Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang paling sering ditemukan. Mioma uteri
adalah tumor jinak pada otot polos dan jaringan ikat sekitarnya di daerah rahim atau uterus.
Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga
dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid.1

Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87% dari semua
penderita ginekologi yang dirawat.1 Angka kejadian mioma uteri antara 20% sampai dengan
25% pada wanita usia reproduktif. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Insiden mioma uteri 3-9 kali
lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade
terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna. 1 Mioma uteri
juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius, sehingga dapat menyebabkan
ganguan berkemih maupun tidak dapat berkemih.2

Penyebab pasti dari mioma uteri masih belum diketahui, namun terdapat beberapa
faktor risiko yang telah diketahui. Mioma uteri diketahui memiliki hubungan yang sangat erat
terhadap faktor pertumbuhan, hormonal, dan genetik. Mioma uteri juga paling sering terjadi
pada wanita usia produktif dan insidennya akan menurun pada wanita yang sudah
menopause. Faktor-faktor yang meningkatkan paparan estrogen selama hidup seorang wanita,
seperti obesitas dan menarche dini, dapat meningkatkan insidennya. Sebaliknya,
berkurangnya paparan estrogen berperan sebagai faktor protektif.3

Sebagian besar wanita dengan mioma uteri tidak menunjukkan gejala apapun,
sehingga hal tersebut menyebabkan sulitnya untuk mendeteksi penyakit ini. Pasien-pasien
tersebut umumnya hanya mengeluhkan adanya perdarahan menstruasi yang banyak. Gejala
lain yang sering muncul antara lain nyeri pinggang yang tidak berhubungan dengan
menstruasi, keluhan pada salurna kencing, dan infertilitas.3,4 Transvaginal ultrasonografi,
magnetic resonance imaging (MRI), sonohisterografi, dan histeroskopi merupakan
pemeriksaan penunjang yang dapat mengetahui ukuran dan posisi tumor. Terapi yang dapat
dipilih antara lain terapi medis (obat-obatan), tindakan operasi seperti miomektomi dan
histerektomi.3,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. 3 ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono; 2011.

2. Hadibroto B. Mioma Uteri. Maj Kedokt Nusant. 2005;38(3).

3. William H. Etiology, Symptomatology, and Diagnosis of Uterine Myomas. Sterility.


2007;87(4):725–36.

4. Moutinho. Epidemiological Factors Associated with Uterine Fibroids. universidade


Da Beira Int. Da Beira Int; 2012.

5. Evans P. Uterine Fibroid Tumors: Diagnosis and Treatment. Am Acad Fam


physicians. 2007;75(10):1503–7.

Anda mungkin juga menyukai