Wachidah, 2013 PDF
Wachidah, 2013 PDF
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
This present study was conduct to investigate the antioxidant activity and
determine the total phenolic and flavonoid content of crude extract and fractions
(n-hexane, ethyl acetate and methanol) of fruit of Medinilla speciosa Blume
(Melastomataceae). Antioxidant activity was carried out by DPPH (2,2-diphenyl-
1-picrylhydrazyl) method. Total phenolic and flavonoid content were measured by
Folin-Ciocalteu and AlCl3 reagents respectively, which results were expressed in
gallic acid equivalent (mg of GAE/g of extract) and rutin equivalent (mg of RE/g
of sample). The result showed that ethyl acetate fraction gave the highest
antioxidant activity with IC50 value 20.43 μg/mL, followed by methanol fraction,
crude extract and n-hexane fraction with IC50 value 46.65, 48.24 and 292.44
μg/mL respectively, compared with positive control ascorbic acid (17.52 μg/mL).
Ethyl acetate fraction gave the highest amount of total phenolic content with 580
GAE/g of extract followed by crude extract, methanol fraction and n-hexane
fraction with 408, 388 and 86 mg GAE/g of extract respectively. Ethyl acetate
fraction exhibited the highest amount of total flavonoid content with 184 mg RE/g
extract, followed by methanol fraction, crude extract and n-hexane fraction with
164, 156 and 82 mg RE/g extract respectively. These finding showed that fruit of
M.speciosa is potential for the development of an antioxidant agent.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.
Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa
petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau.
Skripsi dengan judul “Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total
Serta Uji Aktivitas Antioksidan dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)”
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Chairul, Apt selaku pembimbing pertama dan
Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki
andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini,
semoga segala bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan
yang lebih baik di sisi-Nya.
2. Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat
menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Bambang Sunarko selaku Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia beserta staf atas penggunaan segala fasilitas
dan bantuannya selama penelitian.
4. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
viii
6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam
Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak H. Sapuan panutan dalam keluarga dan Ibu Hj. Indarti wanita
terhebat dalam hidup ini yang selalu memberikan doa, dukungan serta
nasihat. Serta Kak Khoirul Roziqin dan adik-adikku Anam, Firman, Anis
yang selalu memberikan keceriaan dalam kehidupan ini.
8. Bapak Rubawi dan keluarga yang telah membantu mengumpulkan sampel
buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) dari Gunung Muria Kudus.
9. Rekan-rekan CSS MoRA 2009 (Community Santri Scholar of Ministry of
Religious Affair), teman-teman Farmasi 2009, teman-teman “PIM
LOVERS”, terkhusus untuk sahabat-sahabat terbaik Dila, Dhea, Nuyung,
Omi, Fina, Mila, Fitri, Fatimah, Wali, Ziza, Lulu’, Ferry, Emma, Neneng,
Ainul, Dyah, Cucut, Nurul, Zaky, Gianti, Hani, Arif, yang selalu
memberikan keceriaan dalam masa perkuliahan hingga penulisan skripsi
ini selesai.
10. Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di
laboraturium LIPI, Teh Lina dan Teh Ana.
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
xi
3.4.6 Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total ............... 29
3.4.7 Analisis Data ............................................................................ 31
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Berat masing-masing fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol .......... 32
Tabel 2. Hasil uji Penapisan fitokimia ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi
etil asetat dan fraksi metanol ............................................................. 32
Tabel 3. Hasil uji susut pengeringan ekstrak kasar dan fraksi metanol ........... 33
Tabel 4. Aktivitas antioksidan dari vitamin C .................................................. 33
Tabel 5. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi
etil asetat dan fraksi metanol ............................................................. 34
Tabel 6. Nilai absorbansi standar asam galat.................................................... 36
Tabel 7. Kandungan fenolat total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi
etil asetat dan fraksi metanol ............................................................. 37
Tabel 8. Nilai absorbansi standar rutin ............................................................ 38
Tabel 9. Kandungan Flavonoid Total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan,
fraksi etil asetat dan fraksi metanol ..................................................... 39
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
dan TBHQ adalah seperti alergi, asma, radang hidung, sakit kepala, kemerahan,
urtikaria, masalah pada mata dan perut, serta penurunan kesadaran (Race, 2009).
Baru-baru ini terjadi peningkatan pesat dalam pencarian antioksidan alami untuk
menggantikan antioksidan sintetik. Terdapat penelitian bahwa tumbuhan yang
mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid dan fenol berguna
sebagai penangkap radikal bebas, yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan
(Nishantini et al., 2012).
Famili Melastomataceae memiliki spesies sekitar 4500 dalam 150-166
genus (Maria et al., 2012). Telah dilaporkan beberapa jenis tumbuhan famili
Melastomataceae yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan seperti Melastoma
malabathricum (Faravani, 2009) dan Osbeckia stellata (Suman, 2013). Salah
satu spesies dari famili Melastomataceae adalah Medinilla speciosa Blume.
M. speciosa yang dikenal di Indonesia dengan nama daerah buah parijoto
merupakan salah satu tanaman khas dari Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus Jawa Tengah. M. speciosa tumbuh liar di lereng-lereng gunung atau di
hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias (Wibowo dkk.,
2012). Kandungan kimia yang terdapat dalam daun dan buah adalah saponin dan
kardenolin, di samping itu buahnya juga mengandung flavonoid dan daunnya
mengandung tannin (Anonim, 2013). Dalam uji pendahuluan terhadap ekstrak
buah M. speciosa diketahui bahwa M. speciosa memiliki aktivitas penghambatan
terhadap radikal bebas DPPH sebesar 93,43% pada konsentrasi 1000 ppm. Dalam
pencarian literatur tidak ditemukan adanya referensi mengenai senyawa fenolat
dan flavonoid total serta aktivitas antioksidan dari M. speciosa. Hal inilah yang
melatarbelakangi penelitian mengenai uji aktivitas antioksidan serta penentuan
kandungan fenolat dan flavonoid total dari ekstrak Medinilla speciosa Blume serta
fraksi-fraksinya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Pertelaan
Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1 - 2 m; batang bulat,
kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi, kasar, putih kecoklatan; daun
tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu
kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata,
panjang 10 - 20 cm, lebar 5 - 15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas
licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga
majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung
runcing, pangkal berlekatan, panjang 3 - 8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali
lipat jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah
keunguan, kepala putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu,
mahkota lepas, 5 helai, bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah
buni, bulat, bagian ujung berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm,
warna merah keunguan; biji bulat, jumlah banyak, kecil, putih; akar serabut, putih
kotor (Anonim, 2013).
2.1.5 Khasiat
Secara tradisional buah M. speciosa digunakan sebagai obat sariawan,
antiradang dan antibakteri (Anonim, 2013). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di
daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu
(Anggana, 2011). Sedangkan masyarakat Desa Colo Kabupaten Kudus memiliki
keyakinan jika ibu hamil mengkonsumsi parijoto, kalau anaknya laki-laki maka
akan terlihat cakap, kalau perempuan terlihat cantik (Wibowo dkk., 2012).
2.2 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, menghambat atau
mencegah oksidasi lipid atau molekul lain dengan menghambat inisiasi atau
propagasi dari reaksi rantai oksidatif (Javanmardi et al., 2003). Antioksidan
merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa
ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya
reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga
merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan
dihambat (Winarsi, 2011).
Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan
enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis
dibagi dalam dua kelompok yaitu antioksidan larut lemak, seperti tokoferol,
karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin. Antioksidan non enzimatis yang
kedua adalah antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, protein
pengikat logam, dan protein pengikat heme. Antioksidan enzimatis dan non-
enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam
tubuh. Terjadinya stres oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim
antioksidan dalam tubuh dan antioksidan non-enzimatik (Winarsi, 2011).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier (Winarsi, 2011).
c. Antioksidan tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang
terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya single dan double
strand, baik gugus non-basa maupun basa (Winarsi, 2011).
c. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau
dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.
R1● + R1● R1-R1
R2● + R1● R2-R1
R2● + R2● R2-R2 dst
Terdapat dua sumber radikal bebas, yaitu sumber endogen yang mana
radikal bebas yang dihasilkan dalam tubuh sebagai racun oleh produk yang dari
fungsi normal dalam tubuh dan sumber eksogen yang mana produksi radikal
bebas disebabkan oleh rangsangan eksternal (Vimala et al., 2003 ).
Sumber endogen berasal dari dalam tubuh sendiri. Di dalam tubuh, radikal
bebas sering dihasilkan selama proses aerobik, seperti metabolisme, reaksi
biokimia dalam sel, detoksifikasi di hati dan pembentukan energi oleh
mitokondria. Radikal bebas diproduksi di mitokondria selama metabolisme aerob
ketika oksigen digunakan untuk mengoksidasi makanan yang kita makan untuk
menghasilkan energi. Radikal bebas dan hidrogen peroksida juga dihasilkan oleh
tubuh sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh untuk menyerang dan
membunuh bakteri yang menyerang. Dengan demikian, tubuh tidak membutuhkan
dan menggunakan beberapa radikal bebas. Namun, radikal bebas yang berlebih
a. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa nitrogen (N) yang merupakan hasil metabolit
sekunder pada tumbuh-tumbuhan. Umumnya alkaloid menunjukkan efek
fisiologik yang menarik, sehingga banyak digunakan sebagai obat-obatan
(Guevera, 1985).
Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya
endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-
alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada
alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat
(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi
yang terjadi pada uji Mayer :
b. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung C15 terdiri atas
dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur umum
flavonoid juga digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 (Guevera, 1985).
Pendeteksian adanya senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan metode
wilstater sianidin. Uji Wilstater sianidin biasa digunakan untuk mendeteksi
senyawa yang mempunyai inti alfa-benzopiron. Warna merah yang terbentuk
pada pada uji Wilstater disebabkan karena terbentuknya garam flavilium
(Achmad, 1986).
busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang.
Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang
mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi
glukosa dan senyawa lainnya (Guevera, 1985). Reaksi pembentukan busa
pada uji saponin ditunjukkan pada gambar berikut :
d. Tanin
Istilah “tanin” pertama kalinya digunakan untuk bahan dari tumbuhan
yang mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan protein hewan pada proses
penyamakan kulit. Saat ini tanin mempunyai nilai penting sebagai sitotoksik,
antikanker dan antitumor. Tanin terdiri dari 2 kelompok berdasarkan hasil
hidrolisanya. Tipe pertama dikenal sebagai pirogalol tanin yaitu, senyawa-
senyawa fenolik yang mempunyai ikatan ester dengan gula. Tipe kedua adalah
tannin terkondensasi yang kadang-kadang disebut katekol tanin dan merupakan
polimer dari senyawa- senyawa fenolik berhubungan dengan pigmen flavonoid.
Penambahan suatu asam, kondensasi tanin akan mengalami dekomposisi menjadi
senyawa-senyawa berwarna merah yang tidak larut disebut dengan phlobaphene
atau merah tanin (Guevera, 1985).
Tanin pada ekstrak tumbuh-tumbuhan diidentifikasi dengan uji gelatin
dengan prinsip pengendap protein dari gelatin oleh tanin (Fransworth, 1996). Dan
hasil positif juga diberikan oleh pereaksi ferri klorida (FeCl3), dimana tanin
terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tanin
menberikan warna biru-hijau. Senyawa-senyawa polifenol juga memberikan
reaksi warna spesifik dengan FeCl3, tetapi tidak memberikan endapan dengan
gelatin.
e. Antrakuinon
Antrakuinon mungkin dijumpai baik dalam bentuk glikosida dengan ikatan
O- atau C-glikosida maupun aglikonnya. Biasanya digunakan sebagai zat warna
dan katartiks (purgatives). Turunan antrakuinon biasanya merupakan senyawa
berwarna merah jingga yang larut dalam air panas dan alkohol encer.
Identifikasinya dilakukan dengan cara uji Borntrager‟s, tetapi kadang-kadang uji
ini memberikan hasil negatif pada antrakuinon yang sangat stabil atau turunan
antranol, untuk itu identifikasi dilakukan modifikasi uji Borntrager‟s. Antrakuinon
memberikan warna yang spesifik dengan basa seperti, merah, violet dan hijau.
Secara spektrofotometri antrakuinon memberikan pita resapan yang berbeda
dengan senyawa kuinon lainnya, dimana memberikan 4 atau 5 pita resapannya
pada daerah UV dan sinar tampak. Paling tidak 3 dari pita resapan berkisar antara
215 dan 300 nm, dan lainnya diatas 430 nm (Guevera, 1985).
f. Glikosida
Glikosida merupakan senyawa alami yang terdapat pada berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan tinggi dan memberikan pengaruh fisiologis. Senyawa ini
terbentuk dari gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula (glikon). Gugus
aglikonnya sangat bervariasi tergantung dari jenis tumbuhan penghasil antara lain,
alkaloida, flavonoida, steroida, triterpenoida dan lain sebagainya (Guevera, 1985).
Untuk pemeriksaan atau uji glikosida dapat dilakukan selain berdasarkan
aglikonnya, juga dapat dilakukan terhadap gugus gulanya karena gugus aglikon
yang sangat bervariasi, maka dapat dilakukan terhadap gugus gulanya dengan
pereaksi Keller-Kiliani (Chairul, 2003).
diuapkan dengan menggunakan alat yang sesuai. Berikut adalah beberapa cara
ekstraksi dengan menggunakan pelarut.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa ditempatkan dalam suatu
bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat
aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Ristiasa, 2000).
b. Soklet
Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ristiasa, 2000).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500C (Ristiasa, 2000).
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)
selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk
menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati.
Hasil dari ekstrak ini menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar
oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh
disimpan lebih dari 4 jam (Ristiasa, 2000).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Ristiasa, 2000).
a. Sumber Cahaya
Sumber cahaya mempunyai fungsi untuk memberikan energi pada daerah
panjang gelombang yang tepat untuk pengukuran dan mempertahankan intensitas
cahaya yang tetap selama pengukuran. Spektrofotometer sinar tampak
menggunakan lampu wolfarm dengan diatas 375 nm, sedangkan
b. Monokromator
Monokromator adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah cahaya
polikromatik menjadi cahaya monokromatik yang kemudian dilewatkan pada
celah sempit atau slit agar memungkinkan pemisahan panjang gelombang yang
diukur. Beberapa monokromator yang biasa digunakan adalah prisma dan grating
(Willard et al., 1988).
c. Kuvet
Kuvet adalah tempat disimpannya larutan contoh yang akan diukur
serapannya yang diletakkan pada jalan cahaya dari minokromator. Pada saat
cahaya monokromatis melalui kuvet, terjadi penyerapan sejumlah tertentu cahaya,
sedangkan sebagian lainnya diteruskan ke detektor (Day & Underwood, 2002).
Kuvet visibel dan UV yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, ada juga yang
mempunyai ketebalan 0,1 cm sampai 10 cm atau bahkan lebih (Willard et al.,
1988).
d. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya yang ditransmisikan
atau diteruskan oleh kuvet, yang jatuh mengenainya menjadi suatu besaran yang
terukur. Detektor yang ideal harus mempunyai kepekaan tinggi, dan responnya
stabil pada daerah panjang gelombang pengamatan (Day & Underwood, 2002).
e. Rekorder
Rekorder merupakan bagian akhir dalam alat ini. Sinyal listrik yang
dihasilkan pada detektor dapat dibaca pada rekorder dengan mengkonversikannya
ke dalam besaran absorban atau % T (Day & Underwood, 2002).
METODE PENELITIAN
Buah ditimbang
Penentuan kandungan fenolat total Penentuan kandungan flavonoid total Uji Aktivitas Antioksidan
Spektrofotometer Visible
Analsisi Data
3.3.3 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu peralatan gelas standar, mikropipet
Eppendorf Reference 200 µL, mikropipet Socorex Swiss 1000 µL, neraca analitik
And GR-300, rotary evaporator Eyela N-1000, spatula, spektrofotometer UV-Vis
Shimadzu UV Mini 1240, ultrasonic cleaner WT-600-40, vial, dan waterbath
Eyela SB-1000.
Fase metanol yang telah dipisahkan dari etil asetat dipekatkan dengan
rotary evaporator suhu 500C. Ekstrak yang diperoleh lalu ditimbang.
1. Identifikasi Alkaloid
Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-
masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL kloroform diaduk
rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 0.5 mL
H2SO4 1 M dan dikocok baik-baik, dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang
jernih dipipet kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi
Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila
menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Dragendorff dan
endapan putih dengan pereaksi Mayer.
2. Identifikasi Flavonoid
Metode Wilstatter Cyanidin
Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-
masing ditimbang sebanyak 10 mg, ditambahkan 20 mL etanol dan dipipet 10 mL
larutan ke dalam tabung reaksi lain. Campuran ditambahkan 0,5 mL HCl pekat, 3-
4 butir magnesium dan ditambahkan 1 mL amil alkohol. Kocok kuat-kuat dan
biarkan beberapa saat kemudian amati perubahan warna pada masing-masing
3. Identifikasi Saponin
Uji Forth
Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-
masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL air panas.
Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan terbentuk buih yang mantap
setinggi 1-10 cm selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2N dan
diamati.
4. Identifikasi Tannin
Metode Feri Klorida
Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-
masing ditimbang sebanyak 10 mg, kemudian ditambahkan 20 mL air panas dan 5
tetes larutan NaCl 10%. Campuran dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya
sebagai kontrol negatif dan yang lainnya ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak
3 tetes. Perubahan warna diamati, dimana tannin terhidrolisa memberikan warna
biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tannin menberikan warna biru-hijau
dan dibandingkan dengan kontrol.
5. Identifikasi Glikosida
Metode Keller-Kiliani
Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-
masing ditimbang sebanyak 10 mg lalu ditambah 3 mL pereaksi FeCl3 kemudian
diaduk dan pindahkan campuran kedalam tabung reaksi. Diteteskan 1 mL larutan
asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. Biarkan campuran beberapa lama
sehingga terbentuk warna dari merah kecoklatan, yang mungkin berubah menjadi
biru atau lembayung. Perubahan tersebut menunjukkan reaksi positif terhadap 2-
deoksi-gula.
6. Identifikasi Antrakuinon
Metode Borntrager’s
Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-
masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 5 mL benzen. Campuran
dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya sebagain kontrol negatif dan yang
lainnya ditambahkan 5 mL amoniak 25%. Apabila terjadi warna merah muda pada
lapisan larutan amonia menunjukkan positif adanya senyawa antrakuinon.
5. Dihitung IC50
IC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar
50 %. IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear, konsentrasi
sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y.
Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung nilai IC50 dengan menggunakan
rumus:
y = a + bx
50 = a + bx
50−a
(x) IC50 = b
500, 625, 750, 875, dan 1000 µL ke dalam labu ukur dan ditambah
metanol:aquades (1:1) hingga 5,0 mL dan didapatkan konsentrasi sampel 25, 50,
75, 100, 125, 150, 175, dan 200 µg/mL.
Tabel 2. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol
Metabolit Ekstrak Fraksi Fraksi Etil Fraksi
No.
Sekunder Kasar n-Heksan Asetat Metanol
1. Alkaloid - - - -
2. Saponin ++ - + +
3. Glikosida + - + ++
4. Flavonoid ++ - ++ ++
5. Tannin +++ - +++ +++
6. Antrakuinon - - - -
Keterangan :
+++ = Memberikan reaksi banyak
++ = Memberikan reaksi sedang
+ = Memberikan reaksi sedikit
- = Memberikan reaksi negatif
60
50
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Konsentrasi (µg/mL)
Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol diuji
aktivitas antioksidan diperoleh nilai absorbansi. Nilai absorbansi tersebut dihitung
aktivitas penghambatannya (% inhibisi) dibandingkan dengan absorbansi kontrol
negatif sehingga diperoleh nilai IC50 dari masing-masing sampel.
Tabel 5. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat
dan fraksi metanol
Konsentrasi Rerata
Rerata Persamaan IC50
Sampel (µg/mL) % Inhibisi
Absorbansi Regresi (µg/mL)
(x) (y)
20 0,7184 18,82
30 0,6114 31,35 y = 1,0395 x -
Ekstrak
40 0,5012 43,36 0,154 48,24
Kasar
50 0,4047 54,26 r = 0,990
60 0,3598 59,34
20 0,8456 4,46
30 0,8373 5,39 y = 0,1692 x +
Fraksi n-
40 0,8273 6,50 0,518 292,44
heksan
50 0,8060 8,93 r = 0,979
60 0,7864 11,15
20 0,4119 47,30
30 0,2985 61,80 y = 1,1048 x +
Fraksi Etil
40 0,2080 73,38 27,422 20,43
Asetat
50 0,1227 84,30 r = 0,992
60 0,0680 91,29
20 0,6929 21,70
Fraksi 30 0,5852 33,87 y = 1,0062 x +
Metanol 40 0,4896 44,67 3,056 46,65
50 0,4011 54,67 r = 0,995
60 0,3397 61,61
Absorbansi kontrol negatif = 0,8851 (ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi
metanol); 0,7816 (fraksi etil asetat)
100
90
80
70
60
% inhibisi
50
Ekstrak Kasar
40 Fraksi n-heksan
30 Fraksi Etil Asetat
20 Fraksi Metanol
10
0
20 30 40 50 60
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 12. Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar, Fraksi n-heksan, Fraksi
Etil Asetat dan Fraksi Metanol
292.44
300
250
Ekstrak Kasar
200
Fraksi n-heksan
(µg/mL)
0
IC50
Gambar 13. Nilai IC50 dari vitamin C, ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol
0.3
y = 0.001x + 0.012
0.25 R² = 0.998
0.2
Absorbansi
0.15
0.1
0.05
0
0 50 100 150 200 250
Konsentrasi (µg/mL)
Nilai absorbansi dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan
fraksi metanol diplotkan terhadap kurva standar asam galat dan dihitung
kandungan senyawa fenolatnya. Kandungan fenolat total dalam tumbuhan
dinyatakan dalam GAE (gallic acid equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram
asam galat dalam 1 gram sampel.
Tabel 7. Kandungan fenolat total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol
Konsentrasi Rerata Kandungan Fenolat
Sampel (µg/mL) Absorbansi Total
(x) (y) (mg GAE/g ekstrak)
Ekstrak Kasar 100 0,0528 408
Fraksi n-Heksan 100 0,0206 86
Fraksi Etil Asetat 100 0,0700 580
Fraksi Metanol 100 0,0508 388
580
600
500
408
388
(mg GAE/g ekstrak)
0
Kandungan Fenolat Total
Gambar 15. Kandungan Fenolat Total ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol
0.12
y = 0.001x + 0.002
0.1 R² = 0.999
0.08
Absorbansi
0.06
0.04
0.02
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (µg/mL)
Nilai absorbansi dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan
fraksi metanol diplotkan terhadap kurva standar rutin dan dihitung kandungan
flavonoid totalnya. Kandungan flavonoid total dalam tumbuhan dinyatakan dalam
RE (rutin equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram rutin dalam 1 gram
sampel.
Tabel 9. Kandungan Flavonoid Total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol
Kandungan
Konsentrasi Rerata
Flavonoid Total
Sampel (µg/mL) Absorbansi
(mg RE/g
(x) (y)
ekstrak)
Ekstrak Kasar 100 0,0176 156
Fraksi n-heksan 100 0,0102 82
Fraksi Etil asetat 100 0,0204 184
Fraksi Metanol 100 0,0184 164
200 184
180 164
156
160
140
(mg RE/g ekstrak)
Ekstrak Kasar
120
Fraksi n-heksan
100 82
Fraksi Etil Asetat
80 Fraksi Metanol
60
40
20
0
Kandungan Flavonoid Total
Gambar 17. Kandungan Flavonoid Total ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol
4.2 Pembahasan
Ekstraksi buah parijoto dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut metanol tanpa pemanasan dengan tujuan agar senyawa-senyawa dapat
terekstrak dengan baik dan tidak mengalami dekomposisi. Metanol dapat merusak
dinding sel pada sampel sehingga senyawa yang bersifat polar ataupun non polar
dapat terlarut dalam metanol. Selama proses maserasi terjasi proses difusi. Proses
ini berlangsung hingga terjadi keseimbangan antara larutan yang ada di dalam sel
dan di luar sel. Ketika keseimbangan tercapai maka proses difusi tidak lagi
berlangsung (Khopkar, 2008).
Hasil maserasi sampel diperoleh ekstrak 64,00 gram (4,60%). Kecilnya
nilai rendemen yang dihasilkan kemungkinan karena sampel yang digunakan
merupakan sampel segar. Selain itu beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi
yaitu metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan
waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, perbandingan jumlah sampel terhadap
jumlah pelarut yang digunakan dan jenis pelarut yang digunakan (Salamah et al.,
2008).
Partisi pada ekstrak kasar buah parijoto bertujuan untuk memisahkan
senyawa berdasarkan kelarutannya terhadap pelarut dengan tingkat kepolaran
yang berbeda. Partisi dilakukan dengan pelarut n-heksan dan etil asetat. Senyawa
non polar yang berada pada ekstrak metanol akan terdistribusi ke dalam pelarut n-
heksan dan senyawa yang bersifat semi polar akan tersekstrak pada pelarut etil
asetat. Hasil partisi ekstrak kasar diperoleh tiga fraksi yaitu fraksi n-heksan 2,61
gram (4,51%), fraksi etil asetat 9,81 gram (16,92%), dan fraksi metanol 43,96
gram (75,79%).
Perbedaan jenis pelarut mempengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan,
pelarut metanol memiliki rendemen paling tinggi, diikuti rendemen ekstrak etil
asetat dan rendemen ekstrak n-heksan secara berturut-turut. Tingginya rendemen
yang terdapat pada pelarut metanol menunjukkan bahwa metanol mampu
mengekstrak lebih banyak senyawa yang memiliki sifat kepolaran tinggi. Hal
tersebut dapat terjadi karena metanol memiliki gugus polar yang lebih kuat
daripada gugus non polar, hal ini dapat terlihat dari struktur kimia metanol yang
mengandung gugus hidroksil (polar) dan gugus karbon (non polar). Rendemen
pada pelarut etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan pelarut metanol namun
lebih besar dari pelarut n-heksan, hal ini mungkin adanya gugus etoksi yang
terdapat pada struktur kimia etil asetat. Adanya gugus etoksi tersebut yang
menyebabkan etil asetat dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa yang
terdapat pada sampel. Ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etil asetat
lebih lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut
metanol sehingga rendemen pada fraksi etil asetat lebih sedikit (Tursiman, 2012).
Dan rendemen pada fraksi n-heksan paling sedikit karena sampel merupakan buah
dimana buah sedikit mengandung senyawa non polar.
Uji penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kasar buah parijoto,
fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol menggunakan metode yang
dikembangkan oleh Guevera (1985). Penapisan fitokimia yang dilakukan adalah
untuk mengetahui adanya kandungan metabolit sekunder yaitu alkaloid,
flavonoid, tannin, saponin, antrakuinon dan glikosida. Dari hasil penapisan
fitokimia menunjukkan bahwa buah parijoto mengandung flavonoid, tannin,
saponin dan glikosida tetapi masing-masing ekstrak memiliki kadar yang berbeda-
beda yang terlihat secara kualitatif. Dari hasil penapisan fitokimia buah parijoto
tidak memiliki alkaloid dan antrakuinon sesuai dengan yang terdapat pada
literatur (Anonim, 2013).
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang banyak terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan. Untuk mengetahui kandungan flavonoid maka dilakukan uji
wilstater sianidin, dimana uji positif apabila terbentuk warna merah pada lapisan
amil alkohol. Dari hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa buah parijoto
memiliki kandungan senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid lebih banyak
terpartisi dengan pelarut semi polar ke polar sehingga pada fraksi n-heksan tidak
terlihat adanya flavonoid.
Adanya tannin dalam buah parijoto yang menyebabkan adanya rasa sepat
pada buah ini. Uji positif tannin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru
kehitaman (tannin terhidrolisis) atau biru kehijauan (tannin terkondensasi) saat
direaksikan dengan FeCl3. Dari hasil penapisan fitokimia kandungan tannin
terdapat perubahan warna menjadi biru kehitaman pada ekstrak kasar, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol. Tannin yang terdapat pada buah ini adalah tannin
terhidrolisis.
Pengujian adanya saponin dalam ekstrak digunakan uji Forth. Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan yang dapat membentuk busa apabila
dikocok. Dari hasil penapisan fitokimia, diketahui bahwa buah parijoto memiliki
kandungan saponin. Tetapi setelah dipartisi, saponin hanya terlihat pada fraksi etil
asetat dan fraksi metanol.
Glikosida merupakan senyawa yang terbentuk dari gugus non-gula
(aglikon) dan gugus gula (glikon). Pada uji glikosida ini dilakukan berdasarkan
gugus gulanya dengan metode Keller-Kiliani. Dari uji glikosida, didapatkan
bahwa buah parijoto mengandung glikosida. Tetapi pada fraksi n-heksan tidak
terlihat adanya glikosida.
Dari penapisan fitokimia fraksi n-heksan tidak terdapat alkaloid,
flavonoid, saponin, tannin, antrakuinon dan glikosida. Hal ini dikarenakan
senyawa-senyawa tersebut lebih banyak terpartisi ke pelarut semi polar ke polar
sehingga pada fraksi non polar tidak terdapat senyawa-senyawa tersebut
(Harbone, 1987).
Ekstrak kasar dan fraksi metanol dilakukan uji susut pengeringan untuk
mengetahui adanya kandungan air maupun sisa pelarut di dalam ekstrak. Pada
ekstrak kasar perlu dilakukan uji susut pengeringan karena sampel yang
digunakan merupakan sampel segar sehingga perlu dicek kandungan air yang
terdapat dalam ekstrak. Dari hasil uji susut pengeringan, ekstrak kasar diperoleh
susut pengeringan sebesar 22,86%. Sedangkan pada fraksi metanol dilakukan uji
susut pengeringan karena pada fraksi metanol terdapat kandungan air di
dalamnya. Hasil uji susut pengeringan, diperoleh nilai susut pengeringan sebesar
16,19% pada fraksi metanol.
Uji aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi metanol digunakan metode radical scavenger atau penangkal
radikal bebas (DPPH). Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) dilakukan
berdasarkan kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas dengan
mendonorkan atom hidrogen kepada DPPH, yang merupakan radikal bebas yang
stabil pada suhu kamar. Dipilih metode DPPH karena merupakan metode yang
cepat, sederhana dan murah untuk mengukur aktivitas antioksidan (Prakash et al.,
2001).
Reaksi DPPH dengan antioksidan akan menetralkan radikal bebas dari
DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Adapun reaksinya adalah sebagai beikut
+ R-H + R●
(a) (b)
Gambar 18. Reaksi DPPH dengan antioksidan, (a) Difenilpikrilhidrazil (bentuk
radikal), (b) Difenilpikrilhidrazin (non radikal) [ Sumber : Molyneux, 2004 ]
tubuh manusia. Adanya kandungan kimia pada tumbuhan seperti fenol, flavonoid
dan tannin, mengindikasikan kemungkinan adanya aktivitas antioksidan dan
aktivitas antioksidan ini dapat membantu mencegah terjadinya penyakit melalui
aktivitas penangkalan radikal bebas (Meenakshi et al., 2012).
Pengujian kandungan senyawa fenolat total merupakan dasar dilakukan
pengujian aktivitas antioksidan, karena diketahui bahwa senyawa fenolat berperan
dalam mencegah terjadinya peristiwa oksidasi. Fenolat total ekstrak buah M.
speciosa pada penelitian ini diukur dengan menggunakan prinsip Folin-Ciocalteau
yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Reagen Folin-Ciocalteau digunakan
karena senyawa fenolik dapat bereaksi dengan Folin membentuk larutan berwarna
yang dapat diukur absorbansinya. Prinsip pengukuran kandungan fenolat dengan
reagen Folin-Ciocalteau adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru
yang dapat diukur pada panjang gelombang 765 nm. Pereaksi ini mengoksidasi
fenolat (garam alkali) atau gugus fenolik-hidroksi mereduksi asam heteropoli
(fosfomolibdat-fosfotungstat) yang terdapat dalam pereaksi Folin-Ciocalteau
menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten. Senyawa fenolik bereaksi dengan
reagen Folin-Ciocalteau hanya dalam suasana basa agar terjadi disosiasi proton
pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat. Untuk menciptakan kondisi basa
digunakan Na2CO3 20%. Warna biru yang terbentuk akan semakin pekat, setara
dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk; artinya semakin besar konsentrasi
senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan mereduksi asam
heteropoli (fosfomolibdat-fosfotungstat) menjadi kompleks molibdenum-tungsten
sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Apsari & Susanti, 2011).
Namun reagen ini tidak hanya mengukur total fenol, akan tetapi bereaksi dengan
zat pereduksi lain. Kemungkinan ada komponen lain yang dapat bereaksi dengan
reagen seperti gula atau asam askorbat (Saeed et al., 2012). Asam galat
digunakan sebagai standar pengukuran dikarenakan asam galat merupakan
turunan dari asam hidroksibenzoat yang tergolong asam fenol sederhana.
Kandungan fenol asam organik ini bersifat murni dan stabil (Lee et al., 2003).
H3(PMo13O40)
H3PO4(MoO3)13 + + atau
H2(PMo13O40)
Pereaksi Folin-Ciocalteu
Kompleks molybdenum-blue
Senyawa Fenol Kuinon
M.speciosa sebesat 156 mg RE/g ekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa
flavonoid lebih banyak terekstrak pada semipolar ke polar. Dari hasil yang didapat
menunjukkan fraksi etil asetat mempunyai kadar fenolat dan flavonoid total yang
tertinggi dibandingkan dengan kedua fraksi lainnya.
Hubungan kandungan flavonoid total dengan aktivitas antioksidan
menunjukkan nilai korelasi r = 0,985 (P = 0,015) yang berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara kandungan flavonoid total dengan aktivitas antioksidan dari
ekstrak buah M. speciosa. Hal ini sesuai dengan pada penelitian-penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa kandungan total flavonoid berpengaruh pada
aktivitas antioksidan dari ekstrak bahan alam (Bala et al., 2011). Semakin tinggi
kadar flavonoid dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi
metanol aktivitas antioksidannya semakin tinggi.
Sedangkan hasil analisa statistik antara kandungan fenolat total dengan
aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar metanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat
dan fraksi metanol-air didapatkan nilai korelasi r = 0,945 (P = 0,055) yang berarti
tidak ada hubungan yang signifikan antara kandungan fenolat total dengan
aktivitas antioksidan dari ekstrak buah M. speciosa. Tidak ada hubungan antara
fenolat total dengan aktivitas antioksidan adalah terlihat pada fraksi metanol dan
ekstrak kasar. Kandungan fenolat total lebih tinggi pada ekstrak kasar tetapi
aktivitas antioksidan lebih tinggi pada fraksi metanol. Kemungkinan bukan hanya
fenol yang bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau akan tetapi bereaksi dengan
zat pereduksi lain (Saeed et al., 2012).
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa kadar senyawa
flavonoid berperan dalam menentukan besarnya aktivitas dari buah M. speciosa.
Walaupun demikian, adanya korelasi antara aktivitas antioksidan dengan kadar
flavonoid total dapat saja dihasilkan oleh adanya kesalahan atau galat yang ada
saat menentukan aktivitas maupun kadar seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Selain itu pula telah diketahui bahwa aktivitas antioksidan suatu
ekstrak tumbuhan tidak hanya terbatas pada senyawa fenolat dan flavonoid saja.
Oleh karena itu, tidak ada hubungan yang sederhana antara kadar fenolat dan
flavonoid total ketika membandingkan aktivitas antioksidan antar ekstrak
tumbuhan (Akowuah et al., 2004).
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari empat ekstrak, terdapat tiga ekstrak yang aktif sebagai antioksidan
yaitu fraksi etil asetat, fraksi metanol dan ekstrak kasar dengan nilai IC50
masing-masing 20,34 μg/mL, 46,65 μg/mL dan 48,24 μg/mL. ketiga
ekstrak tersebut dinyatakan sangat aktif sebagai antioksidan.
2. Kadar fenolat total untuk masing-masing ekstrak adalah 408 mg GAE/g
untuk ekstrak kasar, 86 mg GAE/g untuk fraksi n-heksan, 580 mg GAE/g
untuk fraksi etil asetat dan 388 mg GAE/g untuk fraksi metanol. Dengan
fraksi etil asetat yang memiliki kandungan fenolat total tertinggi.
3. Kadar flavonoid total untuk masing-masing ekstrak adalah 156 mg RE/g
untuk ekstrak kasar, 82 mg RE/g untuk fraksi n-heksan, 184 mg RE/g
untuk fraksi etil asetat dan 164 mg RE/g untuk fraksi metanol. Dengan
fraksi etil asetat yang memiliki kandungan flavonoid total tertinggi.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap aktivitas antioksidan dari
buah parijoto dengan menggunakan metode lain.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berupa isolasi senyawa aktif proses
pemurnian ekstrak fraksi etil asetat dengan cara kolom ataupun
menggunakan HPLC.
49
50
(lodd) Blume Leaves. Asian Journal of Natural & Applied Sciences 1 (4) :
16- 21
Farnsworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plant, Jour.
Pharm. Soi., 55 (3) : 225-265
Guevera, B. Q., Recio, B.V. 1985. Phytochemical, Microbiological and
Pharmacological Screening of Medicinal Plants. Manila : UST Printing
Office
Gurav, S., Nilambari Deshkar, Vijay Gulkari, Nandkishore Duragkar, Arun Patil.
2007. Free Radical ScavengingActivity of Polygala Chinensis Linn.
Pharmacologyonline 2 : 245-253
Halliwell, B and Gutteridge, J.M.C. 2000. Free Radical in Biology and Medicine.
Oxford University Press. New York
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerjemah: Padmawinata, K. Terbitan kedua. Bandung:
Penerbit Institut Teknologi Bogor
Huang, C. J., Tang, K. W., Shu. C. C., Chao. Y. C. 2005. Identification of an
Antifungal Chitinase from a Potential Biocontrol Agent, Bacillus cereus.
Journal of Biochemistry and molecular Biology 38 : 82-88.
Hui YH. 2006. Handbook of Food Science, Technology, and Engineering,
Volume 3. Boca Raton : Taylor & Francis Group. Hal. 102-111
Javanmardi, J., Stushnoff, C., Locke, E., and Vivanco, J.M. 2003. Antioxidant
Activity and Total Phenolic Content of Iranian Ocimum Accessions.
Journal Food Chem. 83 (4) : 547-550
Karadeniz F et al. 2005. Antioxidant activity of selected fruits and vegetables
grown in Turkey. Turkish Journal of Agricultural and Forest 89: 297–303.
Kosanic M. and Rankovic B. Lichens as possible sources of Antioxidant. Park. J.
Pharm. Sci., 24 (2) : 165-170
Lee. K. W., Kim YJ., Lee HJ., Lee CY. 2003. Cocoa Has More Phenolic
Phytochemical and A Higher Antioxidant Capacity than Teas and Red
Wine. J. Agric. Food Chem. 51 (25): 7292-7295
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. FMIPA
Universitas Sumatera Utara. Medan. hlm. 14.
51
Maria, C., Buta Erszebet, Horţ Denisa. 2012. Medinilla: An Exotic and Attractive
Indoor Plant With Great Value. Journal of Horticulture, Forestry and
Biotechnology. 16 (2) : 9-12
Marinova, G., Batcharov, V. 2011. Evaluation of The Methods For Determination
of The Free Radical Scavenging Activity By DPPH. Journal of
Agricultural Science, 17 (No 1) 2001, 11-24.
Markham, K. R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: Dr.
Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. hlm. 27-35.
Marliana, S. D., Venty Suryanti, Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule jacq. Swartz.) Dalam ekstrak etanol. Jurnal Biofarmasi 3 (1): 26-31
Meenakshi, S., Umayaparvath, S., Arumugam, M. and Balasubramanian, T. 2012.
In vitro antioxidant properties and FTIR analysis of two seeweeds of Gulf
of Mannar. Asian Pac. J. Trop. Biomed., 2: 66 - 70
Middleton, E. C., Kandaswami, Theoharides. 1998. The effects of plant
flavonoids on mammalian cells: implications for inflammation, heart
disease, and cancer. Pharmacological Reviews 52:673-751.
Molyneux, Philip. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant Activity. J. Science and Technology 26
(2) : 211-219
Nishanthini, A., A. Agnel Ruba, V.R. Mohan. 2012. Total Phenolic, Flavonoid
Contents and In Vitro Antioxidant Activity of Leaf of Suaeda monoica
Forssk ex. Gmel (Chenopodiaceae). International Journal of Advanced
Life Sciences (IJALS) 1 (5) : 34-43
Nugroho, Ignatius Adi. 2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia.
Apforgen News Letter Edisi 2
Onkar, Pradnya., Jitendra Bangar and Revan Karodi. 2012. Evaluation of
Antioxidant activity of traditional formulation Giloy satva and
hydroalcoholic extract of the Curculigo orchioides Gaertn. Journal of
Applied Pharmaceutical Science 02 (06); 2012: 209-213
52
1. Vitamin C
0,8489−0,7976
5 ppm = x 100% = 6,04 %
0,8489
0,8489−0,6497
10 ppm = x 100% = 23,46 %
0,8489
0,8489−0,4873
15 ppm = x 100% = 42,59 %
0,8489
0,8489−0,3456
20 ppm = x 100% = 59,28 %
0,8489
0,8489−0.,879
25 ppm = x 100% = 77,86 %
0,8489
0,8489−0,0577
30 ppm = x 100% = 93,20 %
0,8489
y = 3,518x-11,164
50 = bx + a
50−a
(x) IC50 = b
50+11.64
IC50 = = 17,52 μg/mL
3,518
2. Ekstrak Kasar
0,8851 −0,7184
20 ppm = x 100% = 18,82 %
0,8851
0,8851 −0,6114
30 ppm = x 100% = 31,35 %
0,8851
0,8851−0,5012
40 ppm = x 100% = 43,36 %
0,8851
0,8851 −0,4047
50 ppm = x 100% = 54,26 %
0,8851
0,8851 −0,3598
60 ppm = x 100% = 59,34 %
0,8851
57
Y = 1,0395x - 0,154
50+0,154
(x) IC50 = 1,0395
50−2,843
IC50 = = 48,24 μg/mL
0,95
3. Fraksi n-heksan
0,8851 −0,8456
20 ppm = x 100% = 4,46 %
0,8851
0,8851 −0,8373
30 ppm = x 100% = 5,39 %
0,8851
0,8851 −0,8273
40 ppm = x 100% = 6,50 %
0,8851
0,8851 −0,8060
50 ppm = x 100% = 8,93 %
0,8851
0,8851 −0,7864
60 ppm = x 100% = 11,15 %
0,8851
y = 0,1692x + 0,518
50−a
(x) IC50 = b
50−0,518
IC50 = = 292,64 μg/mL
0,1692
y = 1,1048x+27,422
50−a
(x) IC50 = b
50−27,422
IC50 = = 20,43μg/mL
1,1048
58
5. Fraksi Metanol
0,8851 −0,6929
20 ppm = x 100% = 21,70 %
0,8851
0,8851 −0,5852
30 ppm = x 100% = 33,87 %
0,8851
0,8851 −0,4896
40 ppm = x 100% = 44,67 %
0,8851
0,8851 −0,4011
50 ppm = x 100% = 54,67 %
0,8851
0,8851 −0,3397
60 ppm = x 100% = 61,61 %
0,8851
y = 1,0062 x + 3,056
50−a
(x) IC50 = b
50−3,056
IC50 = = 46,65 μg/mL
1,0062
59
1. Ekstrak Kasar
y = 0,001x + 0,012
0,0528 = 0,001 x + 0,012
0,0528 −0,012
x= = 40,8 ppm
0,001
2. Fraksi n-heksan
y = 0,001x + 0,012
0,0206 = 0,001 x + 0,012
0,0206 −0,012
x= = 8,6 ppm
0,001
4. Fraksi metanol
y = 0,001x + 0,012
0,0508 = 0,001 x + 0,012
0,0508 −0,012
x= = 38,8 ppm
0,001
1. Ekstrak Kasar
y = 0,001x + 0,002
0,0176 = 0,001 x + 0,002
0,0176 −0,002
x= = 15,6 ppm
0,001
2. Fraksi n-heksan
y = 0,001x + 0,002
0,0102 = 0,001 x + 0,002
0,0102 −0,002
x= = 8,2 ppm
0,001
4. Fraksi metanol
y = 0,001x + 0,002
0,0184 = 0,001 x + 0,002
0,0184 −0,012
x= = 16,4 ppm
0,001
Uji t
N Correlation Sig.