Anda di halaman 1dari 8

SUB BAB 1.2.

PRINSIP INDUKSI MATEMATIS


1
1+2+3+⋯+� = �(� + 1)
2
Amati persamaan di atas. Kira-kira persamaan di atas tentang apa?
Tentunya untuk percaya bahwa persamaan di atas benar untuk setiap � bilangan asli, kita perlu
membuktikannya dengan Prinsip Induksi Matematis yang sudah kalian pelajari pada mata kuliah teori
bilangan dan matematika diskrit.

Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari tidak hanya prosedur pembuktiannya, tetapi juga
bukti dari PIM itu sendiri.

Induksi Matematis adalah metode pembuktian yang sangat kuat dan sering kali digunakan
untuk menunjukkan kebenaran suatu pernyataan yang diberikan terkait dengan bilangan asli.
Meskipun kegunaannya terbatas pada konteks secara khusus, Induksi Matematis merupakan
alat penting dan sangat dibutuhkan di semua cabang matematika. Pada bab ini, kita akan
menyatakan prinsip Induksi Matematis dan memberikan beberapa contoh untuk
menggambarkan bagaimana proses pembuktian secara induksi.
Seperti sudah kita ketahui bahwa himpunan bilangan asli merupakan himpunan yang memiliki
anggota 1,2,3 dan seterusnya yang dapat dinotasikan dengan:

ℕ ≔ {1,2,3, …
}

Berikutnya kita perhatikan sifat yang disebut sifat terurut rapi (well-ordering property)
dari himpunan bilangan asli yang menjadi fundamental di ℕ.

1.2.1 Sifat Terurut Rapi dari ℕ

Setiap himpunan bagian dari ℕ yang tidak kosong mempunyai suatu unsur
terkecil.

Pernyataan yang lebih rinci dari sifat ini adalah sebagai berikut: Jika 𝑆 adalah himpunan
bagian dari ℕ dan jika 𝑆 ≠ ∅, maka akan ada suatu bilangan � ∈ 𝑆 sehingga � ≤ 𝑘 untuk
setiap 𝑘 ∈ ��.

Kalian perhatikan himpunan-himpunan berikut.

� = {𝑥 ∈ ℕ: 2𝑥 ≥ 18}
� = {2, 4, 6, 8, … } ⊆

� = {… ,3, 1, −1, − 3, − 5, …
}

Apakah kalian bisa menemukan elemen terkecil masing-masing �, �, �? Jika iya, sebutkan! Jika

tidak, mengapa?
Dengan dasar Sifat Terurut Rapi inilah kita akan memperoleh suatu versi dari Prinsip
Induksi Matematis yang dinyatakan dalam suatu bentuk himpunan bagian dari ℕ.
Sebelum membahas prinsip induksi matematika secara formal, kita akan mencoba
memahaminya dengan menggunakan efek domino seperti berikut.

Pada gambar (a) di atas kita melihat sebaris domino pertama yang ditata rapi dengan jarak
antara masing-masing domino yang berdekatan kurang dari tinggi domino. Sehingga, jika kita
mendorong domino nomor 𝑘 ke kanan, maka domino tersebut akan merebahkan domino
nomor (𝑘 + 1). Proses ini ditunjukkan oleh gambar (b). Kita tentu akan berpikir bahwa
apabila proses ini berlanjut, maka domino nomor (𝑘 + 1) tersebut juga akan merebahkan
domino di sebelah kanannya, yaitu domino nomor (𝑘 + 2), dan seterusnya. Bagian (c)
menggambarkan bahwa dorongan terhadap domino pertama merupakan analogi dari
bilangan 1 menjadi anggota himpunan S. Hal ini merupakan langkah dasar dari proses efek
domino. Selanjutnya, jika 𝑘 anggota 𝑆 akan menyebabkan (𝑘 + 1) anggota ��, akan
memberikan langkah induktif dan melanjutkan proses perebahan domino. Sehingga,
pada akhirnya kita akan melihat bahwa semua domino akan rebah. Atau dengan kata lain,
domino yang memiliki nomor urut semua bilangan asli akan rebah. Hal ini merupakan analogi
dari 𝑆 = ��.

1.2.2 Prinsip Induksi Matematis


Misalkan 𝑆 adalah himpunan bagian dari ℕ yang memiliki dua sifat:
(1) 1 ∈ ��.

(2) Untuk setiap 𝑘 ∈ ℕ, jika 𝑘 ∈ ��, maka 𝑘 + 1 ∈

��. Maka kita peroleh 𝑆 = ℕ.


Bukti. Andaikan sebaliknya, (1) dan (2) terjadi, tetapi 𝑆 ≠ ℕ. Maka ℕ\𝑆 pasti bukan
himpunan kosong, sehingga berdasarkan Sifat Terurut Rapi, ℕ\𝑆 mempunyai anggota
terkecil, sebut �. Karena 1 ∈ 𝑆 berdasarkan hipotesis (1), kita tahu bahwa � > 1. Tetapi hal
ini berakibat bahwa � − 1 juga merupakan bilangan asli. Karena � − 1 < � dan karena
� adalah anggota terkecil dalam ℕ dimana � ∉ ��, kita simpulkan bahwa � − 1 ∈


.

Perhatikan bahwa untuk 𝑘 ≔ � − 1, maka benar 𝑘 ∈ ��. Dengan menggunakan hipotesis


(2), kita dapat simpulkan bahwa 𝑘 + 1 = (� − 1) + 1 = � merupakan unsur dari ��.
Tetapi hal ini berkontradiksi dengan fakta bahwa � ∉ ��.

Karena � ∉ 𝑆 dan � ∉ 𝑆 diperoleh dari asumsi bahwa ℕ\𝑆 bukan himpunan kosong dan kita
mendapatkan kontradiksi, maka haruslah ��\𝑆 merupakan himpunan kosong yang sama
artinya dengan 𝑆 = ℕ. qed
Prinsip Induksi Matematis sering kali dipasang secara permanen pada kerangka sifat atau
pernyataan mengenai bilangan-bilangan asli. Jika ��(�) adalah suatu pernyataan yang
berarti mengenai � ∈ ℕ, maka ��(�) mungkin benar untuk beberapa nilai dari � dan salah
untuk nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, jika 𝑃1 (�) adalah pernyataan: “�2 = �”, maka
𝑃1 (1) adalah benar sedangkan 𝑃1 (�) adalah salah untuk semua nilai � dimana � > 1, � ∈
ℕ. Di sisi lain, jika 𝑃2 (�) adalah pernyataan: “�2 > 1”, maka 𝑃2 (1) adalah salah, sedangkan
𝑃2 (�) adalah benar untuk semua nilai � dimana � > 1, � ∈
ℕ.
Pada konteks ini, Prinsip Induksi Matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.

Untuk setiap � ∈ ℕ, misal ��(�) adalah suatu pernyataan tentang �. Misalkan


bahwa:
(1’) ��(1) adalah benar.
(2’) Untuk setiap 𝑘 ∈ ℕ, jika ��(��) benar, maka ��(𝑘 +
1) benar. Maka ��(�) benar untuk semua � ∈ ℕ.

Dari kedua model PIM di atas, kita dapat memperoleh dua model pembuktian.
Pertama menggunakan bentuk himpunan 𝑺 = ℕ atau kedua berbentuk pernyataan 𝑷(��)
benar untuk semua 𝒏 ∈ ℕ.
Keduanya bermakna sama dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Mendefinisikan 𝑆 atau ��(�).
2) Membuktikan 1 ∈ 𝑆 atau ��(1) benar.
3) Mengasumsikan 𝑘 ∈ 𝑆 atau ��(��) benar.
4) Membuktikan 𝑘 + 1 ∈ 𝑆 atau ��(𝑘 + 1) benar.
Kesimpulan akhir diperoleh 𝑆 = ℕ atau 𝑷(��) benar untuk semua 𝒏 ∈ ℕ.

Hubungan dengan Induksi Matematis versi sebelumnya, yang diberikan pada 1.2.2, dibuat
dengan memisalkan 𝑆 ≔ {� ∈ ℕ ∶ ��(�) adalah benar }. Maka kondisi (1) dan (2) di
1.2.2 bersesuaian dengan tepat dengan kondisi (1’) dan (2’), secara berurutan.
Kesimpulan bahwa 𝑆 = ℕ pada 1.2.2 bersesuaian dengan kesimpulan bahwa ��(�) adalah
benar untuk semua � ∈ ℕ.
Pada (2’), asumsi “jika ��(��) adalah benar” disebut hipotesis induksi. Dalam
menetapkan (2’), kita tidak dikaitkan dengan kebenaran sesungguhnya atau kepalsuan dari
��(��), tetapi hanya dengan kebenaran dari implikasi “jika ��(��), maka ��(𝑘 +
1)”.
Sebagai contoh, jika kita memperhatikan pernyataan ��(�): “� = � + 5”, maka (2’)
secara logika adalah benar, dengan cara menambah 1 di kedua sisi dari
��(��) untuk mendapatkan ��(𝑘 + 1). Bagaimanapun, karena pernyataan ��(1):
“1 = 6” adalah salah, kita tidak dapat menggunakan Induksi Matematis untuk menyimpulkan
bahwa � = � +
5 untuk semua � ∈ ℕ.

Pernyataan ��(�) salah mungkin terjadi untuk beberapa bilangan asli tertentu, tetapi
benar untuk semua � ≥ �0 untuk suatu �0 yang khusus. Prinsip Induksi Matematis dapat
dimodifikasi tergantung pada situasi. Kita akan merumuskan prinsip yang dimodifikasi,
tetapi meninggalkan pembuktiannya sebagai latihan (lihat latihan 1.2).
1.2.3 Prinsip Induksi Matematis (versi kedua)
Misal �0 ∈ ℕ dan misal ��(�) adalah pernyataan untuk setiap bilangan asli � ≥
�0 . Misalkan bahwa:
(1) Pernyataan ��(�0 ) adalah benar.
(2) Untuk semua 𝑘 ≥ �0 , kebenaran ��(��) mengakibatkan kebenaran
��(𝑘 + 1). Maka ��(�) adalah benar untuk semua � ≥ �0 .
Terkadang bilangan �0 pada (1) disebut basis (base), karena tersaji sebagai titik awal, dan
implikasi pada (2), yang dapat ditulis sebagai ��(��) ⇒ ��(𝑘 + 1), disebut jembatan
(bridge), karena ia menghubungkan antara kasus 𝑘 dengan kasus 𝑘 + 1.
Contoh-contoh berikut ini menggambarkan bagaimana Induksi Matematis digunakan untuk
membuktikan pernyataan mengenai bilangan asli.
1.2.4 Contoh (a) Untuk setiap � ∈ ℕ, jumlah � bilangan asli pertama diberikan oleh
rumus berikut.
1
1 +2+ ⋯+ � = �(� + 1)
2
Untuk membuktikan rumus ini, kita memisalkan 𝑆 adalah himpunan semua � ∈ ℕ yang
1
mana rumus tersebut adalah benar. Artinya 𝑆 = {� ∈ ℕ: 1 + 2 + ⋯ + � = �(�
2
+ 1)}.
Kita harus membuktikan bahwa kondisi (1) dan (2) pada 1.2.2 terpenuhi.
1
Jika � = 1, maka kita mepunyai 1 = 2
. 1 . (1 + 1) sehingga 1 ∈ ��, dan (1) pun terpenuhi.

Selanjutnya, kita mengasumsikan 𝒌 ∈ 𝑺 dan berharap untuk menduga dari asumsi ini
bahwa 𝑘 + 1 ∈ ��. Tentu saja, jika 𝑘 ∈ ��, maka
1
1+2+⋯+𝑘 = ��(𝑘 + 1)
2
Jika kita menambahkan 𝑘 + 1 di kedua sisi dengan persamaan di atas, kita mendapat
1
1 + 2 + ⋯ + 𝑘 + (𝑘 + 1) = ��(𝑘 + 1) + (𝑘 + 1)
2
1
= (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)
2
Karena hal ini menyatakan rumus untuk � = 𝑘 + 1, kita simpulkan bahwa 𝒌 + 𝟏 ∈ ��.
Oleh karena itu, kondisi (2) dari 1.2.2 terpenuhi. Konsekuensinya, berdasar pada Prinsip
Induksi Matematis, kita mengambil kesimpulan bahwa 𝑆 = ℕ, sehingga rumus tersebut
berlaku untuk semua � ∈ ℕ.
(b) Untuk setiap � ∈ ℕ, jumlah kuadrat dari � bilangan asli pertama diberikan oleh
rumus berikut.
1
12 + 22 + ⋯ + �2 = �(� + 1)(2� +
1)
6
Untuk membuktikan rumus ini, kita perhatikan bahwa hal ini benar untuk � = 1, karena
1
12 = . 1 . 2 . 3. Jika kita mengasumsikan hal ini benar untuk ��, maka
6
penambahan
2
(𝑘 + 1) pada kedua sisi rumus yang diasumsikan memberikan
1
12 + 22 + ⋯ + �� 2 + (𝑘 + 1)2 = ��(𝑘 + 1)(2𝑘 + 1) + (𝑘 +
1)2
6
1
= (𝑘 + 1)(2�� 2 + 𝑘 + 6𝑘 + 6)
6
1
= (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)(2𝑘 + 3)
6
Konsekuensinya, rumus tersebut benar untuk semua � ∈ ℕ.
(c) Diberikan dua bilangan riil � dan �, kita akan membuktikan bahwa � − � adalah
faktor dari �𝑛 − � 𝑛 untuk semua � ∈ ℕ.
Pertama, dapat kita lihat bahwa pernyataan tersebut benar untuk � = 1. Jika sekarang kita
mengasumsikan bahwa � − � adalah faktor dari �𝑘 − � �� , maka
� ��+1 − ���+1 = ���+1 − ��𝑘 +
��𝑘 − � ��+1
= �(�𝑘 − ��� ) + ��� (� − �)

Berdasarkan hipotesis induksi, � − � adalah faktor dari �(�𝑘 − � �� ) dan hal ini
secara sederhana adalah faktor dari � �� (� − �). Oleh karena itu, � − � adalah faktor
dari ���+1 −
� ��+1 , dan berdasarkan Induksi Matematis diperoleh bahwa � − � adalah faktor dari �𝑛 −
� 𝑛 untuk semua � ∈ ℕ.
Macam-macam hasil keterbagian dapat diperoleh dari fakta ini. Sebagai contoh, karena
11 − 7 = 4, kita lihat bahwa 11𝑛 − 7𝑛 dapat dibagi oleh 4 untuk semua � ∈ ℕ.
(d) Ketaksamaan 2𝑛 > 2� + 1 adalah salah untuk � = 1, 2, tetapi benar untuk � = 3. Jika
kita mengasumsikan bahwa 2𝑘 > 2𝑘 + 1, maka perkalian dengan 2, yang mana 2𝑘 + 2 >
3, maka ketaksamaan terpenuhi.
2��+1 > 2(2𝑘 + 1) = 4𝑘 + 2 = 2𝑘 + (2𝑘 + 2) > 2𝑘 + 3 = 2(𝑘 + 1) + 1
Karena 2𝑘 + 2 > 3 untuk semua 𝑘 ≥ 1, jembatan (bridge) tersebut benar untuk semua
𝑘 ≥ 1 (meskipun pernyataan tersebut salah untuk 𝑘 = 1, 2). Oleh karena itu, dengan basis
(base) �0 = 3, kita dapat mengaplikasikan Induksi Matematis untuk menyimpulkan bahwa
ketidaksamaan tersebut berlaku untuk semua � ≥ 3.
(e) Ketidaksamaan 2𝑛 ≤ (� + 1)! dapat dibuktikan dengan Induksi Matematis.
Pertama kita amati bahwa hal ini benar untuk � = 1, karena 21 = 2 = 1 + 1. Jika kita
mengasumsikan bahwa 2𝑘 ≤ (𝑘 + 1)!, mengikuti fakta 2 ≤ 𝑘 + 2 bahwa

2��+1 = 2 . 2𝑘 ≤ 2(𝑘 + 1)! ≤ (𝑘 + 2)(𝑘 + 1)! = (𝑘 + 2)!


Dengan begitu, jika ketidaksamaan tersebut berlaku untuk ��, maka ketidaksamaan
tersebut juga berlaku untuk 𝑘 + 1. Oleh karena itu, Induksi Matematis mengakibatkan
ketidaksamaan tersebut benar untuk semua � ∈ ℕ.
(f) Jika � ∈ ℝ, � ≠ 1, dan � ∈ ℕ,
maka
1 −��+
1�
1 + � + �2 + ⋯ + �𝑛 =

1−�
Rumus ini adalah rumus jumlah suku pada suatu “deret geometri”. Hal ini dapat
dibuktikan dengan menggunakan Induksi Matematis sebagai berikut. Pertama, jika � =
1, maka 1 + � = (1 − � 2 )/(1 − �). Jika kita mengasumsikan kebenaran dari rumus
tersebut untuk � = 𝑘 dan menambah suku � ��+1 ke kedua sisi, kita dapatkan (setelah
menggunakan sedikit aljabar)
��+1
1 − � ��+21 − �
1 + � + � 𝑘 + ⋯ + � ��+1 = + � ��+1 =
1−� 1−�
yang mana merupakan rumus untuk � = 𝑘 + 1. Oleh karena itu, Induksi Matematis
mengakibatkan kebenaran rumus tersebut untuk semua � ∈ ℕ.
[Hasil ini juga dapat dibuktikan tanpa menggunakan Induksi Matematis. Jika kita memisalkan
�𝑛 ≔ 1 + � + � 2 + ⋯ + � �� , maka ��𝑛 = � + � 2 + ⋯ + � ��+1 , sehingga
(1 − �)�𝑛 = �𝑛 − ��𝑛 = 1 −
� 𝑛+1
Jika kita membagi dengan 1 − �, kita memperoleh rumus yang tersebut.]
(g) Penggunaan Prinsip Induksi Matematis secara sembrono dapat menuntun pada
kesimpulan yang mustahil/salah. Pembaca diajak untuk menemukan kesalahan dalam “bukti”
pada pernyataan berikut.
Klaim yang Tidak Benar: Jika � ∈ ℕ dan jika nilai maksimum dari bilangan asli � dan �
adalah �, maka � =
�.
“Bukti” Misal 𝑆 adalah himpunan bagian dari ℕ dimana klaim tersebut benar. Dengan
jelas, 1 ∈ 𝑆 karena jika �, � ∈ ℕ dan nilai maksimumnya adalah 1, maka keduanya sama
dengan 1 sehingga � = �. Sekarang kita asumsikan bahwa 𝑘 ∈ 𝑆 dan nilai maksimum dari
� dan � adalah 𝑘 + 1. Maka nilai maksimum dari � − 1 dan � − 1 adalah ��. Namun
karena
𝑘 ∈ ��, maka � − 1 = � − 1 dan oleh karena itu � = �. Dengan begitu, 𝑘 + 1 ∈ ��,
dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua � ∈ ℕ.

Anda mungkin juga menyukai