Anda di halaman 1dari 14

BAB 6

MOMEN, KEMENCENGAN DAN KURTOSIS

1. PENDAHULUAN
Rata-rata dan varians sebenarnya merupakan hal istimewa dari kelompok ukuran
lain yang disebut momen. Dari momen ini pula beberapa ukuran lain dapat diturunkan.
Bentuk-bentuk sederhana dari momen dan ukuran-ukuran yang didapat daripadanya
akan diuraikan di dalam bab ini.

2. MOMEN
Misalkan diberikan variable x dengan harga-harga: x1, x2, …., xn. Jika A =
sebuah bilangan tetap dan r = 0, 1, 2, ……., n, maka momen ke-r sekitar A, disingkat
mr, didefinisikan oleh hubungan:
 Σ( )
(1) …………………………… =

Untuk A = 0 didapat momen ke-r sekitar nol atau disingkat momen ke-r:

(2) …………………………… − =

Dari rumus (2), maka untuk r = 1 didapat rata-rata ̅ . Jika A = ̅ kita peroleh
momen ke-r sekitar rata-rata, biasa disingkat dengan mr. Jadi didapat:
( ̅)
(3) …………………………... =

Untuk r = 2, rumus (3) memberikan varians s2.


Untuk membedakan apakah momen itu untuk sampel atau untuk populasi, maka
dipakai simbul:
mr dan mr untuk momen sampel dan r dan r untuk momen populasi.
Jadi, mr dan mr adalah statistik sedangkan r dan r merupakan parameter.
Jika data telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, maka rumus-rumus di
atas berturut-turut berbentuk:
Σ ( )
(4) ……………………….. =

(5) ……………………….. − =
( ̅)
(6) ……………………….. =
dengan n = fi, xi = tanda kelas interval dan fi = frekuensi yang sesuai dengan xi.
Dengan menggunakan cara sandi, rumus 4 menjadi:

(7) ……………………… =
dengan, p = panjang kelas interval, ci = variable sandi.
Dari , harga-harga mr untuk beberapa harga r, dapat ditentukan berdasarkan
hubungan:

= − ( )
= − 3 + 2( )
= −4 + 6( ) − 3( )

Contoh: Untuk menghitung empat buah momen sekitar rata-rata untuk data dalam daftar
distribusi frekuensi, kita lakukan sebagai berikut.
DATA fi ci fici
60 – 62 5 -2 -10 20 -40 80
63 – 65 18 -1 -18 18 -18 18
66 – 68 42 0 0 0 0 0
69 – 71 27 1 27 27 27 27
72 - 74 8 2 16 32 64 128
Jumlah 100 - 15 97 33 253
Dengan menggunakan rumus (7), maka:

= =3 = 0,45 = =3 = 8,73

= =3 = 8,91 = =3 = 204,93

Sehingga dengan menggunakan hubungan di atas:


= − ( ) = 8,73 − (0,45) = 8,53.
= − 3 + 2( ) = 8,91 − 3(0,45)(8,73) + 2(0,45) = −2,69
= −4 + 6( ) − 3( )
= 204,93 − 4(0,45)(8,91) + 6(0,45) (8,73) − 3(0,45) = 199,38
Dari hasil ini, didapat varians s2 = m2 = 8,53.
3. KEMENCENGAN
Kemencengan atau kecondongan (skewness) adalah tingkat ketidaksimetrisan
atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Sebuah distribusi yang tidak simetris akan
memiliki rata-rata, median, dan modus yang tidak sama besarnya ( ≠ Me ≠ Mo),
sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan menceng.
Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada yang ke kiri
maka distribusi disebut menceng ke kanan atau memiliki kemencengan positif.
Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kiri daripada yang ke
kanan maka distribusi disebut menceng ke kiri atau memiliki kemencengan negatif.
Berikut ini gambar kurva dari distribusi yang menceng ke kanan (menceng
positif) dan menceng ke kiri (menceng negatif).

Mo Mo
Gambar a Gambar b
Gambar 1
Kemencengan Distribusi (a) Menceng ke kanan (b) Menceng ke kiri

Untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi menceng ke kanan atau


menceng ke kiri, dapat digunakan metode-metode berikut :
1. Koefisien Kemencengan Pearson
Koefisien Kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rata-rata dengan modus
dibagi simpangan baku. Koefisien Kemencengan Pearson dirumuskan sebagai berikut:

=

Keterangan :
sk = koefisien kemencengan Pearson
Apabila secara empiris didapatkan hubungan antar nilai pusat sebagai :
− = 3( − )
Maka rumus kemencengan di atas dapat diubah menjadi :
3( − )
=

Jika nilai sk dihubungkan dengan keadaan kurva maka :


1) sk = 0 kurva memiliki bentuk simetris;
2) sk> 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kanan ( terletak di sebelah
kanan Mo), sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kanan, kurva
menceng ke kanan atau menceng positif;
3) sk< 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri ( terletak di sebelah kiri
Mo), sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kiri, kurva menceng
ke kiri atau menceng negatif.
Contoh soal :
Berikut ini adalah data nilai ujian statistik dari 40 mahasiswa sebuah universitas.
Nilai Ujian Statistika pada Semester 2, 2010
Nilai Ujian Frekuensi
31 – 40 4
41 – 50 3
51 – 60 5
61 – 70 8
71 – 80 11
81 – 90 7
91 – 100 2
Jumlah 40
a) Tentukan nilai sk dan ujilah arah kemencengannya (gunakan kedua rumus tersebut) !
b) Gambarlah kurvanya !
Penyelesaian:
Nilai X f u u2 fu fu2
31 – 40 35,5 4 -4 16 -16 64
41 – 50 45,5 3 -3 9 -9 27
51 – 60 55,5 5 -2 4 -10 20
61 – 70 65,5 8 -1 1 -8 8
71 – 80 75,5 11 0 0 0 0
81 – 90 85,5 7 1 1 7 7
91 – 100 95,5 2 2 4 4 8
Jumlah 40 -32 134
∑ −32
= + = 75,5 + 10 = 75,5 − 8 = 67,5
∑ 40

∑ ∑ 134 −32
= − = 10 − = 10 (1,62) = 16,2
40 40
1 1
− (∑ ) (40) − 12
= +2 . = 60,5 + 2 . 10 = 60,5 + 10 = 70,5
8
4
= + . = 70,5 + . 10 = 70,5 + 4,44 = 74,94
+ 4+5
, ,
a. = = = −0,46
,

Oleh karena nilai sk-nya negatif (-0,46) maka kurvanya menceng ke kiri atau
menceng negatif.
b. Gambar kurvanya :

Kurva nilai ujian statistik


12

10

0
35 45 56 66 76 86 96

Gambar 2
Kurva menceng ke kiri

2. Koefisien Kemencengan Bowley


Koefisien kemencengan Bowley berdasarkan pada hubungan kuartil-kuartil (Q1,
Q2 dan Q3) dari sebuah distribusi. Koefisien kemencengan Bowley dirumuskan :
( − )−( − )
=
( − )+( − )
atau
−2 +
=

Keterangan : skB = koefisien kemencengan Bowley; Q = kuartil
Koefisien kemencengan Bowley sering juga disebut Kuartil Koefisien
Kemencengan.Apabila nilai skB dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan :
1) Jika Q3 – Q2 > Q2 – Q1 maka distribusi akan menceng ke kanan atau menceng secara
positif.
2) Jika Q3 – Q2 < Q2 – Q1 maka distribusi akan menceng ke kiri atau menceng secara
negatif.
3) skB positif, berarti distribusi mencengke kanan.
4) skB negatif, nerarti distribusi menceng ke kiri.
5) skB = ± 0,10 menggambarkan distribusi yang menceng tidak berarti dan skB> 0,30
menggambarkan kurva yang menceng berarti.
Contoh soal :
Tentukan kemencengan kurva dari distribusi frekuensi berikut :
Nilai Ujian Matematika Dasar I dari 111 mahasiswa, 1997
Nilai Ujian Frekuensi
20,00 – 29,99 4
30,00 – 39,99 9
40,00 – 49,99 25
50,00 – 59,99 40
60,00 – 69,99 28
70,00 – 79,99 5
Jumlah 111
Penyelesaian :
Kelas Q1 = kelas ke -3
1
− (∑ ) 27,75 − 13
= +4 . = 39,995 + . 10 = 45,895
25
Kelas Q2 = kelas ke -4
1
− (∑ ) 55,5 − 38
= +2 . = 49,995 + . 10 = 54,37
40
Kelas Q3 = kelas ke -5
3
− (∑ ) 83,25 − 78
= +4 . = 59,995 + . 10 = 61,87
28
−2 + 61,87 − 2(54,37) + 45,895
= = = −0,06
− 61,87 − 45,895
Karena skB negatif (=−0,06) maka kurva menceng ke kiri dengan kemencengan
yang berarti.

3. Koefisien Kemencengan Persentil


Koefisien Kemencengan Persentil didasarkan atas hubungan antar persentil (P90,
P50 dan P10) dari sebuah distribusi. Koefisien Kemencengan Persentil dirumuskan :
( − )−( − )
=

Keterangan :
skP = koefisien kemecengan persentil , P = persentil

4. Keofisien Kemencengan Momen


Koefisien Kemencengan Momen didasarkan pada perbandingan momen ke-3
dengan pangkat tiga simpang baku. Koefisien menencengan momen dilambangkan
dengan α3. Koefisien kemencengan momen disebut juga kemencengan relatif.

Apabila nilai α3dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan :

1) Untuk distribusi simetris (normal), nilai α3= 0,

2) Untuk distribusi menceng ke kanan, nilai α3 = positif,

3) Untuk distribusi menceng ke kiri, nilai α3= negatif,

4) Menurut Karl Pearson, distribusi yang memiliki nilai α3> ±0,50 adalah distribusi
yang sangat menceng
5) Menurut Kenney dan Keeping, nilai α3 bervariasi antara ± 2 bagi distribusi yang
menceng.
Untuk mencari nilaiα3, dibedakan antara data tunggal dan data berkelompok.
a. Untuk data tunggal
Koefisien Kemencengan Momen untuk data tunggal dirumuskan :
1
∑( − )
= =2

α3 = koefisien kemencengan momen


b. Untuk data berkelompok
Koefisien kemencengan momen untuk data berkelompok dirumuskan :
1
∑( − )
= =2

atau
∑ ∑ ∑ ∑
= = −3 +2

dalam pemakaiannya, rumus kedua lebih praktis dan lebih mudah perhitungannya.

5. KERUNCINGAN ATAU KURTOSIS


Keruncingan atau kurrtosis adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang
biasanya diambil secararelatif terhadap suatu distribusi normal.
Berdasarkan keruncingannya, kurva distribusi dapat dibedakan atas tiga macam,
yaitu sebagai berikut :
1) Leptokurtik
Merupakan distribusi yang memiliki puncak relatif tinggi.
2) Platikurtik
Merupakan distribusi yang memiliki puncak hampir mendatar
3) Mesokurtik
Merupakan distribusi yang memiliki puncak tidak tinggi dan tidak mendatar
Bila distribusi merupakan distribusi simetris maka distribusi mesokurtik dianggap
sebagai distribusi normal.

leptokurtik

mesokurtik

platikurtik

Gambar 3. Keruncingan Kurva


Untuk mengetahui keruncingan suatu distribusi, ukuran yang sering digunakan
adalah koefisien kurtosis persentil.
1. Koefisien keruncingan
Koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dilambangkan dengan4 (alpha 4).
Jika hasil perhitungan koefisien keruncingan diperoleh :
1) Nilai lebih kecil dari 3, maka distribusinya adalah distribusi pletikurtik
2) Nilai lebih besar dari 3, maka distibusinya adalah distribusi leptokurtik
3) Nilai yang sama dengan 3, maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik
Untuk mencari nilai koefisien keruncingan, dibedakan antara data tunggal dan
data kelompok.
a. Untuk data tunggal
1
∑( − )
∝ =

Contoh soal:
Tentukan keruncingan kurva dari data 2, 3, 6, 8, 11 !
Penyelesaian :
= 6; s = 3,67
- ( − )
2 -4 256
3 -3 81
6 0 0
8 2 16
11 5 625
Jumlah 0 978
1 1
∑( − ) 978 195,6
∝ = = 5 = = 1,08
(3,67) 181,4
Karena nilainya 1,08 (lebih kecil dari 3) maka distribusinya adalah distribusi platikurtik.
2. Anova Dua Arah dengan Interaksi
Pengujian klasifikasi dua arah dengan interaksi merupakan pengujian beda tiga
rata-rata atau lebih dengan dua faktor yang berpengaruh dan pengaruh interaksi antara
kedua faktor tersebut diperhitungkan.
Jumlah Rata-Rata
Sumber Varians Derajat Bebas f0
Kuadrat Kuadrat
Rata-Rata Baris JKB b–1
=
=
Rata-Rata Kolom JKK k–1 =

Interaksi JK (BK) (k – 1) (b – 1) ( ) =
=

Error JKE bk(n-1)

= =

Total JKT bkn - 1

Jumlah Kuadrat Total

= −

Jumlah Kuadrat Baris



= −

Jumlah Kuadrat Kolom



= −

Jumlah Kuadrat Bagi Interaksi Baris Kolom


∑ ∑ ∑ ∑
( )= − − +

Jumlah Kuadrat Error


= − − − ( )
Keterangan : T = total
Contoh:
Tingkat Aktivitas Ekonomi Tingkat Keluarga
Total
Ekstrakulikuler V1 V2 V3
64 72 74
t1 66 81 51 607
70 64 65
65 57 47
t2 63 43 58 510
58 52 67
59 66 58
t3 68 71 39 527
65 59 42
58 57 53
t4 41 61 59 466
46 53 38
Total 723 736 651 2110
Nb: untuk mempermudah dalam penyelesaian, masing-masing dijumlahkan dulu.

= 4; = 3; =3
Jawab:
1. Hipotesis
∶ = = = = =0
= − ≠0
∶ = = = = =0
= − ≠0
∶ =( ) =( ) =( ) =…= ( ) =0
= − ( ) ≠0
2. Taraf nyata 5% = 0,05
> ; ( )

> , ; ( )( )

> , ( ; )

> 3,01 ⟶
> ; ( )

> , ; ( )( )

> , ( ; )

> 3,40 ⟶

> ( )( ); ( )

> , ( )( ); ( )( )

> , ( ; )

> 2,51 ⟶

3. Perhitungan

2110
= − = 64 + 66 + ⋯ + 38 −
36

= 127448 − = 127448 − 123669 = 3779

∑ 607 + 510 + 527 + 466 2110


= − = − = 1157
9 36
∑ 723 + 736 + 651 2110
= − = − = 350
12 36
∑ ∑ ∑ ∑
( )= − − +

200 + ⋯ + 150 607 + ⋯ + 466 723 + 736 + 651 2110


= − − +
3 9 12 36
= 771
= − − − ( ) = 3779 − 350 − 1157 − 771 = 1501
1157 350
= = = 385,67; = = = 175
4−1 3−1
( ) 771 1501
= = = 128,5; = = = 62,54
(3)(2) 24
385,67
= = = 6,17 > ,
62,54
175
= = = 2,8 < ,
62,54
128,5
= = = 2,05 < ,
62,54

4. Kesimpulan
Tingkat aktivitas ekstrakulikuler berpengaruh terhadap prestasi, tingkat ekonomi
tidak berpengaruh terhadap prestasi siswa dan adanya interaksi antara tingkat
ekonomi dengan ekstrakulikuler.
DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Agus. 2008. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana.

Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.

Riduwan. Dasar-Dasar Statistika. 2005. Bandung : Alfabeta.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika edisi ke 6. Bandung: Tarsito.

Tedjo N Raksonoatmodjo. 2009. Statistika Teknik. Jakarta : Refilka Aditama.

Anda mungkin juga menyukai