Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis CRVO

2.1.1 Anatomi Retina

Gambar 2.1. Bola mata

Sumber : IIyas, Sidarta, (2015)

Gambar 2.2 Lapisan retina Sumber :Diadaptasi dari


Martini,Anatomy and Physiology,Prentice Hall Inc
,USA,(2011)

8
9

Gambar 2.3 Fundus Okuli Normal

Sumber : IIyas , (2011)

2.1.1.1 Bola Mata

Menurut IIyas, Sidarta, (2015), Bola mata berbentuk bulat dengan


panjang maksimal 24 mm. Bola mata dibagian depan (kornea)
mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu :

1. Sklera adalah merupakan jaringan ikat yang kenyal dan


memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang
melindungi bola mata. Bagian terdepan skelera disebut disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar
masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
disbanding sclera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera


dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki
darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut
perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris,
badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3
susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola
mata. Otot dilatator terdiri atas jaringan ikat jarang yang
10

tersusun dalam bentuk yang dapat berkonsentrasi yang disebut


sebagai sel mioepitel. Sel ini dirangsang oleh system saraf
simpatetik yang mengakibatkan sel berkontraksi yang akan
melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya masuk. Otot
dilatators pupil bekerja berlawanan dengan otot konstriktor
yang mengecilkan pupil dan mengakibatkan cahaya kurang
masuk kedalam mata. Sedang sfingter iris dan otot siliar di
persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan
siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan
bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan
skelera.

3. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan


lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membaran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi ransangan
pada saat optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang
potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat
terlepas dai koroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca
mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila
terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan
tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah
ekuator nya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata
mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat
sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.
11

2.1.1.2 Retina

Menurut Diadaptasi dari Martini Anatomy and


Physiology,Prentice Hallnc, USA 2011), Retina adalah lembaran
jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi
bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang
ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1
mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-
tengah retina posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5
sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang
dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.

Menurut Sjamsu, (2013), Retina adalah selembar tipis jaringan


saraf semi transparan yang mengandung reseptor yang befungsi
menerima cahaya, dan multi lapis yang melapisi bagian dalam
duapertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir
ditepi ora serata. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk
dengan lapisan berpigmen epitel retina sehingga betumbuk juga
dengan membrane Bruch, koroid, dan sklera. Disebagian besar
tempat ephitelium pigmen retina mudah terpisah hingga
membentuk ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio
retina.tetapi pada diskus optikus dan ora serata, retina dan
ephitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi
perluasan cairan subretina pada ablasio retina.

Retina mempunyai ketebalan 0,1 mm pada ora serata dan 0,23 mm


pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat
makula, secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah
pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal
(xantofil), dengan diameter 1,5 mm.
12

2.1.1.3 Lapisan Retina

Menurut Diadaptasi dari Martini Anatomy and physiology,Prentice


Hallnc, USA 2011), Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi
dalamnya, adalah sebagai berikut :
a. Membran limitans interna,merupakan membran hialin antara
retina dan badan kaca
b. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju
ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina
c. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron
kedua
d. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
e. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal,
dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri
retina sentral
f. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan
tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel
horizontal
g. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan
sel kerucut
Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan
lapisan terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping, dan sel kerucut
Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari
sel epithelial berpigmen.
13

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaria yang


berada tepat diluar membran Bruch’s, yang memperdarahi
sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan
inti luar, fotoreseptor, dan lapisan pigmen retina, serta cabang-
cabang dari arteria sentralis retina yang memperdarahi duapertiga
sebelah dalam.

Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual yang


dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula
mengandung lebih banyak sel fotoreseptor kerucut daripada bagian
perifer retina yang memiliki banyak sel batang. Fotoreseptor
kerucut berfungsi untuk sensasi terang, bentuk serta warna. Fovea
hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Apabila daerah fovea
atau daerah makula mengalami gangguan, maka visus sentral dan
tajam penglihatan akan terganggu. Fotoreseptor batang berfungsi
untuk melihat dalam suasana gelap atau rmeng-remang. Apabila
bagian perifer retina mengalami gangguan, maka penglihatan
malam, adaptasi gelap dan penglihatan samping akan terganggu.

2.1.1.3 Fundus Okuli Normal


Menurut IIyas, 2011, Secara klinis, makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif secara histologis
adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih
dari satu lapis sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah
lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan
suau cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat
dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di retina.
Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti
luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson
sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan
penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke
14

permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada


fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut, dan bagian retina
yang paling tipis.
Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui
2 sistem vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid.
Metabolisme retina secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi
koroid. Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal dari
arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose.
Arteri sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi
dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole
di sepanjang sisi luar optic disk. Arteriol ini terdiri dari cabang
yang banyak pada retina perifer.
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol.
Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus
yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus.Retina
menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada
tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar
retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar,
fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang
dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea
sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena
kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi.
Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak
berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel
pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
15

2.1.2 Fisiologi Penglihatan


Menurut IIyas, 2011, Penglihatan pada manusia melibatkan deteksi
gelombang cahaya yang sangat sempit dengan panjang gelombang
sekitar 400 sampai 750 nm.Panjang gelombang terpendek
dipersepsi sebagai warna biru, dan panjang gelombang terpanjang
terpanjang dipersepsi sebagai warna merah.Mata memiliki
fotoreseptor yang mampu mendeteksi cahaya, tetapi sebelum
cahaya mengenai reseptor yang bertanggung jawab untuk deteksi
ini, cahaya harus difokuskan ke retina (ketebalan 200 um) oleh
kornea dan lensa.
Fotoreseptor bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu sel batang dan sel
konus (kerucut).Reseptor batang berespons dalam keadaan terang
dan mampu membedakan warna merah, hijau, atau biru.Reseptor
batang dank onus terdapat di bagian dalam retina, dan cahaya
harus berjalan melalui sejumlah lapisan sel untuk mencapai
fotoreseptor ini.Setiap fotoreseptor memiliki molekul pigmen
visual (batang :rodopsin ;konus ; eritrolabe (merah), klorolabe
(hijau), sianolabe (biru)): pigmen-pigmen ini menyerap cahaya dan
memicu potensial reseptor yang tidak seperti sistem reseptor
lainnya, menyebabkan hiperpolarisasi sel dan bukan depolarisasi.
Lapisan antara permukaan retina dan sel reseptor berisi sejumlah
sel yang dapat di deteksi, yaitu sel hipolar, sel horizontal, sel
amakrin, dan sel ganglion.Sel ganglion adalah neuron yang bisa
mentransmisi impuls ke seluruh sistem saraf pusat (SSP) melalui
akson di saraf optikus.Sel-sel ini tereksitasi oleh interneuoron
bipolar vertical yang terletak di antara sel reseptor dengan sel
ganglion.Selain itu, struktur kompleks ini juga memiliki dua
kelompok interneuron (sel horizontal dan sel amakrin) yang
berfungsi dengan memberikan pengaruhnya secara horizontal,
dengan menyebabkan inhibisi lateral pada hubungan-hubungan
16

sinaptik disekitarnya yaitu sel horizontal pada hubungan antara sel


resptor dengan sel bipolar, sementara sel amakrin pada hubungan
antara sel bipolar dengan sel ganglion.
Setiap mata mengandung sekitar 126 juta fotoreseptor (120 juta
reseptor batang dan 6 juta reseptor konus) dan hanya 1,5 juta sel
ganglion.Ini berarti bahwa terdapat sejumlah besar konvergensi
dari reseptor dan sel bipolar menjadi sel ganglion, tetapi hal ini
tidak terjadi secara seragam di kedua sisi retina.Pada bagian perifer
retina, terdapat banyak sekali konvergensi, tetapi hubungan 1:1:1
antara sel reseptor konus tunggal, sel bipolar tunggal, dan sel
ganglion tunggal.Daerah fovea memiliki banyak sekali reseptor
konus dan sangat sedikit reseptor batang, sedang distribusi reseptor
batang dank onus didaerah lain retina lebih merata.
Setiap sel ganglion berespons terhadap perubahan intensitas
cahaya dalam daerah retina yang terbatas, dan bukan terhadap
stimulus cahaya yang statis.Area terbatas ini disebut lapang
pandang reseptif sel dan berhubungan dengan kelompok
fotoreseptor yang bersinaps dengan sel ganglion tertentu.Sel
ganglion biasanya aktif secara spontan.Sekitar setengah dari sel
ganglion retina akan berespons terhadap penurunan peletupan
(firing) impulsnya jika bagian perifer lapang pandang reseptif
terkena cahaya (sel pusat-ON) setengah lainnya dari sel ganglion
retina akan meningkatkan laju peletupannya jika bagian perifer
terkena cahaya akan mengurangi laju peletupannya jika reseptor
pusat terstimulasi (sel pusat-OFF). Hal ini memungknkan keluaran
retina untuk memberi sinyal mengenai keadaan terang dan gelap
relative dari setiap area yang distimulasi dalam lapang pandang.
Sel-sel ganglion dapat dibagi menjadi dua kelompok utama : sel P
dan sel M.
17

Sel P menerima bagian pusat lapang pandang reseptifnya dari satu


atau mungkin dua (tetapi tidak pernah tiga) jenis konus yang
spesifik untuk warna tertentu, sedangkan sel M menerima input
dari semua jenis kronus. Oleh karena itu, sel M tidak selektif
terhadap warna, tetapi sensitif terhadap kontras dan pergerakan
bayangan pada retina.Pembagian sel P dan sel M tampaknya
dipertahankan di keseluruhan jalur visual dan sel-sel ini terlibat
dalam persepsi visual.

Saraf optikus dari kedua mata tergabung di dasar tengkorak pada


struktur yang disebut kiasma optikum.Sekitar setengah dari setiap
serabut saraf optikus akan menyilang ke sisi kontralateral,
sedangkan setengah lagi tetap di sisi ipsilateral dan bergabung
dengan akson-akson yang akan menyeberang dari sisi lainnya.
Akson sel-sel ganglion yang berasal dari regio temporalis retina
mata kiri dan regio nasalis retina mata kanan berlanjut menjadi
traktus optikus kanan.Neuron yang menyusun traktus optikus akan
berhubungan dengan stasiun penerus (perelay) pertama pada jalur
visual ini :badan genikulatum lateral, kolikulus superior dan
nukleus pretektal terlibat dalam refleks visual dan respons
orientasi. Sejumlah kecil serabut juga bercabang di titik ini untuk
bersinaps dengan nukleus suprakiasma, yang berhubungan dengan
jam tubuh dan ritme sikardian tubuh. Namun demikian, sejumlah
besar neuron mencapai nukleus genikulaum lateral di talamus.
Setiap nukleus mengandung enam lapisan selular dan informasi
dari kedua mata akan tetap terpisah, setiap kelompok serabut akan
bersinaps di tiga lapisan. Sel ganglion M akan berakhir di dua
lapisan bawah (disebut magnioselular karena sel-sel pada lapisan
ini berukuran relatif besar). Sel di lapisan magnoselular bersifat
sensitif terhadap kontras dan pergerakan, tetapi tidak sensitif
terhadap warna. Sel ganglion P bersinaps di empat lapisan atas
18

nukleus genikulatum lateral (dua untuk setiap mata), yang disebut


lapisan parvoselular. Lapisan ini memiliki sel-sel yang relatif kecil,
yang mentransmisikan informasi mengenai warna dan detil-detil
halus. Serabut dari nukleus genikulatum lateral akan berjalan ke
belakang dan ke atas dalam suatu berkas (disebut radiasi optikus)
melalui lobus pariental dan lobus temporal ke suatu area di korteks
serebri yang disebut korteks visual primer. Setiap sel korteks akan
menerima input dari sejumlah terbatassel di nukleus genikulum
larteral, sehingga memiliki lapang pandang reseptifnya sendiri atau
bagian retina yang memberi respons.

2.1.3 Pengertian
CRVO atau Oklusi vena retina sentral merupakan suatu keadaan di
mana terjadi penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang
mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata (Widya
Medika.,2010)
Oklusi vena retina sentral adalah penyumbatan vena retina yang
mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata.
Penyumbatan ini dapat terjadi pada suatu cabang kecil ataupun
pembuluh vena utama (vena retina sentral) (Sidarta I. Ilmu
Penyakit Mata, 2012)
CRVO merupakan penyumbatan vena retina yang membawa darah
dari retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola
mata, biasanya ditemukan pada usia pertengahan.(IIyas ,2015)
Central retinal vein occlusion (CRVO) is a common retinal
vascular disorder. Clinically, CRVO presents with variable visual
loss the fundus may show retinal hemorrhages, dilated tortous
retinal veins, cotton-wool spots, macular edema, and optic disc
edema. (Douglas R Lazzaro, 2013).
19

Gambar 2.4 Oklusi Vena Sentral Retina


Sumber : IIyas , (2012)

2.1.4 Klasifikasi
2.1.3.1 Menurut Sidarta I, (2012), Klasifikasi CRVO ada 2 :
a.CRVO Non iskemik

Merupakan tipe CRVO bentuk ringan yang terkadang mengacu


pada keadaan parsial, perfusi atau retinopati vena statis. CRVO
tipe non iskemik dicirikan dengan dilatasi ringan dari semua
cabang vena retina sentral, dengan bercak yang menyerupai
perdarahan pada semua kuadran retina. Udem makula dengan
tajam penglihatan berkurang dan pembengkakan lensa optik yang
ringan atau mungkin bisa tak ada. Neovaskularisasi segmen
anterior jarang terjadi pada tipe CRVO Non iskemik. CRVO non
iskemik dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik,
defek pupil aferen ringan, dan perubahan lapangan pandang yang
ringan
20

Gambar 2.5 CRVO Non Iskemik


Sumber : IIyas, (2012)

b.CRVO iskemik

Merupakan bentuk tipe CRVO yang dikarakteristikkan setidaknya


disepuluh lapisan retina, sebagaimana yang digambarkan oleh
Angiography Fluoresensi dari perfusi kapiler retinal pada
gambaran kutub posterior dan juga dikenal sebagai Non perfusi
complete atau haemoragic.

CRVO tipe iskemik biasanya dihubungkan dengan perdarahan


empat kuadran yang lebih banyak dan udem retina. Pada udem
retina dan makula ditemukan bercak-bercak (eksudat) wol katun
yang terdapat diantara bercak-bercak perdarahan. CRVO non
iskemik dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik,
defek pupil aferen ringan, dan perubahan lapangan pandang yang
ringan.CRVO iskemik biasanya dihubungkan dengan penglihatan
yang buruk, defek pupil aferen, dan skotoma sentral
21

Gambar 2.6 CRVO Iskemik

Sumber : IIyas, (2012)

2.1.5 Etiologi

Menurut James, (2012) dan IIyas (2015), Sebab-sebab terjadinya


penyumbatan vena retina sentral ialah:
2.1.5.1 Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti
yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau jaringan
pada lamina kribrosa.
2.1.5.2 Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti
fibrosklerosis atau endoflebitis.
2.1.5.3 Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena
tersebut seperti yang terdapat pada kelainan viskositas
darah, diksrasia darah, atau spasme arteri retina yang
berhubungan.
2.1.5.4 Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan
abnormalitas koagulasi);
2.1.5.5 Abnormalitas dinding vena (inflamasi);
2.1.5.6 Peningkatan tekanan intraokular.
22

Menurut Hayreh, (2012), Hipertensi merupakan faktor resiko tertinggi


terjadinya oklusi vena retina sentral, yang kemudian disusul dengan
penyakit-penyakit lain seperti glaukoma, Diabetes Melitus, kelainan
darah, arteriosklerosis, papiledema, retinopati radiasi serta endoflebitis
yang mengakibatkan trombosis.

Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral adalah :


2.1.5.7 Akibat dari glaukoma sudut terbuka kronis.disebabkan karena
terjadi obstruksi vena retina.
Menurut John, (2015), etiologi oklusi vena retina sentral
yaitu aterosklerosis di setinggi arteri retina sentral
menyebabkan penekanan dan trombosis sekunder pada vena
retina sentral di dekatnya di setinggi lamina kribrosa.

2.1.6 Patofisiologi

Menurut Widya Medika, (2013) patofisiologi dari CRVO masih


belum diketahui secara pasti. Namun secara umum CRVO
kebanyakan terjadi akibat penyakit hipertensi diabetus melitus,
PEB, dan faktor usia lanjut.Sehinggan menyebabkan terjadinya
gangguan vena sentral retina. Gangguan vena retina sentral juga
menyebabkan emboli BRVO dan kerusakan pembuluh darah.
Gangguan pembuluhb darah vena perifer tersebut menimbulkan
perdarahan pada vitreus sehingga mengakibatkan gangguan pada
visus.

Ada banyak faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam


penutupan patologis vena retina sentral. Arteri dan vena retina
sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus
optikus dan melewati pembukan lamina kribrosa yang sempit.
Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada
keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang
seperti ini merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada
vena retina sentral dengan berbagai faktor, diantaranya
23

perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh


darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.

Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubh


struktur arteri menjadi kaku dan mengenai atau bergeser dengan
vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan terjadinya
disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan
trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara
penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih
belum bisa dibuktikan secara konsisten. Oklusi trombosis vena
retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan patologis,
termasuk diantaranya kompresi vena, disturbansi hemodinamik
dan perubahan pada darah.

Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem


vena retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah
vena. Peningkatan resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan
kerusakan iskemik pada retina.

Hal ini akan menstimulasi peningkatan produksi faktor


pertumbuhan dari endotelial vaskular(VEGF). Peningkatan VEGF
menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan posterior.
VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan
edema makula.

Oklusi vena sentral retina akibat abnormalitas koagulasi


berhubungan erat dengan suatu proses koagulasi. Pada kerusakan
endotel yang normal, setelah terjadinya proses hemostatik primer
oleh karena trombosit yang menyatu,akan terjadi suatu reparasi
endotel. Bila penyumbatan hemostatik primer terjadi secara
berlebihan, akan terbentuk suatu trombus besar yang dapat
menghentikan aliran darah, yang akhirnya dapat menyebabkan
oklusi pembuluh darah. Banyak studi mengatakan CRVO ini
terjadinya suatu abnormalitas koagulasi sehingga reparasi tidak
24

terjadi, tetapi yang terjadi adalah pengaktifan faktor-faktor


koagulasi yang berlebihan sehingga terjadilah trombus yang besar
dan akhirnya terjadi oklusi pembuluh darah.

2.1.7 Pathway
CRVO

Hipertensi Diabetus Melitus PEB

Gangguan Vena Sentral Retina

Emboli BRVO Kerusakan Pembuluh Darah

Gg.Pembuluh darah vena perifer Koagulasi Koagulasi Koagulasi

Retina (Sesuai) (berlebihan) (berulang)

Perdarahan vitreus Sumbat Trombos Defosit

Hemostatik Besar Makrofag

1.Gangguan visus/sensori

Proses reparasi Oklusi Pembentukan

2.Resiko Jatuh Normal 1 darah II ateroma III

3.Resiko Cidera

Sumber : (Widya Medika, 2013)


25

2.1.8 Manifestasi Klinis

Menurut James, (2012), penderita CRVO biasanya mengeluh


adanya penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer
mendadak yang dapat memburuk sampai hanya tertinggal persepsi
cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan biasanya mengenai satu mata.

Menurut John (2015), gejala CRVO seperti penglihatan kabur,


distorsi, mungkin terdapat floator, dan tanda nya yaitu perdarahan,
edema dan atau iskemia.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Menurut James, (2012), pasien harus menjalani pemeriksaan mata
lengkap, termasuk ketajaman penglihatan, reflex pupil,
pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior mata, dan
pemriksaan funduskopi.

2.1.9.1 Ketajaman penglihatan merupakan salah satu indicator


penting pada prognosis penglihatan akhir sehingga
usahakan untuk selalu mendapatkan ketajaman
penglihatan terkoreksi yang terbaik.
2.1.9.2 Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex
pupil aferen relative. Jika iris memiliki pembuluh darah
abnormal maka pupil dapat tidak bereaksi
2.1.9.3 Konjungtiva: kongesti pembuluh darah konjungtiva dan
siliar terdapat pada fase lanjut
2.1.9.4 Iris dapat normal. Pada fase lanjut dapat terjadi
neovaskularisasi.
2.1.9.5 Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-
kelok, edema macula dan retina, dan perdarahan berupa
titik terutama bila terdapat penyumbatan vena yang tidak
sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat
kuadran retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot,
dan atau dalam.
26

2.1.9.6 Cotton wool spot umumnya ditemukan pada iskemik


CRVO. Biasanya terkonsentrasi di sekitar kutub
posterior. Cotton wool spot dapat menghilang dalam 2-4
bulan.
2.1.9.7 Neovaskularisasi disk (NVD): mengindikasikan iskemia
berat dari retina dan bisa mengarah pada perdarahan
preretinal/vitreus.
2.1.9.8 Perdarahan dapat terjadi di tempat lain (NVE:
Neovascularization of elsewhere)
2.1.9.9 Perdarahan preretinal/vitreus
2.1.9.10 Edema macula dengan tanpa eksudat.
2.1.9.11 Cystoid macular edema
2.1.9.12 Lamellar or full –thickness macular hole
2.1.9.13 Perubahan pigmen pada makula
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin
didindikasikan untuk diagnosis CRVO. Pada pasien tua,
pemeriksaan laboratorium diarahkan pada identifikasi
masalah sistemik vascular. Pada pasien muda,
pemeriksaan laboratoriumnya tergantung pada temuan
tiap pasien, termasuk di antaranya: hitung darah lengkap
(complet blood cell count), tes toleransi glukosa, profil
lipid, elektroforesis protein serum, tes hematologi,
serologis sifilis.

Menurut John, (2015), pemeriksaan CRVO yaitu tekanan


darah,skrining kolesterol, gula darah puasa, tekanan intraokular,
evaluasi koahulasi sistemik. Angiografi fluorosein dan atau
tomografi koherens okular.
27

2.1.10 Komplikasi

Menurut Sidarta, (2015), ada beberapa komplikasi yang tejadi


adalah : Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan
masif ke dalam retina terutama pada lapis serabut sarah retina dan
tanda iskemia retina. Pada penyumbatan vena retina sentral,
perdarahan juga dapat terjadi di depan papila dan ini dapat
memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi
vena retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah
baru yang dapat ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina
(rubeosis iridis). Rubeosis iridis dapat mengakibatkan terjadinya
glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1-3
bulan. Penyakit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik
atau neovaskular.

2.1.11 Penatalaksaan Medik

2.1.11.1 Menurut John, (2015), penatalaksanaan CRVO yaitu


injeksi intravitreal faktor pertumbuhan sel antivaskular
(Lucentis atau Avastin) setiap bulan,revaskularisasi
melalui dekompresi anastomosis selama vitrektomi,
fotokoagulasi panretina untuk neovaskularisasi.

2.1.11.2 Evaluation and Management


Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis
terkait, misalnya hipertensi, diabetes mellitus,
hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika hasil
tes negatif pada faktor-faktor resiko CRVO di atas,
maka dipertimbangkan untuk melakukan tes selektif
pada pasien-pasien muda untuk menyingkirkan
kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien-
pasien dengan CRVO bilateral, riwayat trombosis
sebelumnya, dan riwayat trombosis pada keluarga.
28

Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari


penyebab dan mengobatinya, antikoagulasia, dan
fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia.
Steroid diberi bila penyumbatan disebabkan flebitis.
Pasien CRVO harus diperingatkan pentingnya
melaporkan perburukan penglihatan karena pada
beberapa kasus, dapat terjadi progresifitas penyakit dari
noniskemik ke iskemik.

2.1.11.3 Surgical and Farmacotherapy


Dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik
neurotomi dan kanulasi vena retina dan pemasukan
tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan
resiko dari pengobatan ini tidak terbukti.
Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi
perlengketan platelet (aspirin) telah disarankan, tapi
kemanjuran dan resikonya juga masih belum terbukti.
Antikoagulasi sistemik tidak dianjurkan.
Edema makula tidak merespon terhadap terapi laser.
Penyuntikan intravitreal triancinolone memberikan
sedikit efek. Uji coba dengan menyuntikkan depot
steroid atau agen anti -VEGF memberi hasil yang
menjanjikan.
2.1.11.4 Iris Neovascularization
Suatu studi penelitian menemukan bahwa faktor risiko
paling penting pada iris neovaskularisasi adalah
ketajaman visual yang jelek. Faktor risiko yang lain
yang berhubungan dengan perkembangan
neovaskularisasi iris termasuk di antaranya nonperfusi
kapiler retina yang luas dan darah intraretinal. Bila
29

terjadi neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah


fotokoagulasi laser pan-retina (Laser PRP).
Neovaskularisasi juga dapat dikontrol dengan agen anti-
VEGF intravitreal. Namun laser-PRP (Pan Retinal
Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma perifer,
berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina
yang dapat berfungsi dengan baik dan lapangan
pandang yang menyempit.

2.1.11.5 Menurut Sidarta, (2015), pengobatan pertama ditujukan


kepada :
a. Mencari penyebab dan mengobatinya
b. Pemberian antikoagulansia bila diketahui
penyebabnya
c Fotokoagulasi daerah retina yang mengalami
hipoksia
d. Pemberian kortikosteroid bila penyumbatan
disebabkan oleh flebitis (aspirin/dipyridamole)
e. Pemberian obat anti glaukoma
f. Radial Optik Neurotomi
g. Retinal endovaskular surgery (REVS)

Menurut Tamsuri, (2012),manajemen CRVO disesuaikan dengan


kondisi medis terkait misalnya hipertensi, diabetes melitus,
hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika hasil tes negatif
pada faktor-faktor resiko CRVO maka dipertimbangkan untuk
melakukan tes selektif pada pasien muda untuk menyingkirkan
kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien CRVO bilateral
riwayat trombosis sebelumnya,dan riwayat trombosis pada
keluarga. Pengobatan pertama ditujukan kepada mencari penyebab
30

dan mengobatinya, antikoagulasia, dan fotokoagulasi daerah retina


yang mengalami hipoksia.

Beberapa pilihan pengobatan untuk CRVO antara lain adalah :

1. Terapi Sistemik

-antikoagulasi sistemik

-imunosupresi sistemik

2. Fotokoagulasi

-Panretinal photocoagulation (PRP)

-chorioretinal vena anastomosis

3. Farmakoterapi

-intravitreal triamcinolne acetonide

-intravitreal agen VEGF

-farmakoterapi dikombinasikan dengan PRP

4. Terapi Bedah

-Pars Plana vitrectomty (PPV) dengan penghapusan


hyaloid posterior dan membran batas

-PPV dengan optik neurotomy atau laminar tusukan


radial

-PPV dengan operasi endovascular retina

-PPV dengan chorioretinal vena anastomosis

Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi


perlengketan platelet(aspirin) telah disarankan,tapi
kemanjuran dan resikonya juga masih belum
terbukti.Antikoagulasi sistemik tidak dianjurkan.Edema
makula tidak merespon terhadap terapi laser.
Penyuntikan intravitreal triancinolone memberikan
sedikit efek, uji coba dengan menyuntikkan depot
31

steroid atau agen inti VEGF memberi hasil yang


menjanjikan.

Suatu studi penelitian menemukan bahwa faktor resiko


paling penting pada neovaskulrisasi iris adalah
ketajaman visual yang jelek, bila terjadi
neovaskularisasi iris, tetapi bakunya adalah
fotokoagulasi laser pan-retina (laser PRP).

2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan CRVO

Menurut Tamsuri, (2012)

2.2.1 Pengkajian Pada Klien CRVO

2.2.1.1 Identitas atau biodata klien

Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat,


suku bangsa, status perkawinan, alamat, suku
bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit nomor registrasi dan
diagnosa keperawatan.
2.2.1.2 Keluhan Utama
Diisi tentang keluhan yang dirasakan klien pada saat
perawat melakukan pengkajian pada kontak pertama
dengan klien.

2.2.1.3 Riwayat Kesehatan


a.Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti
jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis.
b.Riwayat Kesehatan Sekarang
Diisi tentang perjalanan penyakit klien, dari
pertama kali keluhan yang dirasakan saat di
32

rumah, usaha untuk mengurangi keluhan (diobati


dengan obat apa, dibawa ke puskesmas atau ke
pelayanan kesehatan lain), sampai dibawa
kerumah sakit dan menjalani perawatan.
c.Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, HT, TBC.
d.Riwayat
-Riwayat penyakit :trauma mata, riwayat
inflamasi (koroiditis), riwayat miopia, retinitis
-Psikososial :Usia, gejala penyakit sistemik
seperti diabetus melitus, hipotiroid
-Gejala penyakit mata :nyeri mata, penurunan
ketajaman penglihatan, kemeng bagian belakang
mata (koroiditis, retinitis).
2.2.2 Pengkajian Khusus Mata
2.2.2.1 Fotopsia (seperti melihat halilintar kecil), terutama
pada tempat gelap
2.2.2.2 Bayangan titik-titik pada penglihatan hingga terjadi
kehilangan penglihatan
2.2.2.3 Kehilangan lapang pandang :gambaran kehilangan
penglihatan menunjukkan kerusakan pada area yang
berlawanan.Jika kehilangan pada area
inferior,kerusakan terjadi pada area superior
2.2.2.4 Sensasi mata tertutup (jika robekan luas)
2.2.2.5 Pemeriksaan fundus okuli dengan oftalmoskop
didapatkan gambaran tampak retina yang terlepas
berwarna pucat dengan pembuluh darah retina yang
berkelok-kelok disertai atau tanpa robekan retina
33

2.2.3 Diagnosa Keperawatan


2.2.3.1 Penurunan persepsi :Penglihatan yang berhubungan
dengan penurunan ketajaman dan kejelasan
penglihatan
2.2.3.2 Resiko perluasan cedera yang berhubungan dengan
peningkatan aktivitas, kurangnya pengetahuan
2.2.3.3 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang kejadian operasi
2.2.2.4 Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan
TIO, perdarahan, kehilangan vitreus, pelepasan
buckling, kegagalan pelekatan retina
2.2.2.5 Nyeri berhubungan dengan luka pascaoperasi
2.2.2.6 Gangguan perawatan diri berhubungan dengan
penurunan penglihatan, pembatasan aktivitas pasca
operasi
2.2.2.7 Resiko ketifdakefektifan penatalaksanaan regimen
terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan, kurang sumber pendukung

2.2.4 Diagnosa, Intervensi dan Rasional


Tabel 2.1 Diagnosa, Intervensi dan Rasional

No Diagnosa Tujuan &KH Intervensi Rasional


1. Penurunan Klien melaporkan 1. Kaji ketajaman 1. Mengidentifikasi
persepsi kemampuan yang penglihatan klien kemampuan
sensori lebih baik untuk 2. Identifikasi visual klien
:Penglihatan proses rangsang alternatif untuk 2. Memberikan
berhubungan penglihatan dan optimalisasi keakuratan
dengan mengomunikasikan sumber penglihatan dan
penurunan perubahan visual. rangsangan perawatannya
ketajaman dan Dengan kriteria hasil 3. Sesuaikan 3. Meningkatkan
kejelasan : lingkungan kemampuan
penglihatan -Mengidentifikasi untuk persepsi sensori
faktor- faktor yang optimalisasi 4. Meningkatkan
memengaruhi fungsi penglihatan : kemampuan
penglihatan respons
34

-Mengidentifikasi -Orientasikan klien terhadap


dan menunjukkan terhadap ruang stimulus
pola-pola alternatif rawat lingkungan
untuk meningkatkan -Letakkan alat
penerimaan rangsang yang sering
penglihatan digunakan
didekat klien
atau pada sisi
mata yang lebih
sehat
-Berikan
pencahayaan
cukup
-Hndari cahaya
menyilaukan
4. Ajarkan
penggunaan
alternatif
rangsang
lingkungan yang
dapat diterima,
taktil

2. Resiko Kehilangan 1. Kaji lapang 1. Mengidentifikasi


perluasan penglihatan tidak pandang klien perkembangan
cedera berlanjut. pada mata yang kerusakan
berhubungan Dengan Kriteria hasil sakit dan sehat (pelepasan
dengan : setiap hari retina)
peningkatan -Klien menyebutkan 2. Instruksikan Gangguan
aktivitas, faktor resiko klien untuk lapang pandang
kurangnya meluasnya melakukan tirah menunjukkan
pengetahuan kehilangan baring total kerusakan
penglihatan dengan posisi (pelepasan
-Klien memeragakan khusus sesuai retina) pada sisi
penurunan aktivitas penyakit area yang
total 3. Terangkan pada berlawanan
klien untuk 2. Tirah baring
meminimalkan preoperasi
pergerakan, dilakukan
menghindari dalam posisi
pergerakan tiba- telentang atau
tiba serta miring sesuai
melindungi mata dengan lokasi
dari cedera kerusakan,
(terbentur benda) dengan
4. Anjurkan klien mengusahakan
untuk segera rongga retina
melaporkan pada dalam posisi
petugas bila menggantung.S
terjadi gangguan alah satu atau
lapang pandang kedua mata
yang meluas ditutup
dengan tiba-tiba 3. Gerakan tiba-
35

5. Menganjurkan tiba dan trauma


keluarga untuk dapat memicu
menemani psien kerusakan
berlanjut.Alih
baring diusakan
seminimal
mungkin dan
posisi anjuran
diusahakan
sebagai posisi
dominan
4.Perluasan
kehilangan
lapang pandang
secara pasif
mungkin terjadi
akibat perluasan
pelepasan retina
5.Agar pasien
terjaga dalam
pengawasan
jika ingin
melakukan
sesuatu
3. Ansietas 1. Jelaskan 1.Meningkatkan
berhubungan gambaran pemahaman
dengan kurang kejadian pre dan tentang
pengetahuan pascaoperasi, gambaran
tentang manfaat operasi, operasi untuk
kejadian dan sikap yang menurunkan
operasi harus dilakukan ansietas
klien selama 2.Meningkatkan
masa operasi kepercayaan
2. Jawab dan kerja sama
pertanyaan 3.Berbagi
khusus tentang perasaan
pembedahan membantu
3. Berikan waktu menurunkan
untuk ketegangan
mengekspresikan 4. Informasi
perasaan tentang
perbaikan
4. Informasikan penglihatan
bahwa perbaikan bertahap
penglihatan tidak diperlukan
terjadi secara untuk antisipasi
langsung, tetapi depresi atau
bertahap sesuai kekecewaan
penurunan setelah fase
bengkak pada
mata dan
perbaikan
36

Tidak terjadi kornea. operasi dan


kecemasan. Perbaikan memberikan
Dengan kriteria hasil penglihatn harapan akan
: memerlukan hasil operasi
-Klien waktu enam
mengungkapkan bulan atau lebih
kecemasan minimal
atau hilang
-Klien berpatisipasi
dalam persiapan
operasi

4. Resiko Cedera Tidak terjadi cedera 1. Diskusikan 1.Meningkatkan


berhubungan mata pascaoperasi. tentang rasa kerja sama dan
dengan Dengan kriteria hasil sakit, pembatasan
peningkatan : pembatasan yang diperlukan
TIO, -Klien menyebutkan aktivitas dan 2.Menurunkan
perdarahan, faktor yang pembalutan mata tekanan pada
kehilangan menyebabkan cedera 2. Tempatkan klien mata yang sakit,
vitreus, -Klien tidak pada tempat meminimalkan
pelepasan melakukan aktivitas tidur yang lebih resiko
buckling, yang meningkatkan rendah dan perdarahan atau
kegagalan resiko cedera anjurkan untuk stres pada
pelekatan membatasi jahitan
retina pergerakan 3.Mencegah atau
mendadak menurunkan
3. Bantu aktivitas resiko
selama fase komplikasi
istirahat, cedera
ambulasi 4.Menurunkan
dilakukan stress pada area
dengan hati-hati operasi
4. Batasi aktivitas 5.Agar klien
seperti terjaga dalam
menggerakkan pengawasan
kepala tiba-tiba, jika ingin
menggaruk mata, melakukan
membungkuk sesuatu
5. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani klien
37

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

5. Nyeri Nyeri berkurang, 1. Kaji derajat nyeri 1. Untuk


berhubungan hilang, dan setiap hari mengetahui
dengan luka terkontrol. 2. Anjurkan untuk tingkat nyeri
pascaoperasi Dengan kriteria hasil melaporkan 2. Meningkatkan
: perkembangan kolaborasi,
-Klien nyeri setiap hari memberikan
mendemonstrasikan atau segera saat rasa aman untuk
teknik penurunan terjadi peningkatan

nyeri peningkatan dukungan


-Melaporkan nyeri nyeri mendadak psikologis
berkurang atau 3. Anjurkan pada 3. Meminimalkan
hilang klien untuk tidak penngkatan
melakukan nyeri
gerakan tiba-tiba 4. Menurunkan
yang dapat ketegangan dan
memprovokasi mengurangi
nyeri nyeri
4. Ajarkan tekni 5. Mengurangi
distraksi dan nyeri dengan
relaksasi meningkatkan
5. Lakukan ambang nyeri
tindakan
kolaboratif
dalam pemberian
analgesik
topikal/sistemik

6. Gangguan Kebutuhan 1. Terangkan 1. Klien


perawatan diri perawatan diri klien pentingnya dianjurkan
berhubungan terpenuhi perawatan diri untuk istirahat
dengan Dengan kriteria hasil dan pembatasan di tempat tidur
penurunan : aktivitas selama pada 2-3 jam
penglihatan, -Klien mendapatkan fase pascaoperasi pertama
pembatasan bantuan parsial 2. Bantu klien pascaoperasi
aktivitas dalam pemenuhan untuk memenuhi atau 12 jam,
pascaoperasi kebutuhan diri kebutuhan jika ada
-Klien memeragakan perawatan diri komplikasi.Sela
perilaku perawatan 3. Secara bertahap, ma fase
diri sesuai bertahap libatkan klien ini,bantuan total
dalam memenuhi diperlukan bagi
kebutuhan diri klien
2. Memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
3. Pelibatan klien
dalam aktivitas
perawatan
dirinya
dilakukan
bertahap,dengan
berpedoman
bahwa aktivitas
38

tidak memicu
peningkatan
TIO dan
menyebabkan
cedera mata.

Anda mungkin juga menyukai