Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rezza Amellisa

NIM : PO7233319 717


Kelas : 2A Sanitasi
Dosen Pengampu : Alm. Syahnan Purba, SKM., M. Kes/Annisa Pratiwi Putri, S.Tr
Mata Kuliah : ADKL

Tugas: Mencari berita mengenai UKL-UPL kemudian komentari berita tersebut dari
pandangan tenaga kesehatan lingkungan.

Pembangunan Infrastuktur di Pidie Tidak Memiliki Izin Lingkungan


Oleh Marzuki, 22:06 WIB, 03 November 2019

KBA.ONE, Pidie - Sejak satu dekade terakhir pembangunan infrastruktur di Pidie, nyaris
satupun tak miliki izin lingkungan yang sepatutnya telah dilengkapi saat dibuat Detail
Engineering Design (DED) sebagai proyek perencanaan fisik sebagai perencnaan detail
bangunan sipil seperti gedung, jalan, jembatan, bendungan, irigasi dan lainnya yang nantinya
akan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksaaan pembangunan.

Penelusuran KBA.ONE, mulai dari Qanun Kabupaten Pidie nomor 5 tahun 2014 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pidie tahun 2014-2032, jelas terpetakan
ruas jalan dibawah tanggungjawab kabupaten yang masuk dalam katagori jalan keloktor
primer 4 dengan panjang ruas jalan 1.016, 87 Kilometer (Km), ditambah jalan lingkungan
primer sepanjang 72,44 Km dan jalan lingkungan sekunder sepanjang 22,15 Km, tidak
satupun memiliki izin lingkungan

Padahal tahun 2009, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga sekarang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jederal Bina Marga, telah
mengeluarkan buku petunjuk pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang memuat
betapa pentingnya mengelolaan lingkungan yang berhubungan dengan pembangunan jaringan
jalan.

Hampir setiap tahun terjadi peningkatan pembangunan belasan ruas jalan, hampir disetiap
Kecamatan di Pidie, termasuk jembatan dan jaringan irigasi. Banyak jalan dengan tinggi
badan jalan sudah melebihi areal pemukiman penduduk, sehingga setiap musim hujan
pemukiman selalu tergenang. Penambahan demi penambahan terus dilakukan laksana “kue
lapis” tanpa menggubris dampak lingkungan yang berkepanjangan, bisakah hal ini
diabikan?

Jika dirunut Undang Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, disebutkan dalam pasal 2,
penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, kemanan dan keselamatan,
keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas,
keberdayaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan kemitraan.

Dalam pasal 5 ayat 1 juga disebut, jalan sebagai bagian dari prasarana transportasi
mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik,
pertanahan dan keamanan, serta dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Kemudian sesuai dengan perturan Menteri Pekerjaan Umumdan nomor


19/PRT/M/2011tentang persayaratan tehnis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan. Pada
pasal 44 disebutkan, perencanaan teknis awal meliputi: a perencanaan beberapa alternatif
alinemen jalan yang akan dibangun dan b, pertimbangan teknis, ekonomis, lingkungan dan
keselamatan yang melatar belakangi, pra studi kelayakan hingga studi kelayakan, penyarigan
dokumen lingkungan hidup dan penyususunan dokumen lingkungan hidup, kemudian
disinkronkan hingga ketahap DED, termasuk pengdaan tanah.

Lalu surat ederan Dirjen Bina Marga nomor 16/SE/Db/2012 tanggal 1 November 2012
tentang penyusunan dokumen lingkunagn dan pengintegrasian, pertimbangan lingkungan
kedalam perencanaan teknis rinci. Lagi-lagi menimbulkan tanda tanya.

Kepala Bagian Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Pentaan Ruang (PUPR)
Pidie,Tantawi Yusuf, Selasa pekan lalu, mengatakan selama dia menangani proyek
infrastruktur jalan dan jembatan, tidak pernah menyertakan izin lingkungan, karena jalan dan
jembatan yang dibangun adalah peningkatan yang sudah ada, termasuk dalam membuat
DED.

Kecuali itu, katanya biasanya yang memerlukan izin lingkungan adalah pembukaan jalan
baru dan jembatan baru, dan skalanya menegah dan besar. Namun demikian untuk lebih
mencermati soal izin lingkungan pihaknya akan mengkaji lebih mendalam lagi undang-
undang yang berkaitan dengan lingkungan hidup juga bidang jalan dan jembatan. Dengan
demikian tidak da satupun pihak yang dirugikan, terutama masyarakat yang bersampak
langsung dari sebuah proyek jalan.

“Jika memang harus menyertakan izin lingkungan dalam pembangunan ruas jalan, maka
kami akan mengkaji kembali, agar kedepannya tidak salah,” tuturnya.

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertamanan Pidie, Safrizal, kepada
KBA.ONE, Rabu Pekan lalu, menyebutkan sejatinya semua perencanaan yang usaha yang
memanfaatkan ruang terbuka, khususnya pembangunan infrastruktur baik jalan, jembatan,
bendungan jaringan irigasi dan gedung serta fabrikasi, diwajibkan memiliki izin lingkungan.

“Sekecil apapun dampak yang ditimbulkan tetap saja bermasalah. Sebab dan akibat dari
sebuah rekayasa konstruksi, sangat memiliki konsekuensi terhadap lingkungan, terlepas
instansi maupun, perorangan dan badan usaha sebagai pemrakarsa,” katanya
Menerutnya, telah diatur dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), seperti pada pasal 1 ayat (2) adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Kepala Badan Penrencanakan Pembanguhan Daerah (BAPPEDA) Pidie, Muhammad Ridha,


Kamis pekan lalu, kepada KBA,ONE ia membenarkan apaun kegiatan infrastruktur di Pidie
selama ini tidak mengantongi izin lingkungan, terlebih pada pembangunan ruas jalan dan
jembatan. Sehingga setiap upaya untuk memantau atau pemeliharaan lingkungan tidak bisa
dilakukan, karena tidak satupun memiliki dokumen seperti Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), Upaya pengelolaan Lingkungan Hidup - Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL) maupun Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).

“Saya merasa prihati selama ini setiap kegiatan infrstruktur tidak menggubris masalah
lingkungan, padahal dalam RPJMD Pemkab Pidie telah dimasukkan salah satu nya poin
Kajian Lingkungan HidupStrategis (KLHS), tapi ini tidak pernah menjadi pedoman dalam
menyusun DED,” katanya.

Kedepan kata Muhammad Ridha, pihaknya akan mengkaji kembali usulan apapun yang
berkaitan dengan konstruksi, sudah wajib menyertakan izin lingkungan saat dalam tahapan
perencanaan. Sehingga semua pihak berkewajiban menjaga dan melestarikan linkungan
hidup.

Komentar saya dari pandangan tenaga kesehatan lingkungan:

Hal pertama yang harus kita ketahui yaitu apasih arti dari AMDAL, UKL-UPL dan SPPL?

Amdal merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.

UKL–UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan–Upaya Pemantauan Lingkungan)


adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang tidak berdampak
penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.

SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan) adalah kesanggupan dari penanggung


jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/ atau kegiatannya di luar Usaha dan/atau
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.
Seperti kasus diatas, pada pembangunan infrasruktur di Pidie tidak memiliki Izin Lingkungan.
Seharusnya orang yang akan melakukan pembangunan infrastuktur harus mengetahui apa saja
syarat atau landasan yang harus dipenuhi untuk melakukan sebuah pembangunan besar agar
semuanya aman bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, namun hal itu tidak di fikirkan oleh
orang yang akan melakukan pembangunan sehingga pembangunan tersebut bisa dikatakan
ilegal karena tidak memiliki izin lingkungan yang sah.

Oleh karena itu, seorang sanitarian harus memberitahu atau menerangkan landasan apa saja
yang harus dipenuhi oleh suatu kelompok atau perorangan jika ingin membangun suatu
bangunan secara sah dan memiliki keamanan yang baik untuk lingkungan dan sekitarnya.
Landasan yang harus dipenuhi yaitu AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL. Dan saat dilakukan
sebuah pembangunan, sanitarian harus melakukan pemantauan dan manajemen risiko
pelaksanaan ARKL, melakukan pemantauan pelaksanaan ADKL, melakukan pemantauan
pelaksanaan RKL dan Rencana Pemantauan Lingkungan RPL, melakukan pemantauan
pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauaan lingkungan (UPL),
melakukan pemeriksaan dan tindakan sanitasi sesuai peraturan Kesehatan Lingkungan
Internasional.

Anda mungkin juga menyukai