Anda di halaman 1dari 19

Asuhan Keperawatan Syok Hipovolemik

A. Pengertian

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang
tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah
bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk
menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik
syok).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi
jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.

Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi secara langsung karena perdarahan
hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran
urin berlebihan, atau keringat berlebihan) (sherwood, ) Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem
sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak
adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan
oksigen dan bisacedera.

B. Etiologi

Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,
misalnya terjadi pada:

1. kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur
limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2. trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur
humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.

3. kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler,
misalnya pada:

1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison

3. Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

 
C. Manifestasi klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan
yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon
kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang
vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi
pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau
singkat.

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15
mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006
adalah:

1. Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya
perfusi jaringan.

2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk hipovolemia.
Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke
mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung,
vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak
dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika
jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

D. Patofisiologi Tahap-tahap syok:

Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan, Menurut Guyton,
(1997) syok dibagi dalam tida tahap utama yaitu: a. Tahap nonprogresif (atau tahap kompensasi), sehingga
mekanisme kompensasi sirkulasi normal akhirnya akan menyebabkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi
dari luar. b. Tahap progresif, ketika syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian. c. Tahap ireversibel,
ketika syok telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk terapi yang diketahui tidak mampu
lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu, orang tersebut masih hidup.

E. Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator tambahan sesuai
kebutuhan.

2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan untuk
mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.

1)      Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai petunjuk
penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan
dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.

2)      Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada
penggantian volume.

a)      Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume.

b)      Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan
silang, dan hemtokrit.

c)      Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang memuaskan diatas
pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.

3)      Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati komposisi
elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah danm
pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai tambahan terapi komponen darah.

4)      Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah parah atau
pasien terus mengalami hemoragi.

5)      Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai
berlanjutnya perdarahan.

6)      Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan darah
sesuai ketentuan.

1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine menunjukkan
keadekuatan perfusi ginjal.

2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.


3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut jantung,
pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji
respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.

4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran darah vena kembali
kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.

5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk meningkatkan kerja
kardiovaskuler.

6. Dukung mekanisme devensif tubuh- Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk
menghilangkan rasa khawatir.- Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.- Pertahankan
suhu tubuh.

1)      Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi
dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.

2)      Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek metabolik
selular terhadap syok.

F. Komplikasi

G. Primari survay

Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian
dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

2. Sirkulasi – kontrol perdarahan termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh
menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

3. disability – pemeriksaan neurologi dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak,
mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu
disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi
otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi
penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Dilasi lambung – dikompresi.

6. Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan
hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang
berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung
membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada
penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi
aspirasi.

7. Pemasangan kateter urin Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan
evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah
bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada
konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

H. Skunderu survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter
intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran
berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille).
Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan
bawah.

Kalau keadaan tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena
femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau
melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena
sentral didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen
steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau
diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha penempatan
kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum menggunakan
jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan
tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan
laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah
arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia
atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau
hemotorak.

I. Tersieri survey

Terapi awal cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan
cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama.
NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan
ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi
ginjalnya kurang baik.

Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi Cairan Na+ (mEq/L) K+ (mEq/L) Cl- (mEq/L) Ca++ (mEq/L) HCO3
(mEq/L) Tekanan Osmotik mOsm/L Ringer Laktat 130 4 109 3 28* 273 Ringer Asetat 130 4 109 3 28: 273 NaCl
0.9% 154 – 154 – – 308

* sebagai laktat

: sebagai asetat

J. Diagnosa

1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

3. Nyeri b/d trauma hebat.

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.

5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.


6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.

LAPORAN PENDAHULUAN
SYOK HIPOVOLEMIK
 
1. A.     Pengertian

Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan cairan
tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel
kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac
output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah
dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka
bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam
lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan cairan intravaskuler. Pada
obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau
penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena dieresis yang berlebihan.
Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau peritonitis
purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard
sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon tubuh terhadap
perdarahan tergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume intravaskuler
berkurang, tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan
otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit akan terjadi
perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, system ADH, dan
system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk
mengembalikan volume intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan
hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi syok
perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume
intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi deficit
interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang
berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi
cairan koloid (darah, plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.

DERAJAT SYOK

a)      Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan
jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

b)      Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.

c)      Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

 
1. B.     Etiologi

Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah
sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik;
sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma
biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau
karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang kerusakan
jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat
kehilangan cairan berlebihan bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas  (john
a.boswick,1998:44).

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi
pada:

1)      Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2)      Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000–1500 ml perdarahan.

3)      Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi
oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan
penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama
(www.medicastore.com).

1. C.     Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :

1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal

2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, na-


di cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah menca-
pai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah

5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)

6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.


Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang normal
atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba. (www.medicastore.com)

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:

1)      Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata)
kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih

2)      Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.

Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya
volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan
volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih
dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk
mengenali tanda-tanda syok, yaitu:

v        Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
v        Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.

v        Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di
bawah 70 mmHg.

v        Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral
dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme
anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain
berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung
(decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis
metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat
 
1. D.    Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.

1. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi
koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya
aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan
lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas
mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan
fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata,
integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan
juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di
jaringan.

1. Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea (www.els.co.id).
 
1. E.     Komplikasi
2. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.

3. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia.

4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

 
Efek Dari Syok Seluler

Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan metabolisme energy
pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan terganggu.
Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan dan disimpan dalam
bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan energy ini untuk melakukan
berbagai fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia dan melakukan fungsi
seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.

Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan oksigen
dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan nutrient, karena sel-
sel harus menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini menghasilkan tingkat energy
yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan intraseluler yang bersifat asam. Karena
perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebh permiabel,
sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam sel. Pompa kalium-
natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi
kematian sel

 
Respon Vaskuler 

Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-sel tubuh
melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada aliran darah ke area
spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur ulang kembali melalui paru-
paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-produk akhir metabolism seluler
seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa yang dikeluarkan untuk mengeluarkan
darah segar yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh. Vaskulatur dapat berdilatasi dan
berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan local. Mekanisme pengaturan pusat
menyebabkan dilatasi dan konstriksi vaskuler untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat. Mekanisme pengaturan local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan
vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang
mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan nutrient.

 
Pengaturan Tekanan Darah

Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dn vaskulatur
harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural, kimiawi, dan
hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya memberikan perfusi
jaringan.

Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah) terletak
pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls ke pusat saraf
simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah, ketokolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang menyebabkan peningkatan
frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan darah.

Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif dan
vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Jika
salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi dengan meningkatkan
kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak mampu lagi mengkompensasi
system yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi yang adekuat dan syndrome
syok dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok akan berlanjut dan menyebabkan
kegagalan organ dan kematian (Brunner & Suddarth,2001).

 
1. F.      Pemeriksaan Penunjang
2. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin
hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut), Riwayat penyakit jantung
(sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun
setelah memakan obat)

3. Pemeriksaan fisik Kulit

4. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
5. Tekanan darah

6. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)

7. Status jantung

8. Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.

9. Status respirasi

10. Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)

11. Status Mental

12. Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

13. Fungsi Metabolik

14. 13.  Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea. Sirkulasi
Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik.
Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2
karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan
darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Analisa gas darah, EKG.

.          
1. G.    Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan
ventilator tambahan sesuai kebutuhan.

2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan
perfusi jaringan.

1)      Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2)      Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.

 Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan
pada penggantian volume.

 Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemtokrit.

 Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.

3)      Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai
tambahan terapi komponen darah.

4)      Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah
telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

5)      Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering
bila dicurigai berlanjutnya perdarahan

6)      Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan
dan darah sesuai ketentuan.

1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume
urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.

2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.

3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah,


denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi,
elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar
alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan atau pentimpangan
pasien.

4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala).
Hindarkan gejala yang tidak perlu.

5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.

6. Dukung mekanisme devensif tubuh

1)      Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa
khawatir.

2)      Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.


3)      Pertahankan suhu tubuh.

 Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh


dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.

 Pasien yang  mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan
efek metabolik selular terhadap syok.

1. H.    Asuhan Keperawatan

Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey, sekundery survey, dan
tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing, circulation, disability, dan exposure.
Sekundery survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier survey dilakukan selain pengkajian
primery dan sekundery survey, semisal riwayat penyakit keluarga.

1. Primari survay

Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila
keadaan penderita mengijinkan. Metode pengkajian dalam primary survey ini yaitu: cepat, ermat,
dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan Merasakan (feel).

a)      Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

Airway (jalan napas):

Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat yaitu
perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia), penurunan
kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking
respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di
hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen
atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas
tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring)
dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu
Feel, pada tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.

Breathing (bernapas):

Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas, pengembangan
dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap
listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap
terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian
suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
b)      Sirkulasi – kontrol perdarahan

Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk memastikan apakah
jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang dilakukan yaitu mengamati nadi
saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis pada ekstremitas,
ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile, dan waktunya, ada
tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis,
brakialis, dan carotis),Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut. Pada tahapan lesson, yang
didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah.

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh
akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya
dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti
Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi
jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk
dapat mengendalikan perdarahan internal.

c)      Disability – pemeriksaan neurologi

Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil dengan
menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar: dilatasi.Dilakukan
pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf
sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak
yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut
dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.

GLASGOW COMA SCALE


Kemampuan membuka mata:

Spontan                                                                  4

Dengan perintah                                                      3

Dengan nyeri                                                          2

Tidak berespon                                                      1

Kemampuan Motorik

Dengan perintah                                                      6

Melokalisasi nyeri                                       5

Menarik area yang nyeri                              4

Fleksi abnormal                                                      3

Ekstensi                                                                  2
Tidak berespons                                                     1

Kemampuan Verbal

Berorientasi                                                            5

Bicara membingungkan                                           4

Kata-kata tidak tepat                                              3

Suara tidak dapat dimengerti                                   2

Tidak ada respon                                                    1

(Brunner & Sudarth,2001: 2091)

d)      Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi


dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera.

e)      Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat
mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa
bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok
menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi
lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan
dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan
pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

f)        Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari
perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi,
mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi
pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

1. Sekunderisurvey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan
dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena
sentral kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik
dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar
agar dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu
darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan pembuluh darah periver, maka
digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan
kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena
dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi
gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril,
karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah
atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha
penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu
mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau
caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita
usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil
setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui
posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pada kulit, tekanan darah, status jantung,
status respirasi, status mental, dan fungsi ginjal(oliguri, anuria).

1. Tersierisurvey

Yang dilakukan pada tersiery survey, antara lain:

1. Riwayat Kesehatan

2. Riwayat trauma (perdarahan)

3. Riwayat penyakit jantung

4. Riwayat penyakit infeksi

5. Riwayat pemakaian obat

6. Hasil laboratorium

7. Fungsi metabolic

Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septic dijumpai alkalosis
metabolic)

1. Keseimbangan asam-basa

Pada awal syok PO2 dan PCO2 menurun (penurunan PCO2 karena takipnea, penurunan PO2
karena adanya aliran pintas ke paru).

Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler
dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan
kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat
adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis
merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

1. I.       Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas tidak efektif  b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

3. Nyeri b/d penurunan suplai oksigen ke otak

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.

5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.

6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dispnea

9. Nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungn dengan mual dan muntah,
penurunan pemasukan oral

10. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus

Daftar pustaka
Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore. Com/med/.detail-pyk.
Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).
Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www. Kalbefarma. Com /
file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses 12 Desember 2006).
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan
Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
(Edisi 4). EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai