Anda di halaman 1dari 15

2 AgroinovasI

Inovasi Kultur Jaringan Kelapa Sawit


Perluasan lahan kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) di Indonesia selalu meningkat
setiap tahunnya, bahkan perusahaan perkebunan negara yaitu PT. Perkebunan
Nusantara berencana untuk mengembangkan sekitar 1,8 juta hektar perkebunan
kelapa sawit di kawasan perbatasan Indonesia dan Malaysia. Dengan demikian
diperlukan bibit dalam jumlah yang sangat banyak. Perbanyakan secara generatif
akan menghasilkan tanaman yang beragam karena kelapa sawit merupakan
tanaman yang menyerbuk silang. Dengan demikian harus dilakukan perbanyakan
secara vegetatif. Teknologi perbanyakan klonal secara konvensional tidak mungkin
dilakukan terutama untuk memenuhi kebutuhan bibit yang banyak dalam waktu
yang singkat. Salahsatu teknologi alternatif yang menjanjikan adalah teknologi
kultur jaringan. Melalui teknologi tersebut telah banyak tanaman yang dapat
diperbanyak secara masal, seragam dan dengan waktu yang relatif singkat.
Penelitian perbanyakan melalui kultur jaringan sebenarnya telah mulai dirintis
sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu oleh ORSTORM-IRHO/CIRAD Perancis
(Rabechault et al., 1972) dan Unilever Inggris (Smith dan Thomas, 1973). Sejak itu
teknologi perbanyakan kelapa sawit banyak dilakukan dengan regenerasi melalui jalur
embriogenesis somatik. Di masa mendatang khususnya untuk tanaman kehutanan
dan tanaman berkayu lainnya, perbanyakan melalui embriogenesis somatik lebih
banyak mendapat perhatian terutama untuk produksi benih somatik. Jumlah bibit

Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 3
yang dihasilkan per satuan wadah per satuan waktu lebih banyak daripada cara
perbanyakan lainnya. Untuk mendukung program pemuliaan tanaman khususnya
rekayasa genetik, jalur embriogenesis somatik lebih disukai karena tanaman dapat
berasal dari satu sel somatik, sehingga akan memberikan kepastian hasil yang lebih
tinggi dengan mengurangi resiko dihasilkannya “khimera” (Mariska, 1997).
Di samping keuntungan, terdapat beberapa kendala penerapan embriogenesis
yaitu: peluang terjadinya mutasi lebih tinggi, metoda lebih sulit, masalah dormansi,
daya morfogenesis dari kalus embrionik menurun karena berulang serta memerlukan
penanganan yang lebih intensif karena kultur lebih rapuh. Untuk mengatasinya
diperlukan penguasaan teknologi perbanyakan yang efisien dengan mengetahui
berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan regenerasi.
Dari hasil penelitian sebelumnya telah diperoleh formulasi media untuk
pendewasaan dan perkecambahan. Telah diperoleh pula struktur globular yang
banyak jumlahnya tumbuh di atas permukaan kalus serta struktur embrio somatik
dewasa, kecambah dan tunas.
Perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan dilakukan dengan regenerasi
melalui jalur embriogenesis somatik. Melalui jalur tersebut sampai saat ini banyak
dilaporkan adanya kendala abnormalitas yang dikenal dengan istilah buah bersayap
(“mantled”) (Corley et al., 1986), dapat terjadi sekitar 5-10% pada populasi bibit asal
kultur jaringan, bahkan menurut Subronto et al., (1995) dapat menurunkan produksi
sampai 40%. Namun demikian dapat terjadi pemulihan kembali seiring dengan
waktu, dan kondisi ini disebut epigenetik (Tregear et al., (2002). Untuk tingkat
abnormalitas yang rendah pemulihan menjadi fenotipe yang normal kembali dapat
mencapai 100% dan 50% untuk tingkat abnormalitas yang berat dengan waktu
pemulihan 9 tahun (Rival et al., 1998).
Perubahan sifat genetik atau epigenetik dapat disebabkan oleh frekuensi
dan umur kalus (Paranjothy et al., 1993; Euwens et al., 2002), jenis eksplan dan
kecepatan proliferasi kalus (Skirvin et al., 1984; Karp, 1995), serta zat pengatur
tumbuh (Euwens et al., 2002). Di antara zat pengatur tumbuh auksin yang banyak
dilaporkan dapat menyebabkan perubahan genetik adalah 2,4-D (Deambrogio dan
Dale, 1980). Dengan interval 8 minggu terjadi pembentukan 2-5% buah bersayap,
tetapi dengan yang pendek 2 minggu persentase abnormalitas dapat mencapai
42-60%. Dengan umur embrioid yang pendek masa inkubasinya maka persentase
buah bersayap menurun secara drastis, kecuali dengan perlakuan interval 4 minggu
dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi (Euwens et al., 2002). Umur embrioid yang
lama (1 tahun) dapat menyebabkan tingginya abnormalitas (Euwens et al., 2002).
Di samping itu pengggunaan daun muda dapat mempengaruhi tanggap eksplan
terhadap perlakuan tergantung pada letaknya terhadap apeks. Penggunaan media
dasar dapat pula berpengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan kelapa sawit
melalui kultur jaringan (Muniran et al., 2001).
Untuk induksi kalus embriogenik kelapa sawit, Sianipar et al., (2007)
menggunakan media MS yang diperkaya 2,4-D 100 mg/l, kinetin 0-1 mg/l, air kelapa
Badan Litbang Pertanian Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII
4 AgroinovasI

10% serta arang aktif. Dengan formulasi media di atas terjadi variasi struktur
yang sangat tinggi pada pembentukan embrio somatik mulai dari tahap globular
sampai dengan kotiledon. Untuk proliferasi kalus embriogenik digunakan media
De Fossard. Pada tahap pendewasaan embrio somatik, Sumaryono et al., (2007)
menanam kalus pada media MS ditambah 2,4-D 1 mg/l, kinetin 0,1 mg/l, air kelapa
10% dan kasein hidrolisat 100 mg/l. Kalus yang terbentuk kemudian diproliferasi
pada media De Fossard yang diberi 2,4-D 5 mg/l dan kinetin 0,1 mg/l.
Pada tanaman yang sama yaitu kelapa sawit, Duval et al., (1994) berhasil
mendapatkan kalus embriogenik dengan memakai garam makro MS, garam mikro
Nitsch’s (1969), vitamin Morel dan Vettmore (1951) yang diberi adenine sulfat 30
mg/l, 2,4-D 99,5 mg/l dan BA 1 mg/l.
Dari percobaan tersebut di atas umumnya menggunakan arang aktif dan auksin
2,4-D dengan konsentrasi yang tinggi. Dengan demikian penentuan formulasi media
merupakan salahsatu faktor penting dalam perbanyakan kelapa sawit melalui kultur
jaringan. Strategi penetapan teknologi yang baik sangat penting dilakukan, antara
lain penggunaan formulasi media yang tepat sehingga dapat mempercepat proses
produksi, jumlah bibit yang dihasilkan, serta dapat menekan tingkat abnormalitas
buah bersayap. Demikian pula subkultur harus diatur dengan tepat agar masalah
abnormalitas dapat ditekan.
Beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam regenerasi melalui jalur
embriogenesis somatik antara lain produksi kalus embriogenik, tahap pendewasaan
Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 5
kalus, tahap perkecambahan, tahap
kotiledon dan pembentukan benih
somatik (Mariska, 1997). Setiap tahapan
tersebut memerlukan formulasi media
yang berbeda. Pada tahap awal yaitu
pembentukan kalus embriogenik
diperlukan auksin dengan konsentrasi
yang tinggi dan kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan ekspresi gen
yang diakibatkan zat pengatur tumbuh
(Paranjothy et al., 1993). Struktur
kalus yang remah dan pertumbuhan
yang cepat dapat menyebabkan
abnormalitas yang sangat tinggi
(Duran et al., 1993; Jaligot et al., 2000).
Perbaikan metoda kultur jaringan
telah dilakukan dengan berbagai
teknik untuk menekan terjadinya buah
bersayap. Walaupun memberikan
hasil yang cukup baik tapi masih ada
yang menunjukkan abnormalitas buah
bersayap (Soh, 2006). Di Malaysia,
buah bersayap meningkat sampai 80%
selama 3-4 tahun proses regenerasi
kultur (Euwens et al., 2002). Terjadinya abnormalitas pada tanaman kelapa sawit
asal kultur jaringan cukup tinggi namun tetap diminati karena berdasarkan satuan
tanaman, produktifitas tanaman hasil kultur jaringan terbukti lebih tinggi 23 sampai
39% dibandingkan tanaman asal benih (Subronto et al., 1995). Dengan jaminan
tingkat abnormalitas yang rendah (5-10%) bibit asal kultur jaringan tetap diminati.
Oleh karena itu diperlukan protokol teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan
kelapa sawit dengan tingkat abnormalitas yang rendah, yaitu mencoba jenis auksin
lain pada konsentrasi yang optimal, dengan frekuensi yang rendah dan kombinasi
jenis auksin yang daya aktifitasnya lebih rendah.
Penggunaan auksin dengan daya aktifitas yang tidak sekuat 2,4-D, tetap mampu
menginduksi pembentukan kalus embriogenik meskipun pertumbuhannya tidak
secepat pada media dengan menggunakan 2,4-D. Penambahan auksin jenis NAA,
pikloram dan dicamba tetap mampu menginduksi pembentukan kalus.

Penelitian
Penelitian kultur jaringan kelapa sawit ini merupakan kerjasama dengan PT.
Katingan Indah Utama yang telah berjalan sejak tahun 2008 dan direncanakan
hingga 2013. Penelitian dilakukan di laboratorium kultur jaringan, Kelompok

Badan Litbang Pertanian Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII
6 AgroinovasI
Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, BB-BIOGEN, Bogor.
Langkah pertama dari penelitian ini adalah pengambilan sumber eksplan dari
ortet (tanaman terpilih) yang berupa umbut (daun muda) atau “spear” yang belum
membentuk klorofil. Ortet merupakan tanaman D x P asal Costa Rica dan Socfindo
yang terletak di Kebun Santilik, PT. Intiga Prabakara Kahuripan dan Kebun Mentaya,
PT. Katingan Indah Utama.
Langkah sebelum penanaman eksplan yaitu umbut dipotong dengan ukuran
2-4 cm kemudian disterilisasi berturut-turut dengan alkohol 70% selama 5 menit,
klorox 20% selama 5 menit, larutan glukosa selama 30 menit dan terakhir dibilas
dengan aquades steril sebanyak 3 kali. Eksplan yang ditanam berupa daun muda
yang dipotong-potong dengan ukuran 1-1.5 cm tanpa dibuka sehingga terdiri dari
2 helaian daun yang saling menutupi. Eksplan kemudian ditanam di dalam botol
yang terdiri atas 4 potongan daun. Botol kultur selanjutnya disimpan dalam ruang
kultur bersuhu ± 25oC – 27oC dalam kondisi gelap hingga terbentuk kalus. Setiap 8
minggu setelah tanam dilakukan subkultur pada formulasi media yang sama.

Tabel 1. Komposisi media dasar MS modifikasi dan Vitamin MV


GARAM MINERAL MS
NO.
HARA MAKRO mg/l
1. KNO3 600
2. NH4NO3 650
3. CaCl2.2H2O 180
4. MgSO4.7H2O 150
5. KH2PO4 350
HARA MIKRO mg/l
1. MnSO4. 4H2O 18,9
2. ZnSO4.7H2O 10
3. H3BO3 10
4. KI 0,83
5. Na2MoO4.2H2O 0,25
6. CuSO4.5H2O 0,025
7. CoCl2.6H2O 0,025
8. FeSO4.7H2O 27,85
9. Na2EDTA.2H2O 37,25
VITAMIN MV mg/l
1. Inositol 100

Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 7

2. Thiamine-HCl 1,0
3. Nicotinic Acid 1,0
4. Pyridoxine-HCl 1,0
5. Ca pantothenate 1,0
6. Biotin 0,01
Keterangan : Vitamin MV = Vitamin Morel & Vettmore

Media dasar yang digunakan adalah media MS modifikasi, vitamin MV


(Tabel 1), arang aktif dan media dipadatkan dengan penambahan gelrite 2 g/l.
Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan adalah pikloram dan NAA untuk media
induksi kalus, 2,4-D dan BA untuk proliferasi kalus, serta BA dan kinetin untuk
media perkecambahan. Kemasaman (pH) media diatur pada skala 4.5-5 dengan
KOH atau HCl 0,1 N. Media yang sudah dimasukkan dalam botol kultur kemudian
disterilkan dengan autoclave pada suhu 121oC dengan tekanan 1 kg/cm2 selama 20
menit. Setelah media steril, dibiarkan selama beberapa hari (1-7 hari). Setelah itu,
eksplan yang berupa potongan daun muda segera ditanam di media. Eksplan yang
ditanam adalah spear 12, spear 13, spear 14 dan spear 15.
Selain menanam eksplan daun muda pada media induksi kalus KS 40,
penelitian juga meneruskan kegiatan tahun sebelumnya yaitu subkultur kalus
embrionik dan struktur embrio somatik (globular, torpedo) dari spear 1-10 dan
menguji reproduksibilitas spear 1-b. Penelitian tersebut bertujuan untuk induksi
dan proliferasi kalus serta subkultur struktur embrio somatik yang mulai dewasa
dari spear 1 - 3.

Metode
Penelitian kultur jaringan kelapa sawit dimulai sejak tahun 2008. Pada tahun
pertama dan kedua mencari metoda untuk pertumbuhan kalus embriogenik dan
regenerasinya membentuk struktur embrio somatik tahap awal (globular dan hati).
Tahun ketiga penelitian diarahkan menggunakan media terbaik yang dihasilkan
tahun pertama dan kedua untuk mengetahui “reproducibility” metoda yang
dihasilkan dan regenerasinya membentuk struktur embrio dewasa dan pembentukan
kecambah serta tunas. Pada tahun yang sama diharapkan tunas dapat memanjang
sehingga dapat diakarkan pada media perakaran. Pada tahun keempat kalus
dan embrio somatik yang belum beregenerasi membentuk kecambah dan tunas
disubkultur pada media baru. Apabila pada tahun ketiga sudah dapat dihasilkan
plantlet maka dilakukan aklimatisasi serta akan dilakukan pula perakaran secara
ex vitro.
Kegiatan penelitian di laboratorium dan lapangan. Kegiatan di laboratorium
untuk melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan (pembuatan dan sterilisasi
media tanam), penanaman eksplan, penyimpanan botol kultur pada ruang
inkubasi serta pengamatan biakan. Untuk kegiatan lapang antara lain pengambilan
Badan Litbang Pertanian Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII
8 AgroinovasI

umbut sebagai sumber eksplan (bahan tanaman) yang akan ditanam secara kultur
jaringan.
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahun anggaran Pebruari 2011 – Pebruari
2012 meliputi: 1) penanaman eksplan daun dari spear 12, 13, 14 dan 15, 2) subkultur
kalus embriogenik dan struktur embrio somatik dan 3) induksi akar pada tunas in
vitro.

1. Penanaman eksplan daun muda dari spear 12, 13, 14 dan 15


Isolasi dan penanaman eksplan (spear A, B, C, D dan E) spear 12 dan 13 dilakukan
pada bulan Maret dan April 2011. Formulasi media yang digunakan adalah KS 40
yaitu MS + arang aktif + NAA + picloram. Eksplan daun muda yang belum mampu
menginduksi kalus disubkultur pada media KS 40 setiap 2-3 bulan sekali dengan
frekuensi maksimal 5-6 kali. Apabila kalus telah terbentuk maka dilakukan subkultur
untuk memisahkan daun yang berkalus dan tidak, subkultur dilakukan pada media
KS 40.
Untuk spear 14 dan 15 penanaman dilakukan pada awal bulan Agustus 2011 dan
Pebruari 2012 dengan perlakuan yang sama dengan spear 12 dan 13.

2. Subkultur kalus embriogenik dan struktur embrio somatik


Kalus yang berasal dari spear 1-11 yang diinduksi pada media KS 40 disubkultur
kembali pada media yang sama untuk proliferasi kalus. Subkultur dilakukan
berulang setiap 2-3 bulan dengan frekuensi maksimal 5-6 kali. Apabila pembentukan
kalus nodular sudah terbentuk pada media subkultur dengan frekuensi rendah (2-3
kali) maka kalus dapat langsung disubkultur pada media pendewasaan.
Kalus yang menunjukkan pembentukan struktur embriosomatik globular
disubkultur pada media pendewasaan yaitu media KS 75 (MS + arang aktif + 2,4-D +
BA + Adenin Sulfat). Disamping itu dapat pula disubkultur pada media pendewasaan
lainnya yaitu KS 40 + GA3, KS 40 ½ zat pengatur tumbuh (ZPT) + vitamin Morel dan
Vettmore (MV). Vitamin MV = Meso inositol 100 mg/l + Tiamin 1 mg/l + Piridoksin 1
mg/l + Asam Nikotinat 1 mg/l + Ca pantotenat 1 mg/l + Biotin 0,01 mg/l (Tabel 1).
Untuk memacu pembentukan struktur bipolar dan tunas. Struktur embrio
somatik dewasa disubkultur kembali pada media MS modifikasi + BA + Kinetin +
antioksidan. Apabila pertumbuhan ke arah pemanjangan lambat maka ke dalam
media diberikan pula GA3.
Pengamatan dilakukan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Pebruari 2012.
Peubah yang diamati yaitu jumlah kalus, jumlah embrio somatik, jumlah tunas, serta
visual biakan. Disamping itu dilakukan pula pengamatan pada jumlah eksplan yang
ditanam.

3. Induksi akar pada tunas in vitro


Tunas yang diperoleh pada tahap sebelumnya dan panjangnya sudah mencapai
± 4 cm disubkultur pada media perakaran yaitu MS ½ + IBA kombinasi dengan NAA
Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 9
+ asam amino + antisoksidan). Peubah yang
diamati yaitu waktu inisiasi akar, panjang dan
jumlah akar serta visual biakan.

Hasil Penelitian
Penanaman eksplan daun muda dari spear
12, 13, 14 dan 15
Penanaman eksplan daun muda spear
12 dan 13 dilakukan pada bulan Maret dan
April 2011 pada media yang telah teruji dapat
menginduksi kalus embriogenik yaitu KS
40. Sampai saat ini dari spear tersebut belum Gambar 1. Eksplan jaringan daun
ada eksplan yang membentuk kalus (Tabel 2). muda dari spear 14 pada KS 40
Untuk spear 14 penanaman dilakukan pada yang sudah membentuk struktur
awal bulan Agustus 2011. Dari spear 14 sudah globular
ada eksplan daun muda yang membentuk
kalus berbentuk globular (Gambar 1) walaupun spear 14 ditanam bulan Agustus
dibandingkan spear 12 dan 13 (Maret dan April) tetapi dengan pohon induk yang
berbeda (dengan varietas yang sama dan berasal dari lokasi yang sama) memberikan
respon yang berbeda pula. Dengan demikian kondisi fisiologis pohon induk sangat
menentukan keberhasilan. Awal bulan Pebruari 2012 telah ditanam spear 15 pada
formulasi media yang sama yaitu KS 40.
Dari spear 11 yang ditanam pada bulan Oktober 2010 telah terbentuk sebanyak
46 kalus embriogenik (pada bulan Januari 2011) dan Pebruari 2012 sudah terbentuk
sebanyak 96. Terjadi peningkatan kemampuan dalam membentuk populasi sel
somatik. Kandungan zat pengatur tumbuh (ZPT) NAA kombinasi dengan picloram
nampaknya mampu memacu proses dediferensiasi sel pada beberapa spear tertentu,
tetapi pada spear lain yaitu 12 dan 13 tidak dapat memacu pembentukan kalus.
Media KS 40 merupakan formulasi media yang sudah teruji dari hasil percobaan
sebelumnya (Mariska, dkk., 2008 dan 2009a+b). Gaba (2005) menyatakan bahwa
sifat genetik pohon induk sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan
melakukan proses dediferensiasi. Kondisi tersebut dibuktikan dari hasil penelitian
ini yang menunjukkan adanya spear tertentu dari pohon induk yang berbeda,
ada eksplan yang tidak mampu membentuk kalus embriogenik, walaupun sudah
mengalami periode kultur in vitro yang lama (Tabel 2). Nampaknya kondisi iklim
sangat berpengaruh pula pada kondisi fisiologis pohon induk, hal tersebut terlihat
dari kemampuan spear 1 dan 1-B melakukan proses dediferensiasi.
Eksplan jaringan daun muda yang berasal dari spear 1-B pohon induknya sama
dengan spear 1. Sekitar 1,5 tahun setelah isolasi bahan tanaman yang pertama (April
2008), maka tunas tumbuh kembali. Untuk mengetahui “reproducibility” formulasi
media KS 40 maka dilakukan pemotongan kembali umbut daun muda dari pohon
induk yang sama (Nopember 2009). Namun hasil yang diperoleh sangat berbeda,
hanya 3 kalus embriogenik yang terbentuk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
Badan Litbang Pertanian Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII
10 AgroinovasI
dengan kondisi fisiologis pohon induk yang berbeda akan memberikan hasil yang
berbeda pula, walaupun ditanam pada formulasi media yang sama yaitu KS 40.

Tabel 2. Kondisi biakan sampai dengan bulan Pebruari 2012


(torpedo, struktur bipolar)
Jumlah Jumlah Jumlah Kalus Jumlah
No Waktu Eksplan Kalus embriogenik Embrio Tunas
Spear Penanaman (botol)* (botol)** (botol)** Somatik (botol)
(botol)**
1 April 2008 0 0 3 16
2
2 Juni 2008 0 0 3 06
3 Agustus 2008 0 0 23 40
8
4 Nopember 2008 0 0 1 00
5 Januari 2009 11 0 3 00
6 April 2009 0 0 31 00
7 Juli 2009 127 0 14 70
8 Oktober 2009 43 0 21 00
9 Nopember 2009 20 0 1 00
10 Juli 2010 27 0 47 00
1-B Nopember 2009 28 0 3 00
11 Oktober 2010 45 3 96 02
12 Maret 2011 183 5 0 00
13 April 2011 312 12 0 00
14 Agustus 2011 10 0 3 00
15 Pebruari 2012 A 114 0 0 00
B 196 0 0 00
C 186 0 0 00
D 95 0 0 00
E 40 0 0 00
F 15 0 0 00
Total 1452 20 310 64
17
Keterangan : * Satu botol biakan berisi empat eksplan
** Satu botol biakan berisi satu hingga puluhan kalus embrionik,
embrio somatik dewasa, kecambah (struktur bipolar)

Jumlah kalus yang paling banyak tetap berasal dari spear 1 yaitu 95. Dari spear 1,
2 dan 3 kalus embriogenik telah disubkultur berulang kali pada media pendewasaan,
perkecambahan dan pertumbuhan tunas sehingga sampai saat terjadi penurunan
jumlah kalus embriogenik. Spear 11 walaupun baru ditanam tapi kalus yang
terbentuk cukup banyak yaitu 96, lebih banyak daripada spear lainnya. Bahkan dari
Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 11

Gambar 2. Pembentukan embrio somatik struktur bipolar dan tunas

spear 11 kalusnya sudah ada yang mampu beregenerasi membentuk embrio somatik
dewasa. Sampai dengan bulan Pebruari 2012 jumlah kalus embriogenik yang ada
sebanyak 310. Kalus tersebut merupakan sumber awal yang sangat potensial untuk
menghasilkan struktur embrio somatik dan plantlet. Dengan semakin banyak kalus
embriogenik yang dihasilkan maka peluang mendapatkan plantlet (benih somatik)
semakin meningkat.
KS 40 merupakan formulasi media yang terbaik dari sekitar 77 formulasi
yang telah dicobakan pada awal tahun penelitian yaitu 2008-2009. Dari penelitian
tersebut teramati pula pada tahun berikutnya bahwa kalus embriogenik terbentuk ±
2.5 bulan setelah tanam pada media KS 40 (Mariska, dkk., 2009a+b). Kalus kemudian
disubkultur pada media yang sama dengan frekuensi 4-5 kali dengan tujuan untuk
proliferasi kalus embriogenik dan meningkatkan kemampuan daya regenerasi

Gambar 3. Pertumbuhan tunas ke Gambar 4. Pembentukan daun


arah pemanjangan pada media dari tunas pada media yang
yang mengandung BA, Kinetin, mengandung BA, Kinetin, dan
dan GA3 GA3

Badan Litbang Pertanian Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII
12 AgroinovasI

Gambar 6. Pembentukan struktur


embrio somatik stadia awal (globular
dan hati) yang bergerombol di atas
kalus embriogenik

membentuk struktur embrio somatik stadia awal (globular). Kalus yang bernodul
kemudian disubkultur pada media KS 40 + Vit MV + ½ ZPT atau KS 40 + Vit MV
(tanpa ZPT). Pada media tersebut di atas secara visual teramati ada nodul-nodul
yang tumbuh dan berkembang membentuk struktur embrio somatik stadia lanjut.
Kalus embriogenik umumnya terbentuk pada medium yang mengandung auksin
terutama auksin sintetik seperti 2,4-D, picloram dan NAA dengan konsentrasi yang
relatif tinggi. Auksin sintetis seperti 2,4-D mempunyai peran yang sangat penting
dalam menginduksi dan memelihara kelangsungan pembelahan sel (Mahalakshmi,
et al., 2003) dan mengarahkan perkembangan sel menjadi populasi sel yang

Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 13

embriogenik (Chugh dan Khurana, 2002).


Satu mekanisme auksin dapat mengatur proses embriogenesis somatik melalui
asidifikasi pada sitoplasma dan atau dinding sel (Kutschera, 1994). Ada dua
mekanisme yang penting dalam pembentukan sel embrionik yaitu pembelahan sel
asimetris dan pemanjangan sel (Emons, 1994). Diharapkan dengan adanya respon
awal tersebut akan diikuti dengan proses pembelahan sel secara mitosis dan akhirnya
terbentuk kalus embriogenik. Setelah berumur 3-4 bulan kalus disubkultur berulang
untuk memacu proses dediferensiasi membentuk struktur embrio somatik.
Secara visual terlihat pula adanya perubahan warna kalus menjadi hijau yang
mencirikan perubahan kalus ke fase meristemoid, Swhartz et al., (2005) menyatakan
bahwa fase meristemoid merupakan perubahan ke fase proses determinasi yaitu
perubahan menonjol menuju diferensiasi sel.

Subkultur kalus embriogenik dan struktur embrio somatik


Jumlah embrio somatik dewasa masih rendah karena kelapa sawit merupakan
tanaman tahunan berkayu dan monokotil yang sangat lambat dalam proses
regenerasinya. Kelapa sawit dalam kultur jaringan termasuk dalam tanaman yang
rekalsitran dan sudah diketahui sejak lama sehingga sangat sulit dipacu membentuk
kalus embriogenik dan regenerasinya membentuk struktur embrio somatik. Di
samping kalus embriogenik dilakukan subkultur struktur embrio somatik dewasa
pada media MS modifikasi + vit MV + BA + Kinetin. Pada media tersebut secara
Badan Litbang Pertanian Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII
14 AgroinovasI
visual terlihat mulai adanya pembentukan kecambah (struktur bipolar) dan tunas
(Gambar 2).
Kecambah maupun struktur bipolar dan tunas yang terbentuk berasal dari
spear 2 dan 3 sebanyak 81 (Tabel 2). Terlihat bahwa dengan kondisi fisiologis dan
sifat genetik pohon induk yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda
pula walaupun berasal dari varietas yang sama. Kondisi fisiologis berbeda karena
pengambilan bahan tanaman yang akan dikulturkan berbeda waktunya sehingga
kondisi iklim sangat berpengaruh terhadap respon eksplan terhadap formulasi
media.
Walaupun spear 1 paling banyak membentuk kalus embriogenik, tetapi
kemampuan regenerasi membentuk kecambah dan tunas spear 3 lebih tinggi. Secara
visual terlihat bahwa kecambah dan tunas pertumbuhannya sangat lambat, untuk
itu dilakukan subkultur kembali pada media kombinasi BA dan kinetin dengan
konsentrasi BA diturunkan dan ditambah GA3. Pada media tersebut, terlihat tunas
tumbuh secara signifikan ke arah pemanjangan (Gambar 3). Dari hasil pengamatan
sementara pada formulasi media baru tersebut ada tunas yang tumbuh memanjang
juga daunnya mulai membuka (Gambar 4).
Untuk pertumbuhan tinggi biakan Davies (2004) menyatakan bahwa sitokinin
dapat berpengaruh terhadap proses pembelahan sel seperti untuk penambahan
luas jaringan dan pertambahan tinggi tunas. Demikian pula Maxwell dan Keiker
(2004) menyatakan bahwa sitokinin berinteraksi dengan zat pengatur tumbuh
lainnya seperti GA3 (Davies, 2004) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman. Dengan peningkatan konsentrasi kinetin dan penambahan GA3
diharapkan tunas dapat tumbuh memanjang dengan cepat sehingga layak untuk
diakarkan secara in vitro.
Sampai dengan bulan Pebruari 2012, jumlah struktur embrio somatik,
torpedo dan bipolar sebanyak 64 dan akan disubkultur pada media baru dengan
pengkulturan secara individu tidak bergerombol (Gambar 5). Jumlah tunas yang
kondisi visualnya sangat baik dan pertumbuhannya ke arah pemanjangan relatif
cepat ada 9. Pada bulan April 2012, tunas tersebut akan dipindahkan dan ditanam
pada media perakaran.
Dari pengamatan secara visual terlihat bahwa struktur embrio somatik globular
dari setiap biakan terbentuk sangat banyak, sehingga sulit dihitung karena satu
sama lain menempel dan tumbuh bergerombol (Gambar 6). Bahkan dari struktur
globular yang terlihat warna putih kekuningan dan bening sudah mulai terbentuk
struktur embrio somatik yang lebih lanjut seperti hati dan torpedo.

Induksi akar pada tunas in vitro


Apabila tunas tingginya sudah mencapai ± 4 cm akan diakarkan pada media De
Fossard et al., (1974) yang diberi IBA dan NAA pada kegiatan sebelumnya. Telah
dicoba mengakarkan pada media MS + IBA + NAA tapi belum ada yang mampu
berakar. Tunas yang diakarkan jumlahnya masih sangat sedikit yaitu 5.

Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 15

Kesimpulan
1. Kondisi biakan khususnya kalus embriogenik sampai dengan bulan Pebruari
2012 sebanyak 310, jumlah embrio somatik dewasa 64 serta jumlah tunas 17.
2. Untuk struktur embrio somatik globular dan scutellar jumlahnya sangat banyak,
sangat sulit dihitung karena tumbuh bergerombol di atas kalus.

Badan Litbang Pertanian Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII
16 AgroinovasI

3. Kalus dari spear 3 lebih mampu beregenerasi membentuk kecambah dan tunas
dibanding dengan spear 1 dan 2.
4. Formulasi media MS modifikasi (Vitamin MV) + BA + Kinetin + GA3 mampu
memacu pembentukan kecambah dan tunas.
5. Pertumbuhan tunas ke arah pemanjangan sangat lambat untuk itu perlu dilakukan
subkultur kembali pada media yang mengandung GA3.
6. Protokol perbanyakan melalui somatik embriogenesis yang diperoleh pada tahun
1, 2 dan 3 dapat diulang pada beberapa spear. Dengan demikian ada harapan
protokol yang diperoleh dapat digunakan untuk perbanyakan vegetatif kelapa
sawit.

I. Mariska, S. Hutami, D. Sukmadjaja,


M. Kosmiatin, S. Rahayu, S. Utami
BB-BIOGEN, Bogor

Petunjuk Cara Melipat:

Cover
Cover

Cover Cover
Cover

5. Potong bagian bawah


4. Lipat dua membujur ke dalam
1. Ambil dua Lembar halaman 13,14, 19 dan 20 3. Lipat lagi sehingga dua buku sehingga
sehingga cover buku ada
melintang ke dalam menjadi sebuah buku
di depan
2. Lipat sehingga cover buku kembali
(halaman warna) ada di depan.

Edisi 23-29 Januari 2013 No.3491 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian

Anda mungkin juga menyukai