Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Melayu adalah bahasa kebanggaan Brunei, Indonesia, Malaysia, dan


Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa
resmi negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang
pokoknya dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu di Provinsi Riau, Sumatra,
Indonesia). Nama Melayu pertama digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi
di tepi Sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan
Sriwijaya. Selama empat abad kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatra Selatan bagian
timur dan dibawa pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadin pusat politik di
Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dari
penemuan beberapa prasasti yaitu Kedukan Bukit (683), Talang Tuwo (684), Telaga Batu
(tidak berangka tahun), Kota Kapur, Bangka (686), dan Karang Brahi (686). Prasasti-
prasasti itu menunjukkan bahwa pada abad ke-7 bahasa Melayu telah digunakan sebagai
bahasa resmi di daerah kekuasaan Sriwijaya yang bukan hanya di Sumatra, melainkan
juga di Jawa dengan ditemukannya prasasti Gandasuli di Jawa Tengah (832) dan didekat
Bogor (942).
Sekitar awal abad ke-15 kerajaan Malaka di Semenanjung berkembang dengan
sangat cepat menjadi pusat perdagangan dan pusat pertemuan para pedagang dari
Indonesia, Tiongkok, dan dari Gujarat. Letak kota pelabuhan Malaka sangat
menguntungkan bagi lalu lintas dagang melalui laut dalam abad ke-14 dan 15. Semua
kapal dari Tiongkok dan Indonesia yang akan berlayar ke barat melalui Selat Malaka.
Demikian pula sebaliknya sebab pada saat itu, Malaka adalah satu-satunya kota
pelabuhan di selat Malaka.
Perkembangan Malaka yang sangat cepat berdampak positif terhadap bahasa
Melayu. Sejalan dengan lalu lintas perdagangan, bahasa Melayu yang digunakan sebagai
bahasa perdagangan dan juga penyiaran agama Islam dengan cepat tersebar ke seluruh
Indonesia, dari Sumatra sampai ke kawasan timur Indonesia.
Perkembangan Malaka sangat cepat, tetapi hanya sebentar karena pada tahun
1511 Malaka ditaklukkan oleh angkatan laut Portugis dan pada tahun 1641 ditaklukkan
pula oleh Belanda. Dengan kata lain, Belanda telah menguasai hampir seluruh Nusantara.
Permasalahan yang terjadi ialah masalah bahasa pengantar karena tidak ada pilihan lain
kecuali bahasa Melayu karena pada saat itu bahasa Melayu secara luas sudah digunakan
sebagai lingua franca di seluruh Nusantara. Pada tahun 1521 Pigafetta yang mengikuti
pelayaran Magelhaens mengelilingi dunia, ketika kapalnya berlabuh di Todore
menuliskan kata-kata Melayu. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Melayu yang berasal
dari Indonesia sebelah barat itu telah tersebar luas sampai ke daerah Indonesia sebelah
Timur.
Dari hari ke hari kedudukan bahasa Melayu sebagai lingua franca semakin kuat,
terutama dengan tumbuhnya rasa persatuan dan kebangsaan di kalangan pemuda pada
awal abad ke-20 sekalipun mendapat rintangan dari pemerintah dan segolongan orang
Belanda yang berusaha keras menghalangi perkembangan bahasa Melayu dan berusaha
menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa nasional di Indonesua. Para pemuda yang
bergabung dalam berbagai organisasi, para cerdik pandai bangsa Indonesia berusaha
keras mempersatukan masyarakat karena mereka sadar bahwa hanya dengan bahasa
Melayu mereka dapat berkomunikasi dengan rakyat. Usaha mereka mempersatukan
rakyat memuncak pada Kongres Pemuda di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928.
Demikianlah, tanggal 28 Oktober merupakan hari yang amat penting, karena merupakan
hari pengangkatan atau penobatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau
sebagai bahasa nasional. Pengakuan dan pernyataan yang diikrarkan tidak akan ada
artinya tanpa diikuti usaha untuk mengembangkan bahsa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Maka diadakanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres
pertama ini memutuskan bahwa buku-buku tata bahasa yang sudah ada tidak memuaskan
lagi, tidak sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia sehingga perlu disusun tata
bahsa baru yang sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia sehingga perlu disusun
tata bahasa baru yang sesuai dengan perkembangan bahasa. Hingga berakhirnya
kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun 1942 tidak ada satu keputusan pun yang
dilaksanakan karena pemerintahan Belanda merasa tidak perlu melaksanakan keputusan
itu.
Setelah masa pendudukan Jepang Bahasa Indonesia memperoleh kesempatan
berkembang karena pemerintahan Jepang, seperti halnya pemerintah penjajah yang lain
sesungguhnya bercita-cita menjadikan bahasa Jepang menjadi bahasa resmi di Indonesia
terpaksa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahsa resmi pemerintahan dan sebagai
bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Perkembangan berjalan dengan sangat cepat
sehingaa pada waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945, bahasa Indonesia telah siap menerima kedudukan sebagai bahsa negara, seperti
yang tecantum dalam Undang-undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Sesudah
kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Setiap tahun
jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara juga semakin kuat.
Dalam era globalisasi sekarang ini, bahasa Indonesia mendapat saingan berat dari
bahasa Inggris karena semakin banyak orang Indonesia yang belajar dan menguasai
bahasa Inggris. Hal ini, tentu saja merupakan hal yang positif dalam rangka
mengembangkan ilmu dan teknologi. Akan tetapi, ada gejala semakin mengecilnya
perhatian orang terhadap bahasa Indonesia. Tampaknya orang lebih bangga memakai
bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang dipakai juga banyak
dicampur dengan bahasa Inggris. kekurangpedulian terhadap bahasa Indonesia akan
menjadi tantangan yang berat dalam pengembangan bahasa Indonesia.
Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis Bahasa
Brunai Darussalam – Indonesia - Malaysia (MABBIM) mencanangkan Bahasa Melayu
dijadikan sebagai bahasa resmi ASEAN dengan memandang lebih separuh jumlah
penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Walaupun demikian, gagasan
ini masih dalam perbincangan. Melalui perjalanan sejarah yang panjang bahasa Indonesia
telah mencapai perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah penggunanya,
maupun dari segi sistem tata bahasa dan kosakata serta maknanya. Sekarang bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa besar yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di
seluruh Indonesia tetapi juga di banyak negara bahkan kebersihan Indonesia dalam
mengajarkan bahasa Indonesia kepada generasi muda telah dicatat sebagai prestasi dari
segi peningkatan komunikasi antarwarga negara Indonesia.
Hakikat dan Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang
bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ujar manusia. Bahasa memiliki fungsi khusus dan
sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat membantu manusia dalam menjalankan berbagai
tugas dan membuka gerbang ilmu pengetahuan. Bahasa dapat membantu manusia untuk
bersosialisasi dan saling memahami satu sama lain serta menyatukan berbagai latar
belakang baik secara regional maupun internasional. Bahasa Indonesia mempunyai dua
kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia di antaranya berfungsi mempererat hubungan
antarsuku di Indonesia.

Fungsi Bahasa Indonesia


Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
pemersatu berbagai suku bangsa, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Keempat fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di atas dimiliki oleh bahasa
Indonesia sejak tahun 1928 sampai sekarang.

Ragam Bahasa

Ragam bahasa yang digunakan dalam suasana akrab (santai) biasanya mempunyai
kelainan jika dibandingkan dengan bahasa yang dipakai dalam suasana resmi karena
dalam suasana akrab, penutur bahasa biasanya sering menggunakan kalimat-kalimat
pendek, kata-kata dan ungkapan yang maknanya hanya dipahami dengan jelas oleh
peserta percakapan itu. Sebaliknya, dalam suasana resmi, seperti dalam pidato resmi,
ceramah ilmiah, perkuliahan, dalam rapat resmi biasanya digunakan kalimat-kalimat
panjang, pilihan, dan ungkapan sesuai dengan tuntunan kaidah bahasa yang benar.
Brenstein menamakan kedua ragam bahasa yang terakhir ini masing-masing sebagai
ragam ringkas (restricted code) dan ragam lengkap (elaborate code).
Ragam Lisan dan Ragam Tulisan
Ragam suatu bahasa dapat juga dibedakan jenis kesatuan dasarnya (Halim, 1998).
Dilihat dari wujud kesatuan dasar, ragam bahasa dapat dibedakan antara ragam lisan
dan ragam tulisan. Kesatuan dasar ragam tulisan adalah huruf yang tidak semua
bahasa terdiri atas ragam lisan dan tulisan, tetapi pada dasarnya semua bahasa
memiliki ragam lisan. Hubungan antar keduanya adalah timbal balik dimana ragam
tulisan melambangkan ragam lisan dengan pengertian bahwa kesatuan ragam tulisan
melambangkan ragam tulisan, yaitu huruf melambangkan kesatuan-kesatuan dasar
lisan, yaitu bunyi bahasa dalam bentuk yang dapat dilihat. Hubungan perlambangan
antara kedua ragam bahasa itu tidak jarang menimbulkan kesan bahwa struktur lisan
sama benar dengan struktur ragam tulisan padahal dalam kenyataannya kedua ragam
bahasa itu pada dasarnya berkembang menjadi dua system bahasa yang terdiri atas
perangkat kaidah yang tidak seluruhnya sama. Ini berarti bahwa kaidah yang berlaku
bagi ragam lisan belum tentu berlaku juga bagi ragam tulisan, kaidah yang mengatur
menghilangkan unsur-unsur tertentu dalam kalimat ragam lisan, misalnya tidak
berlaku seluruhnya bagi ragam tulisan, yang menuntut adanya kalimat-kalimat dalam
bentuk selengkap mungkin. Dalam hubungan bahasa Indonesia, perbedaan antara
kaidah ragam lisan dan kaidah ragam tulisan telah berkembang sedemikian rupa,
sesuai dengan perkembanganya sebagai bahasa perhubungan antara daerah dan
antarsuku selama berabad-abad di seluruh Indonesia (Teew, 1961; Halim 1998).

Ragam Baku dan Ragam Nonbaku

Dalam situasi/suasana formal seperti di kantor, dalam berdiskusi, berpidato,


memimpin rapat resmi, dan sebagainya hendaknya dipakai ragam resmu atau formal
yang biasa disebut dengan istilah ragam bahasa baku atau dengan singkat ragam
baku. Selain digunakan dalam suasana yang sudah disebutkan di atas, ragam bahasa
juga digunakan dalam surat menyurat resmi, administrasi pemerintahan, perundang-
undangan negara, dan karya-karya ilmiah. Sebaliknya jika dalam situasi informal
seperti di dalam rumah tangga, di pinggir jalan, di warung-warung, di pasar, di
lapangan olahraga dan sebagainya, hendaknya kita menggunakan ragam bahasa tak
resmi (informal) atau yang biasa disebut dengan istilah ragam bahasa tidak baku
(nonbaku). Jadi, pemakaian bahasa di luar suasana formal (resmi) dan hanya
berfungsi sebagai alat komunikasi antarsahabat, antaranggota keluarga di rumah
kesemuanya digolongkan ke dalam ragam tidak baku.

Kalau diperhatikan pemakaian kedua ragam bahasa itu, ragam baku adalah
ragam bahasa yang dilambangkan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat
pemakaiannya dan dijadikan kerangka/ rujukan norma kaidah bahasa dalam
pemakaiannya. Sebagai kerangka rujukan, ragam baku berisi rujukan yang
menentukan benartidaknya pemakaian bahasa, baik ragam lisan maupun tulisan,
sedangkan ragam tidak baku selalu ada kecenderungan untuk menyalahi norma/
kaidah bahasa yang berlaku.

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Pembentukan Istilah

1. Beberapa Konsep Dasar


1.1 Definisi Istilah
Istilah ialah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep,
proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
1.2 Tata Istilah dan Tata Nama
Tata istilah ialah perangkat peraturan pembentukan istilah dan kumpulan istilah yang
dihasilkannya. Tata nama istilah ialah perangkat peraturan penamaan beberapa
cabang ilmu, seperti kima dan biologi beserta kumpulan nama yang
dihasilkannya.
1.3 Istilah Khusus dan Istilah Umum
Istilah khusus ialah istilah yang pemakaiannya dan/atau maknanya terbatas pada suatu
bidang tertentu, sedangkan istilah umum ialah istilah yang menjadi unsur bahasa
yang digunakan secara umum.
1.4 Kata Dasar Peristilahan
Kata dasar peristilahan ialah bentuk bahsa yang dipakai sebagai istilah dengan tidak
mengalami penurunan bentuk, atau yang dipakai sebagai alas istilah yang
berbentuk turunan.
1.5 Imbuhan Peristilahan
Imbuhan peristilahan ialah bentuk yang ditambahkan pada bentuk dasar sehingga
menghasilkan bentuk turunan yang dipakai sebagai istilah. Imbuhan berupa
awalan, akhiran, dan sisipan atau gabungannya.
1.6 Kata Berimbuhan Peristilahan
Kata Berimbuhan Peristilahan ialah istilah (berbentuk turunan) yang terdiri atas kata
dasar dan imbuhan.
1.7 Kata Ulang Peristilahan
Kata ulang peristilahan ialah istilah yang berupa ulangan kata dasar seutuhnya atau
sebagiannya, dengan atau tanpa pengimbuhan dan perubahan bunyi.
1.8 Gabungan Kata Peristilahan
Gabungan kata peristilahan ialah istilah yang terbentuk dari beberapa kata.
1.9 Perangkat kata peristilahan
Perangkat kata peristilahan ialah kumpulan istilah yang dijabarkan dari bentuk yang
sama, baik dengan proses penambahan, pengurangan, maupun dengan proses
penurunan kata.
2. Sumber Istilah
2.1 Kosakata Bahasa Indonesia
Kata Indonesia dapat dijadikan bahan istilah ialah kata umum, baik yang lazim maupun
yang tidak lazim, yang memenuhi salah satu syarat atau lebih.
2.2 Kosakata Bahasa Serumpun
Jika di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat
mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, maka
istilah dicari dalam bahasa serumpun, baik yang lazim maupun yang tidak lazum,
yang memenuhi ketiga syarat yang disebutkan pada Pasal 2.1.
2.3 Kosakata Bahasa Asing
Jika baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa serumpun tidak ditemukan istilah yang
tepat, maka bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah
baru dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap, dan menyerap
sekaligus menerjemahkan istilah asing.
2.3.1 Penerjemahan Istilah Asing
Istilah baru dapat dibentuk dengan menerjemahkan istilah asing. Dalam
penerjemahan istilah asing tidak selalu perlu, bentuk yang berimbang arti
satu-lawan-satu. Yang pertama-tama harus diikhtiarkan ialah kesamaan
dan kepadanan konsep, bukan kemiripan bentuk luarnya atau makna
harfiahnya. Dalam pada itu, medan makna dan ciri makna istilah bahasa
asing masing-masing perlu diperhatikan. Istilah dalam bentuk positif
sebaiknya tidak diterjemahkan dengan istilah dalam bentuk negatif dan
sebaliknya. Misalnya bound morphene diterjemahkan dengan morfem
terikat bukan dengan morfem tak bebas.
2.3.2 Penyerapan Istilah Asing
Demi kemudahan pengalihan antarbahasa dan keperluan masa depan, pemasukan
istilah asing, yang bersifat internasional, melalui proses penyerapan dapat
dipertimbangkan jika salah satu syarat atau lebih dipenuhi. Proses
penyerapan itu dapat dilakukan dengan atau tanpa pengubahan yang
berupa penyesuaian ejaan dan lafal.
2.3.3 Penyerapan dan Penerjemahan Sekaligus
Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan jalan menyerap dan
menerjemahkan istilah asing sekaligus.
2.3.4 Macam dan Sumber Bentuk Serapan
Istilah yang diambil dari bahasa asing dapat berupa bentuk dasar atau bentuk
turunan. Pada prinsipnya, dipilih bentuk tunggal, kecuali kalau konteksnya
condong pada bentuk jamak. Pemilihan bentuk tersebut dengan
mempertimbangkan (1) konteks situasi dan ikatan kalimat, (2) kemudahan
belajar bahasa, dan (3) kepraktisan. Demi keseragaman, sumber rujukan
yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya sudah
internasional, yakni yang dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya.
Penulisan istilah itu sedapat-dapatnya dilakukan dengan mengutamkan
ejaannya dalam bahasa sumber tanpa mengabaikan segi lafal.
2.3.5 Istilah Asing yang Bersifat Internasional
Istilah asing yang ejaannya bertahan dalam banyak bahasa dipakai juga dalam
bahasa Indonesia dengan syarat diberi garis bawah atau dicetak miring.
Prosedur Pembentukan Istilah

- Kata dalam bahasa Indonesia yang sudah tidak lazim dipakai (ungkapan yang
tepat).
- Kata dalam bahasa Indonesia yang sudah tidak lazim dipakai (ungkapan yang
paling singkat).
- Kata dalam bahasa serumpun yang lazim dipakai (ungkapan yang tidak
berkonotasi buruk).
- Kata dalam bahasa serumpun yang sudah tidak lazim dipakai (ungkapan yang
sedap didengar).
- Istilah dalam bahasa Inggris (penerjemahan, penyerapan dengan atau tanpa
penyesuaian ejaan dan lafal). (ungkapan asing dengan arti umum
diterjemahkan dengan arti umum, ungkapan asing yang berhubungan
diterjemahkan degan bersistem).
- Istilah dalam bahasa asing (penerjemahan dan penyerapan sekaligus).
- Pilihan yang terbaik di antara calon 1-6.

Batasan Kalimat, Struktur Kalimat, dan Pengertian Kalimat Efektif


Batasan kalimat adalah satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh
kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap.
Penyusunan kalimat yang benar adalah yang sesuai dengan aturan dalam penulisan
Bahasa Indonesia. Penulisan kalimat yang benar diawali dengan huruf kapital atau huruf
besar dan diakhiri dengan sebuah titik (.), tanda tanya(?), ataupun tanda seru(!).
Disesuaikan dengan kebutuhan pada penyusunan kalimat tersebut. Komposisi struktur
kalimat yang benar adalah yang memuat sekurang-kurangnya yaitu subyek dan predikat.
Kalimat yang memuat kedua komponen subjek dan predikat, disebut dengan kalimat
lengkap.
S = Subjek
p = Predikat
O = Objek
K = Keterangan
Perlu diingat kembali bahwa struktur kalimat dibangun oleh unsur yang sifatnya relatif
tetap, yaitu berupa subyek, predikat, obyek, pelengkap, dan keterangan.

Subyek
adalah unsur yang memiliki fungsi sebagai pokok pembicaraan pada suatu kalimat, bsa
berupa kata ataupun frase benda. Sebagian besar subyek ada di depan predikat.
Namun, ada beberapa struktur kalimat yang meletakkan subyek setelah predikat .
Jenis kalimat dengan struktur seperti ini disebut juga sebagai kalimat inversi.
Predikat
ialah unsur kalimat yang memiliki fungsi menjelaskan sebuah subyek. Karakteristik dari
predikat bisa dilihat dari perannya dalam menjelaskan pekerjaan yang dilakukan
subyek. Dalam susunan kalimat, predikat biasanya dipakai berupa kata kerja, baik
aktif atau pasif.
Obyek dan Keterangan
Umumnya ada di belakang predikat. Kesamaan letak dari kedua jenis struktur kalimat ini
membuat keduanya dianggap sama. Padahal berbeda. Perbedaan antara objek dan
keterangan terletak pada perannya didalam kalimat pasif. Sebuah objek bisa
menjadi subyek pada kalimat pasif. Namun, pelengkap tidak bisa menjadi subyek
dalam kalimat pasif.

Pengertian Paragraf

Paragraf adalah satu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih luas daripada kalimat. Ia
merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk
menjelaskan sebuah pikiran utama. Melalui paragraf itu gagasan menjadi jelas oleh uraian
tambahan, yang tujuannya menonjolkan pikiran utama secara lebih jelas. Setiap paragraf hanya
boleh mengandung satu pikiran utama atau gagasan utama secara jelas. Dalam upaya
menghimpun beberapa kalimat menjadi paragraf, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan
kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu gagasan.
Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu kompak, saling berkaitan mendukung
gagasan tunggal dalam paragraf. Apabila dalam suatu paragraf terdapat lebih dari satu gagasan
berarti paragraf itu tidak tepat dan harus dipecah ke dalam beberapa paragraf. Jadi, setiap
paragraf hanya boleh mengandung satu pikiran utama atau gagasan utama.

Pola pengembangan paragraf merupakan suatu bentuk pengembangan kalimat ide pokok
ke dalam bentuk paragraf. Kalimat ide pokok tersebut diikuti oleh kalimat-kalimat berikutnya
dalam satu kesatuan gagasan (unity). Kalimat ide pokok merupakan ordinasi gagasan, sedangkan
kalimat-kalimat berikutnya merupakan kalimat subordinasi atau kalimat pengembang gagasan.

Paragraf atau alinea sering diartikan sebagai sekumpulan kalimat yang saling
berkaitan sebagai bagian isi singkat karangan. Dengan demikian penulis dapat menuangkan ide-
ide yang dimiliki ke dalam rangkaian kalimat sehingga membentuk kesatuan sub-subtopik
menuju ke kesatuan gagasan tematik.

sebuah paragraf terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat-kalimat tersebut sebagian


berfungsi sebagai 1) kalimat pengenal; 2) kalimat utama atau kalimat topik; 3) kalimat penjelas,
serta 4) kalimat penutup. Kalimat tersebut terangkai menjadisatu kesatuan yang membentuk
sebuah gagasan.

Panjang pendeknya sebuah paragraf menjadi suatu penentu seberapa banyaknya


gagasan-gagasan dalam paragraf yang diungkapkan. Di sisi lain, karena adanya sebuah paragraf,
kita dapat membedakan yang mana gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kesusahan dalam
membaca sebuah tulisan atau buku jika tidak ada paragraf karena seolah-olah terasa disuruh
untuk membaca secara terus-menerus hingga selesai. Kita pun susah dalam memusatkan pikiran
pada satu gagasan ke gagasan lainnya.

Gagasan utama dapat tersurat pada suatu kalimat ataupun tersirat pada keseluruhan
paragraf. Kalimat yang memuat gagasan utama dapat disebut sebagai kalimat utama yang dapat
terdapat di awal, akhir, ataupun di awal dan akhir paragraf. Selain itu, paragraf juga merupakan
bagian dari satuan bahasa yang lebih besar disebut wacana. Suatu wacana umumnya dibentuk
dengan lebih dari satu paragraf.
2. Karaktersitik Paragraf yang Baik

Hampir di semua media, terutama tertulis, paragraf sudah merupakan menu utama.
Nmaun, belum bisa dikatakan bila paragraf yang ada dalam berbagai media tersebut merupakan
tipe paragraf yang baiki. Lantas, bagauimanakah normatif idelismenya? Paragraf yang baik ialah
paragraf yang dapat menyampaikan pikiran dengan baik kepada para pembaca. Adapun syarat
dari sebuah paragraf ialah mempunyai kesatuan, kepaduan dan kelengkapan.

2.1 Kesatuan

Kesatuan yaitu sebuah paragraf harus dapat dibangun dengan satu pikiran yang jelas.
Pikiran tersebut dijabarkan ke dalam bentuk pikiran pokok serta beberapa pikiran jelas.
Hubungan pikran satu dengan pikiran lainnya mengindikasikan bahwa paragraf tersebut
mempunyai kesatuan

2.2 Kepaduan

Kepaduan terwujud dari adanya hubungan kompak pada antarkalimat pembentuk


paragraf. Kepaduan yang baik dapat terjadi apabila terdapat hubungan timbal balik antara
kalimat wajar serta dapat dengan mudah dipahami. Ada berbagai cara agar paragraf mempunyai
kepaduan yang kompak, yaitu dengan memakai kata ganti, kata penghubung, dan perincian, serta
urutan pikiran.

2.3 Kelengkapan

Suatu paragraf dikatakan sudah lengkap apabila terdapat beberapa kalimat penjelas
yang dapat menunjang kalimat pokok.

Anda mungkin juga menyukai