Anda di halaman 1dari 6

DASAR DASAR ILMU

PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL


NAMA : NICKOLA SAPUTRA
PRODI : PENDIDIKAN GEOGRAFI
NIM : 20045058
Pilar - Pilar Penddidikan
Pilar merupakan sebuah penopang atau penyangga, dalam sebuah bangunan pilar yang dapat
membuat bangunan berdiri tegak dan kokoh. Dalam sistem pendidikan juga demikian terdapat
pilar yang menjadi penyangga sehingga sebuah sistem dapat berdiri untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan.Pada saat ini telah ada rumusan mengenai pilar tersebut yang
paling terkenal adalah 4 (empat) pilar pendidikan yang dirumuskan oleh Unesco yaitu : learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together atau belajar untuk
mengetahui, belajar melakukan (berkarya), belajar, belajar untuk menjadi (berkembang utuh),
dan untuk hidup bersama.

A.Makna Empat Pilar Pendidikan Menurut UNESCO


1.Learning To Know ( Belajar Untuk Mengetahui)

Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya berorientasi pada produk atau
hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi pada proses belajar. Dalam proses belajar,
peserta didik bukan hanya menyadari apa yang harus di pelajari tetapi juga diharapkan
menyadari bagaimana cara mempelajari apa yang seharusnya dipelajari. Kesadaran tersebut,
memungkinkan proses belajar tidak terbatas di sekolah saja, akan tetapi memungkinkan peserta
didik untuk belajar secara berkesinambungan.

Learning to know bukan sebatas proses belajar di mana pelajar mengetahui dan memiliki
materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga kemampuan
untuk dapat memahami makna dibalik materi yang telah diterimanya. Learning to know adalah
suatu proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk menghayati dan akhirnya
dapat merasakan serta dapat menerapkan cara memperoleh pengetahuan. Suatu proses yang
memungkinkannya tertanam sikap ilmiah yaitu sikap ingin tahu dan selanjutnya menimbulkan
rasa mampu untuk mencari jawaban atas masalah yang dihadapi secara ilmiah. Belajar untuk
mengetahui artinya bahwa seseorang harus senang mencari tahu yang bertujuan untuk
menjalankan proses pendidikan dengan baik.

Ada dua konsep yang perlu diterapkan oleh peserta didik dalam hal belajar yaitu apa yang perlu
diketahui dan bagaimana cara efektif untuk mengetahuinya. Artinya bahwa dalam belajar untuk
mengetahui, peserta didik harus memiliki tujuan yang akan dicapainya, hal apa saja yang harus
diketahuinya, dan bagaimanakah cara atau proses yang harus ditempuhnya untuk dapat
mengetahui hal-hal yang ingin ia ketahui. Dalam pengimplementasian “learning to know”
(belajar untuk mengetahui), guru atau pendidik memiliki pean yang cukup besar, karena lewat
guru atau pendidik pulalah tunas tunas bangsa Indonesia berada, sehingga pendidik harus
mampu berperan sebagai berikut:
a. Guru berperan sebagai sumber belajar

Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik
apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan
sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.

b. Guru sebagai Fasilitator

Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.

c. Guru sebagai pengelola

Guru berperan menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman.

d. Guru sebagai demonstrator

Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih
mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.

e. Guru sebagai pembimbing

Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan.
Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.

f. Guru sebagai mediator

Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media pendidikan juga harus memiliki
keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.

g. Guru sebagai Evaluator

Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut, guru dapat
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan/ keefektifan metode mengajar.

2.Learning to do (belajar untuk menerapkan)

Learnning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar mendengar dan melihat
untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar dengan dan untuk melakukan
sesuatuyang diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan. learning to do juga berarti
proses pembelajaran berorientasi pada pengalaman langsung (learning by experience) Learning
to do bukanlah pembelajaran yang hanya menumbuhkembangkan kemampuan berbuat mekanis
dan keterampilan tanpa pemikiran; tetapi mendorong peserta didik agar terus belajar bagaimana
menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep. Learning to
do tidak hanya tertuju pada penguasaan suatu keterampilan bekerja, tetapi juga secara lebih luas
berkenaan dengan kompetisi atau kemampuan yang berhubungan dengan banyak situasi dan
bekerja dalam tim.

Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Setelah peserta didik itu
belajar mengetahui, belajar untuk mencari hal-hal yang ingin diketahuinya, maka peserta didik
tersebut diiringi dengan potensi yang dimilikinya, ia harus harus bisa menghasilkan suatu karya
dari potensi yang dimilikinya. Belajar merupakan suatu proses untuk mengembangkan diri
individu, khususnya belajar di sini yaitu dalam pendidikan formal (lingkungan sekolah). Dalam
hal ini juga, Learning to do mempersiapkan perserta didik atau manusia untuk dapat bisa hidup
di masyarakat, terjun ke dunia kerja, menghasilkan kreativitas yang dimilikinya. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal dan sebagai wadah masyarakat dalam belajar seyogjanya dapat
memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan
minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu)dapat terealisasi. Walau
sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama
bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan saja.

Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu
penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas
sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada
akhirnya peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.

3.Learning to be (Belajar untuk menjadi)

Robinson Crussoe berpendapat bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri tanpa kerja sama
atau dengan kata lain manusia saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang
ini bisa hanyut ditelan waktu jika tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan
menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai
kehidupannya dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai
hasil belajarnya.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri
(learning to be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan,
pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati
dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif,
peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk
menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri
diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai
dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil,
sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Belajar untuk dapat mandiri,
menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Learning to be yaitu
mengembangkan kepribadian dirinya sendiri dan mampu berbuat dengan kemandirian yang lebih
besar, perkembangan dan tanggung jawab pribadi. Learning to be merupakan pelengkap dari
learning to know dan learning to do.

4.Learning to live together

Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya.
Terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), pada
pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima
perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap
saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil
dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan
di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan
perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan
bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Konsep learning to live
together tumbuh karena perlunya kerjasama dalam menyelesaikan proyek-proyek kolaboratif.
Dengan demikian diharapkan dapat menjadi cara yang efektif untuk mencegah munculnya suatu
konflik. Tugas pendidik terkait dengan pilar ini adalah menumbuhkan kesadaran peserta didik
tentang keberagaman dalam masyarakat dan menanamkan rasa saling ketergantungan antar
sesama manusia (aspek sosial).

B. Garis Besar Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO :


a.Kekuatan

Ke empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang bagus pula, dan
sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera didik tidak hanya diajarkan
IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan masalah, akan tetapi juga hidup toleran
dengan orang lain ditengah-tengah maraknya perbedaan pendapat dimasyarakat. Dengan ke
kempat pilar ini akan bisa tercapai pendidikan yang berkualitas.

b.Kelemahan

Meskipun ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya, namun perlu diingat,
masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, seperti kurangnya SDM guru yang
benar-benar “mumpuni”, perbedaan pola pikir setiap masyarakat atau daerah dalam memandang
arti penting pendidikan, kemudian ada lagi fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat
menghambat kemajuan proses belajar mengajar, dan kendala-kendala lain.

c.Peluang

Apabila pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini, maka pada
gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat
dunia.
d.Ancaman

Ke empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi peserta didik dan pengajar
apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung terwujud. Bisa jadi akan
muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan diri.

Kesimpulan
Pilar – pilar pendidikan diguanakan sebagai acuan dalam peningkatan mutu pendidikan suatu
bangsa. Pilar- pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to life together , keempat pilar tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Keempat pilar ini masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda namun saling keterkaitan.
Learning to Know mengajarkan seseorang untuk tidak mengetahui saja materi ataupun ilmu yang
mereka dapat, tetapi mereka juga harus tau makna yang terkandung didalamnya. Learning to Do
mengajarkan seseorang untuk lebih banyak melakukan tindakan daripada omongan. Learning to
Live Together menuntun seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi “educated person
yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh ummat manusia sebagai
amalan agamanya. Sedangkan Learning to Be mengajarkan Belajar untuk dapat mandiri, menjadi
orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.

Dari keempat pilar ini juga memiliki kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman, empat pilar
ini akan menjadi baik apabila dipergunakan dengan baik, begitu juga sebaliknya apabila keempat
pilar ini tidak dipergunakan sebagaimana mestinya maka akan menjadi bumerang sendiri bagi
kita.

Anda mungkin juga menyukai