Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PLASENTA PREVIA

DISUSUN OLEH :
NAMA : ERLINA
NIM : 433131490120051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes KHARISMA KARAWANG
Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316
2020/2021
A. PENGERTIAN
Placenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yaitu di
atas dan dekat tulang cerviks dalam dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 - 0,6 % dari keseluruhan persalinan.
Placenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi
sebagian/seluruh ostium uteri internum (implantasi plasenta yang normal adalah pada
dinding depan, dinding belakang rahim atau di daerah fundus uteri). (Yuni Kusmiyati
dkk, 2009, Perawatan Ibu Hamil, hal. 158 - 159).
Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian
bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim.

Gambar 1. Normal placenta dan placenta previa

B. KLASIFIKASI
Placenta previa dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
1. Marginal placenta previa
Plasenta tertanam pada satu tepi segmen rahim bawah dekat dengan tulang.
2. Incomplete / Parsial placenta previa
Menyiratkan penutupan tak sempurna
3. Total / Complete placenta previa
Seluruhnya tulang dalam tertutup oleh placenta, saat cervik sepenuhnya berdilatasi
4. Implantasi rendah / low-lying implantasi
Digunakan saat placenta diposisikan pada segmen bawah rahim yang lebih rendah tapi
jauh dari tulang

Gambar 2. Kalsifikasi Placenta previa

C. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi berkurangnya
vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi uterus, kehamilan
molar, atau tumor yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih rendah merupakan
sebuah teori tentang penyebab palcenta previa yang masuk akal.
Selain itu, kehamilan multiple / lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih
besar untuk implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
placenta previa. Dan juga pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan yang
mungkin mengurangi suplai darah pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk
implantasi rendah pada kehamilan berikutnya.
D. PATHOLOGY
1. Lokasi implantasi dan ukuran placenta saling terkait. Secara rinci, karena sirkulasi
pada segmen bawah sdikit lebih baik daripada fundus, placenta previa mungkin butuh
untuk menutupi area yang lebih besar untuk efisiensi yang adekuat. Permukaan
placenta previa mungkin lebih besar setidak-tidaknya 30% lebih besar daripada
placenta yang terimplantasi di fundus.
2. Segmen bagian bawah relatif tanpa kontraksi dan perdarahan pantas dipertimbangkan
pada pembukaan sinus.
3. Infeksi ascending dari vagina dapat menyebabkan placentitis, terutama di daerah
pajana atau di atas tulang.
4. Placenta previa dapat terdorong miring, melintang, presentasi dan mencegah perikatan
pada keadaan fetal.

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa tak sakit, perdarahan uteri, terutama pada trimester ketiga.
2. Jarang terjadi pada episode pertama kejadian yang mengancam kehidupan atau
menyebabkan syok hipovolemik.
3. Kira-kira 7% dari placenta previa tanpa gejala dan merupakan suatu temuan yang
kebetulan pada scan ultrasonik.
4. Beberapa adalah jelmaan untuk pertama kali, saat uteri bawah merentang dan tipis,
saat sobek dan perdarahan terjadi di lokasi implantasi bawah.
5. Placenta previa mungkin tidak menyebabkan perdarahan hingga kelahiran mulai atau
hinga terjadi dilatasi lengkap. Perdarahan awal terjadi dan berlebih-lebih pada total
previa. Perdarahan yang merah terang mungkin terjadi secara intermitten, saat
pancaran, atau lebih jarang, mungkin juga berlanjut. Ini mungkin berawal saat wanita
sedang istirahat atau di tengah-tengah aktifitas. Kebetulan kejadian ini tidak pernah
terjadi kecuali jika dilakukan pengkajian vaginal atau rektal memulai perdarahan
dengan kasar sebelum atau selama awal kehamilan.
6. Sikap yang tak terpengaruh oleh placenta previa adalah rasa sakit. Bagaimanapun jika
perdarahan yang pertama bersamaan dengan serangan kelahiran, wanita mungkin
mengalami rasa tak nyaman karena kontraksi uterus.
7. Pada pengkajian perut, jika fetus terletak longitudinal, ketinggian fundus biasanya
lebih besar dari yang diharapkan untuk umur kehamilannya karena placenta previa
menghalangi turunnya bagian-bagian janin.
8. Manuver leopod mungkin menampakkan fetus pada posisi miring atau melintang
karena abnormalitas lokasi implantasi placenta.
9. Seperti kaidah, fetal distress atau kemayian janin terjadi hanya jika bagian penting
placenta previa terlepas dari desidua basilis atau jika ibu menderita syok hipovolemik.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi
cervik tidak biasa diungkapkan.
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh
janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam
batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu).
Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).
Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi
dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 - 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk
menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran
phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan
jika paru-paru fetal sudah mature.

G. PENATALAKSANAAN / TERAPI SPESIFIK


1. Terapi ekspektatif
 Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir prematur, pasien dirawat
tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui kanalis servisis. Upaya diagnosis
dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.
Syarat pemberian terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda - tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)
d. Janin masih hidup.
 Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
 Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta, usia kehamilan,
profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
 Berikan tokolitik bila ada kontriksi :
- MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
- Nifedipin 3 x 20 mg/hari
- Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
 Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari test
amniosentesis.
 Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih berada di sekitar
ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat
darurat.
 Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu masih lama, pasien
dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan
jarak untuk mencapai RS lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS
apabila terjadi perdarahan ulang.

2. Terapi aktif (tindakan segera)


 Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
 Untuk diagnosis placenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan,
setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDOM jika :
- Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
- Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
- Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal :
anensefali)
- Perdarahan dengan bagian terbawah jsnin telah jauh melewati PAP (2/5 atau 3/5
pada palpasi luar)

Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :


1. Seksio Cesaria (SC)
 Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga
walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap
dilakukan.
 Tujuan SC antara lain :
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam
 Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga cervik
uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas
tempat implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
 Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
 Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi,
dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
 Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan
> 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placent akan mengikuti
segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada
atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
 Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade placenta
dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin
yang masih hidup.
 Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban secukupnya
sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan
placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini
biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak
aktif.

PATHWAYS

- bekas luka operasi pada uterus


- kehamilan multiple
- kehamilan multipara
- tumor endometrium
- vaskularisasi fundus ↓

Placenta previa
Placenta previa

Seksio Cesarea

Post Operasi sc

Post Ansestasi Spinal Luka Post Operasi Nifas

Penurunan saraf Penurunan saraf Jaringan Jaringan Uterus Laktasi Psikologis


ekstermitas Bawah otonom terputus terbuka (Taking in, taking
hold, taking go)
Kontraksi Progesteron dan
Kelumpuhan Merangsang Proteksi uterus esterogen menurun
area sensorik kurang Perubahan
motorik psikologis
Cemas
Prolaktin meningkat
Invasi Adekuat Tidak Adekuat
Nyeri bakteri Penambahan
anggota baru
Pertumbuhan kelenjar
Pengelupasan Atonia uretri susu terangsang
Resti desidua
infeksi Kebutuhan
meningkat
Perdarahan Isapan bayi
Lochea

Hipovolemik Anemi Oksitosin meningkat

Kekurangan HbO2 Ejeksi ASI


volume menurun
cairan
Adekuat Tidak adekuat
Metabolisme anaerob
ASI keluar ASI tidak keluar
Asam laktat meningkat
Efektif
laktasi Inefektif laktasi

Suplai O2 ke jaringan menurun Kelelahan

23
Nekrose
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan
2. Hipovolemia b.d syok hipovolemik
3. Resiko infeksi b.d insisi luka operasi
4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakanjaringan aktual atau fumgsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Manajemen Nyeri
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensosik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.

Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
Definisi : Mengurangi atau menghilangkan rasa sakit

Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesic
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai nalagesia optimal
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengiptimalkan resposns pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, jika perlu

2. Hipovolemia
Definisi : Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan atau intraseluler
Manajemen Hypovolemia
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan intravaskuler

Observasi
 Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darh emnurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah)
 Monitor intake cairan oral
Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. Nacl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis(mis. Glukosa 2,5%, naci 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Alnumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah
3. Resiko Infeksi
Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Pencegahan Infeksi
Definisi : Mengidentifikasi dan menurunkan resiko terserang organisme patogenik

Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahankan teknik aseptik psien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

4. Ansietas
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Reduksi Ansietas
Definisi : Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subyektif terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Observasi
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor)

 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)


Terapeutik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

 Temani pasien untuk mengurangi kecemsan, jika memungkinkan

 Pahami situasi yang membuat ansietas

 Dengarkan dengan penuh perhatian

 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan

 Motivasi identifikasi situasi yang memic kecemasan

 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang


Edukasi
 Jelakan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

 Informasikan secara faktual secara diagnosis, pengobatan, dan prognosis

 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan

 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

 Latih teknik relaksasi


Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Terapi Relaksasi
Definisi : Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala
ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot, kecemasan.
Observasi
 Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yan mengganggu kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis.
Musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi dan melatih teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Editor : Abdul Bari
Saifudin, George Adriaansz, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Djoko Waspodo. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2000
Doenges. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Dokumentasi Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Nurarif, A H dan Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan  Diagnosa Medis
dan NANDA NIC NOC. Jil 2. Ed. Revisi. Media Action Publishing. Yogyakarta
Herdman, T. Heather. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012-2014.
Oxford: Wiley-Blackwell
Moorhead, Sue.et al. 2004. Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. Missouri :
Mosby. Elsevier
Dochterman, Joanne McCloskey.et al. 2008. Nursing Intervention Classification Fifth Edition.
Missouri : Mosby. Elsevier

Anda mungkin juga menyukai