Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran

Disusun Oleh :

1. Intan Durrotul Awaliyah H. 1810946


2. Restika Maulida H. 1811152
3. Siti Putriani Nur H. 1810955
4. Siti Robiatul Adawiyah H. 1810956
5. Tria Nurul Islamia H. 1810957
6. Yuliana Komalasari H. 1810961

Dosen Pembimbing :

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan


Universitas Djuanda
Jl. Tol Ciawi No. 1, Ciawi-Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Telp. 0251-8240773, Website //Www.Unida.Ac.Id
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Kami ucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpakan
Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga kita bisa menjalankan aktivitas sebagai mana
biasanya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurakan kepada nabi Muhammad SAW.
Sehingga kami dapat meyelesaikan Makalah dengan judul “TEORI PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVIS” Makalah ini dibuat sebagai tugas kelompok yang akan dikumpulkan
dan dipresentasikan.

Yang kedua, tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen mata pelajaran
Teori Belajar dan Pembelajaran yang memberikan arahan dan ajaran tentang mata
pejalaran Teori Belajar dan Pembelajaran.

Adapun yang terakhir, Kami menyadari makalah ini banyak kekurangan, karena
itu kami mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dan sekaligus
memperbesar manfaat makalah ini sebagai pembelajaran.

Bogor, 12 Januari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................................... 2

BAB II ISI

A. Pengertian Teori Pembelajaran Konstruktivis ........................................................


B. Tokoh- tokoh Teori Pembelajaran konstruktivis dan pendapatnya .........................
C. Karakteristik teori pembelajaran konstruktivis ........................................................
D. Ciri-ciri teori pembelajaran konstruktivis ................................................................
E.
F. Pendekatan teori konstruktivis dalam pembelajaran ................................................
G. Implikasi teori konstruktivis dalam pembelajaran pendidikan agama islam ...........

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................ 11

B. Saran........................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Sebagai teori, Konstruktivisme tidak diketahui secara pasti kapan dicetuskan.


Tidak satu orang atau gerakan pun yang mengakui secara pasti tentang perkembangan
dan sebagai peletak dasar-dasar teori konstruktivisme pada masa modern. Benih
pendekatan konstruktivisme dapat dilacak dari karya Vico, Goodman, Rousseau, Kant,
Dewey, dan Vygotsky. Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Jerome S. Brunner dan von
Glasersfeld—dua yang terakhir pada masa berikutnya—membentuk pendekatan
konstruktivisme.
Konstruktivisme sebagai suatu teori bersifat kompleks. Konstruktivisme
berhubungan dengan filsafat, psikologi, sosiologi, sains, dan pendidikan. Dalam dunia
pendidikan, konstruktivisme muncul secara formal sebagai teori pengetahuan dan teori
belajar sejak tahun 1980-an melalui karya Bruner dan von Glasersfeld. Selanjutnya, pada
tahun 1990-an karya Bruner dan von Glaserfeld menjadi karya menarik yang digunakan
di kalangan pendidik.
Menurut Coburn dan Derry sebagaimana dikutip oleh Isjoni, menyatakan bahwa
konstruktivisme adalah cabang dari kognitivisme. Bila ditelusuri ke belakang, teori-teori
kognitivisme didasarkan atas teori Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Piaget dikenal sebagai
Piaget Constructivism Cognitive (Aliran Konstruktivisme Piaget) dan Vygotsky dikenal
sebagai Vygotsky Constructivism Social (Aliran Konstruktivisme Vygotsky).
Teori Piaget berasaskan pada premis, apabila individu bekerjasama atas
presekitarnya, konflik sosio-kognitif akan berlaku dan akan mewujudkan
ketidakseimbangan kognitif dan seterusnya mencetuskan perkembangan kognitif. Teori
Vygotsky berdasarkan pada premis bahwa pengetahuan terbina melalui interaksi
kumpulan dalam menyelesaikan masalah. Kedua teori di atas menjadi titik tolak dalam
memahami teori konstruktivisme dalam pembelajaran.
Sebagai teori pengetahuan (knowing theory), konstruktivisme dibangun atas ide
bahwa pengetahuan tidak berada pada dunia objektif atau dunia luar individu.
Pengetahuan diperoleh ketika individu melakukan proses pembentukan pengetahuan.
Dari perspektif ini, objektivisme menjadi lawan dari konstruktivisme. Objektivisme
berpendapat bahwa pengetahuan merupakan cerminan dari dunia luar. Dalam pandangan
konstruktivisme, pengetahuan dapat dibentuk secara individu maupun sosial.

Konstruktivisme sebagai teori belajar (learning theory) dikembangkan oleh


Piaget, Vygotsky dan Bruner. Pemikiran Piaget dan Vygotsky merupakan aliran atau
mazhab konstruktivisme. Piaget memiliki kecenderungan bahwa individu membentuk
makna (meaning) melalui proses di dalam diri. Sementara itu, Vygotsky memiliki
kecenderungan bahwa individu membentuk makna melalui proses interaksi sosial.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran konstruktivis?


2. Siapa sajakah tokoh dalam teori pembelajaran konstruktivis?
3. Apa karakteristik teori pembelajaran konstruktivis?
4. apa saja ciri-ciri teori pembelajaran konstruktivis?
5. Bagaimana pengaplikasian teori tersebut dalam pembelajaran atau kehidupan sehari
hari ?
6. Bagaimana implikasi teori konstruktivis dalam pembelajaran pendidikan agama
islam

C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH

1. Memberikan pengetahuan tentang Teori Pembelajaran Konstruktivis lebih dalam lagi


agar semua mahasiswa mengerti

2
BAB II
ISI

A. PENGERTIAN TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS

Konstruktivisme merupakan suatu epistemologi tentang perolehan pengetahuan


(knowledge acquisition) yang lebih memfokuskan pada pembentukan pengetahuan daripada
penyampaian dan penyimpanan pengetahuan. Dalam pandangan konstruktivisme, peserta
didik berperan sebagai pembentuk (construct) dan pentransformasi pengetahuan. Adapun
yang dimaksud dengan pembentukan pengetahuan (construct knowledge) dalam pandangan
konstruktivisme meliputi tiga hal, yaitu: (1) exogenous constructivism, (2) endogenous
constructivism, dan (3) dialectical constructivism.
Exogenous constructivism memiliki ciri yang sama dengan filsafat realisme, yaitu
sesuatu dimulai dengan adanya realitas eksternal yang direkonstruksi menjadi pengetahuan.
Oleh karena itu, struktur mental seseorang akan berkembang untuk merefleksikan keadaan
dunia luar (realitas). Proses pembentukan pengetahuan dalam aliran psikologi kognitif
menekankan pada cara pandang pembentukan pengetahuan (constructivism), yang
dengannya skema dan alur (schemata and networks) pengetahuan didasarkan atas realitas
eksternal yang dialami.

Endogenous constructivism disebut juga konstruktivisme kognitif yang


memfokuskan pada proses internal individu dalam membentuk suatu pengetahuan.
Perspektif ini merupakan derivasi dari teori Jean Piaget (1896-1980) yang menekankan pada
kemampuan individu membangun pengetahuan yang distimulus oleh konflik kognitif
internal sebagai cara untuk mengatasi disekuilibirium mental. Intinya adalah bahwa anak
atau orang dewasa harus mampu bernegosiasi dengan pengalaman dan fenomena yang
berbeda dengan skema pengetahuan yang mereka miliki. Dalam dunia pendidikan, para
peserta didik harus mampu menciptakan pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan
struktur kognitif yang sudah mereka miliki dengan cara merevisi dan mengkreasi
pengetahuan baru selain dari pengetahuan yang sudah ada pada struktur kognitif mereka.

Dialectical constructivism disebut juga konstruktivisme sosial yang memiliki


pandangan bahwa sumber konstruksi pengetahuan merupakan bagian dari interaksi sosial
yang meliputi berbagi informasi (sharing), melakukan pembandingan (comparing), dan
melakukan debat (debating) antara peserta didik dan guru. Melalui proses interaksi yang
intensif, lingkungan sosial pembelajaran akan terbentuk dan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk membentuk pengetahuannya secara mandiri. Perspektif ini
merupakan pemikiran dari Vygotsky (1978) dalam teori belajar sosiokultural. Teori belajar
tersebut menitikberatkan pada adanya bimbingan dari seorang guru yang dianggap mampu
melatih peserta didik untuk memperoleh keterampilan dan pemahaman yang kompleks serta
kompetensi yang mandiri. Pandangan konstruktivisme sosial murni berpendapat bahwa
pembelajaran dapat berlangsung melalui interaksi sosial dengan melibatkan unsur budaya
dan bahasa.

3
Konstruktivisme adalah satu pandangan bahwa peserta didik membina sendiri
pengetahuan (individual perception ) atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang ada (prior experience). Dalam proses ini, peserta didik akan
menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina
pengetahuan baru. Pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana peserta didik
membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang ada, kemudian mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan
mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang akan
diwujudkan.

Dalam dunia pendidikan, konstruktivisme menunjukkan pada teori perolehan


pengetahuan dan belajar. Teori-teori tersebut menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk
bukan diterima dari dari dunia luar an sich. Misalnya, pengetahuan tidak berada di dalam
buku akan tetapi lebih pada pengetahuan yang diproses melalui kegiatan membaca.

B. TOKOH- TOKOH TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS DAN


PENDAPATNYA

a. J. Dewey
Pembelajaran berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian
John Dewey. Dalam demokrasi dan pendidikan Dewey menyampaikan pandangan
bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas
merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Ilmu mendidik
Dewey menganjurkan pembelajar untuk mendorong pebelajar terlibat dalam proyek atau
tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah
intelektual dan sosial. Dewey juga menyatakan bahwa pembelajaran disekolah
seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki
manfaat terbaik dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menyelesaikan proyek yang  menarik dan pilihan mereka sendiri.

b. J. Piaget
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan diatas pandangan konstruktivis
kognitif (Ibrahim dan Nur, 2004). Pandangan ini banyak didasarkan teori Piaget. Piaget
mengemukakan bahwa pebelajar dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses
perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi Piaget
pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang (Suparno,
1997). Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus berevolusi.

c. Vygotsky
Menurut Vygotsky perkembangan intelektual terjadi pada saat individu
berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang dan ketika mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Untuk memperoleh

4
pemahaman individu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah
dimiliki.

Piaget memandang bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu dilalui


tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya individu. Sementara itu, Vygotsky
memberi tempat lebih pada aspek sosial pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi sosial
dengan orang lain mendorong terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan
intelektual pembelajar. Implikasi dari pandangan Vygotsky dalam pendidikan adalah
bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan pembelajar dan teman
sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari pembelajar atau teman sejawat yang lebih
mampu, pebelajar bergerak ke dalam zona perkembangan terdekat mereka dimana
pembelajaran baru terjadi.

d. Bruner dan Belajar Penemuan


Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar
kognitif. Ia telah mengembangkan suatu model instruksional kognitif yang sangat
berpengaruh yang disebut dengan belajar penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan
sendirinya memberikan  hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan
masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-
benar bermakna.

Bruner menyarankan agar pebelajar hendaknya belajar melalui partisipasi secara


aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperopleh pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan didasarkan pada keyakinan
bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi.

C. KARAKTERISTIK TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS


Ada empat karakteristik pembelajaran dalam teori konstruktivisme.

a. Adanya pembelajaran yang dibentuk oleh para peserta didik secara mandiri.
b. Adanya hubungan antara pemahaman baru yang dimiliki para peserta didik dengan
pemahaman lama yang mereka miliki.
c. Adanya aturan yang jelas tentang interaksi sosial.
d. Adanya kebutuhan terhadap pembelajaran otentik untuk mewujudkan pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning).

D. CIRI-CIRI TEORI PEMBELAJARAN KOSTRUKTIVIS

Sehubungan dengan itu, ada beberapa ciri atau prinsip belajar yang dijelaskan sebagai
E. berikut.

5
a. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh peserta didik dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasa, dan alami.
b. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan
pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan
tetapi perkembangan itu sendiri.
d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik
lingkungannya.
e. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si subjek belajar,
tujuan, motivasi yang memengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang
dipelajari.

E. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN


Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber
atau tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen misalnya, mencatat ada dua pendekatan
dalam pembelajaran, yaitu:
a. pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches)
b. pendekatan yang berpusat pada peserta didik (student-centred approaches).
Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung
(direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.

Konstruktivisme sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran didefinisikan sebagai


sebagai pendekatan di mana peserta didik secara individual menemukan dan
mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa dengan aturan yang ada dan
merivisinya jika perlu. Paham konstruktivisme memandang peserta didik datang ke sekolah
membawa persiapan mental dan kognitifnya. Artinya, peserta didik yang datang ke sekolah
sudah memiliki konsep awal dari materi yang akan dipelajari, karena mereka mempunyai
potensi untuk pembelajaran mandiri terlebih dahulu dari sumber yang ada atau dari
pengalaman dalam lingkungan kehidupannya. Dalam hal ini guru bertindak sebagai
fasilitator dan narasumber.

Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis,


yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, strategi
memperoleh lebih diutamakan daripada seberapa banyak peserta didik memperoleh dan
mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:

a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik.

6
b. Memberi kesempatan peserta didik menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
c. Menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Dalam pandangan konstruktivisme, peserta didik merupakan pembelajar. Peserta


didik yang membangun pengetahuannya secara mandiri. Pendekatan konstruktivisme
dimaknai sebagai pendekatan pembelajaran di mana pengetahuan baru tidak diberikan dalam
bentuk jadi atau final, tetapi pelajar membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi
dengan lingkungan dalam proses asimilasi dan akomidasi. Oleh karena itu, pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme bersifat student centered (terpusat kepada
peserta didik).

Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang


semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut
Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang
masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman sama bagi
beberapa orang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam
kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur
pengetahuan) dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan
yang ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk
menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman baru.

Konstruktivisme memaknai pembelajaran sebagai suatu usaha yang memiliki tujuan,


dilakukan secara sengaja dan terencana (intentional), serta bersifat kolaboratif.
Konstruktivisme tidak mempersyaratkan adanya seperangkat aktivitas pembelajaran dan
proses berfikir tertentu bagi peserta didik untuk memperoleh pemahaman. Suasana
pembelajaran konstruktivisme didesain untuk mengkonstruksi informasi (knowledge
construction).

Pengajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme mengharuskan guru


melakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Merumuskan Fokus, tantangan, kasus, atau masalah dalam pembelajaran.


b. Mempersiapkan tugas yang akan diselesaikan oleh peserta didik.
c. Merancang secara spesifik seperangkat tujuan pembelajaran (goals and objectives) yang
harus dikuasai oleh peserta didik.
d. Mengidentifikasi secara baik strategi dan sarana pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
masalah dalam pembelajaran.
e. Mengolaborasikan proses pembelajaran antara guru dengan murid. Konstruktivisme pada
dasarnya merupakan teori belajar bukan teori mengajar.

Pada sisi lain, konstruktivisme dapat mendeskripsikan tentang pengajaran (teaching).


Ada enam hal yang menunjukkan konstruktivisme sebagai teori belajar sekaligus
mendeskripsikan tentang pengajaran.

7
a. Peserta didik dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan, menyusun hipotesis, dan
mengukur kemampuan mereka.
b. Peserta didik diberikan tantangan melalui ide-ide, dan pengalaman yang mampu
melahirkan konflik kognitif atau disekuilibirium.
c. Peserta didik diberikan waktu yang cukup untuk melakukan refleksi, menulis, dan
berdiskusi.
d. Peserta didik melakukan dialog dan kelas dijadikan sebagai suatu komunitas untuk
melakukan kegiatan dialog, refleksi, dan percakapan.
e. Peserta didik diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mempertahankan ide
mereka dengan peserta didik lainnya.
f. Peserta didik harus mampu menemukan idenya sendiri, menemukan prinsip, dan
melakukan generalisasi terhadap hal yang dialaminya.

Honebein mengembangkan seperangkat tujuan yang dapat membantu penyusunan


desain pembelajaran konstruktivisme. Tujuan-tujuan tersebut adalah:
a. Merancang pengalaman belajar dengan mengaktifkan proses pembentukan pengetahuan.
b. Memberikan penghargaan dalam pembelajaran.
c. Merancang konteks pembelajaran yang relevan dan realistis.
d. Menciptakan suasana belajar yang dinamis dan aktif.
e. Melibatkan suasana pengalaman sosial dalam pembelajaran.
f. Menggunaka variasi ilustrasi, symbol, pernyataan, atau deskripsi dalam pembelajaran
g. Mengembangkan kesadaran diri (self-awareness) peserta didik terhadap proses
pembentukan pengetahuan.

Pandangan konstruktivisme tentang pembelajaran adalah peserta didik diberikan


kesempatan dan menggunakan model pembelajaran sendiri. Guru bertugas membimbing
peserta didik ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Peserta didik harus mengkonstruksi
pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Secara lebih rinci Driver dan Bell sebagaimana
dikutip oleh Isjoni mengemukakan prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran,
yaitu:
a. hasil pembelajaran tidak hanya tergantung dari pengalaman pembelajaran di ruangan
kelas, tetapi tergantung pula pada pengetahuan belajar sebelumnya.
b. pembelajaran adalah mengkonstruksi konsep-konsep
c. mengkonstruksi konsep adalah proses aktif dalam diri pelajar
d. konsep-konsep yang telah dikonstruksi akan dievaluasi yang selanjutnya konsep tersebut
diterima atau ditolak
e. peserta didik lah yang sesungguhnya paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil
pembelajaran merek
f. adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang dikonstruksi pelajar dalam struktur
kognitifnya.

Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah :
a. rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya

8
b. landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran
yang akan dicapai)
c. tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil
d. lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah
digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran
kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatran dan penemuan. Dalam membentuk pemahaman
peserta didik, pembelajaran secara kooperatif dapat digunakan sebagai model pembelajaran.
Model ini merupakan derivasi dari teori konstruktivisme.

Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teori konstruktivisme adalah penekanan
pada hakikat sosial dari pembelajaran. Melalui prinsip ini memungkinkan bahwa peserta
didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Berdasarkan teori ini dikembangkanlah pembelajaran kooperatif, yaitu para peserta didik
lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

Menurut teori konstruktivisme, kelas yang menggunakan model pembelajaran


kooperatif harus bersifat dinamis. Artinya, suasana pembelajaran di dalam kelas tidak
selamanya harus bersifat sistematis, tenang, dan kondisi peserta didik mudah diatur. Suasana
tersebut tidak selamanya ideal untuk model pembelajaran kooperatif. Satu hal yang dituntut
dalam model pembelajaran kooperatif adalah adanya partisipasi peserta didik secara aktif
dalam membentuk informasi tanpa guru harus kehilangan kontrol terhadap suasana kelas.
Terdapat berbagai teori tentang pembelajaran kooperatif. Dua di antaranya adalah
teori Jean Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh ini menggunakan pendekatan konstruktivisme.
Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai
berikut:

a. Senoris motorik (0-2 tahun)


b. Praoperasional (2-7 tahun)
c. Operasional konkrit (7-11 tahun)
d. Operasional formal (11 tahun ke atas)

Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori ini mengacu kepada kegiatan


pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi peserta didik. Sehingga menurut teori ini
pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi oleh
peserta didik. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik
haruslah bersifat aktif. Pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran aktif dan
partisipatif.
Vygotsky mengemukakan pembelajaran sebagai suatu perkembangan pengertian. Ia
membedakan adanya dua pengertian yang spontan dan ilmiah. Spontan adalah pengertian
yang didapatkan dari pengalaman anak sehari-hari. Ilmiah adalah pengertian yang didapat
dari ruangan kelas, atau yang diperoleh dari pelajaran di sekolah.

9
Sumbangan dari teori Vygotsky adalah penekanan pada bakat sosiokultural dalam
pembelajaran.
a. Zone of Proximal Development
Teori Vygotsky mengatakan bahwa peserta didik belajar konsep paling baik
apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal
development peserta didik. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan
sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Tingkat perkembangan seseorang
saat ini tidak lain adalah tingkat pengetahuan awal atau pengetahuan prasyarat itu telah
dikuasai, maka kemungkinan sekali akan terjadi pembelajaran bermakna. Tetapi apabila
pengetahuan pembelajaran hafalan yang membosankan dan tidak menumbuhkan motivasi
peserta didik, apabila proses belajar mengajar ini terus menerus berlangsung dari tahun ke
tahun, maka kemungkinan besar banyak peserta didik yang tidak menyukai pembelajaran.

Menurutnya pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona perkembangan


proksimal (zone of proximal development). Zona perkembangan proksimal adalah tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat ini. Zona
perkembangan proksimal juga dimaksudkan sebagai jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial.
b. Scaffolding

Ide penting lain yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding, yaitu memberikan
sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian
menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung
jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah, memberi contoh, ataupun hal lain yang memungkinkan peserta
didik tumbuh mandiri.

Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara domain kognitif
dengan sosial budaya. Kualitas berpikir peserta didik dibangun di dalam ruangan kelas,
sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara pelajar
dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dalam hal
ini guru.

Dalam perspektif konstruktivisme, pembelajaran dipersyaratkan adanya interaksi


seorang peserta didik dengan peserta didik yang lain. Proses berfikir peserta didik tidak
boleh dipersempit dengan kebiasaan guru bertanya yang akhirnya memberi keyakinan
kepada peserta didik bahwa hanya ada satu jawaban yang benar dari pertanyaan itu. Guru
harus menyadari bahwa yang terpenting dalam model pembelajaran kooperatif adalah
memberanikan para peserta didik untuk mengungkapkan pertanyaan mereka sendiri dan
mengarahkan mereka untuk dapat menemukan jawaban mereka sendiri pula.

Ada dua unsur yang utama dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. adanya proses penemuan dan pembentukan informasi (inquiry)

10
b. adanya proses pemecahan masalah (problem solving).

Pembelajaran akan berlangsung bilamana peserta didik berusaha menemukan


hubungan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dialami. Guru dapat
membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam kelas, dan melakukan model
pembelajaran kooperatif secara langsung (face to face) dengan peserta didik. Bila suasana
pembelajaran memiliki dua unsur di atas, peserta didik akan memiliki keberanian
mengambil resiko, mengeksplorasi ide-ide baru, dan mengalami proses inquiry secara
mendalam. Konstruktivisme memberi penekanan pada pengajaran bahwa guru jangan
hanya mengamati apa yang dapat diulangi oleh peserta didik, tetapi guru harus
mengamati apa yang dapat dibentuk (generate), didemonstrasikan (demonstrate), dan
ditampilkan (exhibit) peserta didik.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang banyak


digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada peserta
didik (student centered), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru
dalam mengaktifkan peserta didik. Model pembelajaran ini telah terbutkti dapat
dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Beberapa ciri pembelajaran kooperatif adalah:
a. setiap anggota memiliki peran
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara peserta didik
c. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman- teman
sekelompoknya
d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok
e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk


mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:
a. Hasil belajar akademik
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu, dan
c. Pengembangan keterampilan sosial.

Pada setiap model pembelajaran dikenal adanya sintaks atau pola urutan yang
menggambarkan keseluruhan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian
kegiatan pembelajaran. Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan-
kegiatan apa yang perlu dilakukan guru atau peserta didik, urutan kegiatan-kegiatan
tersebut, dan tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan oleh peserta didik.

11
Adapun sintaks umum model pembelajaran kooperatif adalah:
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase-fase Tingkah Laku Guru


Fase 1 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta

Menyampaikan tujuan dan didik belajar

memotivasi peserta didik


Guru menyajikan informasi kepada peserta didik
Fase 2 degan

jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Menyajikan informasi
Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana
Fase 3 caranya

membentuk kelompok belajar dan membantu setiap

Mengorganisasi peserta didik ke kelompok agar melakukan transisi secara efisien

dalam kelompok-kelompok

belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
Fase 4 saat

mereka mengerjakan tugas mereka

Membimbing kelompok bekerja

dan belajar
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
Fase 5 telah

dipelajari atau masing-masing kelompok

Evaluasi mempresentasikan hasil kerjanya


Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya

maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Memberikan penghargaan

F. IMPLIKASI TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
12
Konstruktivisme adalah satu pandangan bahwa peserta didik membina
sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang ada. Hal ini berimplikasi bahwa guru berperan sebagai fasilitator
dalam pembelajaran. Guru tidak selamanya harus serta merta menyampaikan suatu
konsep atau prinsip secara utuh kepada peserta didik. Guru dapat mengarahkan
peserta didik secara mandiri atau berkelompok untuk menemukan dan membangun
konsep atau prinsip secara mandiri.
Bila merujuk pada teori Piaget, maka peserta didik yang berada pada jenjang
SMP/MTs (usia sekitar 12-14/15 tahun), termasuk dalam kategori tingkat
operasional formal. Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi
konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan
utama pada peserta didik pada periode ini adalah ia tidak perlu berpikir dengan
pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Peserta didik sudah
mampu berpikir abstrak, karena itu pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan pada
jenjang SMP/MTs.
Dengan menggunakan teori konstruktivisme, guru Pendidikan Agama Islam
pada jenjang SMP/MTs. tidak merasa kesulitan ketika membelajarkan peserta didik
dengan menggunakan bahan ajar yang bersifat konsep. Misalnya, pada pembelajaran
dengan judul materi Iman Kepada Hari Akhir, guru Pendidikan Agama Islam tidak
terlalu sulit untuk membelajarkan peserta didik dengan materi ini. Konsep Iman
Kepada Hari Akhir memerlukan kemampuan peserta didik dalam berpikir abstrak.
Peserta didik pada jenjang pendidikan ini sudah memiliki keterampilan berpikir
abstrak. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif sebagai bagian dari teori
konstruktivisme dapat digunakan untuk mengkonstruksi pengetahuan peserta didik
mengenai materi ajar di atas.

Guru dapat mengarahkan peserta didik untuk membentuk beberapa


kelompok belajar. Sesuai dengan sintaks pembelajaran kooperatif, guru berperan
sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Dengan model pembelajaran seperti ini,
peserta didik dapat berinteraksi dengan peserta didik lain untuk dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka tentang materi yang disampaikan.

BAB III

13
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari si subjek belajar
untuk merekonstruksi makna sesuatu, apakah teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik, dan
lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman
atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya
menjadi berkembang.

Dalam pandangan konstruktivisme, mengajar adalah bentuk partisipasi dengan


subjek belajar dalam membentuk pengetahuan, dan membuat makna, mencari kejelasan,
dan menentukan justifikasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai mediator dan fasilitator
untuk membantu optimalisasi belajar peserta didik.

B. SARAN

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang


terkhir akan semakin baik mutunya maka seorang siswa lebih termotivasi untuk belajar
agar mampu membawa bangsa bersaing secara sehat dalam segala bidang dan mampu
bersaing di dunia internasional.

14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/11999334/TEORI_PEMBELAJARAN_TEORI_PEMBELAJARAN_
KONSTRUKTIVISME

15

Anda mungkin juga menyukai