Anda di halaman 1dari 18

Manajemen Berdasarkan Sasaran ( MBO)

http://megroxx.blogspot.com/2011/02/manajemen-berdasarkan-sasaran-mbo.html
MANAJEMEN BERDASARKAN SASARAN
(MANAJEMEN by OBJECTIVES=MBO)
            Istilah manajemen berdasarkan sasaran (MBO) dipopulerkan sebagai pendekatan pada
perencanaan oleh Peter Drucker pada tahun 1964 dalam bukunya The Practice of Manajemen. Sejak
itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset. Banyak program jenis MBO telah
dikembangkan, termasuk manajemen berdasarkan hasil (manajemen by result), manajemen sasaran
(goals manajemen), perencanaan dan peninjauan kembali pekerjaan (work planning and review),
sasaran dan pengendalian (goals and controls), dan lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda
program ini sama. Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin
berkembang luas pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan
pemerintahan.
            MBO mengacu kepada seperangkat prosedur yang formal atau nonformal yang dimulai
dengan penetapan sasaran dan dilanjutkan sampai peninjauan kembali hasil pelaksanaanya. Kunci
MBO ialah bahwa MBO merupakan proses partisipasi atau  peran serta, secara aktif melibatkan
manajer dan anggota staf pada setiap organisasi. Dengan membuat struktur organisasi itu tetap
berfungsi sebagaimana fungsi-fungsi dari perencanaan dan pengendalian tetap eksis pada
organisasinya yang mengacu pada MBO. MBO dengan ini bisa membantu banyak rintangan yang
dihadapi oleh organisasi tersebut.
            Titik permulaan MBO adalah filosofi yang sangat positif tentang manusia dan apa yang
membuat mereka ingin bekerja. Menurut Douglas McGregor, ada dua perangkat asumsi tentang
bagimana manusia didorong untuk bekerja. Dalam pandangan tradisional, manusia menganggap
bekerja hanya perlu agar tetap bertahan hidup dan mereka tidak memikirkan untuk berkembang
dalam melakukan pekerjaannya. Menurut pandangan ini yang dikenal dengan teori X, para manajer
harus tegas dan otoriter, karena bila  tidak para bawahan tidak akan mengalami perkembangan
dalam pekerjaannya atau bahkan perusahaan tersebut mengalami kemunduran, dengan ini juga
membawa keburukan pada hasil produksi yang mereka kerjakan oleh para karyawannya. Sedikit
sekali perusahaan yang berhasil tanpa manajer yang tegas dan otoriter, bahkan tidak ada sama
sekali.
            Sebaliknya para penyokong MBO tampaknya berpegang pada sikap yang jauh lebih optimis
terhadap sifat-sifat manusia, yang dikenal dengan teori Y, manusia ingin dan berhasrat untuk bekerja,
memperoleh banyak kepuasan dari pekerjaan dalam keadaan yang tepat, dan juga dapat melakukan
pekerjaan dengan baik. MBO bermaksud untuk mengambil keuntungan dari keinginan dan
kemampuan untuk bekerja dengan cara menunjukkan kepada para manajer bagaimana menyediakan
suatu iklim yang akan menghasilkan yang terbaik bagi semua anggota staf dan memberi kesempatan
untuk pengembangan diri dan juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk bisa lebih baik
lagi dari sebelumnya atau mungkin dari para bawahan (staf dan lain-lainnya) ada juga yang diangkat
menjadi lebih baik dari pekerjaan sebelumnya, misalnya diangkat menjadi staf, sekretaris bahkan
menjadi manajer perusahaan itu, dengan syarat menenunjukkan kedisiplinan yang tinggi dan juga
pada bidang pekerjaan yang mereka lakukan, dengan mengikuti seleksi yang cukup ketat dengan
para bawahan yang lainnya pada perusahaan itu.

Manajemen Berdasarkan Sasaran, Apakah Itu?


            Intisari dari sistem MBO terletak pada penetapan sasaran umum oleh para manajer dan
bawahannya yang bekerja sama-sama. Setiap bidang tanggung jawab utama seseorang ditetapkan
dengan jelas dipandang dari segi hasil-hasil yang diharapkan yang dapat diukur (tujuan dan
objektifnya). Tujuan ini digunakan oleh para bawahan dalam merencanakan pekerjaan mereka serta
oleh para bawahan dan atasan mereka untuk memonitor kemajuan. Penilaian atas unjuk kerja
(performance apprasial) dilakukan bersama-sama atas dasar kesinambungan, dengan ketentuan
untuk peninjauan kembali secara berkala dan teratur.
            Dalam bukunya The Practice of Management, Drucker memperbandingkan manajement by
objectives dengan management by drives (manajemen berdasarkan dorongan). Ia menggunakan
istilah yang kedua untuk melukiskan tanggapan atau respon organisasi terhadap tekanan keuangan
atau pasar yang baru dengan “dorongan penghematan” (economy drive) atau “dorongan produksi”
(production drive). Dalam praktek, hal ini menghasilkan sutau perbaikan yang hanya bersifat
sementara. Biasanya manajemen hanya menghasilkan ketidak-efisienan yang lebih besar dan
ketidak-puasan yang lebih banyak atau lebih baik.
            Sebaliknya, dalam MBO, perencanaan efektif tergantung sampai sejauh mana manajer
menetapkan dengan jelas tujuan yang berlaku secara khusus bagi fungsinya di dalam perusahaan.
Tujuan setiap manajer juga harus memberikan sumbangan pada tujuan dari pimpinan yang lebih
tinggi dan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Penentuan tujuan ini memberikan fokus yang
tajam bagi semua kegiatan manajerial.
            Bagaimana tujuan ini dicapai merupakan hal yang sangat penting. Seperti dijelaskan oleh
Drucker, para manajer harus menetapkan tujuan-tujuan mereka sendiri, atau setidak-tidaknya, aktif
terlibat dalam proses penetapan tujuan. Penetapan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu
kepada para manajer menghadapi resiko yang sangat nyata, yaitu mereka mungkin akan menolak
untuk bekerja sama atau hanya berusaha dengan setengah hati untuk melaksanakan tujuan-tujuan
orang lain.
            Di samping itu, Drucker menyarankan agar para manajer pada setiap tingkatan hrus berperan
serta dalam menetapkan tujuan yang lebih luas dari perusahaan dan bagaimana tujuan khusus
berkaitan dengan gambaran secara keseluruhan.
            Bagi Drucker, hubungan antara tujuan-tujuan individu dengan sasaran umum adalah sangat
penting. Tujuan utama dari pelaksaan MBO untuk mencapai pelak sanaan yang efektif  dari
keseluruhan organisasi melalui pelaksanaan yang efisien dan integrasi bagian-bagiannya.
            Sebaliknya, Douglas McGregor, lebih menginginkan MBO karena bernilai sebagai suatu
sistem perencanaan dan sistem penilaian hasil pelaksaan. Ia menyarankan agar para manajer secara
individu, setelah mempunyai kata sepakat mengenai tanggung jawab dari pekerjaan pokok mereka
dengan atasan alangsung mereka, menetapkan tujuan hasil pelaksanaan mereka sendiri untuk
jangka waktu yang pendek, misalnya enam bulan. Jadi, mereka juga bertanggung jawab untuk
membuat rencana khusus untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Pada akhir dari jangka waktu itu,
setiap manajer mengadakan penilaian sendiri yang kemudian dibahas dengan atasan, dan kemudian
mentapkan tujan-tujuan baru untuk jangka waktu berikutnya. Dengan cara demikian kergu-raguan
dan ketegangan yang sering menyertai jenis-jenis lain dari program penilaian dapat dikurangi.
            MBO dalam paraktek. Hampir 30 tahun telah lewat sejak Drucker memperkenalkan konsep
MBO. Pada tahun-tahun terkhir banyak penulis manajemen telah memperluas gagasan ini
berdasarkan tema dari Drucker. Tetapi apakah MBO telah menjadi pendekatan yang mantap bagi
perusahaan Amerika?
            MBO disoroti dalam majalah profesional yang meniulis bahwa dalam suatu survey nasional
yang dilakukan oleh empat perusahaan konsultan, MBO adalah salah satu dari 13 teknik manajemen
yang digunakan dalam industri, misalnya elektronic data processing, sistem informasi manajemen
(management information systems), pengembangan organisasi (organizational develoipment), dan
pembiayaan langsung (direct costing).
            Suatu penelitian pada tahun 1974 menemukan bahwa walaupun separuh dari perusahaan-
perusahaan besar menggunakan salah satu bentuk dari MBO, tetapi kurang dari sepuluh persen
mersakan bahwa mereka memperoleh penerapan yang sangat berhasil. Penelitian itu menemukan
bahwa walaupun baanyak perusahaan yang menggunakan program MBO berhasil, tetapi lebih
banyak lagi yang salah mengerti tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh MBO atau bagaimana
MBO itu seharusnya diterapkan.
            Dalam suatu studi berikutnya, 41% dari rumah sakit yang diteliti menggunakan MBO dan 33%
lagi sedang merencanakan untuk mulai menggunakan MBO dalam waktu dekat. Bagian terbesar dari
responden melaporkan bahwa MBO telah meningkatkan hasil pelaksanaan dalam bidang-bidang
seperti perencanaan, pengkoordinasian, pengendalian dan komunikasi.

Sistem MBO Formal


            Program MBO bisa sangat berbeda-beda. Beberapa program dirancang untuk digunakan
pada suatu subunit, sedangkan yang lainnya digunakan untuk organisasi secara keseluruhan. Metode
dan pendekatan tertentu yang digunakan oleh para manajer dalam suatu program MBO akan
berbeda-beda. Juga mungkin ada perbedaan-perbedaan yang besar dalam penekanan. Misalnya, di
Inggris, MBO dikenal terutama sebagai sistem untuk perencanaan perseroan atau pengembangan
strategi. Penekanan terletak pada efisiensi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Di Amerika Serikat,
motivasi individu lebih sering menjadi pusat perhatian. Para manajer lebih memusatkan pada
kebutuhan manusia dan pada peran serta bawahan yang semakin meningkat dalam penetapan
sasaran, daripada memusatkan pada strategi. Namun demikian, dalam hampir semua sistem MBO
yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:

  Kesepakatan pada Program.


Pada setiap tingkat organisasi, keterikatan para manajer pada pencapaian tujuan pribadi dan
organisasi serta pada proses MBO diperlukan agar program itu efektif. Banyak waktu dan tenaga
yang diperlukan untuk melaksanakan suatu program MBO yang berhasil. Para manajer harus
mengadakan pertemuan dengan para bawahan, pertama untuk menetapkan tujuan-tujuan dan
kemudian untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju tujuan tersebut. Tidak ada jalan pintas
yang mudah. Bila sasaran telah ditetapkan tetapi tidak dikaji kembali secara berkala, tujuan itu tidak
mungkin akan tercapai. bila kemajuan bawahan dikaji kembali dengan cara penilaian yang
berlebihan, hal ini akan mengandung kebencian, dan kegunaannya akan berkurang. Para bawahan
yang bekerja juga merasa dirinya diperlakukan seenaknya (di awasi terus-menerus) saja oleh para
penilai atau pengawas pekerja. Hal ini akan mendorong terjadinya protes dari para pegawai bawahan.
  Penetapan Sasaran Tingkat Puncak.
Program perencanaan yang efektif biasanya dimulai dengan para manajer puncak yang
menetapkan sasaran pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi yang lain.
Sasaran harus dinyatakan dengan istilah yang khusus dan dapat diukur, misalnya peningkatan lima
persen dalam penjualan kuartal yang akan datang, tidak ada peningkatan dalam biaya-biaya
eksploitasi pada tahun ini, dan sebagainya. Dengan cara demikian, para manajer dan bawahan akan
mempunyai pengertian yang lebih jelas tentang apa yang diharapkan oleh pimpinan puncak untuk
dicapai, dan mereka dapat melihat bagaimana pekerjaan mereka itu berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran organisasi.
  Sasaran Individual.
Dalam progaram MBO yang efektif, setiap manajer dan bawahan telah menetapkan dengan
jelas tanggung jawab pekerjaan dan tujuan-tujuannya, misalnya manajer subunit A akan bertanggung
jawab atas peningkatan penjualan 15% dalam jangka waktu dua bulan. Maksud dari penetapan
tujuan dengan menggunakan istilah-istilah pada setiap tingkatan ialah untuk membantu para pegawai
agar mengerti dengan jelas apa yang diharapkan untuk dicapai. Hal ini membantu setiap rencana
individual secara efektif untuk mencapai sasaran yang ditargetkan.
Sasaran untuk setiap individu harus ditetapkan dengan konsultasi antara individu itu dengan
atasannya. dalam konsultasi bersama itu, para bawahan membantu para manajer mengembangkan
tujuan yang realitas karena mereka mengetahui dengan baik apa yang mampu mereka capai. Para
manajer membantu para bawahannya untuk meningkatkan pandangan mereka terhadap tujuan yang
lebih tinggi dengan menunjukkan keinginan untuk membantu mereka dalam mengatasi rintangan
serta kepercayaan pada kemampuan para bawahan.
  Peranserta (Participation).
Derajat peranserta bawahan dalam menetapkan tujuan sangat berbeda-beda. Pada satu
ekstrim, seorang bawahan mungkin berperanserta hanya dengan ikut hadir ketika pimpinan sedang
menentukan tujuan. Pada ekstrim lainnya, para bawahan mungkin sama sekali bebas untuk
menetapkan tujuan mereka dan metode untuk mencapai tujuan itu. Kedua ekstrim ini tidak ada yang
efektif. Para manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa mengetahui sepenuhnya tentang
kendala di mana bawahan mereka harus bekerja. Para bawahan kemungkinan memilih tujuan yang
tidak sejalan dengan sasaran organisasi. Sebagai kebiasaan, semakin besar peranserta para
manajer dan bawahan dalam penetapan sasaran, semakin baik kemungkinannya sasaran itu akan
tercapai.
  Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana.
Begitu sasaran telah ditetapkan dan disetujui, individu itu mempunyai kebijakan yang luas
untuk memilih sarana-sarana guna pencapaian tujuan tersebut. Dalam kendala yang normal dari
kebijakan organisasi, para manajer harus bebas mengembangkan dan melaksanakan program-
program untuk mencapai sasaran tanpa penafsiran kembali oleh atasan langsung mereka. Dari
berbagai aspek yang mereka plih dengan bebas dalam menentukan sarana dan kebijakan yang
diberikan oeh perusahaan atau oraganisasi, maka para pegawai bawahan merasa diuntungkan
dengan program MBO atau otonomi dalam pelaksanaan rencana. Perlu digaris bawahi, bahwa para
pegawai juga tidak bisa semaunya sendiri dalam menentukan kebijakannya, juga harus menyangkut
pada peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Dan aspek dari
program MBO tersebut, sangat dihargai oleh para manajer dan juga para pegawai bawahan.
  Pengkaajian Kembali Untuk Kerja.
Para manajer dan bawahan secara berkala mengadakan pertemuan untuk mengkaji kembali
kemajuan dalam menuju sasaran. Selama pengkajian kembali, mereka memutuskan masalah-
masalah yang ada, dan apa yang dapat mereka lakukan masing-masing untuk memecahkannya. Bila
perlu tujuan-tujuan itu dapat dimodifikasi untuk periode peninjauan kembali yang akan datang.
Agar adil dan berguna, pengkajian kembali harus didasarkan atas hasil unjuk kerja yang
dapat diukur, bukan atas kriteria yang subjektif, seperti sikap dan kemampuan. Misalnya, daripada
berusaha untuk menilai bagaimana giatnya seorang wiraniaga di lapangan, seorang manajer
seharusnya menekankan pada angka-angka hasil penjualan nyata yang dicapai dan sebagai
pengetahuan terinci mengenai pelanggannya.

Proses MBO
            Walaupun penekanan dan metodenya sangat berbeda-beda, tetapi hampir semua program
MBO yang efektif meliputi unsur-unsur, sebagai berikut:
a.        kesepakatan terhadap pendekatan pada semua tingkat organisasi.
b.        penetapan sasaran dan perencanaan yang efektif oleh pimpinan puncak.
c.        penetapan sasaran-sasaran individual yang berkaitan dengan sasaran organisasi oleh para manajer
dan bawahan.
d.       otonomi yang luas dalam pengembangan dan pemilihan sarana untuk mencapai tujuan.
e.        Tinjauan teratur atas unjuk kerja (performance) dalam hubungannya dengan tujuan.

Evaluasi MBO
            Apakak konsep MBO benar-benar berjalan? Stephen J. Carroll dan Henry L. Tosi mengkaji
kembali riset pada tiga konsep kunci. Penetapan khusus, umpan balik pada unjuk kerja, dan
peranserta, untuk menentukan apakah optimisme tentang MBO dapat dibenarkan. Evaluasi itu
meliputi:
  Penetapan Sasaran (Goal Setting)
Bukti dengan jelas menunjukkan bahwa bila tiba penetapan sasaran, keberhasilan yang satu
menyebabkan keberhasilan yang lebih mudah pada yang lainnya juga. Para individu yang
menentukan sasaran mereka sendiri cenderung menuju peningkatan dari hasil unjuk kerja yang
lampau. Bila mereka telah mencapai peningkatan ini, mereka kemudian menetapkan lagi sasaran
yang lebih tinggi. Tetapi, bila mereka gagal mencapai target mereka, mereka cenderung untuk
menetapkan tingkat yang lebih konservatif untuk periode berikutnya.
Riset ini juga memberi kesan bila para pegawai diberi sasaran tertentu, mereka akan
mencapai hasil pelaksanaan yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya diminta untuk berbuat
sebaik-baiknya. Tetapi bila pegawai merasakan bahwa sasaran itu cenderung tidak mungkin tercapai,
maka hasil unjuk kerjanya kemungkinan akan menurun.
Walaupun hampir semua riset yang dikaji kembali oleh Carroll dan Tosi tidak dilakukan dalam
organisasi yang mempunyai program MBO yang mantap, tetapi riset itu menunjukkan bahwa MBO
akan meningkatkan unjuk kerja, bila sasarannya realistis dan diterima oleh para pegawai yang
terlibat. Namun demikian, derajat peningkatan yang sebenarnya tergantung pada banyak faktor,
seperti pengalaman masa lampau para pegawai secara individu dengan keberhasilan atau kegagalan
dalam pencapaian sasaran dan sesulit manakah sasaran-sasaran itu sebenarnya.
  Umpan-balik tentang Unjuk Kerja (Feedback on Performance)
Juga terdapat bukti yang jelas bahwa pemberian umpan-balik tentang hasil unjuk kerja
(prestasi atau performance) kepada pera pegawai biasanya menyeabkan unjuk kerja/prestasi yang
lebih baik. Di samping itu, proses pengkajian kembali secara berkala ternyata mempunyai akibat yang
positif pada sikap para pegawai, menciptakan rasa persahabatan, kepercayaan pada pemimpin, dan
kemauan menerima kritik yang lebih toleran.
Beberapa makalah memperlihatkan hubungan antara kualitas umpan-balik dengan derajat
peningkatan, yaitu makin spesifik dan tepatnya waktu umpan-balik, makin positif akibatnya. Cara
umpan-balik itu diberikan juga mempengaruhi performance. Umpan balik itu harus diberikan dengan
cara yang bijaksana, terutama bila umpan-balik itu membawa kegagalan dalam mencapai tujuan. Bila
tidak maka akan timbul kebencian dan prestasi yang minim.
  Peranserta
Hampir semua studi riset tentang peranserta menunjukkan bahwa bawahan yang
berperanserta dalam penetapan sasaran mereka sendiri, nampaknya menunjukkan tingkat
prestasi/unjuk kerja yang lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai sasaran yang telah
ditetapkan untuk mereka. Dalam studi yang terkenal yang dilakukan General Electric, bawahan yang
mempunyai lebih banyak pengaruh dalam penentuan sasaran menunjukkan sikap yang lebih
menyenangkan dan tingkat prestasi yang lebih tinggi. Sebaliknya bawahan yang mempunyai sedikit
pengaruh, menunjukkan perilaku yang bersifat defensif, dan dalam beberapa hal, tingkat prestsi yang
lebih rendah.
Riset tersebut menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua cara di mana peranserta dalam
menetapkan sasaran dapat menyebabkan prestasi yang lebih tinggi. Pertama, peranserta dapat
menyebabkan kemungkinan yang lebih besar bahwa sasaran akan diterima, dan sasaran yang telah
diterima akan lebih mungkin untuk dicapai. Kedua, peranserta dapat membawa pada penetapan
sasaran yang lebih tinggi, dan sasaran yang lebih tinggi membawa hasil prestasi yang lebih tinggi.
Carroll dan Tosi juga menyimpulkan bahwa, di samping dampaknya pada prestasi, proses
peranserta akan membawa pada komunikasi dan pengertian yang lebih baik antara manajer dengan
bawahan.

Masalah dalam mengevaluasi program MBO


            Alasan utama tentang kurangnya studi mengenai program MBO secara keseluruhan ialah
kesulitan untuk melakukan riset seperti itu. Agar lebih bermanfaat, suatu studi harus dilaksanakan
sebagai eksperimen lapangan yang terkendali di mana dapat dibandingkan antara prestasi kelompok-
kelompok yang sama, yang hanya berbeda  dalam hal sejumlah terbatas pada faktor variabel saja.
Tidak umum bagi seorang untuk memberi izin pada orang luar untuk melakukan bentuk eksperimen
dalam organisasinya, atau mempunyai waktu dan kesabaran untuk berperanserta dalam melakukan
eksperimen tersebut. Bahkan bila dukungan seperti itu diperoleh, masih akan tetap sulit untuk
mengendalikan faktor variabel yang sangat penting yang dapat mempengaruhi eksperimen tersebut.
Karena waktu yang lama mungkin harus dilalui sebelum dapat terlihat perbaikan-perbaikan sebagai
hasil dari pelaksanaan program MBO, maka masalah tentang pengendalian variabel-variabel penting
menjadi semakin sulit dan kemungkinan bahwa perubahan dan kejadian lain yang akan
mempengaruhi hasilnya akan semakin meningkat.   

Kekuatan dari MBO


            Dalam suatu penelitian tentang para manajer, Tosi dan Carroll mencatat keuntungan-
keuntungan utama dari program MBO antara lain:
1.      program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa yang diharapkan
dari mereka.
2.      program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan sasaran
dan waktu yang ditargetkan.
3.      program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan
4.      program MBO membuat para manajer lebih menyadari tentang sasaran organisasi
5.      progaram MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan pada suatu
pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk mengetahui sebaik
mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan sasaran organisasi
Dari penelitian ini serta analisis lainnya, tampak jelas bahwa MBO mempunyai keuntungan bagi
para individu dan organisasi. Bagi individu mungkin keuntungan utamanya ialah meningkatnya rasa
keterlibatan dan pengertian tentang sasaran organisasi. Ini memungkinkan usaha dipusatkan di mana
usaha itu sangat diperlukan dan sangat mungkin untuk diberikan penghargaan. Di samping itu tiap
individu mengetahi bahwa mereka akan dinilai, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau prasangka
atasan, tetapi berdasarkan sebaik mana mereka mencapai sasaran yang mereka sendiri telah
membantu menetapkannya. Sebagai akibatnya, individu-individu dalam suatu proses MBO lebih
besar kemungkinannya untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan penuh kemauan dan
keberhasilan.
Semua keuntungan individu ini setidak-tidaknya secara tidak langsung akan memberikan
keuntungan kepada perusahaan atau organisasi. Di samping itu ada keuntungan pada suatu program
MBO yang dilaksanakan dengan berhasil yang berlaku langsung pada organisasi. Karena karena
semua tingkat dalam organisasi membantu dalam penetapan tujuan, maka sasaran dan tujuan
oraganisasi menjadi lebih realistis. Juga komunikasi yang bertambah baik sebagai akibat adanya
MBO, dapat membantu organisasi untuk mencapai sasarannya dengan lebih baik. Artinya, seluruh
organisasi mempunyai rasa kesatuan yang meningkat. Dan para pegawai bawahan lebih menyadari
apa yang diharapkan oleh pimpinan puncak dan pada gilirannya aka membantu dalam penetapan
tujuan yang dapat dicapai.

Kelemahan-kelemahan MBO
            MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para
bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan kenaikan
pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian kembali mungkin
dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat dikuantifikasikan atau
diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya jumlah penjualan total di daerah
bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin
menurun walaupun bawahan telah berusaha dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari
para pesaing yang tidak diperkirakan sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO
dalam perilaku para manajer mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah
dari menilai para bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan
oleh para manajer.
            Hampir semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang dihadapi oleh
para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO maupun tidak. Namun demikian,
ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang mempunyai program MBO formal.
Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat (inherent) dalam proses MBO. Ini
membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat
serta pekerjaan tulis-menulis yang biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang
secara teoritis tidak perlu, tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-
program MBO yang dilaksanakan dengan tepat.
            Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila
program itu tidak berhasil, yaitu:
1. Gaya dan dukungan pimpinan
bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan keputusan yang
terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius sebelum dapat
melaksanakan program MBO.
2. Adaptasi dan perubahan
MBO mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola wewenang dan
prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung perubahan-perubahan ini. Mereka yang
berperan serta hanya karena terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan dengan mudah
menyebabkan kegagalan program tersebut.
3. Kecakapan hubungan antarpribadi (interpersonal skill)
penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan tingkat
kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak mempunyai
pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini. Pendidikan dalam
pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan.
4. Uraian tugas (job description)
penggunaan daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan menghabiskan
waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena keadaan dalam organisasi
berubah. Hal ini terutama penting selama taraf pelaksanaan, bila dampak dari sistem MBO sendiri
dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap tingkat.
5. Penetapan dan pengkoordinasian tujuan
penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber kekacauan bagi
para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat diukur, dalam menemukan
jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak mungkin dalam melukiskan tujuan secara
jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan
kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan individu.

6. Pengendalian terhadap metode pencapaian sasaran


frustasi yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai sasaran tergantung
kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi. Misalnya, manajer bagian produksi tidak
diharapkan akan mencapai sasaran merakit 100 unit per hari bila bagiannya diberi suku cadang
hanya untuk 90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan diperlukan untuk menyelesaikan
persoalan macam ini.
7. Konflik antara kreativitas dan MBO
Mengutamakan prestasi, peningkatan dan kepuasan pada pencapaian sasaran mungkin tidak akan
produktif bila cenderung menghambat inovasi. Bila para manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang
baru dan mungkin mengandung risiko karena tenaga mereka dicurahkan pada tujuan-tujuan MBO
tertentu, beberapa kesempatan mungkin akan hilang. Untuk menghindari bahaya ini, Odiorne
mengusulkan agar kesepakatan terhadap inovasi dan perubahan harus merupakan bagian dari
proses penetapan sasaran.

Agar MBO Efektif


            MBO jangan diharap sebagai obat mujarab untuk perencanaan organisasi, motivasi, evaluasi,
dan kebutuhan pengendalian. Juga, tentu saja ini bukan merupakan proses sederhana yang dapat
dengan cepat dan mudah dilaksanakan. Namun, demikian, banyak organisasi yang menggunakan
bentuk tertentu dari MBO. Kesadaran mulai tumbuh tentang keuntungan mempunyai mekanisme
untuk penetapan dan evaluasi sasaran manajemen, serta untuk pengintegrasian sasaran pribadi
dengan sasaran organisasi.
            Karena banyak di antara kita menjumpai jenis dari progaram penetapan sasaran formal, maka
kita harus mengkaji kembali beberapa dari unsur-unsur yang diperlukan untuk keefektifan MBO. Ini
dapat dilihat sebagai langkah penting yang diperlukan dari manajer tingkat tertinggi yang terlibat
dalam program tersebut.
            Agar MBO efektif dalam suatu organisasi, ada beberapa hal yang harus di perhatikan, antara
lain:
a.       Tunjukkan kesepakatan yang berkesinambungan dari pimipinan tingkat tinggi.
Penerimaan pertama dan antusiasme dari para pegawai untuk program MBO dapat hilang dengan
cepat kecuali jika pimpinan tertinggi melakukan usaha bersama untuk mempertahankan agar sistem
itu tetap hidup dan berfungsi dengan sepenuhnya. Para manajer yang menemukan kesulitan untuk
menetapkan dan menkaji ulang tujuan-tujuan, mungkin akan kembali pada pendekatan-pendekatan
yang lebih tradisional dan otoriter. Para pimpinan puncak harus menyadari kecenderungan ini tetap
menjadi bagian penting dari prosedur pelaksanaan organisasi.
b.       Didik dan latih para manajer.
Agar MBO berhasil para manajer harus memahami MBO tersebut dan mempunyai kecakapan yang
memadai. Mereka harus dididik mengenai prosedur dan keuntungan dari sistem itu dan kecakapan
yang diperlukan, dan harus dibantu untuk mengerti tentang manafaat yang diberikan oleh MBO
kepada organisasi dan pada karir mereka sendiri. Bila para manajer tetap mempunyai rasa enggan,
maka program MBO tidak akan berhasil.
c.        Rumuskan tujuan-tujuan dengan jelas.
 Para manajer dan bawahan harus merasa puas bahwa itu realistis dan dimengerti dengan jelas, dan
bahwa tujuan-tujuan tersebut akan digunakan untuk mengevaluasi prestasi. Mungkin perlu untuk
melatih para manajer dalam kecakapan untuk menyusun sasaran yang berguna dan dapat diukur
serta menyampaikannya secara efektif.
d.       Laksanakan umpan-balik secara efektif.
Suatu sistem MBO tergantung pada para peserta yang mengetahui di mana mereka berdiri dalam
hubungannya dengan tujuan mereka. Penetapan tujuan bukan merupakan perangsang yang
memadai. Tinjauan terhadap prestasi yang teratur dan umpan-balik dari hasil-hasil juga diperlukan.
e.        Anjurkan adanya peranserta.
Para manajer harus menyadari bahwa peranserta oleh para bawahan dalam penetapan sasaran
bersama dapat mengandung suatu pengalokasian kembali kekuasaan. Para manajer harus mau
melepaskan pengendalian langsung tertentu atas bawahannya dan mendorong bawahanya itu untuk
mengambil peranan lebih aktif dalam penetapan dan pencapaian tujuan mereka sendiri. Beberapa
manajer merasa tidak senang dengan hilangnya kekuasaan ini, tetapi program MBO akan menjadi
efektif bila mereka melepaskan pengendalian tertentu.

Beberapa Spekulasi Tentang Keberhasilan dan Kegagalan MBO


            Sampai pada titik ini, kita telah mencoba untuk membatasi pengamatan dan kesimpulan kita
tentang MBO pada pernyataan yang didasarkan pada riset dan pandangan dari para manajer yang
berpengalaman. Sekarang kita akan “pergi melampui data” dan membuat spekulasi tentang faktor-
faktor penting dalam keberhasilan MBO.
            Dalam jangka panjang, kunci bagi program MBO yang efektif mungkin terletak pada asumsi,
keyakinan dan sikap para manajer dan bawahan. Teknik-teknik MBO  akan berjalan dengan bila para
manajer memegang teori Y dan tindakan-tindakan serta sikap bawahan sesuai dengan asumsi itu.
Manajer teori Y dan bawahan merupakan kombinasi yang ideal dari MBO.

Asumsi Manajer Tentang Para Bawahan


           
Teori X                                   Teori Y                                             
(4) Keberhasilan/kegagalan (1) Kemungkinan besar
tergantung kepada sikap gagal!
yang mengubah?
(3) Kemungkinan besar (2)
gagal! Kemungkinan/kegagalan
tergantung kepada siapa
yang mengubah?
Namun demikian, seperti di tunjukkan dalam gambar atau bagan, kombinasi lainnya dari para
manajer dan bawahan akan muncul. Bila para manajer menerima dan para bawahan cocok dengan
asumsi teori X, penerapan MBO yang berhasil sangat tidak mungkin. Para manajer mungkin
mencoba mengunakan teknik-teknik itu, tetapi keyakinan mereka bahwa teknik-teknik itu tidak akan
berjalan dan tidak akan didukung oleh ketidakpuasan para bawahan pada prosedur baru tersebut.
Dalam dua kotak lainnya dari gambar atau bagan tersebut, suatu hasil mungkin akan
tergantung kepada siapa yang melakukan perubahan. Prosedur-prsedur MBO dan pandangan
positif manajer tentang bawahan yang diungkapkan pada kotak No. 2 mungkin membantu
teori Y para bawahan berkembang sampai pada titik di mana mereka cocok dengan asumsi
teori tersebut. Dalam hal demikian, program MBO mungkin mempunyai kesempatan yang
lebih baik untuk berhasil atau bahkan dengan asumsi dari teori-teori tersebut. Dalam situasi
yang dituliskan pada kotak No. 4, keberhsilan dapat timbul bila manajer dengan sungguh-
sungguh menerapkan teknik-teknik MBO, walaupun ia yakin bahwa teknik-teknik itu tidak
akan berjalan. Reaksi positif dari para bawahan mungkin menyebabkan manajer
mengevaluasi kembali beberapa asumsi dasar

MANAGEMENT BY OBJECTIVE (MBO) DALAM


PENDEKATAN SISTEM
http://noviswan.blogspot.com/2013/01/management-by-objective-mbo-dalam.html

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATARBELAKANG

Dalam suatu manajemen terdapat suatu perencanaan yang dijadikan suatu tujuan
organisasi. Perencanaan itu sendiri merupakan proses mendefinisikan tujuan organisasi,
membuat strategi untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi. Perencanaan menjadi proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena
tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak
akan dapat berjalan. Perencanaan itu sendiri, terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran
(goals) dan rencana itu sendiri (plan). Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu,
grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu
manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.
Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated
goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada
masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan,
pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated
goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi
tuntutan stakeholder perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar
dinginkan oleh perusahaan. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan
organisasi beserta anggotanya.
Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai
sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini,
manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh
bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian
menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya
karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses
penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang
cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja," "naikkan profit," atau "kembangkan
perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah
mengintepretasi maksud sasaran itu (lihat gambar).
Pendekatan kedua disebut dengan management by objective (MBO). Pada pendekatan
ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh
karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin
mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka
akan meningkat. Untuk lebih jelasnya mengenai pendekatan yang kedua yaitu Management
By Objective (MBO) akan kami paparkan dalam makalah ini.

1. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Management By Objective (MBO)
2. Bagaimana tahap pelaksanaan MBO?
3. Bagaimana MBO yang Efektif itu?
4. Bagaimana MBO dalam pendekatan sistem ?
5. Apa saja kelebihan MBO?
6. Apa saja kelemahan MBO?

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Management By Objective (MBO)


Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan sasaran.
Pertama kali diperkenalkan oleh Peter Drucker dalam bukunya The Practice of Management
pada tahun 1954. Sejak itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset.
Banyak program jenis MBO telah dikembangkan, termasuk manajemen berdasarkan hasil
(manajemen by result), manajemen sasaran (goals manajemen), perencanaan dan peninjauan
kembali pekerjaan (work planning and review), sasaran dan pengendalian (goals and
controls), dan lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda program ini sama.
Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin berkembang luas
pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan
pemerintahan.
Management by Objectives (MBO) adalah metode penilaian kinerja karyawan yang
berorientasi pada pencapaian sasaran kerja. Secara umum esensi sistem MBO, terletak pada
penetapan tujuan-tujuan umum oleh para manajer dan bawahan yang bekerja bersama,
penentuan bidang utama setiap individu yang hasilnya dirumuskan secara jelas dalam bentuk
hasil-hasil (sasaran) yang dapat diukur dan diharapkan, dan ukuran penggunaan ukuran-
ukuran tersebut sebagai satuan pedoman pengoperasian satuan-satuan kerja serta penilaian
masing penilaian sumbangan masing-masing anggota. Pada metode MBO, setiap individu
karyawan memiliki sasaran kerjanya masing-masing, yang bersesuaian dengan sasaran kerja
unitnya untuk satu periode kerja. Penilaian kinerja dalam metode MBO dilakukan di akhir
periode mengacu pada realisasi sasaran kerja.
MBO berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal, atau semi formal, yang
dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah)
sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO
merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manager dan para anggota pada setiap
tingkatan organisasi. Dengan pengembangan hubungan antara fungsi perencanaan dan
pengawasan,MBO membantu menghilangkan atau mengatasi berbagai hambatan
perencanaan.

1.      Tahap Pelaksanaan MBO


1.      Tahap Persiapan, yaitu tahap menyiapkan dokumen-dokumen serta data-data yang
diperlukan.
2.      Tahap Penyusunan, tahap ini menjabarkan tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian
dalam organisasi, agar seluruhnya terintegrasi mencapai visi dan misi yang dicanangkan oleh
instansi. Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu identifikasi dan antisipasi masalah
atau hambatan serta kemudahan-kemudahan.
3.      Tahap Pelaksanaan, yaitu tahap dimana pelaksanaan seluruh kegiatan dan fungsi
manajemen secara menyeluruh seperti pengorganisasian, pengarahan, pemberian semangat
dan motivasi, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.
4.      Tahap Pengendalian, Monitor, Evaluasi dan Penyesuaian, pada tahap ini bertujuan agar
tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana stratejik melalui kegiatan
keseluruhan dalam perusahaan.

3.      MBO Yang Efektif


MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:
a.       Kesepakatan pada Program.
Pada setiap organisasi, diperlukan keterikatan para manajer dalam pencapaian tujuan
organisasi pada proses MBO agar program itu efektif. Banyak waktu dan tenaga yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu program MBO yang berhasil. Para manajer harus
mengadakan pertemuan dengan para bawahan, pertama untuk menetapkan tujuan-tujuan dan
kemudian untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju tujuan tersebut. Tidak ada jalan
pintas yang mudah, bila sasaran telah ditetapkan tetapi tidak dikaji kembali secara berkala,
tujuan itu tidak mungkin akan tercapai.

b.      Penetapan Sasaran Tingkat Atas


Program perencanaan yang efektif biasanya dimulai dengan para manajer tertinggi yang
menetapkan sasaran pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi yang
lain. Sasaran harus dinyatakan dengan istilah yang khusus dan dapat diukur, misalnya
peningkatan lima persen dalam penjualan kuartal yang akan datang, tidak ada peningkatan
dalam biaya-biaya eksploitasi pada tahun ini, dan sebagainya. Dengan cara demikian, para
manajer dan bawahan akan mempunyai pengertian yang lebih jelas tentang apa yang
diharapkan oleh pimpinan teratas untuk dicapai, dan mereka dapat melihat bagaimana
pekerjaan mereka itu berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran organisasi.
c.       Sasaran Individual
Dalam progaram MBO yang efektif, setiap manajer dan bawahan telah menetapkan
dengan jelas tanggung jawab pekerjaan dan tujuan-tujuannya, misalnya manajer subunit A
akan bertanggung jawab atas peningkatan 15% dalam jangka waktu dua bulan. Maksud dari
penetapan tujuan dengan menggunakan istilah-istilah pada setiap tingkatan ialah untuk
membantu para pegawai agar mengerti dengan jelas apa yang diharapkan untuk dicapai. Hal
ini membantu setiap rencana individual secara efektif untuk mencapai sasaran yang
ditargetkan.
Sasaran untuk setiap individu harus ditetapkan dengan konsultasi antara individu dengan
atasannya. Dalam konsultasi bersama tersebut, para bawahan membantu para manajer
mengembangkan tujuan yang realitas karena mereka mengetahui dengan baik apa yang
mampu mereka capai. Para manajer membantu para bawahannya untuk meningkatkan
pandangan mereka terhadap tujuan yang lebih tinggi dengan menunjukkan keinginan untuk
membantu mereka dalam mengatasi rintangan serta kepercayaan pada kemampuan para
bawahan.
d.      Partisipasi
Peranserta bawahan dalam menetapkan tujuan sangat berbeda-beda. Para manajer kadang-
kadang menetapkan tujuan tanpa mengetahui sepenuhnya tentang kendala di mana bawahan
mereka harus bekerja. Para bawahan kemungkinan memilih tujuan yang tidak sejalan dengan
sasaran organisasi. Sebagai kebiasaan, semakin besar peranserta para manajer dan bawahan
dalam penetapan sasaran, semakin baik kemungkinannya sasaran itu akan tercapai.
e.       Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana
Begitu sasaran telah ditetapkan dan disetujui, individu itu mempunyai kebijakan yang luas
untuk memilih sarana-sarana guna pencapaian tujuan tersebut. Dalam kendala yang normal
dari kebijakan organisasi, para manajer harus bebas mengembangkan dan melaksanakan
program-program untuk mencapai sasaran tanpa penafsiran kembali oleh atasan langsung
mereka. Dari berbagai aspek yang mereka plih dengan bebas dalam menentukan sarana dan
kebijakan yang diberikan oleh organisasi, maka para pegawai bawahan merasa diuntungkan
dengan program MBO atau otonomi dalam pelaksanaan rencana. Akan tetapi pegawai juga
tidak bisa semaunya sendiri dalam menentukan kebijakannya, juga harus menyangkut pada
peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Dan aspek dari
program MBO tersebut, sangat dihargai oleh para manajer dan juga para pegawai bawahan.
f.       Pengkajian Kembali Untuk Kerja
Para manajer dan bawahan secara berkala mengadakan pertemuan untuk mengkaji
kembali kemajuan dalam menuju sasaran. Selama pengkajian kembali, mereka memutuskan
masalah-masalah yang ada, dan apa yang dapat mereka lakukan masing-masing untuk
memecahkannya. Bila perlu tujuan-tujuan itu dapat dimodifikasi untuk periode peninjauan
kembali yang akan datang.
Agar adil dan berguna, pengkajian kembali harus didasarkan atas hasil unjuk kerja yang dapat
diukur, bukan atas kriteria yang subjektif, seperti sikap dan kemampuan. Misalnya, daripada
berusaha untuk menilai bagaimana giatnya seseorang di lapangan, seorang manajer
seharusnya menekankan hasil penjualan nyata yang dicapai dan sebagai pengetahuan terinci
mengenai pelanggannya.

Sistem MBO
Program-program MBO sangat bervariasi, banyak dirancang untuk digunakan dalam
suatu kelompok kerja, tetapi banyak juga digunakan untuk keseluruhan organisasi. Metode-
metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan para manajer dalam program MBO akan
berbeda. Berikut ini adalah unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada
hakekatnya merupakan aspek-aspek proses pokok MBO:
a)      Komitmen pada program. Program MBO yang efektif mensyaratkan komitmen para manajer
disetiap tingkatan organisasi terhadap pencapaian tujuan pribadi dan organisasi serta proses
MBO.
b)      Penetapan tujuan manejemen puncak. Program-program perencanaan efektif dimulai dengan
para manajer puncak yang menetapkan tujuan-tujuan pendahuluan setelah berkonsultasi
dengan para anggota organisasi lainnya.
c)      Tujuan-tujuan perseorangan. Setiap manajer dan bawahan merumuskan tanggung jawab dan
tujuan jabatan mereka secara jelas. Maksudnya adalah untuk membantu para karyawan
memahami secara jelas apa yang diharapkan agar dapat tercapai.
d)     Partisipasi. Derajat partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan sangat bervariasi. Sebagai
pedoman umum, semakin besar partisipasi bawahan, semakin besar kemungkinan tujuan akan
tercapai.
e)      Otonomi dalam implementasi rencana. Setelah tujuan ditetapka dan di setujui, individu
mempunyai keluasan dalam memilih peralatan untuk pencapaian tujuan. Manajer bebas
mengimplementasikan dan mengembangkan program-program pencapaian tujuan tanpa
campur tangan atasan langsung dengan batasan-batasan organisasi.
f)       Peninjauan kembali prestasi. Manajer dan bawahan bertemu secara periodik untuk meninjau
kembali kemajuan terhadap tujuan.

4.      MBO Dalam Pendekatan Sistem


            Dalam sistem dikenal istilah pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan suatu
proses pemecahan masalah yang mencakup 4 kegiatan. 1).perencanaan, 2).implementasi,
3).evaluasi 4).revisi. secara luas pendekatan sistem dpat diartikan sebagai alata atau cara
berpikir yang menekannkan pada identifikasi masalah dan pemecahan masalah.
            Penerapan MBO dalam suatu sistem dilihat dari objek permasalahan. Misalnya
penerapan MBO dalam sistem pendidikan. Drucker (1954) melalui MBO (management by
objective) dapat memberikan gagasan mengenai  prinsip manajemen berdasarkan sasaran
sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan MBO misalnya kepala dinas yang
memimpin tim beranggotakan pejabat dan fungsional dinas, dan stakeholders dalam
merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan.
Penerapan MBO dalam tingkat sekolah misalnya, kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
siswa, orang tua siswa, masyarakat dan stakeholders duduk bersama membahas rencana
strategis sekolah dengan mengembangkan tujuh langkah MBO seperti:
a.       Menentukan hasil akhir apa yang ingin dicapai sekolah
b.      Menganalisis apakah hasil akhir itu berkaitan dengan tujuan sekolah
c.       Berunding menetapkan sasaran-sasaran yang dibutuhkan
d.      Menetapkan kegiatan apa yang tepat untuk mencapai sasaran
e.       Menyusun tugas-tugas untuk mempermudah mencapai sasaran
f.       Menentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan dipergunakan oleh atasan
g.      Lakukan monitoring dan buat laporan.

5.      Kelebihan MBO
Dalam suatu penelitian tentang para manajer, Tosi dan Carroll mencatat keuntungan-
keuntungan utama dari program MBO antara lain:
a)      program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka.
b)      program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan
sasaran dan waktu yang ditargetkan.
c)      program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan
d)     program MBO membuat para manajer lebih menyadari tentang sasaran organisasi
e)      progaram MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan pada suatu
pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk mengetahui
sebaik mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan sasaran organisasi
Dari penelitian ini serta analisis lainnya, tampak jelas bahwa MBO mempunyai
keuntungan bagi para individu dan organisasi. Bagi individu mungkin keuntungan utamanya
ialah meningkatnya rasa keterlibatan dan pengertian tentang sasaran organisasi. Ini
memungkinkan usaha dipusatkan di mana usaha itu sangat diperlukan dan sangat mungkin
untuk diberikan penghargaan. Di samping itu tiap individu mengetahi bahwa mereka akan
dinilai, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau prasangka atasan, tetapi berdasarkan sebaik
mana mereka mencapai sasaran yang mereka sendiri telah membantu menetapkannya.
Sebagai akibatnya, individu-individu dalam suatu proses MBO lebih besar kemungkinannya
untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan penuh kemauan dan keberhasilan.
Semua keuntungan individu ini setidak-tidaknya secara tidak langsung akan
memberikan keuntungan kepada perusahaan atau organisasi. Di samping itu ada keuntungan
pada suatu program MBO yang dilaksanakan dengan berhasil yang berlaku langsung pada
organisasi. Karena karena semua tingkat dalam organisasi membantu dalam penetapan
tujuan, maka sasaran dan tujuan oraganisasi menjadi lebih realistis. Juga komunikasi yang
bertambah baik sebagai akibat adanya MBO, dapat membantu organisasi untuk mencapai
sasarannya dengan lebih baik. Artinya, seluruh organisasi mempunyai rasa kesatuan yang
meningkat. Dan para pegawai bawahan lebih menyadari apa yang diharapkan oleh pimpinan
puncak dan pada gilirannya aka membantu dalam penetapan tujuan yang dapat dicapai.

5.      Kelemahan MBO
MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para
bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan
kenaikan pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian
kembali mungkin dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat
dikuantifikasikan atau diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya
jumlah penjualan total di daerah bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk
hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin menurun walaupun bawahan telah berusaha
dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari para pesaing yang tidak diperkirakan
sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO dalam perilaku para manajer
mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah dari menilai para
bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan oleh
para manajer.
Hampir semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang
dihadapi oleh para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO maupun
tidak. Namun demikian, ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang
mempunyai program MBO. Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat
(inherent) dalam proses MBO. Ini membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam
mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat serta pekerjaan tulis-menulis yang
biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang secara teoritis tidak perlu,
tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-program MBO yang
dilaksanakan dengan tepat.
Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila
program itu tidak berhasil, yaitu:

1. Gaya dan dukungan pimpinan

Bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan
keputusan yang terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius
sebelum dapat melaksanakan program MBO.

2. Adaptasi dan perubahan

MBO mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola


wewenang dan prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung perubahan-perubahan
ini. Mereka yang berperan serta hanya karena terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan
dengan mudah menyebabkan kegagalan program tersebut.

3. Kecakapan hubungan antarpribadi (interpersonal skill)

Penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan
tingkat kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak
mempunyai pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini.
Pendidikan dalam pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan

4. Uraian tugas (job description)


Penggunaan daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan
menghabiskan waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena
keadaan dalam organisasi berubah. Hal ini terutama penting selama taraf pelaksanaan, bila
dampak dari sistem MBO sendiri dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung
jawab pada tiap tingkat.

5. Penetapan dan pengkoordinasian tujuan

Penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber
kekacauan bagi para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat
diukur, dalam menemukan jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak
mungkin dalam melukiskan tujuan secara jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit
mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan
individu.

6. Pengendalian terhadap metode pencapaian sasaran

Frustasi yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai sasaran
tergantung kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi. Misalnya, manajer bagian
produksi tidak diharapkan akan mencapai sasaran merakit 100 unit per hari bila bagiannya
diberi suku cadang hanya untuk 90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan
diperlukan untuk menyelesaikan persoalan macam ini.

7. Konflik antara kreativitas dan MBO

Mengutamakan prestasi, peningkatan dan kepuasan pada pencapaian sasaran mungkin


tidak akan produktif bila cenderung menghambat inovasi. Bila para manajer gagal untuk
mencoba sesuatu yang baru dan mungkin mengandung risiko karena tenaga mereka
dicurahkan pada tujuan-tujuan MBO tertentu, beberapa kesempatan mungkin akan hilang.
Untuk menghindari bahaya ini, Odiorne mengusulkan agar kesepakatan terhadap inovasi dan
perubahan harus merupakan bagian dari proses penetapan sasaran.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan
sasaran.MBO berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal, atau semi formal, yang
dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah)
sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO
merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manager dan para anggota pada setiap
tingkatan organisasi. Dengan pengembangan hubungan antara fungsi perencanaan dan
pengawasan,MBO membantu menghilangkan atau mengatasi berbagai hambatan
perencanaan.
Tahap Pelaksanaan MBO terdiri dari:tahap Persiapan,tahap penyusunan,tahap
Pelaksanaan,tahap Pengendalian,monitor, evaluasi dan Penyesuaian.
MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:Kesepakatan pada
Program, Penetapan Sasaran Tingkat Atas,Sasaran Individual,Partisipasi,Otonomi Dalam
Pelaksanaan Rencana,Pengkajian Kembali Untuk Kerja.
unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada hakekatnya merupakan aspek-
aspek proses pokok MBO: Komitmen pada program,Penetapan tujuan manejemen
puncak,Tujuan-tujuan perseorangan,Partisipasi,Otonomi dalam implementasi
rencana,Peninjauan kembali prestasi.
MBO Dalam Pendekatan Sistem mencakup 4 kegiatan. 1).perencanaan,
2).implementasi, 3).evaluasi 4).revisi. secara luas pendekatan sistem dpat diartikan sebagai
alata atau cara berpikir yang menekannkan pada identifikasi masalah dan pemecahan
masalah.
            Penerapan MBO dalam suatu sistem dilihat dari objek permasalahan. Misalnya
penerapan MBO dalam sistem pendidikan. Drucker (1954) melalui MBO (management by
objective) dapat memberikan gagasan mengenai  prinsip manajemen berdasarkan sasaran
sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan MBO misalnya kepala dinas yang
memimpin tim beranggotakan pejabat dan fungsional dinas, dan stakeholders dalam
merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai