FR DENGAN NEFROTIK
SYNDROME DI RUANG HEMODIALISA BRSU TABANAN
Oleh:
Ni Wayan Widiasih
2014901035
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
(ITEKES BALI) DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
1
SINDROM NEFROTIK
a. Anatomi
1) Makroskopis Ginjal
Terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi
tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi
tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan
2
bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi
menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut
dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari
banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).
2) Mikroskopis Ginjal
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2
juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan
diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat
sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran
yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung
kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi
cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.
3) Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang
3
berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks.
Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang
kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi
tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem
portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya
mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit
suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih
dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran
darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat
merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri
dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
tetap konstan ( Price, 1995).
b. Fisiologis Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit
atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120
ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus
sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran
zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, c)
4
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d)
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak. e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang. f)
Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah. g) Produksi Hormon
Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
5
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang
secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-
ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang
juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular,
cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular
“perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang
akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari
ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation
dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan
yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti
mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa
pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat
dikoreksi secara theurapeutik.
6
2. Definisi Sindrom Nefrotik
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).
3. Etiologi
Penyebab sindroma nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi.
Menurut Ngastiyah, 2005, umumnya etiologi di bagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
7
2. Sindroma Nefrotik sekunder.
a. Malaria kuartana atau parasit lain
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desiminata, purpura
anafilaktoid.
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena
renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano
proliferatif, hipokomplementemik.
4. Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada
masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita
sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia>60 tahun. Namun secara tepatnya
insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansi tidak diketahui karena sering
terjadi salah diagnosa.Kira-kira dua dari setiap 10.000 orang mengalami
sindroma nefrotik. Prevalensi sindroma nefrotik sulit untuk ditentukan pada
orang-orang dewasa karena kondisi ini biasanya merupakan suatu akibat dari
penyakit yang mendasarinya. Pada anak-anak, penyakit ini didiagnosa pada
lebih banyak anak laki-laki dibandingkan dengan pada anak-anak perempuan,
biasanya antara usia 2 dan 3 tahun.
8
5. Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran
glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju
sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi
hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya
tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi
volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi
natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi
sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan,
kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau
defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik
atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit
ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada
orang dewasa termasuk lansia.
9
6. Pathway
10
7. Tanda dan Gejala
b) Edema (pembengkakan)
11
Hypercholestrolemia adalah kolestrol darah yang tinggi, umum pada
nephrotic syndrome. Di samping albumin, enzim-enzim penting lainnya
yang berperan dalam metabolisme kolesterol ikut keluar bersama albumin
melalui glomeruli, yang mengakibatkan kolesterol dalam darah menjadi
tinggi.
8. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia
sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat
hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan Sindrom Nefrotik
yaitu :
1. Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik. Proteinuria
berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes
12
semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat.3+ menandakan kandungan
protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai
reagen ESBACH)
6. USG renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia>
8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta
13
terdapat manifestasi nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak
diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk
diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena
masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda.
Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa
dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease
memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
8. Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)
- α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)
- β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N:3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml)
- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
a) Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai
kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2
– 3 gram/kgBB/hari.
14
c) Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive
Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut : 1).
Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari
luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari. 2).
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan
dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena
memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien
yang perlu di perhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko
komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman
dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
pasien atau umum.
Pasien dengan sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di
tempat tidur karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien
kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat
semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
a) Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan didalam rongga
toraks akan menyebabkan sesak napas.
b) Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal di
letakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki
akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
c) Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum
untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah
terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadui penyebab
kematian pasien).
15
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya , tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga
atau perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui
berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap hari, diukur lingkar perut
pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindrom nefrotik, perlu
dilakukan pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada
pasien dengan sindrom nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0
g/kg BB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kal/kg BB/hari serta rendah garam
(1g/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat
makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh
yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat
infeksi streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut,
kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien
harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan
pada waktu yang sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien
perlu diberikan penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita
penyakit sindrom nefrotik. Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas
apa yang boleh dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu
diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet.
Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh
atau berubah menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara teratur, oleh
karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu yang
ditentukan (biasanya 1 bulan sekali) (Ngastiyah, 2005).
11. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Sindroma nefrotik menurut Betz, Cecily
L.2002 dan Rauf, 2002, antara lain :
1. Penurunan volume intravaskular (syok Hipovolemik).
2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosis vena ).
16
3. Perburukan pernapasan (berhubungan dengan retensi cairan).
4. Kerusakan kulit.
5. Infeksi sekunder karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
6. peritonitis
17
- pola istirahat tidur,
- pola aktivitas atau bermain, dan
- pola eliminasi.
f) Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada
(terkait dgn edema ).
Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada
tidaknya cyanosis, diaphoresis.
Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki,
retraksi dada, cuping hidung.
Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood,
kemampuan intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji
pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya
hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan
buang air besar.
Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan
jumlahnya.
Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses
keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar
pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada
kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian yang
perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L.
Wong,2004 : 550) sebagai berikut :
1. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema.
2. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang
berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi
ginjal
18
3. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
Penambahan berat badan
Edema
Wajah sembab : 1). Khususnya di sekitar mata
2). Timbul pada saat bangun pagi
3). Berkurang di siang hari
Pembengkakan abdomen (asites)
Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
Pembengkakan labial (scrotal)
Edema mukosa usus yang menyebabkan : 1). Diare
2). Anoreksia
Peka rangsang
Mudah lelah
Letargi
Tekanan darah normal atau sedikit menurun
Kerentanan terhadap infeksi
Perubahan urin : 1). Penurunan volume
2). Gelap
3). Berbau buah
g) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada Sindroma Nefrotik menurut Betz, Cecily
L, 2002 :
1. Uji Urin
a. Protein urin → > 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinalisa → cast hialin dan granular, hematuria.
c. Dipstick urin → positif untuk protein dan darah.
d. Berat jenis urin → meningkat(normal: 285 mOsmol).
2. Uji Darah
19
a. Albumin serum → <3 g/dl
b. Kolesterol serum → meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit → meningkat (hemokonsentrasi)
d. Laju Endap darah (LED) → meningkat
e. Elektrolit serum → bervariasi dengan keadaan penyakit
perorangan.
3. Uji Diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b. USG ginjal, dan CT scan ginjal atau IVP menunjukkan
pengkisutan ginjal.
c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk
glomerulonefritis kronis atau pembentukan jaringan parut yang
tidak spesifik pada glomeruli.
2. Diagnosa
1) Kelebihan volume cairan( hypervolemia) berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik
kapiler ( hipoventilasi) s/e dari penumpukan cairan di rongga pleura
3) Deficit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
4) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan peningkatan ureum
nitrogen dalam darah s/e dari hipervolemia
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke
jaringan.
6) Resiko kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kegagalan mekanisme regulasi( protein dan albumin ).
7) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer(statis cairan tubuh)
8) Gangguan body image berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh( oedema nasarka).
20
3. Intervensi
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan Diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam
tahap perencanaan ini meliputi 3 menentukan prioritas Diagnosa
keperawatan, menentukan tujuan merencanakan tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut :
21
Anjurkan melaor jika bb bertambah 1 kg dalam sehari
Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
Ajarkan cara membatasi asupan cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian deuretik
Kolaborasi penggantian kalium akibat deuretik
Kolaborasi pemberian (HD, CRRT)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik kapiler
( hiperventilasi) s/e dari penumpukan cairan di rongga pleura
Tujuan: setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan Pola nafas efektif dengan frekuensi dan
kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas / bersih
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan frekuensi dan kedalaman nafas paten dengan bunyi
nafas bersih/ jelas
b. Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman nafas tidak
mengalami gangguan.
Intervensi :
Observasi :
Monitor pola nafas(bradipneu, takipnea, hiperventilasi,
kusmaul, chyene stokes)
Monitor bunyi nafas tambahan
Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil X-Ray thorak
Monitor adanya secret, batuk darah/bercak darah
22
Therapeutic :
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Posisikan semi fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisiotherapi dada jika perlu
Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Edukasi :
Anjurkan / jelaskan prosedur pemantauan respirasi
Anjurkan untuk membatasi asupan cairan dan garam
Anjurkan cara mengatur keseimbangan asupan dan haluaran cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian deuretik.
Kolaborasi tindakan HD
Kriteria Hasil :
a. Kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi.
b. Tidak terjadi anoreksia, mual dan muntah.
c. Makan habis satu porsi.
Intervensi :
Observasi:
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi makanan yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Monitor asupan makanan
Monitor BB tiap hari
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
23
Terapeutik :
Lakukan oral hygiene sebelum makan
Sajikan makanan secara menarik dan hangat
Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi pasien
Edukasi :
Anjurkan makan dengan posisi duduk
Anjurkan mematuhi diet yang diberikan
Anjurkan makan dalam porsi kecil ,hangat, dan sering
Anjurkan untuk selalu menjaga keseimbangan asupab dan haluaran
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan( anti emetic)
Kolaborasi dengan akhli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan.
Kriteria hasil :
a. Kulit tidak menunjukan adanya kerusakan integritas kulit :
kemerahan atau iritasi.
b. Pasien merasa nyaman (tidak merasa gatal)
Intervensi :
Observasi :
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Monitor adanya infeksi
Therapeutic :
Ubah posisi tiap 2 jam jika pasien tirah baring
24
Gunakan tempat tidur yang khusus untuk mencegah luka tekan
Lakukan perawatan kulit
Hindari pakaian yang ketat
Topang oedema pada area tertentu seperti scrotom
Edukasi :
Anjurkan untuk menggunakan pelembab
Anjurkan untuk membatasi asupan garam
Anjurkan untuk merubah posisi sesering mungkin
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian topical bila terjadi infeksi seperti
selulitis.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat beraktifitas sesuai kemampuan
b. Pasien tidak cepat lelah.
c. pasien merasa senang dan mendapatkan istirahat tidur yang adekuat.
Intervensi :
Identifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleransi aktivitas
Tampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan beberapa bantuan
(misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi).
Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
25
Penyuluhan Keluarga dan Pasien
Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan untuk
meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, pemantauan secara mandiri dan
teknik langkah untuk melakukan AKS)
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri,
dan ambulasi, sesuai toleransi
Pantau tanda-tanda vital sebelum,selama, dan setelah beraktivitas, hentikan
aktivitas jika tanda-tanda vital dalam rentang normal bagi pasien atau jika ada
tanda-tanda aktivitas tidak dapat ditoleransi
Kolaborasi pemberian obat nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu faktor penyebab
Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatkan asupan
makanan yang kaya energi.
Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung
Kriteria Hasil :
a. Tidak terdapat tanda shock hipovolemik
b. Nilai ureum nitrogen normal
Intervensi :
Observasi:
26
Periksa tanda dan gejala hipovolemia( nadi meningkat/lemah, TD menurun,
turgor kulit menurun, memberan mukosa kering, haus, HCT meningkat, lemah)
Monitor intake dan output
Therapeutik:
Hitung kebutuhan cairan
Berikan posisi modifield trendelenburg jika terjadi hipovolemia
Berikan asupan cairan oral sesuai kebutuhan
Edukasi:
Anjurkan untuk menghindari perubahan posisi mendadak
Anjurkan untuk memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis( RL, NaCl)
Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis(glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid( alnumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Suhu tubuh normal (36,7 °C – 37,2 °C).
Intervensi :
Observasi :
Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Therapeutic :
Beikan perawatan luka pada area oedema
Cuci tangan sebelum,sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
27
Pertahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko tinggi
Monitor TTV
Monitor laboratorium
Edukasi :
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka tekan akibat oedema
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian antibiotik
Intervensi :
Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan
Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema
Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif
Beri umpan balik positif.
4. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan perencanaan
mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua
tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi,
dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan
28
bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan
tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum
hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan
berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun
alternatif tersebut adalah :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai (Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69)
DAFTAR PUSTAKA
29
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa:
EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media
Aesculapius: Jakarta
30