1. PENDAHULUAN
2. PEMBAHASAN
A. PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT KH. HASIM ASY’ARI
Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan islam, KH. Hasyim Asy’ari
telah merangkum sebuah kitab karangannya yang berjudul “Muta’allim Fima Yahtaj Ilah
Al-Muta’alim Fi Ahual Muta’allum Wa Yataqaff Al-Mu’allim Fi Maqamat Ta’limah” .
Dalam kitab tersebut beliau merangkum pemikirannya tentang pendidikan Islam kedalam
delapan poin, yaitu:
1. Signifikansi Pendidikan
2. Tugas dan tanggung jawab seorang murid
3. Tugas dan tanggung jawab seorang guru.
Pada dasarnya, ketiga kelompok pemikiran tersebut adalah hasil integralisasi dari
delapan pokok pendidikan yang dituangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari.
1
dalam menuntut ilmu adalah mengamalkan apa yang telah dituntut. Secara langsung
beliau akan menjelaskan maksud dari perkataan itu, yaitu agar seseorang tidak melupakan
ilmu yang telah dimilikinya dan bermanfaat bagi kehidupannya di akherat kelak.
1. Bagi seorang peserta didik hendaknya ia memiliki niat yang suci untuk menuntut
ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal yang bersifat duniawi dan jangan
melecehkan atau menyepelekannya
2. Bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu
tidak semata-mata hanya mengharapkan materi, disamping itu hendaknya apa yang
diajarkan sesuai dengan apa yang diperbuat.
Murid sebagai peserta didik memiliki tugas dan tanggung jawab berupa etika
dalam menuntut ilmu, yaitu :
Dalam hal ini Hasyim Asy’ari mengungkapkan ada sepuluh etika yang harus
dipebuhi oleh peserta didik atau murid, yaitu :
2
2. Etika Seorang Murid Terhadap Guru
Etika seorang murid murid kepada guru, sesuai yang dikatakan oleh Hasyim
Asy’ari hendaknya harus memperhatikan sepuluh etika utama, yaitu :
3
Dalam dunia pendidikan tidak hanya seorang murid yang memiliki tanggung
jawab. Namun seorang guru juga memiliki tanggung jawab yang hampir serupa dengan
murid, yaitu :
Seorang guru dalam menyampaikan ilmu pada peserta didik harus memiliki
etika sebagai berikut :
Dalam pembahasan ini ada satu hal yang sangat menarik, yaitu tentang poin yang
terakhir guru harus rajin menulis, mengarang dan meringkas. Hal ini masih sangat jarang
dijumpai, ini juga merupakan menjadi salah satu faktor mengapa masih sangat sulit
dijumpai karya-karya ilmiah. Padahal dengan adanya guru yang selalu menulis,
mengarang dan merangkum, ilmu yang dia miliki akan terabadikan.
4
Seorang guru ketika mengajar dan hendak mengajar hendaknya
memperhatikan etika-etika berikut :
Dari pemikiran yang ditawarkan oleh hasyim asy’ari tersebut, terlihatlah bahwa
pemikirannya tentang etika guru dalam mengajar ini sesuai dengan apa yang beliau dan
kita alami selama ini. Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang beliau fikirkan adalah
bersifat fragmatis atau berdasarkan pengalaman. Sehingga hal inilah yang memberikan
nilai tambah begi pemikirannya.
5
3. Etika Guru Bersama Murid
Guru dan murid pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang berbeda,
namun terkadang seorang guru dan murid mempunyai tanggung jawab yang sama,
diantara etika tersebut adalah :
Bila sebelumnya seorang murid dengan guru memiliki tugas dan tanggung jawab
yang berbeda, maka setelah kita telaah kembali, ternyata seorang guru dan murid juga
memiliki tugas yang serupa seperti tersebut di atas. Ini mengindikasikan bahwa
pemikiran Hasyim Asy’ari tidak hanya tertuju pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki
oleh peserta didik dan guru, namun juga keasamaan yang dimiliki dan yang harus
dijalani. Hal ini pulalah yang memberikan indikasi nilai utama yang lebih pada hasil
pemikirannya.
6
Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada tanggal 18 November
1912 M. mendirikan organisasi sosial keagamaan bersama temannya dari Kauman,
seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji
Abdul Gani.
Sebagai jawaban terhadap kondisi pendidikan umat Islam yang tidak bisa
merespon tantangan zaman, K.H. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah melanjutkan
model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Ini mengadopsi
pendidikan model Barat, karena sistemnya dipandang “yang terbaik” dan disempurnakan
dengan penambahan mata pelajaran agama. Dengan kata lain, ia berusaha untuk
mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak Islami. Umat Islam tidak diarahkan
kepada pemahaman “agama mistis” melainkan menghadapi duni secara realitis.
7
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.
2. Muhammadiyah dalam melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-cita
organisasinya berasaskan Islam. Menurut Muhammadiyah, bahwa dengan Islam bisa
dijamin kebahagiaan yang hakiki hidup di dunia dan akhirat, material dan spiritual.
1. PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang bergerak dalam usaha membantu orang-
orang miskin, yatim piatu, korban bencana alam dan mendirikan klinik-klinik
kesehatan
2. Hizb AI-Wathan, gerakan kepanduan Muhammadiyah yang dibentuk pada tahun
1917 M. oleh K.H. Ahmad Dahlan
3. Majlis Tarjih, yang bertugas mengeluarkan fatwa terhadap masalah-masalah yang
terjadi di masyarakat.
Cita-cita K.H. Ahmad Dahlan sebagai ulama cukup tegas, ia ingin memperbaiki
masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita Islam. Usaha-usahanya lebih ditujukan
untuk hidup beragama. Keyakinannya bahwa untuk membangun masyarakat bangsa
haruslah terlebih dahulu di bangun semangat bangsa.
Dengan keuletan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan gerakannya
yang tidak pernah luput dari amal, kelenturan dan kebijaksaan dalam membawa misinya,
telah mampu menempatkan posisi “aman”, baik pada zaman penjajahan maupun pada
masa kemerdekaan. Jejak langkah K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menitik- beratkan pada
8
pemberantasan dan melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Arus dinamika pembahruan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai
persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan
Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang
serius. Hal ini disebabkan, karean pendidikan merupakan media yang sangat strategis
untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki
daya analisa yang tajam dan membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis.
Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dapat diletakkan
sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan
pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.
Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat terobosan
dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui per-kumpulan ini,
Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya.
DAFTAR PUSTAKA
DR.H. Samsul Rizal, M.A.. Filsafat Pendidikan Islam.Ciputat Pers. Jakarta. 2002.