Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Nim : P1908117
2. Penyebab / etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor – faktor
resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
terlalu lama duduk sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor
abdomen)
d. Usia tua
e. Konstipasi kronik
f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
g. Hubungan seks peranal
h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
i. Kurang olahraga/imobilisasi
j. Terlalu banyak duduk
k. Kehamilan ibu hamil yang diakibatkan perubahan hormone
l. Keturunan penderita wasir
m. Penekanan kembali aliran darah vena
n. Obesitas
o. Mengangkat beban berat
5. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik
dari vena hemoroidalis. Beberapa faktor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi
atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat,
fibroma uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan
darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup
sehingga mudah terjadi aliran balik.
6. Epidemiologi
Hemoroid dapat menyerang siapa saja. Itu diakibatkan karena pola hidup yang
tidak sehat, seperti makan-makanan yang tidak berserat sehingga mengakibatkan
konstipasi,dan diare menahun. Selain itu keturunan penderita wasir juga bisa karena
keturunan.
7. Faktor predisposisi
a. Keturunan
b. Diet dan geografis
c. Kebiasaan defekasi –> umumnya orang yang mempunyai kebiasaan duduk di toilet
10-15 menit sambil membaca ataupun orang yang merasa berdefekasi harus benar-
benar mengeluarkan seluruh kotoran mempunyai angka kejadian yang lebih tinggi.
8. Klasifikasi
a. Hemoroid eksterna :
1) Hemoroid akut , berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan hematoma.
2) Hemoroid kronis, berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari
jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
b. Hemoroid internal
Hemoroid internal diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :
Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah
perdarahan
Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah
selesai defekasi.
Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah
defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi
9. Pemeriksaan fisik
Hemoroid eksternal dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis.
Bila hemoroid internal mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.
11. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi
asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada
semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah
terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan
serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.
13. Penatalaksanaan
Therapy non bedah
a. Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua dapat ditolong
dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan.
Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan berlebihan.
b. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%
fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan
areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut.
Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak ada nyeri.
c. Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid
yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang
karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa
pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks
hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh
dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan
dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari.
d. Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan
dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan
anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat
pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui
sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan
mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara
luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih
cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar, dan
nyeri beserta karakteristiknya.
b. Apakah ini terjadi selama defekasi atau tidak
c. Berapa lama ini berakhir?
d. Adakah nyeri abdomen yang dihubungkan dengan hal itu?
e. Apakah terjadi perdarahan pada rectum?
f. Seberapa banyak?
g. Seberapa sering?
h. Apakah warnanya?
i. Adakah rabas lain seperti pus, mukus?
j. Bagaimana pola eliminasi dan penggunaan laksatif?
k. Bagaimana riwayat diet, termasuk masukan serat?
l. Jumlah latihan, tingkat aktifitas dan pekerjaan (khusunya bila mengharuskan duduk
dan berdiri lama)?
m. Pengkajian obektif mencakup: menginfeksi feses akan adanya darah atau mucus,
areaperianal akan adanya hemorroid, fisura iritasi atau pus.
2. Pemeriksaan fisik:
a. Inspeksi:
Hemorroid externa: terlihat benjolan diantara kulit perineum.
Hemorroid interna: terlihat benjolan mukosa keluar dari anus
b. Palpasi: Pada RT tidak teraba apa-apa kecuali jika ada trombus atau penebalan
mukosa
3. Diagnosa
a. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defikasi akibat nyeri selama
eliminasi.
b. Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.
c. Nyeri b.d iritasi, tekanan, dan sensivitas pada area rectal/anal sekunder akibat
penyakit anorektaldan spasme sfingter.
d. Perubahan eliminasi urinarius b.d dengan rasa nyeri akut
4. Intervensi
Dx 1 : Konstipasi
Tujuan : Mendapatkan pola eliminasi adekuat
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk minum sedikitnya 2 liter sehari.
Rasional : Untuk memberikan hidrasi adekuat.
b. Anjurkan pasien untuk makan-makanan berserat.
Rasional : untuk meningkatkan bulk dalam fases.
c. Anjurkan pasien untuk miring.
Rasional : untuk merangsang usus dan merangsang keinginan defekasi sebisa
mungkin.
d. Anjurkan pasien untuk latiohan relaksasi sebelu defekasi.
Rasional : membantu merilekskan otot-otot parineal abdomen yang kemungkinan
berkontriksi atau mengalami spasme.
Dx 2: Ansietas
Tujuan : Penurunan ansietas
Intervensi :
a. Berikan privasi dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkanya.
b. Berikan privasi saat memberikan perawatan.
Dx 3: Nyeri
Tujuan : penghilangan nyeri.
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk memilih posisi nyaman.
b. Beri kompres hangat.
Rasional : untuk meningkatkan sirkulasi dan meringankan jaringan teriritasi
c. Rendam duduk ¾ kali sehari.
Rasional : menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme
sfingter.
Dx 4 : Perubahan Eliminasi Urinarius
Tujuan : peningkatan eliminasi urinarius.
Intervensi :
a. Tingkatkan pemasukan cairan.
b. Teteskan air di atas meatus urinarius.
5. Implementasi
Sesuai dengan intervensi.
6. Evaluasi
a. Mendapatkan pola eliminasi normal
b. Mengalami sedikit ansietas
c. Mengalami nyeri sedikit
d. Mentaati program terapeutik
e. Bebas dari masalah pendarahan
Daftar Pustaka
Agustinus Kri Ediyanto. Studi Kasus: Upaya Penurunan Nyeri Pada Klien Post
Hemoroidektomi Di Rsk Ngesti Waluyo Parakan Temanggung
Rifadly Yusril Maulana. Danang Samudro Wicaksono, Efek Antiinflamasi Ekstrak
Tanaman Pagoda Terhadap Hemoroid
Safyudin1, Lia Damayanti. Gambaran Pasien Hemoroid Di Instalasi Rawat Inap
Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Lintang Dwi Cahya Dan Bambang Giatno R. Perbedaan Asupan Serat Pada Pasien
Hemoroid Dan Tidak Hemoroid Di Ruang Bersalin Rsu Haji Surabaya
Rohmani, Debie Dahlia, Lestari Sukmarini. Penurunan Nyeri Dengan Kompres
Dingin Di Leher Belakang (Tengkuk) Pada Pasien Post Hemoroidektomi Terpasang Tampon
Analisis Jurnal