Manajemen Berdasarkan Sasaran
Manajemen Berdasarkan Sasaran
http://megroxx.blogspot.com/2011/02/manajemen-berdasarkan-sasaran-mbo.html
MANAJEMEN BERDASARKAN SASARAN
(MANAJEMEN by OBJECTIVES=MBO)
Istilah manajemen berdasarkan sasaran (MBO) dipopulerkan sebagai pendekatan pada
perencanaan oleh Peter Drucker pada tahun 1964 dalam bukunya The Practice of Manajemen. Sejak
itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset. Banyak program jenis MBO telah
dikembangkan, termasuk manajemen berdasarkan hasil (manajemen by result), manajemen sasaran
(goals manajemen), perencanaan dan peninjauan kembali pekerjaan (work planning and review),
sasaran dan pengendalian (goals and controls), dan lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda
program ini sama. Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin
berkembang luas pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan
pemerintahan.
MBO mengacu kepada seperangkat prosedur yang formal atau nonformal yang dimulai
dengan penetapan sasaran dan dilanjutkan sampai peninjauan kembali hasil pelaksanaanya. Kunci
MBO ialah bahwa MBO merupakan proses partisipasi atau peran serta, secara aktif melibatkan
manajer dan anggota staf pada setiap organisasi. Dengan membuat struktur organisasi itu tetap
berfungsi sebagaimana fungsi-fungsi dari perencanaan dan pengendalian tetap eksis pada
organisasinya yang mengacu pada MBO. MBO dengan ini bisa membantu banyak rintangan yang
dihadapi oleh organisasi tersebut.
Titik permulaan MBO adalah filosofi yang sangat positif tentang manusia dan apa yang
membuat mereka ingin bekerja. Menurut Douglas McGregor, ada dua perangkat asumsi tentang
bagimana manusia didorong untuk bekerja. Dalam pandangan tradisional, manusia menganggap
bekerja hanya perlu agar tetap bertahan hidup dan mereka tidak memikirkan untuk berkembang
dalam melakukan pekerjaannya. Menurut pandangan ini yang dikenal dengan teori X, para manajer
harus tegas dan otoriter, karena bila tidak para bawahan tidak akan mengalami perkembangan
dalam pekerjaannya atau bahkan perusahaan tersebut mengalami kemunduran, dengan ini juga
membawa keburukan pada hasil produksi yang mereka kerjakan oleh para karyawannya. Sedikit
sekali perusahaan yang berhasil tanpa manajer yang tegas dan otoriter, bahkan tidak ada sama
sekali.
Sebaliknya para penyokong MBO tampaknya berpegang pada sikap yang jauh lebih optimis
terhadap sifat-sifat manusia, yang dikenal dengan teori Y, manusia ingin dan berhasrat untuk bekerja,
memperoleh banyak kepuasan dari pekerjaan dalam keadaan yang tepat, dan juga dapat melakukan
pekerjaan dengan baik. MBO bermaksud untuk mengambil keuntungan dari keinginan dan
kemampuan untuk bekerja dengan cara menunjukkan kepada para manajer bagaimana menyediakan
suatu iklim yang akan menghasilkan yang terbaik bagi semua anggota staf dan memberi kesempatan
untuk pengembangan diri dan juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk bisa lebih baik
lagi dari sebelumnya atau mungkin dari para bawahan (staf dan lain-lainnya) ada juga yang diangkat
menjadi lebih baik dari pekerjaan sebelumnya, misalnya diangkat menjadi staf, sekretaris bahkan
menjadi manajer perusahaan itu, dengan syarat menenunjukkan kedisiplinan yang tinggi dan juga
pada bidang pekerjaan yang mereka lakukan, dengan mengikuti seleksi yang cukup ketat dengan
para bawahan yang lainnya pada perusahaan itu.
Proses MBO
Walaupun penekanan dan metodenya sangat berbeda-beda, tetapi hampir semua program
MBO yang efektif meliputi unsur-unsur, sebagai berikut:
a. kesepakatan terhadap pendekatan pada semua tingkat organisasi.
b. penetapan sasaran dan perencanaan yang efektif oleh pimpinan puncak.
c. penetapan sasaran-sasaran individual yang berkaitan dengan sasaran organisasi oleh para manajer
dan bawahan.
d. otonomi yang luas dalam pengembangan dan pemilihan sarana untuk mencapai tujuan.
e. Tinjauan teratur atas unjuk kerja (performance) dalam hubungannya dengan tujuan.
Evaluasi MBO
Apakak konsep MBO benar-benar berjalan? Stephen J. Carroll dan Henry L. Tosi mengkaji
kembali riset pada tiga konsep kunci. Penetapan khusus, umpan balik pada unjuk kerja, dan
peranserta, untuk menentukan apakah optimisme tentang MBO dapat dibenarkan. Evaluasi itu
meliputi:
Penetapan Sasaran (Goal Setting)
Bukti dengan jelas menunjukkan bahwa bila tiba penetapan sasaran, keberhasilan yang satu
menyebabkan keberhasilan yang lebih mudah pada yang lainnya juga. Para individu yang
menentukan sasaran mereka sendiri cenderung menuju peningkatan dari hasil unjuk kerja yang
lampau. Bila mereka telah mencapai peningkatan ini, mereka kemudian menetapkan lagi sasaran
yang lebih tinggi. Tetapi, bila mereka gagal mencapai target mereka, mereka cenderung untuk
menetapkan tingkat yang lebih konservatif untuk periode berikutnya.
Riset ini juga memberi kesan bila para pegawai diberi sasaran tertentu, mereka akan
mencapai hasil pelaksanaan yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya diminta untuk berbuat
sebaik-baiknya. Tetapi bila pegawai merasakan bahwa sasaran itu cenderung tidak mungkin tercapai,
maka hasil unjuk kerjanya kemungkinan akan menurun.
Walaupun hampir semua riset yang dikaji kembali oleh Carroll dan Tosi tidak dilakukan dalam
organisasi yang mempunyai program MBO yang mantap, tetapi riset itu menunjukkan bahwa MBO
akan meningkatkan unjuk kerja, bila sasarannya realistis dan diterima oleh para pegawai yang
terlibat. Namun demikian, derajat peningkatan yang sebenarnya tergantung pada banyak faktor,
seperti pengalaman masa lampau para pegawai secara individu dengan keberhasilan atau kegagalan
dalam pencapaian sasaran dan sesulit manakah sasaran-sasaran itu sebenarnya.
Umpan-balik tentang Unjuk Kerja (Feedback on Performance)
Juga terdapat bukti yang jelas bahwa pemberian umpan-balik tentang hasil unjuk kerja
(prestasi atau performance) kepada pera pegawai biasanya menyeabkan unjuk kerja/prestasi yang
lebih baik. Di samping itu, proses pengkajian kembali secara berkala ternyata mempunyai akibat yang
positif pada sikap para pegawai, menciptakan rasa persahabatan, kepercayaan pada pemimpin, dan
kemauan menerima kritik yang lebih toleran.
Beberapa makalah memperlihatkan hubungan antara kualitas umpan-balik dengan derajat
peningkatan, yaitu makin spesifik dan tepatnya waktu umpan-balik, makin positif akibatnya. Cara
umpan-balik itu diberikan juga mempengaruhi performance. Umpan balik itu harus diberikan dengan
cara yang bijaksana, terutama bila umpan-balik itu membawa kegagalan dalam mencapai tujuan. Bila
tidak maka akan timbul kebencian dan prestasi yang minim.
Peranserta
Hampir semua studi riset tentang peranserta menunjukkan bahwa bawahan yang
berperanserta dalam penetapan sasaran mereka sendiri, nampaknya menunjukkan tingkat
prestasi/unjuk kerja yang lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai sasaran yang telah
ditetapkan untuk mereka. Dalam studi yang terkenal yang dilakukan General Electric, bawahan yang
mempunyai lebih banyak pengaruh dalam penentuan sasaran menunjukkan sikap yang lebih
menyenangkan dan tingkat prestasi yang lebih tinggi. Sebaliknya bawahan yang mempunyai sedikit
pengaruh, menunjukkan perilaku yang bersifat defensif, dan dalam beberapa hal, tingkat prestsi yang
lebih rendah.
Riset tersebut menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua cara di mana peranserta dalam
menetapkan sasaran dapat menyebabkan prestasi yang lebih tinggi. Pertama, peranserta dapat
menyebabkan kemungkinan yang lebih besar bahwa sasaran akan diterima, dan sasaran yang telah
diterima akan lebih mungkin untuk dicapai. Kedua, peranserta dapat membawa pada penetapan
sasaran yang lebih tinggi, dan sasaran yang lebih tinggi membawa hasil prestasi yang lebih tinggi.
Carroll dan Tosi juga menyimpulkan bahwa, di samping dampaknya pada prestasi, proses
peranserta akan membawa pada komunikasi dan pengertian yang lebih baik antara manajer dengan
bawahan.
Kelemahan-kelemahan MBO
MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para
bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan kenaikan
pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian kembali mungkin
dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat dikuantifikasikan atau
diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya jumlah penjualan total di daerah
bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin
menurun walaupun bawahan telah berusaha dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari
para pesaing yang tidak diperkirakan sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO
dalam perilaku para manajer mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah
dari menilai para bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan
oleh para manajer.
Hampir semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang dihadapi oleh
para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO maupun tidak. Namun demikian,
ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang mempunyai program MBO formal.
Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat (inherent) dalam proses MBO. Ini
membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat
serta pekerjaan tulis-menulis yang biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang
secara teoritis tidak perlu, tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-
program MBO yang dilaksanakan dengan tepat.
Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila
program itu tidak berhasil, yaitu:
1. Gaya dan dukungan pimpinan
bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan keputusan yang
terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius sebelum dapat
melaksanakan program MBO.
2. Adaptasi dan perubahan
MBO mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola wewenang dan
prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung perubahan-perubahan ini. Mereka yang
berperan serta hanya karena terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan dengan mudah
menyebabkan kegagalan program tersebut.
3. Kecakapan hubungan antarpribadi (interpersonal skill)
penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan tingkat
kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak mempunyai
pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini. Pendidikan dalam
pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan.
4. Uraian tugas (job description)
penggunaan daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan menghabiskan
waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena keadaan dalam organisasi
berubah. Hal ini terutama penting selama taraf pelaksanaan, bila dampak dari sistem MBO sendiri
dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap tingkat.
5. Penetapan dan pengkoordinasian tujuan
penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber kekacauan bagi
para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat diukur, dalam menemukan
jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak mungkin dalam melukiskan tujuan secara
jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan
kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan individu.
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATARBELAKANG
Dalam suatu manajemen terdapat suatu perencanaan yang dijadikan suatu tujuan
organisasi. Perencanaan itu sendiri merupakan proses mendefinisikan tujuan organisasi,
membuat strategi untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi. Perencanaan menjadi proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena
tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak
akan dapat berjalan. Perencanaan itu sendiri, terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran
(goals) dan rencana itu sendiri (plan). Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu,
grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu
manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.
Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated
goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada
masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan,
pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated
goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi
tuntutan stakeholder perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar
dinginkan oleh perusahaan. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan
organisasi beserta anggotanya.
Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai
sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini,
manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh
bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian
menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya
karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses
penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang
cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja," "naikkan profit," atau "kembangkan
perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah
mengintepretasi maksud sasaran itu (lihat gambar).
Pendekatan kedua disebut dengan management by objective (MBO). Pada pendekatan
ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh
karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin
mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka
akan meningkat. Untuk lebih jelasnya mengenai pendekatan yang kedua yaitu Management
By Objective (MBO) akan kami paparkan dalam makalah ini.
1. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Management By Objective (MBO)
2. Bagaimana tahap pelaksanaan MBO?
3. Bagaimana MBO yang Efektif itu?
4. Bagaimana MBO dalam pendekatan sistem ?
5. Apa saja kelebihan MBO?
6. Apa saja kelemahan MBO?
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem MBO
Program-program MBO sangat bervariasi, banyak dirancang untuk digunakan dalam
suatu kelompok kerja, tetapi banyak juga digunakan untuk keseluruhan organisasi. Metode-
metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan para manajer dalam program MBO akan
berbeda. Berikut ini adalah unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada
hakekatnya merupakan aspek-aspek proses pokok MBO:
a) Komitmen pada program. Program MBO yang efektif mensyaratkan komitmen para manajer
disetiap tingkatan organisasi terhadap pencapaian tujuan pribadi dan organisasi serta proses
MBO.
b) Penetapan tujuan manejemen puncak. Program-program perencanaan efektif dimulai dengan
para manajer puncak yang menetapkan tujuan-tujuan pendahuluan setelah berkonsultasi
dengan para anggota organisasi lainnya.
c) Tujuan-tujuan perseorangan. Setiap manajer dan bawahan merumuskan tanggung jawab dan
tujuan jabatan mereka secara jelas. Maksudnya adalah untuk membantu para karyawan
memahami secara jelas apa yang diharapkan agar dapat tercapai.
d) Partisipasi. Derajat partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan sangat bervariasi. Sebagai
pedoman umum, semakin besar partisipasi bawahan, semakin besar kemungkinan tujuan akan
tercapai.
e) Otonomi dalam implementasi rencana. Setelah tujuan ditetapka dan di setujui, individu
mempunyai keluasan dalam memilih peralatan untuk pencapaian tujuan. Manajer bebas
mengimplementasikan dan mengembangkan program-program pencapaian tujuan tanpa
campur tangan atasan langsung dengan batasan-batasan organisasi.
f) Peninjauan kembali prestasi. Manajer dan bawahan bertemu secara periodik untuk meninjau
kembali kemajuan terhadap tujuan.
5. Kelebihan MBO
Dalam suatu penelitian tentang para manajer, Tosi dan Carroll mencatat keuntungan-
keuntungan utama dari program MBO antara lain:
a) program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka.
b) program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan
sasaran dan waktu yang ditargetkan.
c) program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan
d) program MBO membuat para manajer lebih menyadari tentang sasaran organisasi
e) progaram MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan pada suatu
pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk mengetahui
sebaik mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan sasaran organisasi
Dari penelitian ini serta analisis lainnya, tampak jelas bahwa MBO mempunyai
keuntungan bagi para individu dan organisasi. Bagi individu mungkin keuntungan utamanya
ialah meningkatnya rasa keterlibatan dan pengertian tentang sasaran organisasi. Ini
memungkinkan usaha dipusatkan di mana usaha itu sangat diperlukan dan sangat mungkin
untuk diberikan penghargaan. Di samping itu tiap individu mengetahi bahwa mereka akan
dinilai, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau prasangka atasan, tetapi berdasarkan sebaik
mana mereka mencapai sasaran yang mereka sendiri telah membantu menetapkannya.
Sebagai akibatnya, individu-individu dalam suatu proses MBO lebih besar kemungkinannya
untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan penuh kemauan dan keberhasilan.
Semua keuntungan individu ini setidak-tidaknya secara tidak langsung akan
memberikan keuntungan kepada perusahaan atau organisasi. Di samping itu ada keuntungan
pada suatu program MBO yang dilaksanakan dengan berhasil yang berlaku langsung pada
organisasi. Karena karena semua tingkat dalam organisasi membantu dalam penetapan
tujuan, maka sasaran dan tujuan oraganisasi menjadi lebih realistis. Juga komunikasi yang
bertambah baik sebagai akibat adanya MBO, dapat membantu organisasi untuk mencapai
sasarannya dengan lebih baik. Artinya, seluruh organisasi mempunyai rasa kesatuan yang
meningkat. Dan para pegawai bawahan lebih menyadari apa yang diharapkan oleh pimpinan
puncak dan pada gilirannya aka membantu dalam penetapan tujuan yang dapat dicapai.
5. Kelemahan MBO
MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para
bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan
kenaikan pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian
kembali mungkin dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat
dikuantifikasikan atau diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya
jumlah penjualan total di daerah bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk
hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin menurun walaupun bawahan telah berusaha
dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari para pesaing yang tidak diperkirakan
sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO dalam perilaku para manajer
mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah dari menilai para
bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan oleh
para manajer.
Hampir semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang
dihadapi oleh para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO maupun
tidak. Namun demikian, ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang
mempunyai program MBO. Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat
(inherent) dalam proses MBO. Ini membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam
mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat serta pekerjaan tulis-menulis yang
biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang secara teoritis tidak perlu,
tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-program MBO yang
dilaksanakan dengan tepat.
Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila
program itu tidak berhasil, yaitu:
Bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan
keputusan yang terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius
sebelum dapat melaksanakan program MBO.
Penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan
tingkat kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak
mempunyai pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini.
Pendidikan dalam pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan
Penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber
kekacauan bagi para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat
diukur, dalam menemukan jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak
mungkin dalam melukiskan tujuan secara jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit
mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan
individu.
Frustasi yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai sasaran
tergantung kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi. Misalnya, manajer bagian
produksi tidak diharapkan akan mencapai sasaran merakit 100 unit per hari bila bagiannya
diberi suku cadang hanya untuk 90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan
diperlukan untuk menyelesaikan persoalan macam ini.
Kesimpulan
Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan
sasaran.MBO berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal, atau semi formal, yang
dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah)
sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO
merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manager dan para anggota pada setiap
tingkatan organisasi. Dengan pengembangan hubungan antara fungsi perencanaan dan
pengawasan,MBO membantu menghilangkan atau mengatasi berbagai hambatan
perencanaan.
Tahap Pelaksanaan MBO terdiri dari:tahap Persiapan,tahap penyusunan,tahap
Pelaksanaan,tahap Pengendalian,monitor, evaluasi dan Penyesuaian.
MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:Kesepakatan pada
Program, Penetapan Sasaran Tingkat Atas,Sasaran Individual,Partisipasi,Otonomi Dalam
Pelaksanaan Rencana,Pengkajian Kembali Untuk Kerja.
unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada hakekatnya merupakan aspek-
aspek proses pokok MBO: Komitmen pada program,Penetapan tujuan manejemen
puncak,Tujuan-tujuan perseorangan,Partisipasi,Otonomi dalam implementasi
rencana,Peninjauan kembali prestasi.
MBO Dalam Pendekatan Sistem mencakup 4 kegiatan. 1).perencanaan,
2).implementasi, 3).evaluasi 4).revisi. secara luas pendekatan sistem dpat diartikan sebagai
alata atau cara berpikir yang menekannkan pada identifikasi masalah dan pemecahan
masalah.
Penerapan MBO dalam suatu sistem dilihat dari objek permasalahan. Misalnya
penerapan MBO dalam sistem pendidikan. Drucker (1954) melalui MBO (management by
objective) dapat memberikan gagasan mengenai prinsip manajemen berdasarkan sasaran
sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan MBO misalnya kepala dinas yang
memimpin tim beranggotakan pejabat dan fungsional dinas, dan stakeholders dalam
merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan.