tifoid
adalah infeksi akut pencernaan yang bisa menjadi penyakit multi
sistemik yang disebabkan bakteri Salmonella enterica serotype
typhi. Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum
dalam undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah.
Kelompok penyakit menular dan dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah.
Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman dan biasanya keluar bersama-sama
dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi secara transplasenta dari
seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya
(Soedarno et al, 2008). 11Penyakit ini dapat menimbulkan gejala
demam yang berlangsung lama, perasaan lemah, sakit kepala, sakit
perut, gangguan buang air besar, serta gangguan kesadaran yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang berkembang biak di
dalam sel-sel darah putih di berbagai organ tubuh. (Agustin, 2019)

2.1.2 Etiologi
Menurut Suratun dan Lusianah (2016) etiologi dari demam
tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. Typhi), Paratyphi A,
Paratyphi B, and Paratyphi C. Salmonella typhi merupakan basil
garam negatif, berflagel dan tidak berspora, anaerob fakultatif
masuk ke dalam keluarga enterobacteriaceae, panjang 1-3 um dan

6
lebar 0.5-0.7 um, berbentukbatang single atauberpasangan.
Salmonella typhi hidup dengan baik pada suhu 37 oC dan dapat
hidup pada air steril yang beku dan dingin, air tanah, air laut dan
debu selama berminggu- minggu, dapat hidup berbulan-bulan
dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku. Parasite hanya
pada tubuh manusia. Dapat dimatikan pada suhu 60○C selama 15
menit. Hidup subur pada medium yang mengandung garam
empedu. Salmonella typhimemiliki 3 macam antigen O (somatic
berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi.
dalam serum penderita demam tifoid akan berbentuk antibody
terhadap ketiga macam antigen tersebut. (Agustin, 2019)

2.1.3 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut
melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella
(biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus
kurang baik, maka basil salmonella akan menembus sel- sel epitel
(sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar
getah bening mesenterika
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening
mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran
darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar ke
seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum
tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat
plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan
pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella
thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala

7
infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh
darah di sekitar plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan
hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin
basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada
minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak
peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan
ulserasi plak peyeri pada minggu ke tiga. selanjutnya, dalam
minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food
(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui Feses. (Handu, 2018)

8
2.1.4 Pathway

Salmonella Thyposa

Masuk ke dalam saluran pencernaan

Menyerang Mukosa

Endotoksin Limfa Hati Kelenjar


limfoid usus
halus
Demam Splenomegali Hematomegali

Tukak
Hipertermi
Nyeri
Penurunan
Dehidrasi nafsu makan

Cairan tubuh kurang Intoleransi


dari kebutuhan aktivitas

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Pratamawati 2019 masa tunas sekitar 10-14 hari.
Gejala yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat. Tanda
gejalanya yaitu:
1) Minggu pertama muncul tanda infeksi akut seperti demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoraksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak nyaman diperut. Demam
yang terjadi berpola seperti anak tangga dengan suhu semakin
tinggi dari hari kehari. Lebih rendah pada pagi hari dan tinggi
pada sore hari.

9
2) Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam,
bradikardia, relatif, lidah thyfoid (kotor ditengah, dan ujung
bewarna merah disertai tremor). Hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan kesadaran. (Pratamawati, 2019)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada anak dengan dengan typoid antara
lain:
1) Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi
kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan
akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan
darahtergantung dai beberapa faktor :
beberapa faktor :
a) Tehnik pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan satu
laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.

10
b) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Biakan darah
terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d) Pengobatan dengan obat anti mikroba Bila klien sebelum
pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
e) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi. Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi
terdapat dalam serum klien dengan demam typhoid juga
terdapat pada orang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella typhi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu:
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O
(berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H
(berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen
VI (berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin
tersebut hanya agglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin
besar klien menderita typhoid.

11
4) Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa
positif pada akhir minggu kedua, dan kultur feses bisa positif
pada minggu kedua hingga minggu ketiga.
5) Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut Salmonella Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari
ke-3 dan 4 terjadinya demam.

2.2 Konsep Hipertermi

2.2.1 Pengertian Hipertermi


Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal.
Kenaikan suhu tubuh merupakan bagian dari reaksi biologis
kompleks, yang diatur dan dikontrol oleh susunan saraf pusat.
Demam sendiri merupakan gambaran karakteristik dari kenaikan
suhu tubuh oleh karena berbagai penyakit infeksi dan non-infeksi.
Selama episode febris, produksi sel darah putih distimulasi.
Suhu yang meningkat menurunkan konsentrasi zat besi dalam
plasma darah, menekan pertumbuhan bakteri. Demam juga
bertarung dengan infeksi karena virus menstimulasi interferon,
substansi ini yang bersifat melawan virus. Demam juga berfungsi
sebagai tujuan diagnostik. Selama demam, metabolisme meningkat
dan konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme tubuh meningkat
7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan
pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh terhadap nutrien. Metabolisme yang meningkat
menggunakan enegri yang memproduksi panas tamabahan.
(Handu, 2018)

2.2.2 Etiologi Hipertermi


Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat
bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang
dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan

12
suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen
ini dapat berupa protein , pecahan protein , dan zat lain. Terutama
toksin polisakarida , yang dilepas oleh bakteri toksik / pirogen
yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan
demam selama keadaan sakit. (Handu, 2018)

2.2.3 Faktor Penyebab


1) Faktor penyebabnya :
a) Dehidrasi
b) Penyakit atau trauma.
c) Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk
berkeringat.
d) Pakian yang tidak layak.
e) Kcepatan metabolism meningkat.
f) Pengobatan/anesthesia
g) Terpajan pada lingkungan yang panas(jangka panjang)
h) Aktivitas yang berlebihan.
2) Batasan Karakteristik
a) Mayor (Harus terdapat)
1. Suhu lebih tinggi dari 37,80C per oral atau 38,80C per
rektal
2. Kulit hangat
3. Takikardia
b) Minor (Mungkin Terjadi)
1. Kulit kemerahan
2. Peningkatan kedalaman pernapasan
3. Menggigil atau merinding
4. Dehidrasi
5. Sakit dan nyeri yang spesifik atau umum (mis : sakit,
malaise/ kelelahan)
6. Kehilangan napsu makan (Dewi, 2017)

13
2.2.4 Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal
dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan
demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen
yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen
adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin
lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis
lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen
yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen
antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen
endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit
walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika
terstimulasi, Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel
darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen
baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel
darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal
dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen
eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang
terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini
memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara
lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan
produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru
tersebut. Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase
demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan
merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan
vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang
berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa

14
kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam
merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan
kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase
ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang
ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang
berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan
berwarna kemerahan. (Dewi, 2017)

2.2.5 Klasifikasi
Menurut Tamsuri (2012) suhu tubuh dibagi :
1) Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36ᶜC
2) Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36ᶜC – 37,5ᶜC
3) Febris/pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5ᶜC – 40ᶜC
4) Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40ᶜC.

2.2.6 Tanda dan Gejala


1) Demam tinggi dari 39-40ᶜC.
2) Tubuh menggigil
3) Denyut jantung lemah (bradikardi)
4) Badan lemah
5) Nyeri otot
6) Kehilangan nafsu makan
7) Konstipasi
8) Sakit perut

2.2.7 Tipe dan Jenis Demam


1) Demam Septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat
yang tinggisekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demamhektik.

15
2) Demam Remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari
tetapi tidakpernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan
suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yangdicatat pada demam septik.
3) Demam Intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam
seperti ini terjadi setiapdua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam
disebut kuartana.
4) Demam Kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebihdari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus
menerus tinggi sekalidisebut hiperpireksia.
5) Demam Siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama
beberapa hariyang diikuti oleh periode bebas demam untuk
beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula.

2.2.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


1) Usia
2) Irama
3) Stress
4) Lingkungan.

2.2.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam
typhoid yaitu:
1) Perawatan

16
a) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan
pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2) Diet
a) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu
nasi tim.
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari.
3) Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit
typhoid.Waktu penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu
hingga satu bulan. Antibiotika, seperti ampicilin,
kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam typhoid
di negara-negara barat. Obat-obatan antibiotik adalah:
a) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena,
selama 14 hari.
b) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian
kloramfenikol, diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali. Pemberian intravena
saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi
dalam3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam
2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50
m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama 5-7 hari.

17
f) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan
fluoroquinolon. Bila tak terawat, demam typhoid dapat
berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian
terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat.
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus
berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi
deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kgBB,
intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul
pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang
waktu 6 sampai 7 kali pemberian. Tatalaksanaan bedah
dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
(Handu, 2018)

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Demam Tifoid dengan


Masalah Hipertermia

2.3.1 Pengkajian
1) Anamnese (Data subyektif)
a) Identitas Pasien.
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, jenis
kelamin, usia, agama, suku bangsa, Pendidikan nomor
registrasi, dan penanggung jawab.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh klien yaitu
panas naik turun, yang menyebabkan klien dating untuk
mencari bantuan kesehatan. pada anak jika anak yang sadar
dapat langsung ditanyakan pada klien tetapi jika anak yang
tidak dapat berkomunikasi keluhan dapat ditanyakan pada
orangtua klien yang sering berinteraksi dengan klien.
3) Riwayat penyakit sekarang
Ditemukan adanya keluhan klien yang mengalami
peningkatan suhu tubuh >37,5℃ selama lebih dari 1 minggu,

18
disertai menggigil. Naik turunnya panas terjadi pada waktu
pagi dan sore dan berlangsung selama lebih dari 1 minggu.
Keadaan semakin lemah ,kadang disertai dengan keluhan
pusing, akral hangat, takikardia, serta penurunan kesadaran.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit demam tifoid, atau
menderita penyakit lainnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah menderitahi pertensi, diabetes
mellitus
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme Klien akan mengalami
penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan
sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami diare oleh karena
tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak
mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring
total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan
klien dibantu.
d) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang dewasa terhadap
keadaan penyakitnya.
e) Pola tidur dan istirahat

19
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan
suhu tubuh.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta
tidak terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien
di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang dewasa akan tampak cemas.
7) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status
kesehatan klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi
adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetuk kan jari
tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau
tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan
fisik dengan meraba klien. Auskultasi adalah dengan cara
mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi dinding
abdomen untuk mengetahui bisingusus). Adapun pemeriksaan
fisik pada Klien demam tifoid diperoleh hasil sebagai berikut :
a) Keadaan umum :
1. Keadaan umum: klien tampak lemas
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :Suhu tubuh tinggi >37,5°C ;Nadi dan
frekuensi nafas menjadi lebih cepat.
2. Pemeriksaan kepala
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya bentuk
kepala normal cephalik, rambut tampak kotor dan
kusam
Palpasi: Pada pasien demam tifoid dengan hipertermia
umumnya terdapat nyeri kepala.

20
3. Mata
Inspeksi: Pada klien demam tifoid dengan serangan
berulang umumnya salah satunya, besar pupil tampak
isokor, reflek pupil positif, konjungtiva anemis, adanya
kotoran atau tidak.
Palpasi: Umumnya bola mata teraba kenyal dan
melenting.
4. Hidung
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya lubang
hidung simetris, ada tidaknya produksi secret, adanya
pendarahan atau tidak, ada tidaknya gangguan
penciuman.
Palpasi: Ada tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan.
5. Telinga
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya simetrsis,
ada tidaknya serumen.
Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya tidak
terdapat nyeri tekan pada daerah tragus.
6. Mulut
Inspeksi: Lihat kebersihan mulut dan gigi, pada klien
demam tifoid umumnya mulut tampak kotor, mukosa
bibir kering.
7. Kulit dan Kuku
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya muka
tampak pucat, Kulit kemerahan, kulit kering, turgor
kullit menurun.
Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya turgor
kulit kembali <2 detik karena kekurangan cairan dan
Capillary Refill Time (CRT) kembali <2 detik.

21
8. Leher
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya kaku
kuduk jarang terjadi, lihat kebersihan kulit sekitar
leher.
Palpasi: Ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada
tidaknya pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya
deviasi trakea.
9. Thorax (dada) Paruparu
Inspeksi : Tampak penggunaan otot bantu nafas
diafragma, tampak Retraksi interkosta, peningkatan
frekuensi pernapasan, sesak nafas
Perkusi :Terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextra
dan ICS 1-2 sinistra
Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri,
taktil fremitus teraba lemah
Auskultasi : Pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan
bisa juga terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi
pada pasien dengan peningkatan produksi secret,
kemampuan batuk yang menurun pada klien yang
mengalami penurunan kesadaran.
10. Abdomen
Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, terdapat
distensi perut atau tidak, pada klien demam tifoid
umumnya tidak terdapat distensi perut kecuali ada
komplikasi lain.
Palpasi : Ada/tidaknya asites, pada klien demam tifoid
umumnya terdapat nyeri tekan pada epigastrium,
pembesaran hati (hepatomegali) dan limfe
Perkusi : Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari
rongga abdomen, apakah timpani atau dullness yang
mana timpani adalah suara normal dan dullness
menunjukan adanya obstruksi.

22
Auskultasi : Pada klien demam tifoid umumnya, suara
bising usus normal >15x/menit.
11. Musculoskeletal
Inspeksi : Pada klien demam tifoid umumnya, dapat
menggerakkan ekstremitas secara penuh.
Palpasi : Periksa adanya edema atau tidak pada
ekstremitas atas dan bawah. Pada klien demam tifoid
umumnya, akral teraba hangat, nyeri otot dan sendi
serta tulang.
12. Genetalia dan Anus
Inspeksi :Bersih atau kotor, adanya hemoroid atau
tidak, terdapat perdarahan atau tidak, terdapat massa
atau tidak. Pada klien demam tifoid umumnya tidak
terdapat hemoroid atau peradangan pada genetalia
kecuali klien yang mengalami komplikasi penyakit lain
Palpasi : Terdapat nyeri tekanan atau tidak. Pada klien
demam tifoid umumnya, tidak terdapat nyeri kecuali
klien yang mengalami komplikasi penyakit lain.
(Handu, 2018)

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses
infeksi salmonella typhi (Suratun & Lusianah 2016).

2.3.3 Intervensi
1. Observasi
o Identifikasi penyebab hipertermi
o Monitor suhu tubuh
o Monitor kadar elektrolit
o Monitor haluaran urine

23
2. Terapeutik
o Sediakan lingkungan yang dingin
o Longgarkan atau lepaskan pakaian
o Berikan cairan oral
o Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
o Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
o Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
o Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
o Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.

2.3.4 Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah
rencana tindakan disusun. Perawat mengimplementasi tindakan
yang telah diindentifikasi dalam rencana asuhan keperawtan.
Dimana tujuan implementasi keperawatan adalah meningkatkan
kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan memfasilitasi
koping klien.
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada
anak demam typhoid adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan
keluarga dalam pemberian kompres hangat, menganjurkan klien
memakai pakaian tipis, mengobservasi reaksi non verbal,
mengkaji intake dan output klien, dan membantu keluarga dalam
memberikan asupan kepada klien. (Handu, 2018)

24
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan
merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan
keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan
perencanaan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakajn hubungan dengan klien, macam-macam evaluasi :
1) Evaluasi formatif Hasil observasi dan analisa perawat terhadap
respon pasien segera pada saat setelah dilakukan tindakan
keperawatan, dan ditulis pada catatan perawatan.
2) Evaluasi sumatif SOAP Kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan, ditulis pada catatan
perkembangan.

Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan tindakan


keperawatanadalah orang tua mengatakan demam berkurang
dengan suhu 36,5 °C, orang tua mengatakan nyeri sudah berkurang
dan membantu mengontrol nyeri dengan tehnik non farmakologi,
orang tua mengatakan tidak terjadi penurunan BB secara
signifikan. Tindakan selanjutnya mengobservasi keluhan klien dan
pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.

25
Daftar pustaka

Agustin, E. E. (2019). Digital Digital Repository Repository Universitas


Universitas Jember Jember Digital Digital Repository Repository
Universitas Universitas Jember Jember.

Dewi, E. kartika. (2017). Karya tulis ilmiah : studi kasus.

Handu, K. (2018). Karya tulis ilmiah : studi kasus

Pratamawati, M. I. A. (2019). Karya tulis ilmiah : studi kasus

26
27

Anda mungkin juga menyukai