Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini tak kurang penyakit yang menyerang manusia. Banyak


penyakit disekitar kita ini sebenarnya bisa kita cegah dengan perilaku sehat.
Dengan kata lain kunci untuk mencapai kesehatan yang lebih baik adalah
dengan mengembangkan strategi untuk mengabungkan pilihan sehat dalam
keseharian kita dengan berperilaku sehat. Perilaku kesehatan adalah respon
seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat–sakit,
penyakit, dan faktor–faktor yang mempengaruhi sehat–sakit (kesehatan)
seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Dengan
kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang
baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini
mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah
kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila
sakit atau terkena masalah kesehatan.

Health Belief Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan


alasan dari individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku
sehat. Health Belief Model juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk
teoritis mengenai kepercayaan individu dalam berperilaku sehat. Health Belief
Model adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan
kepercayaan  individu terhadap perilaku  hidup sehat, sehingga individu akan
melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku
pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. Health Belief Model ini

1
sering digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga
respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan kronis.

Health Belief Model dipelajari sebagai model perilaku terhadap gejala-


gejala sakit yang terdiagnosis terutama tentang kepatuhan terhadap proses
pencarian penyembuhan. Apabila individu bertindak untuk melawan atau
mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yakni kerentanan yang
dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang
diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakan melawan penyakitnya,
dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. Teori health belief model ini
didasari oleh teori Kurt Lewin. Conner: 2003 dalam bukunya menuliskan
bahwa hubungan antara prinsip hidup sehat yang benar dengan perilaku sehat
ini mengikuti terminologi konsep Lewin (1951) mengenai valensi yang
menyumbangkan bahwa perilaku dapat berubah lebih atraktif atau kurang
atraktif.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari Health Belief Model?


2. Apa saja komponen dari Health Belief Model?
3. Apa saja faktor esensial dalam Health Belief Model?
4. Apa saja aspek-aspek pokok perilaku kesehatan?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Health Belief Model?

2
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Health Belief Model.
2. Untuk mengetahui apa saja komponen dari Health Belief Model.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor esensial dari Health Belief Model.
4. Untuk memahami apa saja aspek-aspek pokok perilaku kesehatan.
5. Untuk memahami apa saja kelebihan dan kekurangan dari Health Belief
Model.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI HEALTH BELIEF MODEL

Secara bahasa, Health Belief Model (HBM) memilki tiga kata utama
sebagai sebuah konsep, yakni health, believe, dan modal. Health diartikan
sebagai keadaan sempurna baik fisik, mental, maupun social, dan tidak hanya
bebas dari penyakit dan catat World Health Organization (WHO, 2017).

Belief dalam bahasa inggris memiliki arti percaya atau keyakinan.


Sehingga belief yaitu sebuah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan
tindakan atau perilaku tertentu, misalnya seseorang percaya bahwa mandi
akan membuat tubuh bersih dari kotoran. Sedangkan menurut Hayden (2017)
mengatakan bahwasanya keyakinan sangat erat kaitannya dengan budaya
yang dianut dimana seseorang mempresepsikan tentang sesuatu benar
meskipun tidak benar dari suatu kebenaran. Sehingga dari kedua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa belief merupakan suatu keyakinan terhadap
sesuatu baik benar atau salah yang dipengaruhi oleh budaya sehingga dari
keyakinan tersebut akan menimbulkan suatu tidakan atau perilaku dari
seseorang.

Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam
bentuk yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam yang ada
(Mahmud, 2008). Sedangkan pengertian model yang mengacu pada Health
Belief Model ini adalah suatu representasi dari suatu ide dalam suatu kondisi
yang dirasakan oleh seseorang.

4
Health Belief Model dikembangkan pertama kali pada tahun 1950 oleh
seorang psikologis sosial di layanan  kesehatan Publik Amerika Serikat
yaitu dimulai dengan adanya kegagalan pada program  pencegahan  dan
penyembuhan penyakit (Hocbaum 1958, Rosenstok 1960-1974). Tapi,
psikolog sosial di Amerika Serikat ini mendapati masalah dengan sedikitnya
orang yang berpartisipasi dalam program pencegahan dan deteksi  penyakit.
Irwin Rosenstock (1974) adalah tokoh yang mencetuskan health belief
model untuk pertama kali bersama Godfrey Hochbaum (1958).

Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai


kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan
telah mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an. HBM
diuraikan dalam usaha mencari cara menerangkan perilaku yang berkaitan
dengan kesehatan. HBM ini digunakan untuk  meramalkan perilaku
peningkatan kesehatan (Smet, 1994).

Health Belief Model ini merupakan model kognitif yang artinya 


perilaku individu dipengaruhi proses kognitif dalam dirinya. Proses kognitif
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penelitian sebelumnya yaitu
variabel demografi, karakteristik sosiopsikologis, dan variabel struktural.
Variabel demografi meliputi kelas, usia, jenis kelamin.  Karakteristik
sosisopsikologis meliputi, kepribadian, teman sebaya (peers), dan tekanan
kelompok.  Variabel struktural yaitu pengetahuan dan pengalaman tentang
masalah.

B. KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL

1. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan)

5
Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang menyangkut
risiko dari kondisi kesehatannya. Di dalam kasus penyakit secara medis,
dimensi tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan
pribadi terhadap adanya resusceptibilily (timbul kepekaan kembali),
dan susceptibilily (kepekaan) terhadap penyakit secara umum.

Menurut Conner & Norman (2003) Perceived Susceptibility juga


mempengaruhi munculnya perilaku sehat. Ketika seseorang mengetahui
bahwa dirinya berisiko terkena suatu penyakit, maka terbentuk keyakinan
bahwa dirinya memang berisiko. Oleh karena itu, ia akan berusaha
melakukan hal-hal yang dianggapnya mampu mengurangi potensi risiko
tersebut. Semakin tinggi risiko yang diyakini seseorang, semakin tinggi
pula kecenderungannya untuk berperilaku sehat dengan harapan
mengurangi risiko tersebut. Sayangnya, ini juga berlaku sebaliknya.
Ketika seseorang merasa tidak berisiko terkena penyakit, ia juga
cenderung berperilaku tidak sehat (Hayden, 2014). Meski demikian,
pernyataan tersebut bukan hukum mutlak, Terkadang keyakinan akan
risiko penyakit tidak berimplikasi pada perilaku sehat maupun tidak sehat.

2. Perceived severity (keseriuasan yang dirasa)

Persepsi mengenai keseriusan  suatu penyakit, meliputi kegiatan


evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh, kematian,
cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek
pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Banyak ahli
yang menggabungkan kedua komponen diatas sebagai ancaman yang
dirasakan (perceived threat). Hal ini berarti perceived severity berprinsip
pada persepsi keparahan yang akan diterima individu.

6
3. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan).

Perceived Benefits adalah kepercayaan terhadap keuntungan dari


metode yang disarankan untuk mengurangi risiko penyakit. Ini tergantung
pada kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang
tersedia dalam mengurangi risiko penyakit, atau keuntungan-keuntungan
yang dirasakan (perceived benefit) dalam mengambil upaya-upaya
kesehatan tersebut. Ketika seorang memperlihatkan suatu kepercayaan
terhadap adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan (seriousness),
sering tidak diharapkan untuk menerima apapun upaya kesehatan yang
direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa manjur dan cocok.

Perceived benefits secara ringkas berarti persepsi keuntungan yang


memiliki hubungan positif dengan perilaku sehat. Individu yang sadar
akan keuntungan deteksi dini penyakit akan terus melakukan perilaku
sehat seperti medical check up rutin.

4. Perceived barriers (hambatan yang dirasakan untuk berubah)

Perceived barriers secara singkat berarti persepsi hambatan atau


persepsi menurunnya kenyamanan saat meninggalkan perilaku tidak
sehat. Aspek-aspek negatif yang potensial dalam suatu upaya kesehatan
(seperti: ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang dirasakan
(seperti: khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin
berperan sebagai halangan untuk merekomendasikan suatu perilaku.

5. Cues to action

Cues to action adalah faktor mempercepat tindakan yang membuat


seseorang merasa butuh mengambil tindakan atau melakukan tindakan

7
nyata untuk melakukan perilaku sehat. Untuk mendapatkan tingkat
penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan
tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor
eksternal maupun internal, misalnya pesan-pesan pada media massa,
nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga lain, aspek
sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal,
pengasuhan dan pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama,
suku, keadaan ekonomi, sosial, dan budaya. Cues to action merupakan
elemen tambahan dari elemen dasar Health Belief Model.

6. Self Efficacy

Pada tahun 1988,  self-efficacy  ditambahkan dengan empat


keyakinan asli dari  Health Belief Model (Rosenstock, Strecher, &
Becker, 1988).  Biasanya, seseorang tidak akan mencoba melakukan
sesuatu perubahan baru sampai mereka menyadari bahwa mereka bisa
melakukan perubahan tersebut. Hal ini senada dengan pendapat  Rotter
(1966) dan Wallston mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang
penting sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self
efficacy dalam istilah umum adalah kepercayaan diri seseorang dalam
menjalankan tugas tertentu.  Self Efficacy adalah kepercayaan seseorang
mengenai kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa
percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan. Self efficcay dibagi
menjadi dua yaitu outcome expectancy seperti menerima respon yang baik
dan outcome value seperti menerima nilai sosial.

7. Modifying Factors

8
Variasi dari model ini merupakan  nilai yang dirasakan serta
intervensi yang ditentukan sebagai keyakinan utama. Kontruksi dari faktor
mediasi kemudian menjadi penghubung berbagai jenis persepsi dengan
perilaku kesehatan di masyarakat. Faktor lain yang juga mempengaruhi
persepsi antara lain :

a. Variabel demografi : Umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan.


b. Variabel sosio-psikologi: Status sosial ekonomi, kepribadian,
strategi coping.
c. Variabel Struktur : Kelas Social, akses ke pelayanan kesehatan, dll.
d. Persepsi efikasi : penilaian diri dalam hal kemampuan untuk
berhasil mengadopsi perilaku yang diinginkan.
e. Isyarat untuk tindakan : Pengaruh ekternal dalam mempromosikan
perilaku yang diinginkan, termasuk informasi yang diberikan atau
dicari, komunikasi persuasif, dan pengalaman pribadi.
f. Motivasi kesehatan : individu terdorong  untuk tetap pada keadaan
sehat.
g. Kontrol Perasaan : ukuran tingkat self-efficacy.
h. Ancaman : termasuk bahaya yang muncul tanpa melakukan
tindakan kesehatan.

Prediksi dari model tersebut merupakan kemungkinan yang dilakukan


individu untuk mengambil tindakan kesehatan yang direkomendasikan
(seperti pencegahan dan pengobatan).

C. FAKTOR ESENSIAL HEALTH BELIEF MODEL

Analisis terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi


masyarakat pada program tersebut kemudian dikembangkan sebagai model
perilaku. Health Belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial :

9
a. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari
suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya
merubah perilaku.
c. Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan


dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan
dengan sarana & petugas kesehatan.

Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang


kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil
kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan
bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan.

Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri


yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap
perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang
merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah
perilaku yang serupa.

D. ASPEK-ASPEK PERILAKU KESEHATAN

a) Ancaman
• Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaan menerima
diagnosa penyakit).
• Persepsi tentang keparahan penyakit / kondisi kesehatannya.
b) Harapan

10
• Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan
• Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu.
c) Pencetus tindakan:
• Media (media masa seperti Televisi, radio, dll)
• Pengaruh orang lain
• Hal-hal yang mengingatkan (reminders)

d) Faktor-faktor Sosio-demografi

•pendidikan,umur,jeniskelamin/gender,sukubangsa
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu)
            Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu.
Contoh: kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada juga yang menganggap
penyakit itu tidak begitu parah, ataupun individu itu merasa tidak akan tertular
olehnya karena diantara anggota keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker.
Keputusan untuk mengambil tindakan/upaya penanggulangan atau pencegahan
penyakit itu tergantung dari persepsi individu tentang keuntungan dari tindakan
tersebut baginya, besar/kecilnya hambatan untuk melaksanakan tindakan itu serta
pandangan individu tentang kemampuan diri sendiri. Persepsi tentang ancaman
penyakit dan upaya penanggulangannya dipengaruhi oleh latar belakang sosio-
demografi si individu. Untuk menguatkan keputusan bertindak, diperlukan faktor
pencetus (berita dari media, ajakan orang yang dikenal atau ada yang mengingatkan).
Jika faktor pencetus itu cukup kuat dan individu merasa siap, barulah individu itu
benar-benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan guna menanggulangi atau
mencegah penyakit tersebut.

E. Asuhan keperawatan transkultural dalam keperawatan

1. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya

11
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara
sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem
perawatan melalui asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang
diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu:

a. Cara I : Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak


bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga
setiap pagi.

b. Cara II : Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan


untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.

c. Cara III : Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki


merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.

2. Diagnosa keperawatan

12
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :

a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur

b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural

c. ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai


yang diyakini.

3. Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah


suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :

a. mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak


bertentangan dengan kesehatan,
b. mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan,
c. dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan
dengan kesehatan.

1). Cultural care preservation/maintenance

a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat


b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

13
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

2). Cultural careaccomodation/negotiation

a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien


b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik.

3). Cultual care repartening/reconstruction

a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang


diberikan dan melaksanakannya
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-


masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan
dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya
mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

4.  Evaluasi

14
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keperawatan transkultural adalah keperawatan yang berfokus pada studi


komparatif dan analisa pada perbedaan budaya. Keperawatan ini berhubungan
dengan kepedulian akan perilaku, keperawatan, dan nilai sehat-sakit, serta
kepercayaan mereka. Konsep dalam Transcultural Nursing (Potter & Perry:
2009) meliputi : Caring, Cultural care, Etnosentris, Cultural imposition , Care ,
Diskriminasi, Cultural Shock , Cultural pain, Cultural variation, dan
Stereotyping . Pengkajian asuhan keperawatan budaya bertujuan untuk
menemukan budaya keperawatan klien, mendapatakan informasi budaya
keperawatan secara menyeluruh, mengidentifikasi daerah yang berpotensi
mengalami konflik budaya, dan mengidentifikasi perbandingan informasi
keperawatan budaya antar klien. Sedangkan komponen-komponen yang
memengaruhi pengkajian asuhan keperawatan antara lain Faktor teknologi,
agama dan falsafah hidup, sosial dan keterikatan keluarga, Nilai-nilai budaya
dan gaya hidup, kebijakan dan peraturan yang berlaku, ekonomi, dan Faktor
pendidikan.

15
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu.Oleh
sebab itu,penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang
dirawat. misalnya kebiasaan hidup sehari-hari,seperti tidur, makan, pekerjaan,
pergaulan sosial dan lain-lain.Kultur juga terbagi dalam sub kultur. Nilai-nilai
budaya timur masih sangat kental, seperti misalnya wanita yang sedang hamil
ingin diperiksa oleh bidan atau perawat wanita daripada dengan dokter pria. Hal
ini menunjukkan bahwa budaya timur masih kental dengan hal-hal yang
dianggap tabu.

Dalam Masyarakat tradisional sistem pengobatan tradasional ini adalah pranata


sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata
sosial umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli (tradisional) adalah rasional
dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat.

B. Saran

Setelah mambaca makalah ini kami mengharapkan kita sebagai calon


tenaga kesehatan dapat memahami betul tentang transkultural dalam keperawatan.
Dan agar  para pembaca sekalian dapat mengikuti sebagian besar petunjuk yang
telah dirangkum dalam penulisan makalah ini, hal ini dikarenakan  untuk 
mengetahui  budaya individu yang dirawat karena sangat berpengaruh dengan 
kehidupan individu maupun kelompok.

16
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy. “Ringkasan Materi Keragaman Budaya Dan Perspektif Transkultural.


Dalam Keperawatan”. Andre, M dan Boyle , J,S (1995), Transkultural Concepts in
Nursing Care

Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.EGC: Jakarta

Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practices, 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 7th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby.

“Teori dan praktik Keperawatan” (Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien)

Lynn Basford & Oliver Slein,Tahun 1996 hal.539-558.

17
18

Anda mungkin juga menyukai