Anda di halaman 1dari 23

PROGRES REPORT PROSES PENCELUPAN

KAIN POLIESTER MENGGUNAKAN ZAT WARNA DISPERSI


VARIASI ZAT PENDISPERSI METODE EXHAUST HT/HP

Disusun Oleh:

Nama : 1. Sulaiman Muhammad Habibullah (18020085)


2. Syafiq Nur Fadhil (18020086)
3. Tammy Shafalinda P (18020087)
4. Tasya Auliani (18020088)

Grup : 3K4

Kelompok :4

Dosen : Ir. Elly K., Bk. Teks., M.Pd


Asisten Dosen : Andri S., AMd.
Anna S.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2020
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Untuk mengetahui proses pencelupan kain poliester dengan menggunakan zat
warna dispersi metoda HT/HP. Dengan tujuan untuk mencelup kain berbahan
poliester dengan zat warna dispersi menggunakan metoda carrier dengan variasi
konsentrasi zat pendispersi sehingga dapat mengevaluasi hasil pencelupan.
II. TEORI DASAR
A. Serat Poliester
Poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan
tekstil. Poliester merupakan hasil reaksi antara monomer asam tereftalat dan
etilena glikol dengan reaksi dapat dilihat pada Gambar-1 sebagai berikut:

nHOOC COOH + nHO(CH 2)2 OH

A sam tereftalat Etilena glikol

HO OC COO(CH 2) 2O H + (2n-1)H 2O
n

Dacron A ir

Gambar-1 Reaksi Pembuatan Poliester


Etilena glikol didapat dari etilena yang berasal dari penguraian minyak
tanah yang dioksidasi dengan udara menjadi etilena oksida yang selanjutnya
dihidrasi menjadi etilena glikol. Sedangkan asam tereftalat dibuat dari para-
xilena yang harus bebas dari isomer orto dan meta dengan pemisahan
kristalisasi.
Polimer yang terbentuk disebut poliester yang memiliki keteraturan
struktur rantai yang menyebabkan serat memiliki struktur yang rapat akibat
rantai yang saling berdekatan membentuk ikatan hidrogen antara gugud –OH
dan gugus –COOH dalam molekulnya. Oleh karena itu serat poliester bersifat
hidrofob dan sulit dimasuki air maupun zat warna.
Karakteristik serat poliester adalah sebagai berikut :
1. Morfologi
Penampang membujur serat poliester berbentuk seperti silinder dengan
penampang melintang berbentuk bundar. Dapat dilihat pada Gambar-2
berikut:

Gambar-2 Penampang Serat Poliester


Sumber: weavingandsilk.blogspot.co.id
2. Sifat fisika
a. Kekuatan dan mulur
Terylene memilki kekuatan 4,5-7,5 g/denier dan mulur 25-7,5%. Dacron
mempunyai kekuatan 4-6,9 g/denier dan mulur 40-11%.
b. Elastisitas
Pemulihan selama 1 menit setelah penarikan:
- Penarikan 2% ...................... pulih 97%
- Penarikan 4%.........……...... pulih 90%
- Penarikan 8% ...................... pulih 80%
c. Moisture Regain
Kondisi standar = 0,45%. Pada RH 100% = 0,6-0,8%.
d. Titik leleh
Meleleh pada udara panas bersuhu 250oC.
e. Berat jenis
Berat jenis poliester adalah 1,38.
3. Sifat kimia
a. Tahan asam lemah walaupun pada suhu mendidih, dan tahan asam kuat
dingin.
b. Tahan oksidator, alkohol, keton sabun, dan zat-zat untuk pencucian
kering.
c. Larut dalam meta-kresol panas, asam trifloroasetat-orto-klorofenol.
d. Tahan serangga, jamur, dan bakteri.

B. Pencelupan

Pada pencelupan kain poliester dengan metoda carrier (zat pengemban), zat
warna berpindah dari larutan celup ke permukaan bahan dengan proses
perendaman pada suhu 1000C dan kemudian zat carrier menggembungkan
serat sehingga zat warna dapat masuk setelah itu dilakukan pencucian reduksi
dan pengeringan. Mekanisme pencelupan zat warna dispersi disebut sebagai
perpindahan dari keadaan agregat dalam larutan celup yang masuk kedalam
serat sebagai bentuk molekuler. Dimana pigmen zat warna dispersi larut
dalam air dalam jumlah yang sangat kecil, dan bagian zat warna yang terlarut
tersebut sangat mudah terserap oleh serat. Sedangkan bagian yang tidak larut
merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu dapat larut guna
mempertahankan kesetimbangannya.
Sedangkan ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna kemungkinan
adalah ikatan fisika, juga gaya van der waals. Penyerapannya sangat kecil
untuk suhu dibawah 800C, sedangkan antara 85 – 1000C penyerapannya dapat
bertambah, sehingga proses pencelupan sebaiknya dilakukan pada temperatur
ini. Untuk memperoleh penyerapan yang lebih baik dapat dilakukan dengan
proses yang lebih lama. Perubahan temperatur yang kecil pada suhu diantara
90 – 1000C akan memberikan perbedaan penyerapan yang cukup signifikan,
sehingga pada saat proses sebaiknya bahan harus selalu terendam dalam
larutan celup.
Dikarenakan kecepatan penyerapan zat warna dispersi yang rendah, maka
hasil yang didapat pun umumnya memiliki tingkat kerataan yang cukup baik.
Akan tetapi sebaliknya, sangat sulit untuk memperbaiki hasil celupan yang
tidak rata, hal ini dikarenakan dengan pendidihan yang lebih lama tidak akan
diperoleh migrasi yang berarti (lebih baik).
Pada proses pencelupan ini diperlukan penambahan zat pendispersi,
misalnya senyawa fenol, amin atau hidrokarbon aromatik kedalam larutan
untuk mendispersikan sehingga dapat mempercepat proses penyerapan zat
warna kedalam serat. Disamping menggunakan zat pendispersi, digunakan
pula zat pengemban (carrier) yang berfungsi untuk memperbaiki kelarutan zat
warna dalam larutan serta menggelembungkan serat sehingga memperbesar
pori-porinya. Disamping itu, pengemban ini berfungsi untuk membawa zat
warna lebih dalam, karena carrier ini mudah membuat lapisan dipermukaan
serat, sehingga perpindahan zat warna kedalam serat dilakukan oleh carrier
tersebut.
Jadi pada prinsipnya, carrier ini pertama-tama bersifat sebagai pelunak
dengan jalan merusakkan struktur molekul serat untuk kemudian membawa
zat warna masuk kedalamnya. Dengan bantuan zat pengemban ini, terjadi hal
berikut. Antara carrier dengan zat warna terbentuk gabungan, yang akan
menambah kelarutan zat warna dalam larutan. Peningkatan kelarutan ini
berarti penambahan konsentrasi yang membuat difusi zat warna terjadi.
Carrier ini bersifat hidrofil dan memiliki afinitas terhadap serat, yang
memperbesar penggelembungan serat, dimana pori-pori serat akan terbuka
dan memungkinkan molekul zat warna untuk teradsorbsi (masuk) kedalam
serat. Sementara itu antara carrier dengan zat warna tidak terjadi reaksi, dan
pada proses reduction cleaning dalam larutan reduktor yang alkalis, carrier ini
akan tereduksi dan keluar dari serat. Ketika carrier keluar dari serat, zat warna
tetap tertahan dalam serat dan dengan penurunan temperatur, serat akan
merapat kembali sehingga kain memiliki ketahanan luntur yang baik.
Pada akhir proses pencelupan, zat pengemban ini harus dihilangkan dari
bahan karena berbau dan bersifat racun serta seringkali mengurangi ketahanan
zat warna terhadap sinar. Untuk menghilangkannya, dilakukan proses
pencucian reduksi (reduction cleaning). Proses ini dilakukan dengan
mengerjakan bahan hasil celupan kedalam larutan panas yang mengandung
hidrosulfit dan kostik soda. Proses ini tujuan utamanya yaitu untuk
menghilangkan zat warna yang masih menempel pada permukaan serat (yang
tidak terserap) dan zat pengemban yang masih tertinggal didalam serat. Untuk
beberapa zat pengemban, proses pereduksian yang kurang sempurna dapat
menurunkan kekuatan serat serta ketahanan sinarnya dan terdapat noda pada
kain hasil proses.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan
serat poliester ada 2 macam yaitu :
1. Ikatan Van der Walls
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan
bersifat non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan
bersifat non polar ini ikatan fisika, yang berperan dalam terbentuknya
ikatan fisika adalah ikatan van der walls, yang terjadi berdasarkan
interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Ikatan yang besar terjadi
pada ikatan van der walls pada zat warna dispersi dan serat poliester
adalah dispersi London.
2. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom
hidrogen dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat
warna dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester
karena zat warna dispersi dan serat poliester bersifat nonpolar, hanya
sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan
serat poliester yaitu zat warna dispersi yang mempunyai donor proton
seperti –OH atau NH2.

C. Mekanisme Pencelupan Metoda suhu dan tekanan tinggi (HT/HP)


Pada Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan kedudukan zat warna dispersi
dalam serat poliester. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa rantai
molekul tersusun dengan pola zig-zag yang rapi dan celah-celah yang
diperlukan untuk masuknya zat warna sangat sempit. Rantai molekul
mengalami kesulitan untuk mengubah posisinya. Akibatnya, molekul zat
warna juga sulit untuk menembus serat, sehingga pencelupan akan berjalan
sangat lambat bila dilakukan tanpa pemanasan dan suhu tinggi. Untuk
mengatasi hal ini, poliester harus dicelup pada suhu melewati suhu transisi
gelasnya, saat itu rantai molekul bebas bergerak, sehingga dapat dimasuki
oleh molekul zat warna dengan waktu yang relatif singkat.

Zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup,
masuk ke dalam serat dalam bentuk monomolekuler sebesar 0,5 – 5 mikron.
Bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna (agregat zat warna)
yang suatu saat akan terpecah menjadi monomolekuler. Zat warna dalam
bentuk monomolekuler ini masuk ke dalam serat. Penjelasan dari peristiwa
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2

Serat poliester terdiri dari bagian amorf, bagian terorientasi dan bagian
kristalin. Zat warna menempati bagian amorf dan terorientasi. Pada saat
pencelupan, kedua bagian itu masih dapat bergerak sehingga zat warna
dispersi dapat menyusup diantara celah-celah rantai molekul dengan ikatan
antara zat warna dengan serat. Selama proses pencelupan, terjadi peristiwa :
- Difusi zat warna pada larutan ke dekat permukaan serat.
- Adsorpsi zat warna ke permukaan serat
- Difusi zat warna dari permukaan serat ke dalam serat.
- Fiksasi zat warna dengan serat.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan
serat poliester ada dua macam, yaitu :
1. Ikatan hidrogen Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan
atom hidrogen dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Pada
umumnya zat warna dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan
serat poliester karena zat warna dispersi dengan serat poliester bersifat non
polar, hanya sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen
dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi yang mempunyai donor
proton seperti –OH atau NH2.
2. Ikatan hidrofobik Zat warna dispersi dan serat poliester merupakan
senyawa hidrofob dan cenderung bersifat non polar. Ikatan yang terjadi
pada senyawa hidrofob dan bersifat non polar ini disebut dengan ikatan
hidrofobik. Gaya yang berperan dalam terbentuknya ikatan hidrofobik
antara serat poliester dan zat warna dispersi adalah gaya dispersi London
yang termasuk ke dalam gaya Van der Waals (gaya fisika) yang terjadi
berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Ikatan Van der
Waals terdiri dari dua komponen yaitu ikatan dipol (dwi kutub) dan
dispersi London. Akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung non polar,
sehingga gaya yang lebih berperan dalam terbentuknya ikatan antara zat
warna dispersi dan serat poliester adalah gaya dispersi London. Mekanisme
dispersi London dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini :

D. Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik.
Kelarutannya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan
dispersi atau partikel-partikel yang hanya melayang dalam air.
Zat warna dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat selulosa.
Kemudian dikembangkan lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai
serat buatan lainnya yang lebih hidrofob dari serat selulosa asetat, seperti serat
poliester, poliamida, dan poliakrilat. Zat warna dispersi merupakan zat warna
yang terdispersi dalam air dengan bantuan zat pendispersi. Adapun sifat-sifat
umum zat warna dispersi adalah sebagai berikut:
1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel
0,5-2).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR,
dan-OH. Gugus-gugus tersebut bersifat agak polar sehingga
menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
4. Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung
Penggolongan Zat Warna Dispersi
Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dikelompokkan
menjadi 4 golongan yaitu :
1. Golongan A
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul kecil
sehingga sifat pencelupannya baik karena mudah terdispersi dan mudah
masuk ke dalam serat, sedangkan ketahanan sublimasinya rendah yaitu
tersublim penuh dengan suhu 100C. pada umumnya zat warna dispersi
golongan ini digunakan untuk mencelup serat rayon asetat dan poliamida,
tetapi juga digunakan untuk mencelup poliester pada suhu 100C tanpa
penambahan zat pengemban.
2. Golongan B
Zat warna dispersi golongan ini memiliki sifat pencelupan yang baik
dengan ketahanan sublimasi cukup, yaitu tersublim penuh suhu 190C.
sangan baik untuk pencelupan poliester, baik pencelupan poliester, baik
dengan cara carrier/pengemban pada suhu didih (100C) maupun cara
pencelupan suhu tinggi (130C).
3. Golongan C
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat pencelupan cukup
dengan ketahanan sublimasi tinggi, yaitu tersublim penuh pada suhu
200C. bisa digunakan untuk mencelup cara carrier, suhu tinggi ataupun
cara thermosol dengan hasil yang baik
4. Golongan D
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul paling besar
diantara keempat golongan lainnnya sehingga mempunyai sifat pencelupan
paling jelek karena sukar terdispersi dalam larutan dan sukar masuk
kedalam serat. Akan tetapi memiliki ketahanan sublimasi paling tinggi
yaitu tersublim penuh pada suhu 220C. zat warna ini tidak digunakan
untuk pencelupan dengan zat pengemban, namun baik sangat baik untuk
cara pencelupan suhu tinggi dan cara thermosol.
Berdasarkan sturuktur kimianya, zat warna dispersi terbagi menjadi 3
golongan yaitu:
1. Golongan Azo (-N=N-)
Zat warna golongan ini umumnya menghasilkan warna kuning, orange,
merah, dan beberapa warna ungu, biru dan hitam. Salah satu contoh zat
warna disperse golongan azo dapat dilihat pada Gambar-3 berikut:

Gambar-3 Zat Warna Disperse Golongan Azo(C.I. Disperse Orange 3)


Sumber: www.sigmaaldrich.com
2. Golongan antrakuinon
Ditandai dengan adanya gugus karboksil, umumnya menghasilkan
warna pink, merah, ungu dan biru. Kelebihan zat warna ini adalah warna
sangat cerah, tahan sinar sangat baik, mudah rata, namun kekurangannya
adalah harganya mahal, dan tahan luntur terhadap pencucian kurang.
Contoh zat warna golongan ini dapat dilihat pada Gambar-4 berikut:
Gambar-4 Zat Warna Disperse Golongan Antrakuinon(C.I. Disperse
Blue1)

Sifat-sifat umum zat warna sangat penting dan berhubungan dengan


penggunaannya dalam pencelupan. Berikut merupakan sifat-sifat umun zat warna
dispersi:
1. Mempunyai titik leleh sekitar 1500C dan kekristalinan yang tinggi
2. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah
3. Mempunyai tingkat kejenuhan 30-200 mg/g dalam serat
4. Tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan
5. Bersifat nonion
6. Kelarutan dalam air kecil
7. Ketahanan luntur warna hasil pencelupan pencucian sangat baik tetapi
terhadap sinar jelek
E. Zat Pendispersi
Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat
kecil sekali. Oleh karena itu partikel zat warna dispersi yang tidak larut
tersebut harus didispersikan secara homogen di dalam larutan. Untuk
menjamin kestabilan pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada
suhu tinggi perlu dibantu dengan zat pendispersi yang digunakan harus yang
tahan panas yaitu jenis pendispersi anionik dan jenis pendispersi anionik yang
dimodifikasi serta jenis pendispersi polielektrolit.
F. Zat Perata
Zat perata yang digunakan adalah jenis leveller yang bekerja memperbesar
migrasi zat warna di dalam serat serta memperbaiki pendispersian zat warna.
Zat perata yang digunakan dapat berupa campuran pendispersi anionik dan
nonionik serta zat perata yang mengandung carrier (campuran pendispersi
anionik + pendispersi nonionik + carrier). Leveller yang tidak mengandung
carier ditujukan untuk mengatasi belang spot akibat pendispersian yang
kurang sempurna, sedangkan leveler yang mengandung carier digunakan
untuk mengatasi belang akibat efek barrier.
G. Zat Anti creasemark
Zat ini digunakan untuk pencelupan kain dalam bentuk rope pada mesin jet
dyeing dimana bisa terjadi belang pada lipatan kain dan timbul bulu pada kain
akibat adanya gesekan kain dengan nozzle. Zat anticreasemark ini
mengandung koloid pelindung untuk meminumkan gesekan antara kain
dengan nozzle serta mengandung zat penetrasi sehingga zat warna bisa masuk
dengan baik ke bagaian lipatan kain yang lebih rapat.
H. Zat Anti Sadah
Air proses yang mengandung logam Ca2+, Mg 2+, Fe2+, Mn2+, Cu2+,
Zn2+ dapat mengganggu kerja pendispersi anionik sehingga pendispersian
zat warna tidak sempurna (tidak terdispersi secara monomolekuler) maka zat
warna menjadi terdispersi dalam bentuk agregat sehingga molekulnya menjadi
besar. Hal tersebut akan mengganggu proses difusi zat warna ke dalam serat
sehingga akan terbentuk ring dyeing (pencelupan cincin) yang tahan lunturnya
jadi lebih rendah dan warnanya menjadi lebih suram. Zat anti sadah yang
sering digunakan adalah jenis EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic acid)
yang relative stabil pada kondisi proses pencelupan metoda HT/HP.
I. Reduction Clearing (pencucian reduksi)
Proses pencucian reduksi dimaksudkan untuk membersihkan dan
menghilangkan sisa zat warna dispersi yang tidak terfiksasi dan masih
menempel pada permukaan serat dengan demikian sifat tahan lunturnya jadi
lebih baik bahan di kerjakan dalam suasana alkali pada suhu 70℃ selama 10
menit.Karena poliester bersifat hidrofob sehingga reaksi reduksi hanya terjadi
pada permukaan serat dan tidak akan mereduksi zat warna yang sudah
terserap ke dalam bahan. Alkali akan menghidrolisa permukaan serat dan
mengatur pH pada penguraian reduktor ,sedangkan reduktor berfungsi untuk
mereduksi zat warna dispersi dalam air supaya menjadi larut. Reaksi yang
terjadi:
2NaOH + Na2S2O4+2H2O 2 Na2SO4+ 6Hn
Hal penting yang terjadi pada pencucian reduksi adalah peristiwa
pemindahan dan reduksi, sebagai berikut :
 Efek reduksi
Setiap zat warna disperse hanya terdispersi dalam larutan celupnya, untuk
menghilangkan sisa zat warna di permukaan maka harus di lakukan
reducting clearing untuk melarutkan zat warna tersebut.Apabila zat warna
tersebut masih terdispersi dalam air walaupin sudah di pindahkan dari
permukaan seratnya zat warna tersebut masih memiliki afinitas terhadap
poliester yang memungkinkan zat warna tersebut sudah tidak mempunyai
afinitas lagi terhadap serat poliester sehingga tidak ada kemungkinan zat
warna dispersi menempel kembali pada serat poliester.
 Efek Pemindahan
Zat warna dispersi yang tidak terserap dan yang terserap sebagian hanya
bisa dipindahkan atau disingkirkan dalam suasana alkali. Setelah proses
pemindahan,zat warna tersebut harus segera di larutkan dalam air.
III. DIAGRAM ALIR PROSES

Persiapan alat dan bahan

Proses Pencelupan

Reduction Cleaning

Pengeringan

Evaluasi
- Kerataan Warna Kain
- Ketuaan Warna Kain

IV. RESEP
 Resep Pencelupan

1 2 3 4
Zat Warna Dispersi 2% owf
Zat Pendispsersi 1,5 ml/L 1 ml/L 0,5 ml/L 0 ml/L
Asam Asetat 30% 0,5 ml/L
Zat Perata 1ml/L
Zat Anti Sadah 1ml/L
Zat Anti crease 1ml/L
Vlot 1:20
Suhu 130℃
Waktu 30 menit
 Resep Cuci Reduksi

Detergent (ml/L) 1

Na2S2O4 (g/L) 3

NaOH padat (g/L) 1

Vlot 1:20

Waktu (menit) 10

Suhu (°C) 80

V. PERHITUNGAN RESEP
 Variasi orang ke-1
- Berat bahan = 20 gram
- Vlot = 20 x 10 = 200 ml
2
- Zat warna Dispersi = x 20= 0,4 x 100 = 40 ml
100
1,5
- Zat pendispersi = x 200= 0,3 gr
1000
0,5
- Asam Asetat = x 200= 0,1 ml
1000
- Kebutuhan Air = 200 – 40 – 0,1 = 159,9 ml
 Variasi orang ke-2
- Berat bahan = 20 gram
- Vlot = 20 x 10= 200 ml
2
- Zat warna Dispersi = x 20 = 0,4 x100 = 40 ml
100
1
- Zat pendispersi = x 200= 0,2 gr
1000
0,5
- Asam Asetat = x 200= 0,1 ml
1000
- Kebutuhan Air = 200 – 40 – 0,1 = 159,9 ml

 Variasi orang ke-3


- Berat bahan = 20 gram
- Vlot = 20 x 10= 200 ml
2
- Zat warna Dispersi = x 20 = 0,4 x100 = 40 ml
100
0,5
- Zat pendispersi = x 200= 0,1 gr
1000
0,5
- Asam Asetat = x 200= 0,1 ml
1000
- Kebutuhan Air = 200 – 40 – 0,1 = 159,9 ml
 Variasi orang ke-4
- Berat bahan = 20 gram
- Vlot = 20 x 10= 200 ml
2
- Zat warna Dispersi = x 20 = 0,4 x100 = 40 ml
100
0,5
- Asam Asetat = x 200= 0,1 ml
1000
- Kebutuhan Air = 200 – 40 – 0,1 = 159,9 ml
-
VI. SKEMA PROSES
VII. FUNGSI ZAT
- Zat warna dispersi : Memberi warna pada kain polyester
- Asam asetat : Pengatur pH larutan, pemberi suasana asam
- Zat Pendispersi : Mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata ke dalam
larutan celup, meratakan dan mempercepat pembasahan dengan cara
menurunkan tegangan permukaan
- Zat perata : Meratakan dan mempercepat pembasahan dengan cara menurunkan
tegangan permukaan, menambah kelarutan zat warna, memperlambat laju
pencelupan
- Zat anticrease : Mencegah lipatan/creasemark pada kain
- Na2S2O4 : Menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dipermukaan serat
dan zat pengemban yang masih tertinggal di dalam serat pada proses cuci
reduksi.
- NaOH : Membantu mengaktifkan Natrium Hidrosulfit.
- Detergent : Membantu menghilangkan carrier
VIII. HASIL EVALUASI

a. KetuaanWarna

No. Kain Variasi Score 1 Score 2 Score 3 Score 4 Rata-Rata Keterangan


Zat
Pendispersi
1. 1,5 ml/L 4 4 4 4 4

2. 1 ml/L 3 3 3 3 3

3. 0,5 ml/L 2 2 2 2 2

4. 0 ml/L 1 1 1 1 1

b. KerataanWarna

No. Kain Variasi Score 1 Score 2 Score 3 Score 4 Rata-Rata Keterangan


Zat
Pendispersi
1. 1,5 ml/L 4 4 4 4 4

2. 1 ml/L 3 3 3 3 3

3. 0,5 ml/L 2 2 2 2 2

4. 0 ml/L 1 1 1 1 1

Keterangan : Ketuaan dan kerataan warna paling baik ditunjukan dengan angka 1.
IX. DISKUSI

Pencelupan merupakan salah satu proses basah tekstil yaitu pemberian


warna pada bahan secara menyeluruh. Pada praktikum kali ini dilakukan
pencelupan poliester menggunakan metode HT/HP dan zat warna dispersi
dengan variasi konsentrasi zat pendispersi. Tujuannya untuk mengetahui
pengaruh ketuaan dan kerataan warna hasil pencelupan pada setiap variasi
konsentrasi zat pendispersi.
Poliester merupakan jenis serat sintetis dari asam tereftalat dengan etilena
glikol dengan sifat yang hidrofobik. Zat warna dispersi merupakan jenis zat
warna sintetik organik yang memiliki kelarutan sangat rendah dalam air.
Kelarutan zat warna dispersi dalam air yaitu partikel kecil agregat yang
melayang di dalam air. Untuk melarutkan zat warna dispersi dalam air secara
homogen dibutuhkan zat pendispersi. Dispersi zat warna tersebut yang akan
terdifusi ke dalam serat poliester dan membentu ikatan van der waals, ikatan
hidrogen, dan ikatan dipol (hidrofobik).
Pada percobaan yang dilakukan, variasi konsentrasi zat pendispersi yang
dilakukan masing-masing adalah 1,5 mL/L; 1 mL/L; 05 mL/L; dan tanpa zat
pendispersi. Berdasarkan data hasil percobaan, ketuaan dan kerataan warna hasil
pencelupan paling baik adalah pencelupan dengan variasi zat pendispersi 1,5
mL/L. Sedangkan hasil pencelupan yang paling buruk adalah pencelupan dengan
variasi tanpa zat pendispersi.
Hal ini sesuai dengan fungsi zat pendispersi untuk mendispersi zat warna
dalam air dari bentuk agregat menjadi monomolekular, meratakan, dan
mempercepat pelarutan zat warna. Penambahan zat pendispersi akan mengubah
zat warna yang bertumpuk (agregasi) menjadi bentuk monomolekular nya,
sehingga partikel nya akan jauh lebih kecil. Kemudia meratakan keberadaan zat
warna dalam larutan, sehingga tidak berkumpul pada titik tertentu membentuk
agregat. Sekaligus mempercepat proses homogen zat warna dalam air karena
partikelnya lebih kecil, sehingga permukaan partikel zat warna lebih luas untuk
mempermudah interaksi dengan air.
Partikel-partikel kecil monomolekular tersebut akan lebih mudah terdifusi
ke dalam serat poliester dibandingkan zat warna dalam bentuk agregat. Maka,
semakin banyak pula zat warna yang terdifusi ke dalam serat, mempengaruhi
hasil ketuaan sehingga warna semakin tua. Selain itu, partikel-partikel kecil
monomolekular zat warna akan tersebar secara merata di dalam serat poliester,
sehingga zat warna tidak bertumpuk dan berkumpul pada satu titik. Penambahan
zat pendispersi pun memberikan pengaruh kerataan warna hasil pencelupan
menjadi lebih baik.

X. KESIMPULAN
Pada praktikum pencelupan kain poliester menggunakan metode HT/HP dan zat
warna dispersi dengan variasi konsentrasi zat pendispersi 1,5 mL/L; 1 mL/L; 0,5 mL/L;
dan tanpa zat pendispersi didapat hasil sebagai berikut:
 Perbedaan kadar zat pendispersi mempengaruhi hasil ketuaan dan kerataan warna.
 Hasil ketuaan dan kerataan warna paling optimum terdapat pada variasi 1,5 mL/L.
 Hasil ketuaan dan kerataan warna paling buruk terdapat pada variasi tanpa zat
pendispersi.
.
DAFTAR PUSTAKA

M. Ichwan dan Rr. Wiwiek Eka Mulyani. 2013. Bahan Ajar Praktikum Teknologi
Pencelupan II. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
P.Soeprijono S.Teks, Widayat S.Teks,Jumaeri S.Teks ”Serat-Serat Tekstil’, Institut
Teknologi Tekstil,1973,Bandung.
Astini Salihima, dkk, “ Pedoman Praktikum Pengelantangan dan Pencelupan“ ,
Institut Teknologi Tekstil, 1978, Bandung.
Ir. Rasjid Djufri, dkk, “Teknologi pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan“,
Institut Teknologi Tekstil, 1976, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai