Anda di halaman 1dari 26

TINDAKAN PENYAPIHAN (WEANING)

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 15 A
1. HAVEBEEN OCTAVIA (032017010)
2. SUSI JUNIATI RAJAGUKGUK (032017021)
3. YOFITA NETTI K. TELAUMBANUA (032017043)
4. ASTRI ELVETTA MENDROFA (032017047)

DOSEN PEMBIMBING : JAGENTAR P. PANE, S. Kep., Ns., M. Kep

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
penyertaannya sehingga kami kelompok 15 A dapat menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “TINDAKAN PENYAPIHAN (WEANING)”.
Kelompok kami tidak lupa berterimakasih kepada dosen pembimbing kami
yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah kami ini dengan
memberikan kritik dan saran guna menyelesaikan makalah kami untuk digunakan
bersama-sama dalam proses pembelajaran.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap saran dan kritik yang dapat
membangun dari semua pihak untuk membantu penyempurnaan makalah ini ke
depannya. Kami pun mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat dan
membantu menambah ilmu pengetahuan terutama berguna dalam menunjang
berjalannya diskusi yang baik.

Medan, 27 Oktober 2020

Kelompok 15 A
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................................3
1.3 TUJUAN...................................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS...............................................................................................4
2.1 DEFINSI...................................................................................................................4
2.2 TUJUAN...................................................................................................................5
2.3 INDIKASI................................................................................................................5
2.4 PARAMETER PENYAPIHAN DARI VENTILATOR............................................8
2.5 SYARAT-SYARAT WEANING ATAU PENYAPIHAN.....................................11
2.6 KONTRAINDIKASI..............................................................................................13
2.7 PENYULIT PENYAPIHAN ATAU WEANING...................................................14
2.8 JENIS-JENIS PENYAPIHAN................................................................................15
2.9 PEMANTAUAN PROSES PENYAPIHAN...........................................................17
2.10 KOMPLIKASI........................................................................................................18
2.11 KEGAGALAN PENYAPIHAN.............................................................................18
2.12 PROSEDUR PELAKSANAAN PENYAPIHAN (WEANING).............................19
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................21
3.1 KESIMPULAN.......................................................................................................21
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................................22
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Intensive Care Unit (ICU) adalah bangsal rumah sakit yang
menyediakan perawatan intensif untuk pasien yang dalam kondisi kritis
mengancam hidup yang bertujuan untuk menunjang fungsi – fungsi vital. ICU
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati
pasien kritis yang mengalami disfungsi satu organ atau lebih akibat penyakit
berat yang mengancam nyawa atau komplikasi yang masih ada harapan
hidupnya (Rab, 2007).
Sistem pernafasan merupakan salah satu sistem penting dalam tubuh,
sistem pernafasan menyediakan oksigen dan membuang karbon dioksida
sebagai produk dari sisa metabolisme sel. Kejadian dalam proses ini disebut
pernafasan, meliputi ventilasi ; gerakaan udara ke dalam dan ke luar paru,
perfusi ; aliran darah melewati sisitem kapiler disekitar paru, dan difusi ; proses
pertukaran gas antara darah dan alveoli paru. Gerakan otot pernafasan dikontrol
oleh sisitem saraf dan frekuensi pernafasan disesuaikan untuk mencocokkan
kebutuhan tubuh selama berbagai aktifitas (LeMone, 2015).
Ketika sistem pernafasan terjadi gangguan khususnya proses ventilasi,
dimana ventilasi alveolar tidak adekuat untuk mempertahankan oksigen dan
karbon dioksida darah maka dibutuhkan ventilasi mekanik. Indikasi spesifik
untuk ventilasi mekanik seperti apnea atau gagal ventilasi akut, hipoksemia
yang tidak responsif terhadap terapi oksigen saja dan peningkatan kerja nafas
dengan kelelahan pasien yang progresif. Pada kondisi pasien sudah stabil dan
perbaikan, masalah yang menyebabkan gagal nafas telah dikoreksi, dan
hipoksemia teratasi maka dilakukan proses penyapihan atau weaning.
Penyapihan atau weaning merupakan proses pelepasan bantuan ventilasi
mekanis (ventilator) dan menetapkan kembali pernafasan spontan dan mandiri.
Proses weaning dimulai jika parameter analisa gas darah dalam batas normal

1
dan pernafasan spontan sudah cukup kuat untuk memenuhi tidal volume
optimal dan mode ventilator yang digunakan sudah memungkinkan untuk
diberikan bantuan minimal (Sundana, 2008). Proses dan waktu yang diperlukan
untuk penyapihan bergantuang pada faktror kondisi paru sebelumnya, durasi
ventilasi mekanis, kondisi umum pasien baik fisik dan psikologis. Pada semua
kasus tanda-tanda vital, kecepatan respirasi, derajat dispnea, analisa gas darah,
dan status klinis digunakan untuk mengevaluasi penyapihan dan
perkembangannya. Penyapihan ventilasi mekanik sebaiknya segera dilakukan
jika masalah gagal nafas telah tertangani, hal ini didasarkan pada alasan bahwa
pemasangan ventilasi mekanik yang berkepanjangan akan memberikan dampak
negatif seperti terjadinya Ventilator Associsated Pneumonia (VAP), cidera
paru, infeksi nosocomial, sepsis, kematian, hari perawatan meningkat dan
peningkatan biaya ruamh sakit (Funk, 2010; Hsu et al., 2013). Angka
keberhasilan penyapihan sebesar 76,5% gagal penyapihan 17,5% dan 6%
dilakukan reintubasi (Lima, 2013).
Kegagalan proses penyapihan didefinisikan sebagai kegagalan uji napas
spontan atau spontaneous breathing trial (SBT), dilakukan re-intubasi dan atau
bantuan ventilasi setelah ekstubasi atau kematian dalam 48 jam setelah
ekstubasi.4 Kegagalan SBT dapat dilihat dengan menggunakan beberapa
kriteria yang sudah diteliti sebelumnya berdasarkan penilaian klinis subjektif
maupun secara objektif. Keberhasilan Penyapihan ialah Kemampuan untuk
bernafas spontan adalah kriteria untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan
dari percobaan penyapihan. Keberhasilan penyapihan berarti bahwa pasien
mampu untuk memperahankan pernafasan spontan untuk periode waktu
tertentu. Kegagalan penyapihan umumnya berarti bahwa pasien harus kembali
mendapat dukungan mesin ventilasi sesudah satu periode tertentu dengan
pernafasan spontan yang tidak terus menerus. (Achsanuddin, 2006).

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan di atas, kami tertarik untuk melakukan pembahasan tentang
“Tindakan Penyapihan (Weaning)”.

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti pembelajaran mahasiswa mampu untuk
mengetahui tindakan penyapihan (weaning).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i dapat mengetahui definisi komunikasi tindakan
penyapihan (weaning).
b. Mahasiswa/i mengetahui tujuan tindakan penyapihan (weaning).
c. Mahasiswa/i dapat mengetahui jenis-jenis penyapihan.
d. Mahasiswa/i dapat mengetahui pelaksanaan penyapihan (weaning).

3
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 DEFINSI
Menyapih pada ventilasi mekanis adalah proses mengurangi dukungan
ventilasi, yang pada akhirnya menyebabkan pasien bernapas secara spontan dan
diekstubasi. Proses ini dapat dicapai dengan cepat pada 80% pasien ketika
penyebab asli dari kegagalan pernafasan telah membaik (Lemitte & Garfield,
2005).
Penyapihan adalah proses penghentian ventilasi mekanis (MV). Protokol
penyapihan adalah pedoman yang menurunkan variabilitas dan standar
perawatan di ICU, yang sangat berguna ketika staf terbatas untuk pengobatan
tersedia. Protokol penyapihan umumnya didasarkan pada tiga komponen:
kesiapan untuk kriteria penyapihan, pedoman untuk mengurangi dukungan
ventilator, dan kriteria ekstubasi, meskipun kriteria dan isi pedoman dapat
bervariasi. Selain itu, tidak semua protokol menyertakan kriteria ekstubasi
(Hizarllah et al., 2019).
“Menyapih” artinya memisahkan secara bertahap. Istilah “Pembebasan”
lebih baik karena pasien dapat dikeluarkan lebih cepat dari ventilator
berdasarkan kondisi klinis mereka (Amri et al., 2015).
Penyapihan dapat dibagi menjadi tiga kategori: sederhana, sulit, dan
berkepanjangan.
a. Jika ventilator pada pasien dapat disapih pada upaya pertama, ini disebut
penyapihan sederhana. Pasien melewati SBT pada upaya pertama dan
berhasil diekstubasi.
b. Jika pasien tidak dapat disapih dari ventilator pada upaya pertama, selama
kurang dari tujuh hari atau kurang dari tiga upaya, artinya disebut sulit.
Pasien memerlukan hingga tiga SBT atau selama 7 hari setelah upaya SBT
pertama untuk mencapai ekstubasi yang berhasil.

4
c. Jika setelah tiga kali pasien tidak dapat lepas dari ventilator atau proses
penyapihan berlangsung lebih dari tujuh hari, disebut penyapihan
berkepanjangan. Pasien gagal setidaknya tiga SBT atau membutuhkan lebih
dari 7 hari setelah upaya SBT pertama.
(Amri et al., 2015; Navalesi et al., 2019)

2.2 TUJUAN
a. Penghentian atau pembebasan dari dukungan ventilasi mekanis setelah
proses patologis yang mendasari yang mendorong inisiasi ventilasi mekanis
diperbaiki atau diatasi dalam kemajuan pemulihan pasien di Intensive Care
Unit (ICU).
b. Mengurangi bantuan ventilasi mekanik sampai pasien memiliki kemampuan
untuk dapat bernafas sendiri secara baik.
(Stawicki, 2017; Wisudarti et al., 2016)

2.3 INDIKASI
Dahulu, weaning dilakukan berdasarkan beberapa hal, yakni: volume

permenit, (MV), tekanan inspirasi maksimum, volume tidal, nafas cepat dan

dangkal, indeks CROP. Kebanyakan dari kriteria diatas sensitif tapi tidak

spesifik, sehingga menskipunpasien gagal berdasarkan kriteria tersebut, tetapi

sebenarnya ia masih bisa dilakukan penyapihan. Ini menunjukkan bahwa semua

indikasi tersebut merupakan prediktor penyapihan yang buruk pada pasien ICU

secara umum. Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining untuk menemukan

kemungkinan dilakukan penyapihan. Terdapat kriteria menurut Hudac & Gallo,

1994 mengenai keputusan penyapihan ventilasi mekanik pada pasien. Namun

5
demikian tidak semua pasien yang memenuhi kriteria tersebut mampu

bertoleransi terhadap latihan nafas spontan (spontaneous breathing trial/SBT).

Tabel 1. Indikasi Penyapihan Ventilasi Mekanik

No. KRITERIA
1. Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator mekanik
sudah tertangani

2. - PaO2/FiO2 >200
- PEEP < 5
- FiO2 < 0,5
- pH > 7,25
- Hb > 8 g %

3. Pasien sadar, dan afebrile (suhu tubuh normal)

4. Fungsi jantung stabil:


- HR < 140/min
- Tidak terdapat iskemi otot jantung (myocardial ischemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopressor atau hanya menggunakan obat-
obatan inotropic dosis rendah

5. Fungsi paru stabil:


- Kapasitas vital 10-15 cc/kg
- Volume tidal 4-5 cc/kg
- Ventilasi menit 6-101
- Frekuensi < 20 permenit

6. Kondisi selang ET/TT:


- Posisi diatas karina pada foto Rontgen
- Ukuran: diameter 8,5 mm

7. Terbebas dari asidosis respiratorik

8. Nutrisi:
- Kalori perhari 2000-2500 kal
- Waktu: 1 jam sebelum makan

9. Jalan napas:
- Sekresi: antibiotic bila terjadi perubahan warna, penghisapan

6
(suction)
- Bronkospasme: control dengan Beta adrenergic, Tiofilin atau steroid
- Posisi: duduk, semifowler

10. Obat-obatan:
- Agen sedative: dihentikan lebih dari 24 jam
- Agen paralisis: dihentikan lebih dari 24 jam

11. Psikologi pasien


- Mempersiapkan kondisi emosi/ psikologi pasien untuk tindakan
penyapihan

Untuk menentukan toleransi seorang pasien terhadap SBT dibutuhkan


kombinasi antara penelitiannya menemukan parameter SBT. Jika beberapa kriteria
dalam parameter tersebut ditemukan, maka hal tersebut merupakan indikasi bantuan
ventilasi mekanik dihentikan.
Tabel 2. Parameter Pengkajian SBT
No. KRITERIA
1. RR > 35/min
2. - PaO2/FiO2 > 200
- PEEP < 5
- FiO2 < 0,5
-pH > 7,25
3. Pasien sadar, dan afebrile (suhu tubuh normal)
4. Fungsi jantung stabil:
- HR < 140/min
- Tidak terdapat iskemi otot jantung (myocardial ischemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopressor atau hanya menggunakan obat-
obatan inotropic dosis rendah
5. Hb > 8 g%
6. Terbebas dari asidosis respiratorik
SBT dapat dilakukan pada pernafasan pasien dengan dukungan tekanan rendah
(5-7 cm H2O) atau menggunakan pernafasan T-Tube.4, Percobaan awalan dalam
beberapa menit dinamakan fase skrining. Selama fase ini seharusnya pasien diawasi
dengan ketat terhadap efek negatif yang mungkin timbul. Kemudian percobaan

7
dilanjutkan minimal 30 menit tetapi tidak lebih dari 120 menit untuk mengkaji
kemungkinan proses penyapihan. Setiap kali pasien mampu mempertahankan
toleransi selama SBT maka harus dipertimbangkan apakah jalan nafas pasien bisa
dilepas. Hal ini dengan mempertimbangkan status mental, mekanisme bersihan jalan
nafas dan kemampuan untuk batuk. Jika pasien menunjukkan tandatanda kurang
bertoleransi maka penyapihan dianggap gagal dan pemasangan ventilasi mekanik
dapat dilakukan kembali. Pelaksanaan SBT dalam jangka lama pada pasien yang
intoleran menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen sehingga bisa menyebabkan
kerusakan serat otot-otot pernafasan.

2.4 PARAMETER PENYAPIHAN DARI VENTILATOR


Faktor dan variabel yang harus diperiksa sebelum penyapihan dari ventilator
dan dikoreksi ke kondisi mendekati normal semuanya dirangkum di bawah ini.
a. Penyebab yang mendasari gagal napas akut sudah mulai membaik.
Seharusnya tidak ada bukti sepsis.
b. Status kardiovaskuler harus stabil, tidak ada aritmia. Tekanan darah harus
stabil tanpa perlu vasopresor seperti dopamin dalam dosis tinggi.
c. Pasien harus sadar, dan refleks batuk dan muntah harus utuh. Jika pasien
kehilangan kesadaran, penyapihan harus dilakukan setelah trakeostomi.
d. Pasien harus memiliki PEEP kurang dari atau sama dengan 5 cm H2O, atau
Fio2 kurang dari atau sama dengan 40%, Pao2 sama atau lebih dari 60
mmHg.
e. Volume tidal inspirasi pada pernapasan spontan harus lebih dari 5 mL / kg.
Ventilasi menit untuk mempertahankan tingkat normal Paco2 harus kurang
dari 10 liter atau lebih dari 5 liter / menit. Kapasitas vital pasien harus lebih
dari 15 mL / kg. Pada pernapasan spontan, laju pernapasan pasien harus
kurang dari 25 menit; laju pernapasan harus dihitung selama satu menit.

8
f. ABG (Hco3-PH-Pco2-Po2) harus dalam kisaran normal. Rasio shunt harus
kurang dari 20% dan Pao2 / Fio2 ≥ 150. Kepatuhan statis harus lebih dari
25 mL / cm H2O.
g. P 0,1 menunjukkan dorongan pernapasan normal dan kisaran normalnya
kurang dari 3 - 6 cm H2O. Pengukurannya pada pasien dengan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) sangat penting untuk memulai penyapihan
dari ventilasi mekanis.
h. Indeks Penyapihan atau Rapid Shallow Breathing Index (RSBI) harus ≤
105. RSBI mengacu pada jumlah napas per menit dibagi dengan volume
tidal pada pernapasan spontan dengan liter. Ini juga disebut indeks Tobin
dan merupakan kriteria terpenting untuk penyapihan. Jika indeksnya kurang
dari 105, kemungkinan besar penyapihan berhasil lebih dari 80%. Jika lebih
dari 105, kemungkinan besar sekitar 95% mengalami kegagalan dalam
proses penyapihan. Pada pasien asma, angka ini dianjurkan kurang dari 80.
i. Perbedaan A-ao2 harus kurang dari 350 mm Hg dengan Fio2 sama dengan
100%. Tekanan inspirasi maksimum (MIP) harus lebih dari 25 cm air.
Kapasitas oksigen arteri (hemoglobin) harus normal.
j. Volume intravaskular harus normal dan aliran urin harus 0,5 mL / kg per
jam. Kondisi pasien harus normal dalam hal elektrolit seperti kalsium,
kalium, fosfor dan magnesium. Status gizi penderita harus normal.
(Amri et al., 2015)

Sedangkan menurut Stawicki Beberapa parameter obyektif yang digunakan


dalam menentukan apakah pasien keluar dari ventilator meliputi:
a. Rasio PaO2 / FiO2> 150-200;
b. Tingkat tekanan ekspirasi ujung positif antara 5 cm dan 8 cm H2O;
c. Tingkat FiO2 <50%;
d. pH> 7,25; dan
e. Kemampuan untuk memulai pernapasan spontan.

9
Beberapa parameter subjektif yang digunakan dalam menentukan
kemampuan untuk melepaskan diri dari ventilasi mekanis meliputi:
a. Stabilitas hemodinamik;
b. Tidak adanya iskemia miokard aktif;
c. Tidak adanya vasopressor yang signifikan secara klinis yang
membutuhkan hipotensi;
d. Pemeriksaan neurologis yang sesuai;
e. Radiogram dada yang tampak membaik atau normal; dan (
f. Kekuatan otot yang memadai yang memungkinkan kemampuan untuk
memulai / mempertahankan usaha pernapasan.

Tabel Parameter klinis yang umum digunakan untuk memprediksi

keberhasilan penyapihan dari ventilasi mekanis

Parameter Desired value


Respiratory rate (breaths/min) (Frekuensi
<30-38
pernapasan)
Tidal volume (mL/kg) 4-6
Minute ventilation (L/min) 10-15
Negative inspiratory force (cmH2O) (-20) - (-30)
MIP (cmH2O) (-15) - (-30)
Mouth occlusion pressure 100 ms after the
onset of inspiratory effort (P0.1) divided by MIP
0.3
 Tekanan oklusi mulut 100 ms setelah onset
upaya inspirasi (P0.1) dibagi dengan MIP
RSBI (respiratory rate divided by tidal volume 
60-105
laju pernapasan dibagi volume tidal)
RSBI rate: ([RSBI2-RSBI1]/RSBI1) × 100 <20%

CROP score (an index including CROP) 13


CROP=Compliance, rate, oxygenation, pressure (Kepatuhan, kecepatan,
oksigenasi, tekanan), RSBI=Rapid shallow breathing index (= Indeks

10
pernapasan cepat dangkal), MIP=Maximal inspiratory pressure (Tekanan
inspirasi maksimal)
(Stawicki, 2017).

2.5 SYARAT-SYARAT WEANING ATAU PENYAPIHAN


a. Menyapih dari ventilator harus dilakukan di pagi hari dan harus diupayakan
agar tidak berlangsung hingga tengah malam. Jika pasien mentolerir
penyapihan dari ventilator pada siang hari, dapat dilanjutkan pada malam
hari.
b. Jika pasien tidak mentolerir penyapihan dari ventilator, tingkat dukungan
mulai membuat pasien merasa nyaman. Upaya menyapih kembali dari
ventilator akan ditunda hingga 24 jam kemudian.
c. Pada saat penyapihan, infus obat penenang harus dihentikan dan diberikan
melalui metode bolus jika perlu. Menyapih dari ventilator sebaiknya
dilakukan satu kali sehari pada pagi hari.
d. Waktu yang diperlukan untuk menyapih dari ventilator harus lebih dari 40%
dari durasi ventilasi mekanis.
e. Menurut pedoman, tingkat PEEP yang tepat untuk mulai menyapih adalah
kurang dari 8 cm H2O. Kami yakin tingkat PEEP yang sesuai untuk
penyapihan adalah 5 cmH2O.
f. Pada pasien PPOK, Pedoman BTS / ICS merekomendasikan bahwa pasien
harus bernafas dengan minimal (<8) atau tanpa PS selama SBT.
g. Jika terjadi intoleransi, penyapihan dari ventilator dapat ditunda selama 24
jam. Satu parameter harus dihapus setiap saat dan pada saat yang sama
harus diusahakan agar tidak mengurangi jumlah oksigen dan PEEP, laju
pernapasan, dan tingkat PS. Maksimal 10% - 15% level dukungan harus
dikurangi setiap kali. Level dukungan tidak boleh dikurangi lebih awal dari
30-120 menit.

11
(Amri et al., 2015)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam langkah-langkah penyapihan
dari ventilasi mekanik menurut American College of Chest Physician
(ACCP)/American Association for Respiratory Care (AARC)/Society of
Critical Care Medicine (SCCM) adalah sesuai dengan tabel di bawah ini
Tabel Penilaian Klinis Dalam Melakukan Penyapihan Dari Ventilasi
Mekanik
Proses Patofisiologi Yang Dinilai Yang Dinilai
Penyebab pasien menggunakan ventilasi
Evaluasi sesuai penyebab
mekanik harus sudah membaik
Bebas dari proses akut yang dapat - Suhu < 38 C
menggangu weaning seperti : - HR dan MAP 20 % dari baseline
- Tidak febris dengan atau
- Stabil hemodinamik minimal obat vasoaktif
- Stabil metabolisme dan elektrolit - Data laboratorium
FiO2 ≤ 0,4
PEEP ≤ 5 cm H2O
Memastikan oksigenasi sudah adekuat
PaO2 > 60 mmHg (SaO2 > 90)
PaO2/FiO2 > 150 – 200
VE < 12 L/mnt (BB 70 kg)
VD/VT < 0,6
WOB tidak meningkat CL > 30 cm H2O
Tidak ada wheezing dan ekspirasi
yang memanjang
RR < 25 x/menit selama SBT
VT > 5 ml/kgBB selama SBT
Pasien dapat menjaga WOB
RSBI < 100 selama SBT
Pimax > 25 cm H2O

12
Sadar dan mengikuti perintah
(GCS ≥ 13)
Pasien mampu menjaga jalan nafas
Reflek batuk ada
Lambung kosong (relative)

Riwayat intubasi sebelumnya dan


Kemungkinan kesulitan reintubasi
penilaian klinis jalan nafas

(Wisudarti et al., 2016)

2.6 KONTRAINDIKASI
a. Imobilitas menyebabkan kelemahan otot dan penundaan penyapihan. Oleh
karena itu, memindahkan pasien, menurunkan pasien dari tempat tidur,
bahkan berjalan dengan ventilator, jika pasien toleran, dapat mempercepat
penyapihan pasien dari ventilator (Amri et al., 2015)
b. Keseimbangan cairan yang positif meningkatkan risiko intoleransi untuk
menyapih. Karena hipervolemia meningkatkan air paru dan membutuhkan
PEEP yang lebih tinggi, pemberian diuretik dapat membantu dalam kasus
ini (Amri et al., 2015).
c. Dalam analisis protokol penyapihan, Ely menyarankan mnemonik
'WHEANS NOT' untuk membantu dokter dalam mengidentifikasi masalah
tersebut:
1) Wheeze (especially COPD and asthma)  Mengi (terutama COPD dan
asma)
2) Heart disease and fluid overload Penyakit jantung dan kelebihan
cairan
3) Electrolytes and metabolic derangement Elektrolit dan gangguan
metabolisme
4) Anxiety and delirium Kecemasan dan delirium

13
5) Neuromuscular disease and weakness Penyakit neuromuskuler dan
kelemahan
6) Sepsis
7) Neuromuscular disease and weakness Kekurangan nutrisi
8) Opiates and other sedatives Opiat dan obat penenang lainnya
9) Thyroid disease Penyakit tiroid
(Sengupta et al., 2018)

2.7 PENYULIT PENYAPIHAN ATAU WEANING


Faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya menyapih dapat dikelompokkan
dalam judul berikut:
a. Pernapasan.
1) Kepatuhan paru yang buruk (misalnya, edema, konsolidasi, fibrosis,
atelektasis, sekresi paru)
2) Kepatuhan dinding dada yang buruk (misalnya, efusi pleura, obesitas)
3) Peningkatan beban resistif (misalnya, bronkokonstriksi, hiperinflasi
dinamis pada PPOK, penyumbatan jalan napas buatan, pembengkakan
atau penyumbatan saluran napas)
b. Neuromuskuler
1) Penurunan dorongan pernapasan sentral (misalnya, koma, sindrom
hipoventilasi obesitas, miksedema)
2) Refleks saluran napas menurun (misalnya, toksin-terkait atau obat-
obatan, disfungsi neurologis bulbar)
3) Kelemahan neuromuskuler (mis., Penyakit kritis, neuromiopati,
miastenia)
c. Neuropsikiatri. Delirium, gelisah, gangguan tidur
d. Metabolik. Hipokalemia, hipofosfatemia, hipomagnesemia
e. Gagal jantung

14
(Sengupta et al., 2018)

2.8 JENIS-JENIS PENYAPIHAN


a. Penurunan frekuensi pernapasan wajib secara bertahap (penyapihan SIMV)
Metode The Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV),
Kecepatan pengurangan pernapasan wajib tergantung pada toleransi pasien.
Dengan mengurangi pernapasan wajib, gejala intoleransi akan dievaluasi.
Metode ini sendiri lebih jarang digunakan. Saat ini, ventilator juga
membutuhkan CPAP dan PSV selain SIMV) (Amri et al., 2015).
b. Tes pernapasan spontan (penyapihan T. Piece)
Metode uji pernapasan spontan (SBT): Dalam metode ini, setelah evaluasi
awal (terutama pasien bedah dan durasi ventilasi kurang dari seminggu),
ventilasi wajib berbantuan beralih ke salah satu metode pernapasan spontan
dan kemudian jika pasien mentolerir, endotrakeal tabung bisa dilepas. Ada
tiga metode pernapasan spontan
1) CPAP: Dalam metode ini CPAP 5- 10cm H2O dengan PSV minimum
digunakan untuk mengatasi resistansi sirkuit untuk pasien yang berisiko
hipoksia.
2) Ventilasi pendukung tekanan (PSV): Dalam metode ini, pasien didukung
dengan dukungan tekanan minimum untuk mengatasi hambatan sirkuit.
Namun, jika tekanan lebih tinggi dari 8 cm H2O, ini disebut pernapasan
pendukung.
3) Pernapasan spontan: Dalam metode ini, pasien tidak akan menerima
ventilasi bantuan, dan pasien dihubungkan ke ventilasi mekanis atau T-
piece dengan FIO2 yang ditentukan, dan volume tidal serta laju
pernapasan bergantung pada upaya pasien. Ventilator memonitor semua
volume tidal inspirasi dan ekspirasi, laju pernapasan, tekanan jalan napas,
FIO2 dan kepatuhan sistem pernapasan dan alarm setiap perubahan
kondisi pasien, terutama apnea.

15
(Amri et al., 2015).
c. Penurunan tekanan secara bertahap (Penyapihan dukungan tekanan)
d. Metode tekanan jalan napas positif berkelanjutan (CPAP)
Metode Continuous Positive Airway Pressure (CPAP): pasien dihubungkan
ke ventilator dan laju pernapasan, volume tidal, dan parameter pernapasan
lainnya dipantau. Metode ini dapat bermanfaat pada pasien yang berisiko
mengalami atelektasis dan hipoksemia setelah disapih dari ventilator. CPAP
biasanya digunakan oleh 5 - 10 CmH2O dengan PSV minimum digunakan
untuk mengatasi resistansi sirkuit untuk pasien yang berisiko hipoksia
(Amri et al., 2015).
e. Penyapihan ventilasi wajib intermiten (SIMV) + ventilasi pendukung
tekanan (PSV) yang disinkronkan.
Metode ventilasi pendukung tekanan (Pressure Support Ventilation: PSV):
dalam metode ini penyangga tekanan dimulai 10 - 20 cm H2O. Laju
pernapasan yang dapat diterima adalah 12-25 per menit. Secara bertahap, 2-
5 cm H2O diturunkan setiap hari untuk mencapai tingkat dukungan tekanan
rendah 5-10 cm H2O (untuk mengatasi hambatan yang disebabkan oleh
pipa dan sirkuit endotrakea). Jika pasien memiliki indeks penyapihan ≤ 105
setelah setengah jam sampai dua jam, pasien dipisahkan dari ventilator
(Amri et al., 2015).
f. Penyapihan ventilasi tekanan positif non-invasif (NIPPV)
Penyapihan Non-Invasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV): Dalam
metode ini, dalam kasus kesadaran dan peningkatan penyakit yang
mendasari dan oksigenasi yang dapat diterima, ekstubasi dapat dilakukan
dan ventilasi non-invasif dengan tekanan saluran napas positif bifasik
(BiPAP) dapat dihubungkan; kemudian, secara bertahap tingkat bantuan
menurun untuk menyapih pasien dari ventilator. Metode ini mempersingkat

16
durasi penyapihan dan direkomendasikan untuk pasien PPOK (Amri et al.,
2015).
g. Metode baru untuk menghentikan ventilasi mekanis
Ekstubasi: Tabung endotrakeal dapat dilepas jika pasien dapat mentolerir
pernapasan spontan dengan TPiece selama 30 - 120 menit dan tidak boleh
ada gangguan ABG, keadaan kesadaran atau fungsi jantung. Pelepasan dini
tabung endotrakeal (ekstubasi dini) meningkatkan kemungkinan intubasi
ulang dan ekstubasi yang ditunda meningkatkan komplikasi yang terkait
dengan tabung endotrakeal. Pertama, prosesnya dijelaskan sepenuhnya
kepada pasien untuk mengurangi kecemasan mereka. Peralatan re-intubasi
harus disiapkan. Pasien harus dalam posisi duduk. Suction digunakan di
mulut dan jalan nafas pasien. Setelah pipa endotrakeal mengalami deflasi,
selang keluar pada akhir ekspirasi dan oksigen tambahan disediakan oleh
masker atau kateter nasal. Dengan mengontrol ABG dan status klinis,
oksigen tambahan dikurangi secara bertahap sampai penghentian penuh.
Lima belas persen pasien membutuhkan intubasi ulang (Amri et al., 2015).

2.9 PEMANTAUAN PROSES PENYAPIHAN


Selama proses penyapihan, dipantau hal-hal berikut: keluhan umum,
tanda vital respirasi dan non respirasinya antara lain tanda-tanda aktivitas
simpatis seperti berkeringat, gelisah, takikardi dan tekanan darah meningkat.
Memperhatikan perubahan pola napas selama penyapihan. Secara periodik
dilakukan pemeriksaan analisis gas darah (AGD) untuk mengetahui perubahan
kimia darah. Koreksi segera faktor-faktor yang mengarah pada kegagalan
penyapihan.
Periode napas spontan secara bertahap diperpanjang terutama pada siang
hari, sebaliknya pada malam hari kondisi akhir pada siang hari dipertahankan
dengan ventilator. Apabila dalam 2 hari berturut-turut pasien sudah mampu
bernapas spontan dan hasil gas darahnya normal, aplikasi ventilasi mekanik

17
dihentikan, dilanjutkan dengan oksigenasi dengan fasilitas “Nebulizer”. Apabila
sekresi tidak banyak dan kemampuan batuk memadai, setelah 2-3 hari
berikutnya dilakukan dekanulasi kanul trakeostomi bila selama aplikasi
dilakukan trakeostomi (Dewantari & Nada, 2017).

2.10 KOMPLIKASI
Gejala intoleransi saat menyapih ventilator antara lain frekuensi nafas
lebih tinggi dari 35 per menit atau 10% lebih dari angka dasar. Peningkatan laju
pernapasan adalah tanda pertama dari intoleransi. Gejala lain termasuk Spo2
kurang dari 90%; detak jantung lebih tinggi dari 140 atau 20% lebih dari angka
dasar; tekanan sistolik lebih tinggi than180mmHg atau kurang dari 90 mmHg;
kecemasan, berkeringat, aritmia jantung; peningkatan Paco2 8 mmHg atau PH
kurang dari 7,30; hilang kesadaran (Amri et al., 2015).

2.11 KEGAGALAN PENYAPIHAN


Kegagalan penyapihan pada umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan
psikis pasien untuk bernapas spontan setelah dalam jangka waktu lama dibantu.
Selain itu, kegagalan dalam memulai penyapihan biasanya disebabkan oleh
belum tertanganinya penyakit yang memicu penggunaan ventilator,
penyembuhan penyakit yang tidak komplit atau berkembangya masalah baru.
Proses penyapihan tergantung pada kekuatan otot pernafasan, beban yang
ditanggung otot tersebut, dan pengendali pusat (Dewantari & Nada, 2017).
Kegagalan ekstubasi, di satu sisi, dapat diakibatkan oleh ketidakmampuan
untuk mempertahankan pernapasan spontan tanpa bantuan setelah pelepasan
tabung endotrakeal, yang berarti SBT gagal mendeteksi ketidakmampuan
pasien untuk bernapas sendiri setelah ekstubasi (positif palsu), terutama akibat
peningkatan beban yang dibebankan pada otot pernapasan, gagal jantung, atau
edema glotis sekunder akibat ekstubasi.

18
(Navalesi et al., 2019)
Tabel Indikator Kegagalan Selama Uji Coba Pernapasan Spontan
(Spontaneous Breathing Trials)
Indicator of failure (Indikator kegagalan)
Inadequate gas exchange (Pertukaran gas tidak memadai)
Arterial oxygenation saturation (Saturasi oksigenasi arteri) (SaO2)<85%-90%
PaO2 <50-60 mmHg
pH <7.32
Increase in (Kenaikan) PaCO2 >10 mmHg
Unstable ventilatory/respiratory pattern (Pola ventilasi / pernapasan tidak
stabil)
Respiratory rate >30-35 breaths/min
Respiratory rate change over (Tingkat pernapasan berubah lebih dari) 50%
Hemodynamic instability (Ketidakstabilan hemodinamik)
Heart rate >120-140 beats/min
Heart rate change >20%
Systolic blood pressure >180 mmHg or <90 mmHg
Blood pressure change >20%
Vasopressors required (Vasopresor diperlukan)
Change in mental status (Perubahan Status Mental)
Coma
Agitation
Anxiety
Somnolence
Signs of increased work of breathing (Tanda-tanda peningkatan kerja
pernapasan)
Nasal flaring (Pelebaran lubang hidung)
Paradoxical breathing movements (Tanda-tanda peningkatan kerja
pernapasan)
Use of accessory respiratory muscles (Penggunaan otot pernafasan aksesori)
Onset of worsening discomfort ± diaphoresis (Onset ketidaknyamanan yang
memburuk ± diaphoresis)
(Stawicki, 2017)

2.12 PROSEDUR PELAKSANAAN PENYAPIHAN (WEANING)


Proses pembebasan pasien dari ventilasi mekanis, yang biasa disebut
dengan penyapihan, terdiri dari beberapa langkah.

19
a. Langkah pertama bertujuan untuk memastikan, berdasarkan evaluasi klinis
dan penilaian variabel fisiologis, kesiapan pasien untuk menjalani uji
pernapasan spontan (Spontaneous Breathing Trial: SBT). Jika kriteria klinis
dan fisiologis terpenuhi, pasien dianggap siap untuk langkah kedua.
b. Langkah kedua yaitu eksekusi (Spontaneous Breathing Trial: SBT). Cara
SBT dilakukan bervariasi di antara studi dan, kemungkinan, di antara pusat-
pusat dalam praktik rutin sehari-hari, sehubungan dengan durasi percobaan
dan modalitas aplikasi. Durasi uji coba umumnya bervariasi antara 30 dan
120 menit. Mengenai modalitas aplikasi, SBT bisa saja tidak didukung
sepenuhnya atau didukung sebagian. Dalam kasus sebelumnya, yang biasa
disebut uji coba T-tube, pasien terputus dari ventilator dan dibiarkan
bernapas melalui sirkuit T-tube, atau dipertahankan pada ventilator melalui
penggunaan aliran-oleh, pengaturan tekanan dukungan (Pressure Support:
PS) dan tekanan ekspirasi akhir positif (Positive End-Expiratory Pressure:
PEEP) pada 0 cmH2O. SBT yang didukung sebagian melibatkan
penggunaan tekanan jalan napas positif berkelanjutan (Continuous Positive
Airway Pressure: CPAP) tingkat rendah, atau jumlah bantuan inspirasi
rendah hingga sedang, umumnya diterapkan dalam mode PS (5–8 cmH2O),
dengan atau tanpa PEEP terkait. Lebih jarang, bentuk kompensasi otomatis
untuk resistansi tambahan nominal yang disebabkan oleh tabung
endotrakeal (Endotracheal Tube: ET) digunakan.
c. Langkah ketiga, bila SBT berhasil, juga berdasarkan evaluasi klinis dan
penilaian variabel fisiologis, dan tidak ada kontraindikasi lebih lanjut yang
mengganggu, pasien diekstubasi. Waktu untuk menentukan apakah
ekstubasi berhasil bervariasi antara 24 jam dan satu minggu, ambang batas
yang paling umum adalah 48 atau 72 jam.
(Navalesi et al., 2019)

20
BAB 3

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Menyapih pada ventilasi mekanis adalah proses mengurangi dukungan
ventilasi, yang pada akhirnya menyebabkan pasien bernapas secara spontan dan
diekstubasi. Proses ini dapat dicapai dengan cepat pada 80% pasien ketika
penyebab asli dari kegagalan pernafasan telah membaik (Lemitte & Garfield,
2005).
Penyapihan adalah proses penghentian ventilasi mekanis (MV). Protokol
penyapihan adalah pedoman yang menurunkan variabilitas dan standar perawatan
di ICU, yang sangat berguna ketika staf terbatas untuk pengobatan tersedia.
Protokol penyapihan umumnya didasarkan pada tiga komponen: kesiapan untuk
kriteria penyapihan, pedoman untuk mengurangi dukungan ventilator, dan kriteria
ekstubasi, meskipun kriteria dan isi pedoman dapat bervariasi. Selain itu, tidak
semua protokol menyertakan kriteria ekstubasi (Hizarllah et al., 2019).
“Menyapih” artinya memisahkan secara bertahap. Istilah “Pembebasan” lebih
baik karena pasien dapat dikeluarkan lebih cepat dari ventilator berdasarkan
kondisi klinis mereka.
Keberhasilan penyapihan didefinisikan sebagai pernafasan spontan yang
efektif tanpa dukungan mesin apapun dalam 24 jam atau lebih. Ketika bernafas
secara spontan yang tidak terus menerus dengan mesin, penambahan oksigen,
bronkodilator, bantuan tekanan, atau tekanan positif jalan nafas yang kontinu
harus selalu digunakan untuk membantu dan mempertahankan ventilasi spontan
yang adekuat dan oksigenisasi.

21
DAFTAR PUSAKA

Achsanuddin, Hanafie. 2006. Strategi Penyapihan dari Mechanical Ventilation.


Mdan: Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39
Amri, P., Mirshabani, S. Z., & Ardehali, S. H. (2015). Weaning the Patient from the
Mechanical Ventilator: A Review Article. In Arch Crit Care Med (pp. 1–7).
https://doi.org/10.17795/accm-8363
Bagus, Wisnu, dkk. 2020. PENYAPIHAN VENTILASI MEKANIK. Denpasar.

Dewantari, L. P. A., & Nada, I. K. W. (2017). Aplikasi Alat Bantu Napas Mekanik
(pp. 1–27). FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA.
Hizarllah, F. M., Alkaissi, A., & Figueriredo, M. do C. B. (2019). A Systematic
Review of Nurse-Led Weaning Protocol for Mechanically Ventilated Adult
Patients. In British Association of Critical Care Nurses (pp. 1–8).
https://doi.org/10.1111/nicc.12404
Lemitte, J., & Garfield, M. J. (2005). Weaning From Mechanical Ventilation.
Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain, 5(4), 115–117.
https://doi.org/10.1093/bjaceaccp/mki031
Navalesi, P., Bruni, A., Garofoalo, E., Biamonte, E., Longhini, F., & Frigerio, P.
(2019). Weaning Off Mechanical Ventilation: Much Less An Art, But Not Yet A
Science. Annals of Translational Medicine, 7(8), 1–5.
https://doi.org/10.21037/atm.2019.09.83
Pahala, Richard, dkk. 2016. Gambaran Tata Cara dan Angka Keberhasilan
Penyapihan Ventilasi Mekanik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif. p-ISSN 2337-7909; e-
ISSN 2338-8463. Pekanbaru
Sengupta, S., Chakravarty, C., & Rudra, A. (2018). Evidence-Based Practice of

22
Weaning from Ventilator: A Review. Intensive Care, 1–6.
Stawicki, S. P. (2017). Mechanical Ventilation: Weaning And Extubation.
International Journal of Academic Medicine, 3(1), 13–16.
https://doi.org/10.4103/IJAM.IJAM_87_16
Wisudarti, C. F. R., Widodo, U., & Kusumasari, N. H. (2016). Gagal Penyapihan
Dari Ventilator Mekanik Pada Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Eksaserbasi Akut. Jurnal Komplikasi Anestesi, 4(1), 35–46.

23

Anda mungkin juga menyukai