Anda di halaman 1dari 25

KPK

Tetapkan 14 Tersangka
Kasus Suap DPRD Sumut
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014
dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
pelaksanaan fungsi dan kewenangan anggota DPRD.

Para 14 tersangka itu adalah Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean


Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein
Hutagalung dan Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani
Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah. Ali
menjelaskan, para tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari mantan
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Korupsi tersebut, terang dia, terkait dengan persetujuan laporan


pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tahun anggaran
2012-2014; persetujuan perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013-2014;
pengesahan APBD Sumut tahun anggaran 2014-2015; dan penolakan
penggunaan hak interpelasi pada 2015.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa


keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut
diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo
Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD
Provinsi Sumut," tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri
di Kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).

Sementara itu, Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis
hukuman empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam
bulan kurungan. Pada Juli 2017, KPK resmi mengeksekusi hukuman Gatot ke
Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

(diadaptasi dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200130210858-12-


470308/kpk-tetapkan-14-tersangka-kasus-suap-dprd-sumut)

Pernyataan yang PALING MUNGKIN BENAR berdasarkan paragraf 1–2


adalah ….

14 anggota DPRD tertangkap sedang memberikan suap

tersangka memberi suap kepada Gatot Pujo Nugroho


para tersangka gagal dalam melaksanakan fungsinya sebagai anggota DPRD

para tersangka melakukan tugas sesuai kewenangannya

Ali adalah salah satu tersangka kasus suap tersebut

opsi A: kurang tepat, yang benar adalah 14 anggota DPRD diduga menerima
suap

opsi B: salah, Gatot adalah orang yang memberi suap, bukan menerima

opsi C: paling mungkin benar, dengan melakukan/ menerima suap, secara


tidak langsung para anggota DPRD tersebut mengutamakan kepentingan
pribadinya dan sekaligus melalaikan amanahnya sebagai wakil dari rakyat

opsi D: salah, kalau mereka melakukan tugas sesuai kewenangannya, mereka


tidak akan menerima suap

opsi E: salah, Ali bukan merupakan tersangka, dan kemudian di paragraf 4


disebutkan bahwa ia adalah juru bicara KPK.

KPK Tetapkan 14 Tersangka


Kasus Suap DPRD Sumut
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014
dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
pelaksanaan fungsi dan kewenangan anggota DPRD.

Para 14 tersangka itu adalah Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean


Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein
Hutagalung dan Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani
Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah. Ali
menjelaskan, para tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari mantan
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Korupsi tersebut, terang dia, terkait dengan persetujuan laporan


pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tahun anggaran
2012-2014; persetujuan perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013-2014;
pengesahan APBD Sumut tahun anggaran 2014-2015; dan penolakan
penggunaan hak interpelasi pada 2015.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa


keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut
diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo
Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD
Provinsi Sumut," tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri
di Kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).

Sementara itu, Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis
hukuman empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam
bulan kurungan. Pada Juli 2017, KPK resmi mengeksekusi hukuman Gatot ke
Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

(diadaptasi dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200130210858-12-


470308/kpk-tetapkan-14-tersangka-kasus-suap-dprd-sumut)

Pernyataan yang PALING TIDAK MUNGKIN benar berdasarkan 3–5 adalah ….

para tersangka menerima uang dengan jumlah seragam dari Gatot

penyidik telah mendapatkan banyak alat bukti

Gatot akan dipenjara selama 4 tahun

Gatot masuk penjara pada pertengahan tahun 2017

Gatot wajib membayar uang sebesar Rp250 juta

Opsi B–E benar dan terdapat dalam bacaan, sementara opsi A salah karena
para tersangka menerima uang dengan jumlah beragam/ berbeda-beda, bukan
seragam/ sama.

KPK Tetapkan 14 Tersangka


Kasus Suap DPRD Sumut
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014
dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
pelaksanaan fungsi dan kewenangan anggota DPRD.

Para 14 tersangka itu adalah Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean


Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein
Hutagalung dan Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani
Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah. Ali
menjelaskan, para tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari mantan
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Korupsi tersebut, terang dia, terkait dengan persetujuan laporan
pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tahun anggaran
2012-2014; persetujuan perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013-2014;
pengesahan APBD Sumut tahun anggaran 2014-2015; dan penolakan
penggunaan hak interpelasi pada 2015.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa


keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut
diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo
Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD
Provinsi Sumut," tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri
di Kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).

Sementara itu, Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis
hukuman empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam
bulan kurungan. Pada Juli 2017, KPK resmi mengeksekusi hukuman Gatot ke
Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
(diadaptasi dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200130210858-12-
470308/kpk-tetapkan-14-tersangka-kasus-suap-dprd-sumut)

Apa yang dapat disimpulkan dari bacaan di atas?

Gatot keluar dari penjara pada Juli 2017

KPK adalah lembaga yang mengeksekusi hukuman kepada Gatot

para tersangka menerima fee dari beragam gubernur

beberapa dari tersangka memang merupakan anggota DPRD yang suka


melanggar peraturan

tidak semua tersangka merupakan orang yang buruk

Opsi A: salah, Gatot baru mulai dipenjara pada Juli 2017

Opsi B: benar, terdapat dalam bacaan (paragraf 5)

Opsi C: salah, mereka hanya menerima fee dari 1 (mantan) gubernur, yaitu
Gatot; yang beragam adalah fee-nya, bukan gubernurnya

Opsi D: tidak cukup informasi dalam bacaan untuk menyimpulkan hal ini

Opsi E: tidak cukup informasi dalam bacaan untuk menyimpulkan hal ini

KPK Tetapkan 14 Tersangka


Kasus Suap DPRD Sumut
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014
dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
pelaksanaan fungsi dan kewenangan anggota DPRD.

Para 14 tersangka itu adalah Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean


Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein
Hutagalung dan Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani
Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah. Ali
menjelaskan, para tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari mantan
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Korupsi tersebut, terang dia, terkait dengan persetujuan laporan


pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tahun anggaran
2012-2014; persetujuan perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013-2014;
pengesahan APBD Sumut tahun anggaran 2014-2015; dan penolakan
penggunaan hak interpelasi pada 2015.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa


keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut
diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo
Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD
Provinsi Sumut," tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri
di Kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).

Sementara itu, Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis
hukuman empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam
bulan kurungan. Pada Juli 2017, KPK resmi mengeksekusi hukuman Gatot ke
Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

(diadaptasi dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200130210858-12-


470308/kpk-tetapkan-14-tersangka-kasus-suap-dprd-sumut)

"... Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis hukuman
empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan
kurungan."

Apa yang PALING MUNGKIN merupakan maksud dari kalimat yang digaris
bawahi?

Gatot divonis hukuman penjara selama 4 tahun

Gatot wajib membayar Rp250 juta kalau tidak mau masuk penjara

Jika Gatot membayar Rp250 juta, hukumannya akan dikurangi 6 bulan

Gatot divonis penjara selama 4 tahun dan didenda Rp250 juta. Selain itu, jika
dia tidak membayar akan digantikan dengan kurungan tambahan selama 6
bulan.
Gatot akan dipenjara dengan total waktu 4 tahun 6 bulan dan wajib juga
membayar Rp250 juta

Arti kata subsider adalah "sebagai pengganti apabila hal pokok tidak terjadi
(seperti hukuman kurungan sebagai pengganti hukuman denda apabila
terhukum tidak membayarnya)", jadi Gatot wajib mendekam di penjara selama
6 bulan lagi bila ia tidak membayar denda tersebut. Jawaban yang paling tepat
adalah D.

KPK Tetapkan 14 Tersangka


Kasus Suap DPRD Sumut
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014
dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
pelaksanaan fungsi dan kewenangan anggota DPRD.

Para 14 tersangka itu adalah Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean


Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein
Hutagalung dan Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani
Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah. Ali
menjelaskan, para tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari mantan
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Korupsi tersebut, terang dia, terkait dengan persetujuan laporan


pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tahun anggaran
2012-2014; persetujuan perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013-2014;
pengesahan APBD Sumut tahun anggaran 2014-2015; dan penolakan
penggunaan hak interpelasi pada 2015.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa


keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut
diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo
Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD
Provinsi Sumut," tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri
di Kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).

Sementara itu, Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis
hukuman empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam
bulan kurungan. Pada Juli 2017, KPK resmi mengeksekusi hukuman Gatot ke
Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

(diadaptasi dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200130210858-12-


470308/kpk-tetapkan-14-tersangka-kasus-suap-dprd-sumut)

Berikut ini, yang BUKAN merupakan anggota DPRD Sumut yang menerima
suap adalah ….
Ahmad Hosein Hutagalung

Gatot Pujo Nugroho

Mulyani

Jamaluddin Hasibuan

Syamsul Hilal

Gatot adalah Gubernur Sumut yang MEMBERI suap, bukan anggota DPRD
yang menerima suap.

KPK Tetapkan 14 Tersangka


Kasus Suap DPRD Sumut
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014
dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
pelaksanaan fungsi dan kewenangan anggota DPRD.

Para 14 tersangka itu adalah Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean


Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein
Hutagalung dan Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani
Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah. Ali
menjelaskan, para tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari mantan
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Korupsi tersebut, terang dia, terkait dengan persetujuan laporan


pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tahun anggaran
2012-2014; persetujuan perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013-2014;
pengesahan APBD Sumut tahun anggaran 2014-2015; dan penolakan
penggunaan hak interpelasi pada 2015.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa


keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut
diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo
Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD
Provinsi Sumut," tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri
di Kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).

Sementara itu, Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis
hukuman empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam
bulan kurungan. Pada Juli 2017, KPK resmi mengeksekusi hukuman Gatot ke
Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
(diadaptasi dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200130210858-12-
470308/kpk-tetapkan-14-tersangka-kasus-suap-dprd-sumut)

Berikut ini, hal yang TIDAK berhubungan dengan kasus korupsi tersebut
adalah ….

laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut 2012–2014

pengesahan APBD Sumut 2015

persetujuan perubahan APBN 2013–2014

penolakan hak interpelasi tahun 2015

pelanggaran pelaksanaan fungsi & kewenangan anggota DPRD

Sudah jelas bahwa C salah karena APBN adalah urusan pemerintah pusat dan
sama sekali tidak disebutkan seperti opsi-opsi lainnya (yang disebutkan adalah
APBD, ada dalam paragraf 3 bersama opsi A, B, dan D. Sementara opsi E juga
masih terkait karena itu merupakan garis besar penyebab para anggota DPRD
tersebut dijadikan tersangka, ada di paragraf 1).

KPK Tetapkan 14 Tersangka


Kasus Suap DPRD Sumut
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014
dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
pelaksanaan fungsi dan kewenangan anggota DPRD.

Para 14 tersangka itu adalah Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean


Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein
Hutagalung dan Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani
Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah. Ali
menjelaskan, para tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari mantan
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Korupsi tersebut, terang dia, terkait dengan persetujuan laporan


pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tahun anggaran
2012-2014; persetujuan perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013-2014;
pengesahan APBD Sumut tahun anggaran 2014-2015; dan penolakan
penggunaan hak interpelasi pada 2015.
"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa
keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut
diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo
Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD
Provinsi Sumut," tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri
di Kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).

Sementara itu, Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah dan divonis
hukuman empat tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider enam
bulan kurungan. Pada Juli 2017, KPK resmi mengeksekusi hukuman Gatot ke
Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

(diadaptasi dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200130210858-12-


470308/kpk-tetapkan-14-tersangka-kasus-suap-dprd-sumut)

Berikut ini, hal-hal yang membantu penyidik menyibak kasus korupsi tersebut,
KECUALI ….

keterangan saksi

surat

barang elektronik

fakta lapangan

pengakuan tersangka

Opsi A–D disebutkan dalam bacaan (paragraf 4), yang tidak ada dalam bacaan
adalah opsi E.

Kemendikbud Akui Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menelusuri laporan


kasus ribuan guru di Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan. Dari fakta yang
ditemukan, ribuan guru itu nyatanya tidak memenuhi syarat kualifikasi strata Sarjana
(S1). “Ketika diberikan waktu 10 tahun sampai 2015 dia enggak melakukan itu dan
berarti tidak sesuai dengan Undang-undang. Ini bukan dipecat,” kata Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano usai Konferensi Pers ‘Gala
Siswa Indonesia (GSI)’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,
Selasa, 23 Juli 2019.

Pernyataan ini disampaikan Supriano menjawab ramainya pemberitaan guru PNS di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan sejumlah 1.695 guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1 atau Diploma empat (D4). Dari jumlah tersebut,
sebagian guru selama ini mengajar hanya bermodal ijazah Sekolah Pendidikan Guru
(SPG), lulusan Diploma II, bahkan masih ada yang lulusan SMA sederajat. Setelah
diberhentikan, ribuan guru tersebut dialihkan ke posisi lain seperti staf di kecamatan dan
sebagainya. Menurut Supriano, yang menemukan guru-guru tidak berkualifikasi tersebut
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sehingga, guru yang sudah memasuki batas usia pensiun itu tidak dilanjutkan lagi
mengajar. “Ini ada temuan juga dari BPK akhirnya mereka mengikuti struktural umur 58.
Ketika umur 58 tahun tidak mengambil S1 atau D4 otomatis dia disetop by system dan
tidak boleh dibayar lagi. Kalau dibayar itu juga menabrak UU karena syaratnya harus
D4 dan S1,” jelas Supriono.

Kasus serupa, kata Supriano, bukan hanya terjadi di Simalungun, Sumatera Utara.
Masih banyak guru di daerah lain yang tak memenuhi syarat juga terpaksa
diberhentikan. Padahal waktu jeda untuk menyambung ke jenjang S1 dan D4 yang
telah diberikan tersebut lumayan lama. “Ini juga banyak terjadi di daerah lain. Kalau dia
memang dikasih waktu sampai 10 tahun sudah dikasih batas,” tuturnya.

Untuk informasi tambahan, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen pasal 8 menyebutkan bahwa "Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Kemudian di pasal 9
menambahkan, "Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).”

Gambar 1. Guru yang belum berijazah S1 menurut jenjang pendidikan 2015. Sumber:
databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

(artikel diadaptasi dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0Kv99O1k-


kemendikbud-akui-ribuan-guru-tak-s1-diberhentikan-by-system)

Menurut bacaan di atas, pernyataan yang PALING MUNGKIN adalah ….

Guru-guru boleh mengajar selama sedang menempuh S1 atau D4

Guru-guru boleh mengajar sebelum menempuh S1 atau D4

Guru-guru tidak boleh mengajar setelah menempuh S1 dan D4


Guru-guru boleh mengajar setelah menempuh S1 atau D4

Guru-guru tidak boleh mengajar dengan ijazah S1 atau D4

Yang sesuai dengan bacaan adalah D. Pilihan lainnya tidaklah rasional.

Kemendikbud Akui Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menelusuri laporan


kasus ribuan guru di Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan. Dari fakta yang
ditemukan, ribuan guru itu nyatanya tidak memenuhi syarat kualifikasi strata Sarjana
(S1). “Ketika diberikan waktu 10 tahun sampai 2015 dia enggak melakukan itu dan
berarti tidak sesuai dengan Undang-undang. Ini bukan dipecat,” kata Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano usai Konferensi Pers ‘Gala
Siswa Indonesia (GSI)’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,
Selasa, 23 Juli 2019.

Pernyataan ini disampaikan Supriano menjawab ramainya pemberitaan guru PNS di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan sejumlah 1.695 guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1 atau Diploma empat (D4). Dari jumlah tersebut,
sebagian guru selama ini mengajar hanya bermodal ijazah Sekolah Pendidikan Guru
(SPG), lulusan Diploma II, bahkan masih ada yang lulusan SMA sederajat. Setelah
diberhentikan, ribuan guru tersebut dialihkan ke posisi lain seperti staf di kecamatan dan
sebagainya. Menurut Supriano, yang menemukan guru-guru tidak berkualifikasi tersebut
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sehingga, guru yang sudah memasuki batas usia pensiun itu tidak dilanjutkan lagi
mengajar. “Ini ada temuan juga dari BPK akhirnya mereka mengikuti struktural umur 58.
Ketika umur 58 tahun tidak mengambil S1 atau D4 otomatis dia disetop by system dan
tidak boleh dibayar lagi. Kalau dibayar itu juga menabrak UU karena syaratnya harus
D4 dan S1,” jelas Supriono.

Kasus serupa, kata Supriano, bukan hanya terjadi di Simalungun, Sumatera Utara.
Masih banyak guru di daerah lain yang tak memenuhi syarat juga terpaksa
diberhentikan. Padahal waktu jeda untuk menyambung ke jenjang S1 dan D4 yang
telah diberikan tersebut lumayan lama. “Ini juga banyak terjadi di daerah lain. Kalau dia
memang dikasih waktu sampai 10 tahun sudah dikasih batas,” tuturnya.

Untuk informasi tambahan, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen pasal 8 menyebutkan bahwa "Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Kemudian di pasal 9
menambahkan, "Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).”
Gambar 1. Guru yang belum berijazah S1 menurut jenjang pendidikan 2015. Sumber:
databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

(artikel diadaptasi dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0Kv99O1k-


kemendikbud-akui-ribuan-guru-tak-s1-diberhentikan-by-system)

Menurut bacaan di atas, manakah pernyataan yang PALING TIDAK MUNGKIN?

Badan Pemeriksa Keuangan tidak memiliki otoritas untuk mengecek akreditasi


SMA.

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa guru-guru di Simalungun


memiliki ijazah SMA.

Badan Pemeriksa Keuangan memiliki otoritas untuk memeriksa pembayaran


kepada guru.

Badan Pemeriksa Keuangan juga mengecek sertifikasi guru.

Badan Pemeriksa Keuangan memiliki otoritas untuk memberikan kenaikan


pangkat kepada guru.

Semua pilihan selain opsi E dapat ditemukan di paragraf 3.

Kemendikbud Akui Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menelusuri laporan
kasus ribuan guru di Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan. Dari fakta yang
ditemukan, ribuan guru itu nyatanya tidak memenuhi syarat kualifikasi strata Sarjana
(S1). “Ketika diberikan waktu 10 tahun sampai 2015 dia enggak melakukan itu dan
berarti tidak sesuai dengan Undang-undang. Ini bukan dipecat,” kata Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano usai Konferensi Pers ‘Gala
Siswa Indonesia (GSI)’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,
Selasa, 23 Juli 2019.

Pernyataan ini disampaikan Supriano menjawab ramainya pemberitaan guru PNS di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan sejumlah 1.695 guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1 atau Diploma empat (D4). Dari jumlah tersebut,
sebagian guru selama ini mengajar hanya bermodal ijazah Sekolah Pendidikan Guru
(SPG), lulusan Diploma II, bahkan masih ada yang lulusan SMA sederajat. Setelah
diberhentikan, ribuan guru tersebut dialihkan ke posisi lain seperti staf di kecamatan dan
sebagainya. Menurut Supriano, yang menemukan guru-guru tidak berkualifikasi tersebut
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sehingga, guru yang sudah memasuki batas usia pensiun itu tidak dilanjutkan lagi
mengajar. “Ini ada temuan juga dari BPK akhirnya mereka mengikuti struktural umur 58.
Ketika umur 58 tahun tidak mengambil S1 atau D4 otomatis dia disetop by system dan
tidak boleh dibayar lagi. Kalau dibayar itu juga menabrak UU karena syaratnya harus
D4 dan S1,” jelas Supriono.

Kasus serupa, kata Supriano, bukan hanya terjadi di Simalungun, Sumatera Utara.
Masih banyak guru di daerah lain yang tak memenuhi syarat juga terpaksa
diberhentikan. Padahal waktu jeda untuk menyambung ke jenjang S1 dan D4 yang
telah diberikan tersebut lumayan lama. “Ini juga banyak terjadi di daerah lain. Kalau dia
memang dikasih waktu sampai 10 tahun sudah dikasih batas,” tuturnya.

Untuk informasi tambahan, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen pasal 8 menyebutkan bahwa "Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Kemudian di pasal 9
menambahkan, "Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).”

Gambar 1. Guru yang belum berijazah S1 menurut jenjang pendidikan 2015. Sumber:
databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

(artikel diadaptasi dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0Kv99O1k-


kemendikbud-akui-ribuan-guru-tak-s1-diberhentikan-by-system)


Menurut gambar 1, manakah pernyataan yang PALING SESUAI?

Sebanyak 45 guru di Simalungun belum teakreditasi.

Sebanyak 20 persen guru SLB sudah berijazah SMA.

Kurang dari 20 persen murid SMP diajar oleh dengan guru berijazah S1.

Persentase terbesar guru yang sudah berijazah S1 diduduki oleh guru SMA.

Guru-guru TK sudah berkualifikasi untuk mengajar semua.

Karena di gambar menjelaskan mengenai persentase guru yang belum


berijazah S1 di berbagai jenjang pendidikan, berarti semakin sedikit
persentase yang tergambar, semakin banyak guru yang sudah berijazah S1 di
jenjang pendidikan tersebut. Di gambar tersebut, persentase guru yang belum
berijazah S1 yang paling sedikit adalah guru SMA, yang berarti persentase
guru yang sudah berijazah S1 sangatlah banyak.

Kemendikbud Akui Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menelusuri laporan


kasus ribuan guru di Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan. Dari fakta yang
ditemukan, ribuan guru itu nyatanya tidak memenuhi syarat kualifikasi strata Sarjana
(S1). “Ketika diberikan waktu 10 tahun sampai 2015 dia enggak melakukan itu dan
berarti tidak sesuai dengan Undang-undang. Ini bukan dipecat,” kata Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano usai Konferensi Pers ‘Gala
Siswa Indonesia (GSI)’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,
Selasa, 23 Juli 2019.

Pernyataan ini disampaikan Supriano menjawab ramainya pemberitaan guru PNS di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan sejumlah 1.695 guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1 atau Diploma empat (D4). Dari jumlah tersebut,
sebagian guru selama ini mengajar hanya bermodal ijazah Sekolah Pendidikan Guru
(SPG), lulusan Diploma II, bahkan masih ada yang lulusan SMA sederajat. Setelah
diberhentikan, ribuan guru tersebut dialihkan ke posisi lain seperti staf di kecamatan dan
sebagainya. Menurut Supriano, yang menemukan guru-guru tidak berkualifikasi tersebut
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sehingga, guru yang sudah memasuki batas usia pensiun itu tidak dilanjutkan lagi
mengajar. “Ini ada temuan juga dari BPK akhirnya mereka mengikuti struktural umur 58.
Ketika umur 58 tahun tidak mengambil S1 atau D4 otomatis dia disetop by system dan
tidak boleh dibayar lagi. Kalau dibayar itu juga menabrak UU karena syaratnya harus
D4 dan S1,” jelas Supriono.
Kasus serupa, kata Supriano, bukan hanya terjadi di Simalungun, Sumatera Utara.
Masih banyak guru di daerah lain yang tak memenuhi syarat juga terpaksa
diberhentikan. Padahal waktu jeda untuk menyambung ke jenjang S1 dan D4 yang
telah diberikan tersebut lumayan lama. “Ini juga banyak terjadi di daerah lain. Kalau dia
memang dikasih waktu sampai 10 tahun sudah dikasih batas,” tuturnya.

Untuk informasi tambahan, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen pasal 8 menyebutkan bahwa "Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Kemudian di pasal 9
menambahkan, "Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).”

Gambar 1. Guru yang belum berijazah S1 menurut jenjang pendidikan 2015. Sumber:
databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

(artikel diadaptasi dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0Kv99O1k-


kemendikbud-akui-ribuan-guru-tak-s1-diberhentikan-by-system)

Menurut paragraf 2, kesimpulan yang PALING SESUAI adalah ....

Lebih dari 1.600 guru sudah memiliki ijazah S1 atau D4

Guru-guru yang diberhentikan harus mencari pekerjaan baru

Ijazah SPG tidak setara dengan ijazah D4

Undang-undang mensyaratkan maksimal guru harus berijazah S1 dan D4.

Ijazah S1 dan D4 wajib dimiliki guru kedua-duanya.


Ijazah D4 hanya setara dengan S1, bukan ijazah SPG. Pilihan D salah karena
harus tidak disebutkan batasan maksimal jenjang pendidikan guru, yang ada
hanyalah batas minimal yakni S1 atau D4. Pilihan E salah karena
mengimplikasikan harus memiliki keduanya.

Kemendikbud Akui Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menelusuri laporan


kasus ribuan guru di Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan. Dari fakta yang
ditemukan, ribuan guru itu nyatanya tidak memenuhi syarat kualifikasi strata Sarjana
(S1). “Ketika diberikan waktu 10 tahun sampai 2015 dia enggak melakukan itu dan
berarti tidak sesuai dengan Undang-undang. Ini bukan dipecat,” kata Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano usai Konferensi Pers ‘Gala
Siswa Indonesia (GSI)’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,
Selasa, 23 Juli 2019.

Pernyataan ini disampaikan Supriano menjawab ramainya pemberitaan guru PNS di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan sejumlah 1.695 guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1 atau Diploma empat (D4). Dari jumlah tersebut,
sebagian guru selama ini mengajar hanya bermodal ijazah Sekolah Pendidikan Guru
(SPG), lulusan Diploma II, bahkan masih ada yang lulusan SMA sederajat. Setelah
diberhentikan, ribuan guru tersebut dialihkan ke posisi lain seperti staf di kecamatan dan
sebagainya. Menurut Supriano, yang menemukan guru-guru tidak berkualifikasi tersebut
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sehingga, guru yang sudah memasuki batas usia pensiun itu tidak dilanjutkan lagi
mengajar. “Ini ada temuan juga dari BPK akhirnya mereka mengikuti struktural umur 58.
Ketika umur 58 tahun tidak mengambil S1 atau D4 otomatis dia disetop by system dan
tidak boleh dibayar lagi. Kalau dibayar itu juga menabrak UU karena syaratnya harus
D4 dan S1,” jelas Supriono.

Kasus serupa, kata Supriano, bukan hanya terjadi di Simalungun, Sumatera Utara.
Masih banyak guru di daerah lain yang tak memenuhi syarat juga terpaksa
diberhentikan. Padahal waktu jeda untuk menyambung ke jenjang S1 dan D4 yang
telah diberikan tersebut lumayan lama. “Ini juga banyak terjadi di daerah lain. Kalau dia
memang dikasih waktu sampai 10 tahun sudah dikasih batas,” tuturnya.

Untuk informasi tambahan, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen pasal 8 menyebutkan bahwa "Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Kemudian di pasal 9
menambahkan, "Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).”
Gambar 1. Guru yang belum berijazah S1 menurut jenjang pendidikan 2015. Sumber:
databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

(artikel diadaptasi dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0Kv99O1k-


kemendikbud-akui-ribuan-guru-tak-s1-diberhentikan-by-system)

Menurut gambar 1, manakah kesimpulan yang PALING TIDAK SESUAI?

Kurang dari 20 persen guru SD yang belum mengambil S1 ataupun D4

Lebih banyak guru SMA yang belum berijazah S1 daripada guru SMK

Seperlima dari guru SLB yang ada belum berijazah S1 atau setara

Kualifikasi guru TK sangatlah mengkhawatirkan

Lebih dari 85 persen guru SMP sudah berijazah S1

Yang benar adalah guru SMA yang sudah berijazah jumlahnya lebih banyak
daripada guru SMK.

Kemendikbud Akui Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menelusuri laporan


kasus ribuan guru di Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan. Dari fakta yang
ditemukan, ribuan guru itu nyatanya tidak memenuhi syarat kualifikasi strata Sarjana
(S1). “Ketika diberikan waktu 10 tahun sampai 2015 dia enggak melakukan itu dan
berarti tidak sesuai dengan Undang-undang. Ini bukan dipecat,” kata Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano usai Konferensi Pers ‘Gala
Siswa Indonesia (GSI)’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,
Selasa, 23 Juli 2019.

Pernyataan ini disampaikan Supriano menjawab ramainya pemberitaan guru PNS di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan sejumlah 1.695 guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1 atau Diploma empat (D4). Dari jumlah tersebut,
sebagian guru selama ini mengajar hanya bermodal ijazah Sekolah Pendidikan Guru
(SPG), lulusan Diploma II, bahkan masih ada yang lulusan SMA sederajat. Setelah
diberhentikan, ribuan guru tersebut dialihkan ke posisi lain seperti staf di kecamatan dan
sebagainya. Menurut Supriano, yang menemukan guru-guru tidak berkualifikasi tersebut
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sehingga, guru yang sudah memasuki batas usia pensiun itu tidak dilanjutkan lagi
mengajar. “Ini ada temuan juga dari BPK akhirnya mereka mengikuti struktural umur 58.
Ketika umur 58 tahun tidak mengambil S1 atau D4 otomatis dia disetop by system dan
tidak boleh dibayar lagi. Kalau dibayar itu juga menabrak UU karena syaratnya harus
D4 dan S1,” jelas Supriono.

Kasus serupa, kata Supriano, bukan hanya terjadi di Simalungun, Sumatera Utara.
Masih banyak guru di daerah lain yang tak memenuhi syarat juga terpaksa
diberhentikan. Padahal waktu jeda untuk menyambung ke jenjang S1 dan D4 yang
telah diberikan tersebut lumayan lama. “Ini juga banyak terjadi di daerah lain. Kalau dia
memang dikasih waktu sampai 10 tahun sudah dikasih batas,” tuturnya.

Untuk informasi tambahan, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen pasal 8 menyebutkan bahwa "Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Kemudian di pasal 9
menambahkan, "Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).”

Gambar 1. Guru yang belum berijazah S1 menurut jenjang pendidikan 2015. Sumber:
databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

(artikel diadaptasi dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0Kv99O1k-


kemendikbud-akui-ribuan-guru-tak-s1-diberhentikan-by-system)

Apabila semua guru sudah berijazah S1, yang PALING MUNGKIN terjadi adalah ....
Tujuan pendidikan nasional belum tercapai

Tidak ada lagi kasus guru-guru yang diberhentikan karena tidak memenuhi
kualifikasi

Sebagian guru memenuhi kualifikasi

Guru-guru yang pembayarannya dihentikan dan tidak dibayar berjumlah 0

Undang-undang mengenai pendidikan direvisi karena tidak diperlukan lagi


pasalnya

Karena semua guru sudah memenuhi kualifikasi, maka kasus yang disebutkan
dalam opsi B tidak akan terjadi lagi. Namun, pemberhentian ataupun kejadian
tidak dibayar masih mungking terjadi walau guru sudah memenuhi kualifikasi.
Opsi A dan E jelas salah, sementara pada opsi C, karena dalam soal yang
tertulis adalah "semua", maka yang benar adalah semua guru juga, bukan
hanya sebagian (karena pada bacaan disebutkan, untuk memenuhi kualifikasi
dibutuhkan ijazah S1/ D4, maka kalau sudah ada ijazah S1, berarti sudah
memenuhi kualifikasi).

Kemendikbud Akui Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menelusuri laporan


kasus ribuan guru di Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan. Dari fakta yang
ditemukan, ribuan guru itu nyatanya tidak memenuhi syarat kualifikasi strata Sarjana
(S1). “Ketika diberikan waktu 10 tahun sampai 2015 dia enggak melakukan itu dan
berarti tidak sesuai dengan Undang-undang. Ini bukan dipecat,” kata Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano usai Konferensi Pers ‘Gala
Siswa Indonesia (GSI)’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,
Selasa, 23 Juli 2019.

Pernyataan ini disampaikan Supriano menjawab ramainya pemberitaan guru PNS di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang diberhentikan sejumlah 1.695 guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1 atau Diploma empat (D4). Dari jumlah tersebut,
sebagian guru selama ini mengajar hanya bermodal ijazah Sekolah Pendidikan Guru
(SPG), lulusan Diploma II, bahkan masih ada yang lulusan SMA sederajat. Setelah
diberhentikan, ribuan guru tersebut dialihkan ke posisi lain seperti staf di kecamatan dan
sebagainya. Menurut Supriano, yang menemukan guru-guru tidak berkualifikasi tersebut
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sehingga, guru yang sudah memasuki batas usia pensiun itu tidak dilanjutkan lagi
mengajar. “Ini ada temuan juga dari BPK akhirnya mereka mengikuti struktural umur 58.
Ketika umur 58 tahun tidak mengambil S1 atau D4 otomatis dia disetop by system dan
tidak boleh dibayar lagi. Kalau dibayar itu juga menabrak UU karena syaratnya harus
D4 dan S1,” jelas Supriono.
Kasus serupa, kata Supriano, bukan hanya terjadi di Simalungun, Sumatera Utara.
Masih banyak guru di daerah lain yang tak memenuhi syarat juga terpaksa
diberhentikan. Padahal waktu jeda untuk menyambung ke jenjang S1 dan D4 yang
telah diberikan tersebut lumayan lama. “Ini juga banyak terjadi di daerah lain. Kalau dia
memang dikasih waktu sampai 10 tahun sudah dikasih batas,” tuturnya.

Untuk informasi tambahan, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen pasal 8 menyebutkan bahwa "Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Kemudian di pasal 9
menambahkan, "Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).”

Gambar 1. Guru yang belum berijazah S1 menurut jenjang pendidikan 2015. Sumber:
databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

(artikel diadaptasi dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0Kv99O1k-


kemendikbud-akui-ribuan-guru-tak-s1-diberhentikan-by-system)

Menurut paragraf 4, manakah pernyataan yang PALING MUNGKIN?

Untuk menjadi guru, diharuskan memiliki nilai akademik, kompetensi, sertifikat


pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional

Guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat


jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional

Kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan


rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan adalah
syarat menjadi guru
Guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani atau rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional

Untuk menjadi guru, wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat


pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan nasional

Sesuai dengan UU nomor 14 tahun 2005, “Guru wajib memiliki kualifikasi


akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”

8, 1, X, -2, 2, Y

3 dan 4

8 dan -9

-10 dan 12

5 dan -5

0 dan -4

Polanya adalah dikurangi 7 dan ditambah 4

8 - 7 = 1

1 + 4 = 5 (X)

5 - 7 = -2

-2 + 4 = 2

2 - 7 = -5 (Y)

4, 6, 9, X, Y, 24.


12 dan 16

13 dan 18

11 dan 17

15 dan 20

14 dan 21

Polanya adalah +2, +3, +4, dst.

Jadi:

4 + 2= 6

6 + 3= 9

9 + 4= 13 (X)

13 + 5= 18 (Y)

18 + 6= 24

Perhatikan gambar di bawah ini!

Angka yang tepat untuk menggantikan huruf x pada gambar tersebut adalah….

3
2

Polanya adalah sisi kiri dijumlah dengan sisi kanan lalu dibagi dengan sisi
bawah. Contoh:

6 + 15 = 21

21 : 7 = 3

Jadi, angka yang tepat untuk menggantikan x adalah

17 + 3 = 20

20 : 10 = 2 (C)

Perhatikan gambar di bawah ini!

Bila pola segitiga yang berada di bawah sama dengan pola kedua segitiga
lainnya, angka yang paling tepat untuk menggantikan tanda tanya adalah ….

21

15

23
18

25

Polanya adalah urutan bilangan prima, di mana berurutan dari kiri bawah, ke
kanan bawah, lalu ke atas. Bilangan prima setelah 19 adalah 23.

Kuantitas A: 1/6 x 3,6 ÷ 4

Kuantitas B: 15/12 x 0,45 ÷ 2

Kuantitas A lebih besar

Kuantitas B lebih besar

Kuantitas A = Kuantitas B

Hubungan antara keduanya tidak dapat ditentukan

Awalnya, samakan kedua penyebut menjadi 12. Akan didapatkan 2/12 dan
15/12. Lalu, pecah 3,6 menjadi 8 x 0,45.

Akan didapat persamaan baru yaitu (2/12 x 0,45 x 8 ÷ 4) dan (15/12 x 0,45 ÷ 2).

2/12 x 0,45 x 8 ÷ 4 dapat disederhanakan menjadi 2/12 x 0,45 ÷ 2.

Karena 2 bilangan terakhir yang menjadi pengkali dan pembagi pada kuantitas
A (2/12 x 0,45 ÷ 2) dan kuantitas B (15/12 x 0,45 ÷ 2) sudah sama, untuk
mencari jawabannya hanya tinggal perlu melihat bilangan pecahan keduanya
yang berada di awal. 15/12 jelas lebih besar dari 2/12, jadi opsi B adalah
jawabannya.

Kuantitas A: 10% dari 5Z


Kuantitas B: Z

Jika Z bernilai (-1), maka ….


kuantitas A lebih besar

kuantitas B lebih besar

kuantitas A = Kuantitas B

hubungan antara keduanya tidak dapat ditentukan

Z= -1

5Z= -5

10% dari (-5) berarti 1/10 nya, yaitu -0,5.

-0,5 tentunya lebih besar dari -1 (dalam minus, yang lebih mendekati 0 berarti
lebih besar), jadi jawabannya adalah A.


Yuk Daftar Tryout Selanjutnya!
Stay tune di instagram kita @edukasystem!

Anda mungkin juga menyukai