Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Pada akhir bulan Desember 2019 lalu, mulai merebak suatu wabah penyakit baru di

Wuhan, China, yang saat ini disebut sebagai coronavirus disease 2019 (COVID-19). Etiologi

dari penyakit baru ini adalah severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-

2), dari kelompok betacoronavirus. Penyakit ini menyebar dengan cepat sehingga pada bulan

Maret 2020, organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemik

global. Proses deteksi COVID-19 dapat berasal dari spesimen yang didapatkan dari apusan

nasal atau nasofaring, sputum, dan hasil aspirasi saluran napas bawah termasuk

bronchoalveolar lavage (Wasityastuti dkk, 2020).

Gejala klinis yang ditimbulkan bervariasi, dimulai dari tanpa gejala hingga

menyebabkan komplikasi seperti gagal nafas, syok septik dan kegagalan multi organ.

Sebagian besar pasien yang terinfeksi COVID-19 menunjukan gejala umum seperti demam,

batuk, kelelahan, gejala gastrointestinal dan memiliki kormobiditas seperti hipertensi dan

diabetes melitus. Pada gambaran radiologis ditemukan adanya gambaran ground glass

opacity atau patchy bilateral, sedangkan pada temuan laboratorium ditemukan adanya

limfopenia dan eosinopenia (Zetira Z, 2020).

Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari

(median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan

pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran

darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran

cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat

hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai

sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Masuknya virus baru ini juga diketahui

melibatkan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) sebagai reseptor, sama seperti virus


sebelumnya. Leukopenia, limfopenia dan peningkatan sitokin proinflamasi,4 seperti IL-1β,

IL-6, IL-12, IFNγ, IP10, dan MCP1 merupakan konsekuensi imunologis dari infeksi SARS-

CoV-2 ini. Peningkatan sitokin tersebut mengakibatkan kemotaksis dan akumulasi sel-sel

imun (monosit, makrofag, dan sel T) di dalam paru sehingga pada akhirnya menyebabkan

kerusakan pulmoner dan terjadi gangguan pernapasan (Susilo A dkk, 2020).

(Sumber gambar (Wasityastuti dkk, 2020).

Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di

215 negara terjangkit dan 180 negara transmisi lokal. Data 16 september 2020, terdapat kasus

terkonfirmasi berjumlah 29.444.198 kasus dengan 931.321 kasus kematian di seluruh dunia.

Sedangkan untuk kasus di Regional Asia Tenggara yang terkonfirmasi berjumlah 5.663.231

kasus dan 96.347 kasus kematian (WHO Situation Report, 2020).

Pada 12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik dan kasus

COVID-19 pertama di Indonesia di laporkan pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus

(WHO Situation Report, 2020). Di Indonesia kasus COVID-19 per tanggal 16 september
2020 berjumlah 228.993 kasus terkonfirmasi dengan 9.100 kasus kematian dan termasuk

dalam negara peringkat tertinggi kedua di ASEAN dengan kasus terkonfirmasi setelah

Filipina dengan 269.407 kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2020).

Kota Samarinda, Kalimantan Timur pertama kali mengkonfirmasi kasus Covid-19

pada tanggal 18 Maret 2020. Penyebaran baru COVID-19 terkonfirmasi semakin meluas ke

lima kota dan kabupaten, diantaranya Penajam Paser Utara sebanyak 11% dan Berau 3% dari

total kasus terkonfirmasi di Kalimantan Timur pada tanggal 10 April 2020. Penyebaran

COVID-19 telah mencapai wilayah-wilayah yang jauh dari bandara dan pelabuhan utama

seperti Kutai Barat dan Paser. Peningkatan pasien terkonfirmasi COVID-19 terbanyak adalah

di Penajam Paser Utara (Paramita S dkk, 2020). Sebagaimana dilaporkan per tanggal 16

september 2020, di Kalimantan Timur jumlah keseluruhan terkonfirmasi COVID-19

meningkat menjadi 6.317 kasus, diantaranya 4.033 dinyatakan sembuh dan 250 kasus

kematian (Kementrian Kesehatan RI, 2020).

Virus COVID-19 saat ini menjadi masalah kesehatan publik yang sangat serius dan

menyebabkan pandemik di berbagai negara termasuk Indonesia. Situasi pandemik ini

menimbulkan kondisi emergensi yang memaksa setiap negara harus siap menghadapi situasi

seperti ini. Salah satu upaya yang dilakukan dengan Terapi Plasma Konvalesen (TPK)

merupakan terapi yang melibatkan pemberian plasma dari donor pasien COVID-19 yang

sudah sembuh kepada pasien COVID-19 yang masih menderita penyakit tersebut (Setiawan

dkk, 2020). Sebelumnya terapi plasma konvalense sudah diterapkan dalam mengatasi

penyakit akibat Virus Ebola dan merupakan terapi yang direkomendasikan oleh WHO pada

tahun 2014. Terapi ini juga diterapkan di Hongkong saat ada wabah SARS-CoV-1 pada tahun

2003, H1N1 pada tahun 2009-2010 dan MERS-CoV pada tahun 2012. Saat ini TPK sudah

dilakukan di Wuhan Cina dan sementara berlangsung di New York Amerika Serikat (AS).

Food and Drug Administration (FDA) AS sudah mengeluarkan keputusan yang mengijinkan
penggunaan plasma konvalesen sebagai salah satu terapi bagi penderita COVID-19 (Tim

TPK COVID-19 Indonesia, 2020).

Putra, dkk (2020) dalam jurnal “Efficacy and safety of convalescent plasma therapy in

patients with COVID-19: a rapid review of case series” menyebutkan bahwa terapi plasma

konvalense memberikan perbaikan kondisi klinis secara keseluruhan, temuan radiologi,

peningkatan fungsi paru-paru, dan hasil PCR negatif setelah transfusi. Kekebalan pasif ini

membantu menetralkan virus serta meningkatkan cytotoksisitas dan phagocytosis dengan

memanfaatkan kekebalan bawaan. Penelitian ini menggunakan 5 mL/kg plasma dengan

penjepitan plasma yang lebih dari sama 1:160 dan menghasilkan 200 mL plasma yang

diberikan dan menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mengurangi angka kematian dan

lamanya masa rawat inap.

Pada penelitian lain juga menyebutkan dengan memberikan transfusi kepada 1 pasien

laki-laki dan 1 pasien perempuan sebanyak 600 mL dan 400 mL. Setelah dilakukan transfusi

kedua pasien menunjukan gejala yang signifikan. Terapi plasma konvalesen pada pasien

terinfeksi COVID-19 menunjukan penurunan mortalitas pada pasien kritis, meningkatkan

titer antibodi dan menghilangkan SARS-CoV-2 RNA didalam tubuh pasien, meningkatkan

perbaikan klinis dan gambaran radiologi serta tidak ada efek samping yang signifikan akibat

terapi plasma konvalesen (Ye dkk, 2020).

Terapi plasma konvalesen telah terbukti dapat menurunkan risiko kematian secara

signifikan, dapat menekan virus, membersihkan infeksi virus dan membersihkan sel yang

terinfeksi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penggunaan plasma konvalesen dapat

menormalkan suhu tubuh, meningkatkan Pao2/Fio2, memperbaiki gejala klinis serta kondisi

ARDS, menurunkan viral load, memperbaiki gambaran radiologis (Zetira Z, 2020).


Meskipun beberapa peneliti menyatakan bahwa belum ada efek samping merugikan

secara signifikan dalam menggunakan plasma konvalesen, namun penelitian lainnya

melaporkan bahwa terdapat beberapa efek samping harus diperhatikan. Secara umum risiko

yang dapat terjadi setelah transfusi adalah transfusion-related acute lung injury (TRALI),

transfusion-associated circulatory overload (TACO), dan reaksi alergi atau reaksi anafilaksis.

Risiko lain yang jarang ditemui seperti penularan infeksi, demam, aloimunisasi sel darah

aloimunisasi sel darah merah, dan reaksi transfusi hemolitik (Salazar dkk, 2020)
Pasien yang melakukan pendonoran harus memenuhi persyaratan kelayakan donor

berdasarkan rekomendasi dari FDA, yaitu : i) dilakukan pemeriksaan swab nasofaring pada

saat terinfeksi atau pemeriksaan serologi antibodi SARS-CoV-19 yang dinyatakan positif saat

pasien sudah sembuh, ii) gejala klinis tidak ditemukan setidaknya selama 14 hari sebelum

melakukan donor, iii) Pemeriksaan anti-HLA negatif, iv) Mengukur kecukupan titer antibodi

SARS-CoV-19, FDA merekomendasikan antibodi penetralisir SARS-CoV-19 minimal

1:160,namun jika tidak tersedia maka 1:80 dapat diterima (Zetira Z, 2020).
Daftar Pustaka

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan

RI [Internet]. 2020 [updated 2020 March 30; cited 2020 March 31]. Available

from:https://infeksiemerging.kemkes.go.id

Paramita S, Ronny Isnuwardana R dan Rahmadi A. 2020. Linimasa Satu Bulan

Perkembangan Kasus COVID-19 di Kalimantan Timur.

Putera, D. D., & Hardianti, M. S. (2020). Efficacy and safety of convalescent plasma therapy

in patients with COVID-19: a rapid review of case series. J Med Sci, 52, 14.

Salazar E, Perez KK, Ashraf M, et al. Treatment of COVID-19 Patients with Convalescent Plasma.

Am J Pathol. Published online 2020.

Setiawan, S. A., Putera, D. D., Triyono, T., Thobari, J. A., & Kurnianda, J. 2020.

Convalescent Plasma for COVID-19: A reasonable option for the pandemic based on

both scientific and practical point of views. Journal of the Medical Sciences (Berkala

ilmu Kedokteran), 52(3).

Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Herikurniawan, H., ... & Chen,

L. K. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam

Indonesia, 7(1), 45-67.

Tim TPK COVID-19 Indonesia. 2020. Penatalaksanaan Terapi Plasma konvalesen Bagi

Pasien Covid – 19.


Wasityastuti, W., Dhamarjati, A., & Siswanto, S. (2020). Immunosenescence and the

Susceptibility of the Elderly to Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Jurnal

Respirologi Indonesia, 40(3), 183-192.

World Health Organization. Situation Report – 24 [Internet]. 2020 [updated 2020 september

16; cited 2020 september 17]. Available

from:https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/situation-

reports

World Health Organization. Situation Report – 42 [Internet]. 2020 [updated2020 March 02;

cited 2020 September 16]. Available from: https://www.who.int/docs/default-

source/coronaviruse/situation-reports

Ye M, Fu D, Ren Y, Wang F, Wang D, Zhang F, et al. Treatment with convalescent plasma

for COVID-19 patients in Wuhan, China. JMed Virol 2020.

https://doi.org/10.1002/jmv.25882

Zetira, Z. (2020). Manfaat Terapi Plasma Konvalesen pada Infeksi Covid-19. Jurnal

Medula, 10(2), 333-340.

Anda mungkin juga menyukai