Penggunaan Lahan Di Pedesaan Dan Perkota
Penggunaan Lahan Di Pedesaan Dan Perkota
Perkotaan”
B. Pengertian Lahan
Sejak tahun 1970, istilah lahan mulai banyak digunakan. Menurut FAO, lahan
diartikan sebagai tempat di permukaan bumi yang sifat-sifatnya layak disebut seimbang
dan saling berkaitan satu sama lain, memiliki atribut mulai dari biosfer atmosfer, batuan
induk, bentuk-bentuk lahan, tanah dan ekologinya, hidrologi, tumbuh-tumbuhan, hewan
dan hasil dari aktivitas manusia pada masa lalu dan sekarang yang menegaskan bahwa
variabel itu berpengaruh nyata pada penggunaan manusia saat ini dan akan datang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah lahan bararti tanah terbuka,
tanah garapan.Lahan diartikan sebagai suatu tempat terbuka di permukaan bumi yang
dimanfaatkan oleh manusia, misalnya untuk lahan pertanian, untuk membangun rumah,
dan lain-lain.
Pemahaman tentang tipe-tipe tanah yang penting bagi pemanfaatan dan daya
guna lahan.Tidak semua tipe tanah bisa dipakai untuk lahan pertanian, untuk
membangun rumah, berdirinya pabrik, atau alas jalan.Setiap tanah memiliki
karakteristiknya sendiri yang memberi pengaruh pada terbatasnya daya guna lahan di
atas tanah itu.Sebelum pemanfaatan lahan di atas tanah, harus melakukan survey tanah
terlebih dahulu.
Pendayagunaan tanah sebagai sumber daya tidak hanya sebatas tanah dalam
batas yang sempit, tetapi lebih luas berupa lahan. Lahan mempunyai peranan penting
dalam kehidupan manusia, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Manusia selalu berusaha
memiliki dan menguasai lahan, yang ikut menentukan status sosialnya.Kebutuhan hidup
manusia yang beragam, penguasaan teknologi, kondisi sosial budaya, dan ekonomi
masyarakat yang berbeda merupakan faktor yang menentukan dalam penggunaan
lahan.Pengelolaan lahan merupakan upaya yang dilakukan manusia dalam pemanfaatan
lahan sehingga produktivitas lahan tetap tinggi secara berkelanjutan (jangka panjang).
Penggunaan sumber daya lahan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok manfaat
dan peranan, yaitu (M. Ardi, dkk : 274) :
a. Lahan digunakan untuk tempat tinggal, berusaha, bercocok tanam, dan tambak ikan.
b. Lahan sebagai kawasan hutan yang menopang kehidupan vegetasi satwa liar.
c. Lahan sebagai daerah pertambangan yang bermanfaat bagi manusia.
Besarnya manfaat dan pentingnya peran lahan menyebabkan sering terjadi konflik
kepentingan dalam penggunaannya.Namun, bagaimana manusia dapat memanfaatkan
dengan baik sumber daya tanah berupa lahan secara seimbang sesuai dengan potensi dan
kebutuhannya
Pada lahan-lahan dalam satuan persil, pengunaan lahan oleh masyarakat terkait
dengn adanya hak atas lahan tersebut. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan
beberapa jenis hak yang berlaku atas suatu lahan. Hak-hak atas lahan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. hak milik
2. hak guna usaha
3. hak guna bangunan
4. hak pakai
5. hak sewa
6. hak membuka tanah
7. hak memungut hasil hutan. (pasal 16 UUPA tahun 1960 dalam Boedi Harsono,
1981).
Batas-batas maksimal atau minimal penguasaan lahan tidak sama pada satu wilayah
dengan wilayah lainnya. Penentuan batas-batas maksimal dan minimal ini tergantung pada
tingkat kepadatan penduduk, lokasi daerah, dan kepentingan daerah yang ditetapkan oleh
pemerintah setempat.
Pada umumnya suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternative
kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan
tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu pada swaktu yang sama tidak dapat
dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu dapat terjadi persaingan, bahkan konflik dalam
pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan yang dapat menghambat kelancaran
kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian dapat terjadi tumpang tindih
dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa pertambangan (daud, 2001).
Dinamika pengunaan lahan sesuai dengan nilai kegiatan ekonomi pada suatu saat,
seperti dari hutan ke perladangan, dari perladangan ke perkebunan, dari perkebunan ke
persawahan, dari persawahan ke perumahan dan seterusnya (brahmana, 2002). Lahan
memiliki nilai ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan pada lokasi lahan tersebut. Pada
daerah perkotaan nilai ekonomis lahan dikaitkan dengan kemudahan aksesibilitas mencapai
lahan tersebut. Dengan demikian lahan-lahan yang berada pada tepi jalan akan memiliki
nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan lahan-lahan yang berada jauh dari jalan.
Faktor lain adalah jauh dekatnya lahan dengan pusat-pusat kegiatan seperti pusat
pemerintahan, pasar, sekolah, dan sarana kesehatan. Pada daerah pedesaan, factor utama
penentu nilai ekonomis lahan adalah tingkat kesuburan tanah pada lahan tersebut. Dengan
demikian nilai lahan dapat bernilai rendah bila kesuburannya rendah, tetapi dapat pula
menjadi tinggi apabila letaknya strategis untuk maksud-maksud ekonomi non pertanian
(hadi sabari yunus, 2001).
Pemilihan penggunaan lahan oleh pemilik lahan sering dipengaruhi oleh nilai
ekonomis lahan tersebut. Lahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi cenderung akan
digunakan untuk berbagai penggunaan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomis seperti
perdagangan dan jasa. Sedangkan lahan yang memiliki nilai ekonomis rendah cenderung
akan digunakan sebagai lahan permukiman.
Proses perubahan pengunaan lahan atau dalam skala persil disebut dengan konversi
lahan mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk formal dan bentuk informal. Bentuk formal
adalah konversi lahan pedesaan yang dilakukan secara teratur dan formal oleh pemerintah.
Bentuk konversi informal adalah bentuk perubahan penggunaan lahan oleh individu atau
orang-orang pemilik lahan tersebut dengan sendiri-sendiri tanpa pengawasan oleh
pemerintah. Bentuk konversi lahan secara formal merupakan bentuk yang secara ideal dapat
mengarahkan penataan pembangunan fisik yang terencana dan terkendali. Konversi lahan
secara informal dapat memunculkan perkembangan fisik kota yang tidak teratur dan
mahalnya biaya pembangunan infrastruktur kota . Konversi lahan secara informal banyak
terjadi dalam masyarakat pada Negara sedang berkembang seperti Indonesia (Achmad,
1999).
Pola tata ruang desa pada umumnya sangat sederhana, letak rumah di kelilingi
pekarangan cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup longgar, setiap rumah
mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar perkampungan.
Pada desa yang sudah berkembang pola tata guna lahan lebih teratur, yaitu adanya
perusahaan yang biasa mengolah sumberdaya desa, terdapat pasar tradisional, tempat ibadah
rapi, sarana dan prasarana pendidikan serta balai kesehatan. Semakin maju daerah pedesaan,
bentuk penataan ruang semakin teratur dan tertata dengan baik.
Perkampungan atau permukiman di perdesaan di Indonesia umumnya merupakan
permukiman memusat (agglomerated rural settlement) berupa dukuh atau dusun dengan
jumlah rumah bervariasi. Di sekitar desa terdapat lahan pertanian, perikanan, peternakan,
hutan, pertambangan, dll yang merupakan tempat penduduk mencari nafkah sehari-hari.
Perkampungan tradisional Indonesia yang mengelompok berbeda dengan corak
perkampungan di Eropa Barat, AS, Kanda, dll yang jarak antar rumah relatif jauh dan
terpencar (disseminated rural settlement).
Pemanfaatan lahan pedesaan tidak terlepas dari tujuan dan ruang lingkup
pembangunan pedesaan itu sendiri. Adisasmita (2006) menguraikan bahwa tujuan
pembangunan pedesaan dapat dibedakan menjadi pembangunan jangka panjang,
pembangunan jangka pendek dan pembangunan secara spasial. Dalam uraian tujuan
pembangunan ini sudah mencakup ruang lingkup pembangunan pedesaan yang apabila
dicermati terdapat beberapa bagian penting yang membutuhkan keterlibatan masyarakat
setempat. Bagian penting keterlibatan masyarakat ini antara lain berhubungan dengan
pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kebutuhan akan sarana dan prasarana
pedesaan serta unsur-unsur kelembagaan masyarakat.
Tabel 2: Jenis dan Kualitas Bangunan Rumah Mukim di Kecamatan Umbulharjo Tahun 1987 dan
1996
Pola permukiman di daerah ini terbagi menjadi 3 macam, yakni permukiman pola
teratur, pola semi teratur, dan permukiman tidak teratur. Khusus untuk permukiman semi
teratur dan tidak teratur menyebar hampir merata di seluruh kelurahan
Bentuk dan jenis penggunaan lahan untuk perdagangan selalu berkaitan dengan
kepentingan penjual dan pembeli terhadap komoditas tertentu. Berkembangnya kegiatan
perdagangan sangat didukung oleh lokasi yang mempunyai aksesibilitas fisik yang tinggi
agar pelaksanaan bongkar muat dan angkut, proses transaksi jual beli dan penawaran mudah
dilakukan, lokasi yang demikian bisanya terdapat di sekitar jalan utama. Oleh karena itu
bentuk penggunaan lahan untuk perdagangan banyak berkembang di sekitar jalan utama.
Sebenarnya tidak hanya sektor perdagangan yang berkembang di jalur utama, termasuk
industri jasa juga banyak berkembang.
Penggunaan lahan untuk perdagangan di daerah penelitian terbagi menjadi 3 jenis,
yakni lahan untuk pertokoan, pasar, dan pom bensin. Bentuk penggunaan lahan untuk
perdagangan yang paling luas adalah untuk pertokoan, dengan luas 8,12 hektar pada
tahun 1987 dan 16,07 hektar pada tahun 1996. Penggunaan lahan yang paling sempit adalah
untuk pom bensin, yakni hanya 0,32 hektar. Diantara ketiga penggunaan lahan tersebut yang
paling tinggi tingkat perubahannya adalah lahan untuk pertokon, yakni bertambah seluas
7,95 hektar atau bertambah sekitar 50,51 %. Sementara perkembangan lahan untuk pasar
juga relatif cepat. Menurut data kedua foto udara terdapat perluasan pasar seluas 0,5
hektar. Ternyata hal ini terjadi karena adanya pembangunan pasar baru (pasar buah dan
sayur) di Kelurahan Giwangan yang merupakan relokasi pedagang di Shopping Centre,
dalam perkembangannya pasar ini kurang diminati oleh pedagang karena sepi pembeli dan
biaya angkutan lebih mahal. Untuk menghidupkan pasar ini, relokasi terminal utama di
Jalan Lingkar Selatan ini harus segera direalisasikan.
Demikian halnya yang terjadi di sepanjang Jalan Kusumanegara yang merupakan
jalur transportasi utama yang memungkinkan penjual dan pembeli berinteraksi secara cepat
karena aksesibilitas fisik jalur ini yang tinggi, sehingga daerah sepanjang jalan terebut
mempunyai tingkat perkembangan yang lebih tinggi dari daerah di sekitarnya. Hanya saja,
untuk masa mendatang perlu dipikirkan alternatif pengelolaannya agar di sekitar daerah ini
tidak berkembang menjadi daerah padat yang kumuh.
Tabel 10. Penggunaan Lahan Untuk Industri Tahun 1987 dan 1996
Tabel 14. Penggunaan Lahan Untuk Lain-lain Tahun 1987 dan 1996
Luas (ha) Perubahan
No Penggunaan Lahan 1987 1996 (ha)
1. Kuburan 20,070 20,070 0
2. Lahan kosong 13,916 7,350 -6,570
3. Lahan sedang dibangun 3,994 1,930 -2,064
Jumlah 37,500 28,425 -9,075
Sumber : Hasil interpretasi foto udara pankromatik h/p dan cek lapangan
Variasi penggunaan lahan di daerah ini termasuk dinamis, namun dengan pemerian
dan penampilan angka-angka perubahan penggunaan lahan yang ditampilkan dalam tulisan
ini, belum tampak secara jelas gambaran keruangannya. Selanjutnya untuk memperoleh
gambaran yang jelas mengenai penggunaan lahan, perubahan dan agihan keruangannya di
daerah penelitian menurut hasil data interpretasi foto udara tahun 1987 dan 1996, lihat
gambar 1, 2, dan 3. Dinamisnya perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian
menyebabkan terjadinya perubahan pola spasial, misalnya, semula di area bantaran sungai
dan sekitar jalan raya berupa lahan pertanian, kini areal tersebut menjadi lahan untuk
permukiman dan lahan usaha.
Daftar Pustaka
http://tienadewi.blogspot.com/2013/07/pengertian-tanah-dan-lahan.html
http://lhsdesakedunglumpang.wordpress.com/karakteristik-tata-guna-lahan-desa-
kedunglumpang/
http://bayualfian.blogspot.com/2011/10/penggunaan-lahan-perkotaan-dan-pedesaan.html
http://ernestsiregar.blogspot.com/2009/05/perencanaan-partisipatif-tata-guna.html
http://planologiunmuh.blogspot.com/2012/01/tata-guna-dan-penggunaan-lahan.html
http://ssbelajar.blogspot.com/2013/08/perbedaan-penggunaan-lahan-dipedesaan-
danperkotaan.html