Anda di halaman 1dari 18

STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

Pembimbing akademik : Ns. Wahyu Dewi., S.Kep., M.Kep

Pembimbing klinik : Su’ud.,S.Kep

Oleh :

Nama : Ravy Haryo Wodigdo

Nim : P1908117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN PASIEN HEMOROID

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi hemoroid
Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena – vena di dalam pleksus
hemoroidalis. Hemoroid mempunyai nama lain, seperti wasir dan ambeien. Sesuai
tampilan klinis, hemoroid dibedakan menjadi hemoroid interna dan hemoroid
eksterna. Hemoroid interna adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis
superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid merupakan
pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari
plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada di
bawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna adalah
pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) di atas atau di dalam
linea dentate (Nurarif & Kusuma, 2015). Hemoroid adalah pembengkakan
(varikosa) vena pada anus atau rektum. Hemoroid eksternal menonjol keluar
menyerupai gumpalan di sekitar anus. Hemoroid ini menyebabkan rasa sakit,
khususnya jika klien mengalami konstipasi dan mengedan saat defekasi
(Rosdahl & Kowalski, 2017).
Wasir adalah pembengkakan urat di anus dan rektum bawah, mirip dengan
varises. Peningkatan tekanan di pembuluh darah di daerah anorektal
menyebabkan wasir (Kardiyudiani & Susanti, 2019).

2. Penyebab / etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor – faktor
resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
terlalu lama duduk sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor
abdomen)
d. Usia tua

e. Konstipasi kronik
f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
g. Hubungan seks peranal
h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
i. Kurang olahraga/imobilisasi
j. Terlalu banyak duduk
k. Kehamilan ibu hamil yang diakibatkan perubahan hormone
l. Keturunan penderita wasir
m. Penekanan kembali aliran darah vena
n. Obesitas
o. Mengangkat beban berat

3. Tanda dan gejala


a. Rasa gatal dan nyeri
b. Perdarahan berwarna merah terang pada saat BAB
c. Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema
yang disebabkan oleh trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga
dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area tersebut.

4. Nyeri pada hemoroid


Penanganan nyeri non farmakologis yang dapat perawat lakukan diantaranya
dengan memberikan stimulus kulit, relaksasi dan distraksi, masase, kompres dingin,
kompres hangat, memberikan posisi yang nyaman, akupuntur, hidroterapi
Transcutaneous Electrical Stimulation Nerve Stimulation (TENS) merupakan jenis
stimulasi kulit (Demir, 2012). Kompres dingin mengurangi prostaglandin yang
memperkuat reseptor nyeri, menghambat proses inflamasi dan merangsang pelepasan
endorpin.
Penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan secara bedah dan no bedah.
Penanganan non bedah meliputi skleroterapi, Rubber Band Ligation (RBL), koagulasi
bipolar, sinar inframerah (Lohsiriwat, 2012). Penatalaksanan bedah hemoroid adalah
dengan hemoroidektomi. Hemoroidektomi adalah operasi pengangkatan hemoroid
dengan cara eksisi yakni dengan mengangkat jaringan yang mengalamivarises
(pelebaran) yang terjadi didaerah kanalis analis (Jacobs, 2014). Nyeri post operasi
disebabkan oleh adanya stimulus mekanik akibat kerusakan jaringan dariprosedur
pembedahan yaitu luka (insisi), sehingga akan merangsang mediator-mediator zat
kimia dari nyeri (Potter & Perry, 2009).
Prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, asetil kolin, substansi P,
leukotrien merupakan zat-zat kimia. zat tersebut akan terinduksi reseptor nyeri dan
disalurkan serabut A-& dan serabut C ke neuroaksis dimana zat-zat ini dapat
meningkatkan sensifitas nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Post operasi membuat kuli
terbuka dan terluka sehingga menstimulus impuls nyeri ke saraf sensori dan
teraktivasi di transmisikan ke kornus posterior di korda spinalis. Saraf aferen akan
menyampaikan persepsi nyeri ke otak (Brazz, 2014).

5. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik
dari vena hemoroidalis. Beberapa faktor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi
atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat,
fibroma uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan
darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup
sehingga mudah terjadi aliran balik.

6. Epidemiologi
Hemoroid dapat menyerang siapa saja. Itu diakibatkan karena pola hidup yang
tidak sehat, seperti makan-makanan yang tidak berserat sehingga mengakibatkan
konstipasi,dan diare menahun. Selain itu keturunan penderita wasir juga bisa karena
keturunan.

7. Faktor predisposisi
a. Keturunan
b. Diet dan geografis
c. Kebiasaan defekasi –> umumnya orang yang mempunyai kebiasaan duduk di toilet
10-15 menit sambil membaca ataupun orang yang merasa berdefekasi harus benar-
benar mengeluarkan seluruh kotoran mempunyai angka kejadian yang lebih tinggi.
8. Klasifikasi
a. Hemoroid eksterna :
1) Hemoroid akut , berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan hematoma.
2) Hemoroid kronis, berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari
jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
b. Hemoroid internal
Hemoroid internal diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :
Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah
perdarahan
Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah
selesai defekasi.
Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah
defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi

9. Pemeriksaan fisik
Hemoroid eksternal dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis.
Bila hemoroid internal mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.

10. Pemeriksaan diagnostik / penunjang


a. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
b. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak
,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas
harus diperhatikan.
c. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faces
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
d. Pemeriksaan sigmoidoskopi
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi
perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita. Prolaps
rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid interna.

11. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi
asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada
semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah
terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan
serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.

12. Theraphy hemoroid


a. Keluhan dapat dikurangi dengan rendam duduk menggunakan larutan hangat, salep
yang mengandung analgesik untuk mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu
berjalan, dan sedasi. Istirahat di tempat tidur dapat membantu mempercepat
berkurangnya pembengkakan.
b. Pasien yang datang sebelum 48 jam dapat ditolong dan berhasil baik dengan cara
segera mengeluarkan trombus atau melakukan eksisi lengkap secara
hemoroidektomi dengan anestesi lokal. Bila trombus sudah dikeluarkan, kulit
dieksisi berbentuk elips untuk mencegah bertautnya tepi kulit dan pembentukan
kembali trombus dibawahnya. Nyeri segera hilang pada saat tindakan dan luka
akan sembuh dalam waktu singkat sebab luka berada di daerah yang kaya akan
darah.
c. Trombus yang sudah terorganisasi tidak dapat dikeluarkan, dalam hal ini terapi
konservatif merupakan pilihan. Usaha untuk melakukan reposisi hemoroid ekstern
yang mengalami trombus tidak boleh dilakukan karena kelainan ini terjadi pada
struktur luar anus yang tidak dapat direposisi.
d. Dilatasi anus merupakan salah satu pengobatan pada hemoroid interna yang besar,
prolaps, berwarna biru dan sering berdarah atau yang biasa disebut hemoroid
strangulasi. Pada pasien hemoroid hampir selalu terjadi karena kenaikan tonus
sfingter dan cincin otot sehingga menutup di belakang massa hemoroid
menyebabkan strangulasi. Dilatasi dapat mengatasi sebagian besar pasien hemoroid
strangulasi, akan terjadi regresi sehingga setidak-tidaknya akan terjadi
penyembuhan sementara. Dilatasi tidak boleh dilakukan jika sfingter relaksasi
( jarang pada strangulasi), karena bisa menyebabkan inkontinensia flatus atau tinja
atau kedua-duanya yang mungkin menetap.
e. Anestesi umum dilakukan dan pasien diletakkan pada posisi lateral kiri atau posisi
litotomi. Dengan hati-hati anus diregangkan cukup luas sehingga dapat dilalui 6–8
jari. Sangat penting sekali bahwa untuk prosedur ini diperlukan waktu yang cukup
agar tidak merobekkan jaringan. Satu menit untuk sebesar satu jari sudah cukup
(berarti dibutuhkan waktu 6-8 menit), terutama jika kanalis agak kaku. Selama
prosedur tersebut, sfingter anus dapat terasa memberikan jalan. Namun karena
metode dilatasi menurut Lord ini kadang disertai penyulit inkontinensia sehingga
tidak dianjurkan.

13. Penatalaksanaan
Therapy non bedah
a. Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua dapat ditolong
dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan.
Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan berlebihan.
b. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%
fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan
areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut.
Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak ada nyeri.
c. Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid
yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang
karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa
pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks
hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh
dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan
dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari.
d. Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan
dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan
anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat
pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui
sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan
mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara
luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih
cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar, dan
nyeri beserta karakteristiknya.
b. Apakah ini terjadi selama defekasi atau tidak
c. Berapa lama ini berakhir?
d. Adakah nyeri abdomen yang dihubungkan dengan hal itu?
e. Apakah terjadi perdarahan pada rectum?
f. Seberapa banyak?
g. Seberapa sering?
h. Apakah warnanya?
i. Adakah rabas lain seperti pus, mukus?
j. Bagaimana pola eliminasi dan penggunaan laksatif?
k. Bagaimana riwayat diet, termasuk masukan serat?
l. Jumlah latihan, tingkat aktifitas dan pekerjaan (khusunya bila mengharuskan duduk
dan berdiri lama)?
m. Pengkajian obektif mencakup: menginfeksi feses akan adanya darah atau mucus,
areaperianal akan adanya hemorroid, fisura iritasi atau pus.
2. Pemeriksaan fisik:
a. Inspeksi:
Hemorroid externa: terlihat benjolan diantara kulit perineum.
Hemorroid interna: terlihat benjolan mukosa keluar dari anus
b. Palpasi: Pada RT tidak teraba apa-apa kecuali jika ada trombus atau penebalan
mukosa
3. Diagnosa
a. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defikasi akibat nyeri selama
eliminasi.
b. Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.
c. Nyeri b.d iritasi, tekanan, dan sensivitas pada area rectal/anal sekunder akibat
penyakit anorektaldan spasme sfingter.
d. Perubahan eliminasi urinarius b.d dengan rasa nyeri akut
4. Intervensi
Dx 1 : Konstipasi
Tujuan : Mendapatkan pola eliminasi adekuat
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk minum sedikitnya 2 liter sehari.
Rasional : Untuk memberikan hidrasi adekuat.
b. Anjurkan pasien untuk makan-makanan berserat.
Rasional : untuk meningkatkan bulk dalam fases.
c. Anjurkan pasien untuk miring.
Rasional : untuk merangsang usus dan merangsang keinginan defekasi sebisa
mungkin.
d. Anjurkan pasien untuk latiohan relaksasi sebelu defekasi.
Rasional : membantu merilekskan otot-otot parineal abdomen yang kemungkinan
berkontriksi atau mengalami spasme.
Dx 2: Ansietas
Tujuan : Penurunan ansietas
Intervensi :
a. Berikan privasi dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkanya.
b. Berikan privasi saat memberikan perawatan.
Dx 3: Nyeri
Tujuan : penghilangan nyeri.
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk memilih posisi nyaman.
b. Beri kompres hangat.
Rasional : untuk meningkatkan sirkulasi dan meringankan jaringan teriritasi
c. Rendam duduk ¾ kali sehari.
Rasional : menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme
sfingter.
Dx 4 : Perubahan Eliminasi Urinarius
Tujuan : peningkatan eliminasi urinarius.
Intervensi :
a. Tingkatkan pemasukan cairan.
b. Teteskan air di atas meatus urinarius.
5. Implementasi
Sesuai dengan intervensi.
6. Evaluasi
a. Mendapatkan pola eliminasi normal
b. Mengalami sedikit ansietas
c. Mengalami nyeri sedikit
d. Mentaati program terapeutik
e. Bebas dari masalah pendarahan
Daftar Pustaka

Agustinus Kri Ediyanto. Studi Kasus: Upaya Penurunan Nyeri Pada Klien Post
Hemoroidektomi Di Rsk Ngesti Waluyo Parakan Temanggung
Rifadly Yusril Maulana. Danang Samudro Wicaksono, Efek Antiinflamasi Ekstrak
Tanaman Pagoda Terhadap Hemoroid
Safyudin1, Lia Damayanti. Gambaran Pasien Hemoroid Di Instalasi Rawat Inap
Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Lintang Dwi Cahya Dan Bambang Giatno R. Perbedaan Asupan Serat Pada Pasien
Hemoroid Dan Tidak Hemoroid Di Ruang Bersalin Rsu Haji Surabaya
Rohmani, Debie Dahlia, Lestari Sukmarini. Penurunan Nyeri Dengan Kompres
Dingin Di Leher Belakang (Tengkuk) Pada Pasien Post Hemoroidektomi Terpasang Tampon
Analisis Jurnal

Judul PENURUNAN NYERI DENGAN KOMPRES DINGIN DI LEHER


BELAKANG (TENGKUK) PADA PASIEN POST HEMOROIDEKTOMI
TERPASANG TAMPON
Tujuan bertujuan mengetahui pengaruh kompres dingin di leher belakang (tengkuk)
terhadap penurunan nyeri pada pasien post hemoroidektomi yang
terpasang tampon.
Metode Desain penelitian quasi eksperimen dengan teknik pre test & post test
design with control group. 32 pasien post hemoroidektomi yang terpasang
tampon ikut berperan serta dalam penelitian ini yang dipilih concecutive
sampling. Instrumen yang digunakan mengukur skala nyeri yaitu visual
analog scale (VAS). Prosedur pengambilan data dilakukan selama 5-6
minggu. Tindakan dilakukan 2x pada pada jam ke-6 dan jam ke- post
hemoroidektomi dengan jeda waktu 2 jam. Pemberian tindakan dilakukan
selama 20 menit. Pengukuran pre test dan post test dilakukan setelah
memberikan perlakuan dengan visual analog scale pada kelompok kontrol
dan intervensi.
Hasil responden terdiri dari usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri operasi
sebelumnya dan pemberian analgetik. Rerata usia responden kelompok
intervensi yaitu 45,5 tahun (95% CI) dengan standar deviasi 10.4. Rerata
umur responden kelompok kontrol yaitu 43,8 tahun (95% CI) dengan
standar deviasi 9,9. Jenis pada kedua kelompok penelitian ini yaitu
mayoritas laki-laki (62,5%). Pengalaman nyeri operasi sebelumnya dikedua
kelompok lebih banyak yang tidak pernah memiliki pengalaman nyeri
pembedahan yaitu 10 responden (62,5%) kelompok intervensi dan 9
responden (56,2%) kelompok kontrol. intervensi dan kelompok kontrol pada
jam ke-6 (p-value 0,001) dan jam ke-8 (p-value 0,0001). Selanjutnya hasil uji
korelasi dari masing-masing karakteristik responden secara statistik dengan
nilai p-value > 0,05 sehingga karakteristik responden tidak memiliki korelasi
terhadap penurunan nyeri pasien.
Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa semua responden baik kelompok
intervensi dan kelompok kontrol akan diberikan terapi analgetik non opioid
yaitu ketorolak setelah 8 jam post hemoroidektomi. Pemberian analgetik
ketorolak efektif untuk penatalaksanaan nyeri paska pembedahan
hemoroidektomi (Picchio, et al, 2015). Ketorolak lebih diprioritaskan untuk
mengatasi nyeri sedang hingga berat setelah pembedahan karena obat ini
dapat menghambat sintesis prostaglandin (Koda, et al, 2009). Pemberian
ketorolak secara intravena 30 mg diberikan 6-8 jam sehari (BPOM, 2008).
Terapi ini efektif untuk mengatasi nyeri sedang sampai dengan berat
(Rekozar, 2013). Hasil penelitian yang relevan mengatakan bahwa terapi
analgetik diberikan pada tingkat nyeri 6 – 8 dimana responden masih
merasakan nyeri sedang dan berat (Muhsinah, 2016). Hasil penelitian
relevan lain bahwa pemberian ketorolak 30 mg efektif pada pasien post
operasi dengan hasil 60 menit setelah disuntikkan (Widodo, 2011). Hasil
penelitian diketahui rata-rata skala nyeri sebelum diberikan tindakan
kompres dingin pada 6 jam post operasi yaitu sebesar 6,88 dan 8 jam post
operasi yaitu 8.18. Sedangkan pada saat pengukuran skala nyeri sesudah
diberikan tindakan kompres dingin didapatkan hasil rerata pada 6 jam post
operasi yaitu sebesar 4,56 dan 8 jam post operasi yaitu sebesar 5,19. Hasil
uji Friedman test didapatkan p-value 0,0001 (p-value < 0,05) yang berarti
bahwa ada pengaruh yang signifikan penurunan nyeri sebelum dan sesudah
diberikan kompres dingin pada pasien post hemoroidektomi yang terpasang
tampon di ruang rawat inap Rumah Sakit Wilayah Kota Semarang.
Mekanisme kompres dingin mampu menurunkan nyeri sebagaimana
dijelaskan bahwa teori gate control dimana impuls dingin yang bersaing
mencapai korteks serebri bersamaan impuls nyeri akan berefek pada
distraksi kognitif dan menghambat persepsi nyeri (Huss, 2007). Kompres
dingin dapat melepaskan endorpin lebih cepat dibandingkan dengan
menggunakan terapi standar. Kompres dingin dapat menghambat transmisi
nyeri dan juga dapat dimodulasi oleh adanya opiat endogen (morfin alami)
meliputi endorpin, enkefalin dan dinorpin yang penting dalam sistem
analgetik alami tubuh. Substansi kimia tersebut 11 dilepaskan dari jalur
analgetik desenden selanjutnya berikatan dengan reseptor opiat di ujung
presinaps aferen. Pengikatan tersebut menghambat dan memblok
pelepasan substansi P, sehingga impuls nyeri tidak tersampaikan dan rasa
nyeri berkurang (Sherwood, 2010).
Tahun 2018
Kesimpulan emberian kompres dingin di tengkuk ditambah dengan terapi standar
berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada pasien post hemoroidektomi
yang terpasang tampon

Judul STUDI KASUS: UPAYA PENURUNAN NYERI PADA KLIEN POST


HEMOROIDEKTOMI DI RSK NGESTI WALUYO PARAKAN
TEMANGGUNG
Tujuan Tujuan penelitian adalah memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan nyeri. Secara khusus tujuan penulis adalah memberikan 4 asuhan
keperawatan pada klien dengan nyeri. Berdasarkan latar belakang diatas,
upaya penurunan nyeri pada klien post hemoroidektomi menjadi priotitas
perhatian.
Metode Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif
dengan pemaparan studi kasus melalui pendekatan karya tulis yakni
pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi keperawatan.
Hasil Pada hasil dan pembahasan memaparkan hasil dari kegiatan proses
keperawatan yang dilakukan pada klien. Proses keperawatan dilakukan
dengan tahapan dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi
kemudian evaluasi keperawatan (Potter & Perry, 2009).
Pembahasan Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan.
Pengkajian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data dasar yang
digunakan untuk menetapkan status kesehatan klien, menentukan masalah
actual atau potensial (Debora, 2011). Sesuai data keluhan utama klien
adalah nyeri pada bagian anus. Pada keadaan klien riwayat kesehatan
sekarang didapatkan klien sudah merasakan nyeri dan di diagnosa hemoroid
sejak 3 tahun yang lalu, kemudian klien BAB disertai banyak darah,
hemoroid keluar dari anus, harus dimasukan kembali dengan jari tangan
kemudian klien merasa lemas. Dalam pengkajian didapatkan kesesuaian
dengan teori dimana nyeri dapat dialami klien pasca hemoroidektomi
(Shenoy & Anitha, 2014) akibat spasme yang menimbulkan nyeri pada
sfingter dan otot perianal serta perlu menjadi pertimbangan utama
(Smeltzer & Bare, 2013). Pada tanda dan gejala yang dialami oleh Ny.S
sesuai dengan teori bahwa hemoroid biasanya menyebabkan nyeri dan
perdarahan berwarna merah segar saat defekasi (Smeltzer & Bare, 2013)
dan hemoroid yang kian membesar akan menonjol keluar dan
menyebabkan prolaps (Sjamsuhidajat, 2010). Pada klien dengan keluhan
prolaps keluar sebagian setelah defekasi, jika hemoroid masuk kembali
(grade II) jika harus dimasukkan dengan bantuan jari tangan (grade III)
(Shenoy & Anitha, 2014). Hasil pemeriksaan penunjang hematologidengan
hasil Hemoglobin 9,5 g/dl, eritrosit 3,87 10^6/uL menunjukkan bahwa klien
mengalami anemia. Sesuai teori bahwa bahwa dari perdarahan merah segar
yang terjadi saat defekasi akan menyebabkan anemia kronis (Shenoy &
Anitha, 2014) dan bahkan kadar hemoglobin bisa mencapai 4 g/dl. Namun
harus dicari penyebab perdarahan dari yang lain (Rani, Simadibrata, & Syam,
2011). Perdarahan umumnya tanda awal dari hemoroid interna akibat feses
yang keras (Sjamsuhidayat, 2010).
Tahun 2018
Kesimpulan Intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah) antara lain :
lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi,frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, ajarkan manajemen nyeri
menggunakan teknik non-farmakologi yaitu anjurkan klien untuk memilih
posisi yang nyaman, dan berikan antalan saat duduk, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam ketika nyeri muncul, ajarkan teknik distraksi bila nyeri
muncul, lakukan stimulus kutaneus atau sentuhan, berikan informasi
tentang nyeri, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik untuk
menurunkan nyeri

Judul Gambaran pasien hemoroid di instalasi rawat inap departemen


bedah rumah sakit umum pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien hemoroid di
RSMH Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
observasional terhadap 39 pasien hemoroid di Instalasi Rawat Inap
Departemen Bedah RS. Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari
sampai Desember 2012.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional terhadap 39
pasien hemoroid di Instalasi Rawat Inap Departemen Bedah RS. Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode Januari sampai Desember 2012.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rekam medik di RSMH
Palembang.
Hasil Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 39 pasien hemoroid, dilihat
dari persentase bahwa pasien yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15
orang (38,5%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 24 orang (61,5%).
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 39 sampel yang
diambil di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang,
pasien yang pulang dengan status sembuh adalah sebanyak 34 orang
(87,2%), pulang menderita sebanyak 4 orang (10,3%) dan hanya ada satu
orang (2,6%) yang meninggal selama dirawat. Pasien yang dikategorikan
pulang menderita dalam hal ini adalah 3 orang pasien yang menolak untuk
dilakukan operasi dan didapat seorang pasien yang baru dirawat 6 jam
namun minta pulang paksa terkait masalah ekonomi keluarga. Selain itu
juga didapat seorang pasien yang meninggal setelah 24jam postoperasi
diguga akibat penyakit yang diderita lainnya 0 5 10 15 20 25 24 (61,5%) 6
(15,4%) 6 (15,4%) 3 7,7% Tatalaksana 20 dengan keterangan pada saat
bersamaan pasien juga sedang mendapat tatalaksana penyakit dalam.
Berhubungan dengan mayoritas pemilihan teknik operasi pada pasien
hemoroid, angka kematian penderita hemoroid menurun dari 66-74 per
10.000 kasus menjadi 8,6-16 per 10.000 kasus sejak ditemukannya
tatalaksana operatif Stapler Hemorhhoidectomy.16 Berdasarkan penelitian
retrospektif yang dilakukan Bartolo dkk17 (1995) dengan jumlah sampel
12.953 pasien hemoroid yang menjalani tatalakasana operatif
hemoroidektomi dari tahun 1961 sampai 1994, angka kematian yang
didapatkan hanya sebesar 0,9%.19 Penelitian di Perancis juga dilakukan oleh
Faucheron (2009) dengan jumlah sampel sebesar 78 pasien yang terdiri dari
61 perempuan dan 17 laki-laki menunjukkan bahwa tidak ada pasien yang
meninggal setelah dilakukan stapled hemoroidektomi.18 Beberapa fakta di
atas sesuai dengan penelitian ini yang menunjukkan 87,2% pasien pulang
dalam keadaan sembuh.
Tahun 2017
Kesimpulan Jumlah pasien yang menderita hemoroid di di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 01 Januari
sampai 31 Desember 2012 sebanyak 39 orang. Umur tersering yang
mengalami hemoroid adalah pada usia 45-64 tahun.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai