Anda di halaman 1dari 2

Syarat Hutang Piutang dalam Islam

Harta yang dihutangkan adalah jelas dan murni halal.

Pemberi hutang tidak mengungkit-ungkit masalah hutang dan tidak menyakiti pihak yang piutang (yang
meminjam).

Pihak yang piutang (peminjam) niatnya adalah untuk mendapat ridho Allah dengan mempergunakan
yang dihutang secara benar.

Harta yang dihutangkan tidak akan memberi kelebihan atau keuntungan pada pihak yang
mempiutangkan.

Berakhirnya utang piutang

Utang piutang dinyatakan berakhir atau selesai apabila waktu yang disepakati telah tiba dan orang yang
berutang telah mampu melunasi utangnya. Dalam keadaan yang demikian, maka seseorang yang
berutang wajib menyegerahkan melunasi utang tersebut. Sebagaimana dalam firman Allah SWT, dalam
QS al-Isra’ ayat 34:

Yang artinya: Dan penuhilah janji, Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa janji adalah suatu kewajiban yang yang harus disegerahkan
untuk diwujudkan apabila telah mencapai waktunya, karena setiap janji akan dimintai
pertanggungjawannya baik di dunia dan di akhirat. Mengenai masalah utang piutang, maka ada
beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut:

a. Pemberian perpanjangan waktu pelunasan utang

Apabila kondisi orang yang telah berutang sedang berada dalam kesulitan dan ketidakmampuan, maka
orang yang berpiutang dianjurkan memberinya kelonggaran dengan menunggu sampai orang yang
berpiutang mampu untuk membayar utangnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-
Baqarah ayat 280:

Yang artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia
berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.

b. Melebihkan pembayaran

Melebihkan pembayaran dari jumlah utang yang diterima dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Kelebihan yang tidak diperjanjikan

Apabila kelebihan pembayaran dilakukan oleh orang yang berutang tanpa adanya perjanjian
sebelumnya, maka kelebihan tersebut boleh atau halal bagi yang berpiutang, dan merupakan kebaikan
bagi yang berutang.

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW:

Sebaik-baik diantara kamu ialah yang lebih baik dalam membayar pinjaman”. (HR. Ahmad, Tirmidhi )

2) Kelebihan yang diperjanjikan

Adapun kelebihan pembayaran yang dilakukan oleh pihak yang berutang kepada pihak berpiutang
didasarkan kepada perjanjian yang telah mereka sepakati, maka hal ini tidak boleh dan haram bagi yang
berpiutang untuk menerima kelebihan itu.

Ketentuan ini didasarkan kepada hadis Rasulullah SAW:

Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang) adalah riba.

Anda mungkin juga menyukai