Anda di halaman 1dari 9

“KETEGASAN DAN PENGUATAN DALAM PENDIDIKAN”

ILMU PENDIDIKAN KOMPERHENSIF

Disusun oleh:

1. Nurcahya nugraha (20140720164)


2. Risma evi rizki imansari (20140720177)
3. Meida nina (20140720173)
4. Amrin bayu aji (20140720)
5. Sun fatayati (20140720170)

Fakultas Agama Islam

Universitas muhammadiyah Yogyakarta

2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu pendidikan
komprehensif dengan pokok bahasan ‘ketegasan dan penguatan dalam pendidikan’.
Makalah ini kami buat dengan sederhana dan ringkas agar dapat dipahami oleh semua
pembaca, semoga makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat untuk kami dan
semua pembaca.
Dan pada kesempatan ini, kami menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu. Khususnya kepada bapak Dosen syamsudin ,
berkatnya kami bisa menyusun makalah yang sedemikian ini, dan olehnya  kami juga
mengetahui ketegasan dan penguatan dalam pendidikan. Tidak lupa juga skami haturkan
kepada kedua orangtua kami yang atas doanya dan dukungannya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat waktu, dan  Semoga amal baik semua pihak yang telah membantu
mendapatkan balasan yang sepadan dari Allah SWT. Amin.
                                                                                               

                                                                                          

Yogyakarta, 04 November 2014


BAB I

1.1  Latar Belakang

Penididikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap


manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia.
Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan pendidikan.
Pendidikan diambil dari kata dasar didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik.
Mendidik berarti memlihara atau memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Dari pengertian ini didapat beberapa hal yang berhubungan dengan
Pendidikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha


manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya
pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan  manusia itu sendiri. Dalam
penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu
adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi
dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi
interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan.

1.2 Rumusan masalah

a) Apa yang dimaksud dengan pengertian penguatan dalam pendidikan ?

b) jenis-jenis penguatan dalam pendidikan ?

c) Pertimbangan dalam pemberian penguatan ?

d) Pentingnya ketegasan dalam mendidik ?

e) Membangun ketegasan bisa menjaga kedekatan ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penguatan
Sesuai dengan makna kata dasarnya “kuat”, penguatan (reinforcement) mengandung
makna menambahkan kekuatan pada sesuatu yang dianggap belum begitu kuat. Makna
tersebut ditujukan kepada tingkah laku individu yang perlu diperkuat.
“Diperkuat”artinya dimantapkan, dipersering kemunculannya, tidak hilang-hilang timbul,
tidak sekali muncul sekian banyak yang tenggelam. Pada proses pendidikan yang
berorientasi pengubahan tingkah laku, tujuan utama yang hendak dicapai melalui proses
belajar adalah terjadinya tingkah laku yang baik, tingkah laku yang dapat diterima
sesering mungkin sesuai dengan kegunaan kemunculannya.
Penguatan yang diperuntukkan bagi tingkah laku-tingkah laku yang baik, tingkah laku
yang dapat diterima bukan tingkah laku yang jelek. Tingkah laku yang baik atau dapat
diterima adalah tingkah laku yang bernilai positif dengan rujukan sebagai berikut:
• Harkat dan martabat manusia (HMM, yang di dalamnya terukir hakikat manusia,
dimensi kemanusiaan dan panca daya) yang seluruhnya normative.
• Nilai dan moral yang bersumber pada agama, adat istiadat, ilmu, hukum, dan
kebiasaan, yang diterima dan diberlakukan dalam kehidupan.
• Tugas perkembangan peserta didik yang hendaknya dipenuhi atau dicapai peserta
didik untuk menjamin kesuksesan tahap perkembangan yang sedang berlangsung dan
kesiapan tahap perkembangan berikutnya.
• Kebutuhan dasar dan kebutuhan perkembangan yang hendaknya terpenuhi untuk
menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
• Tujuan pendidikan/pembelajaran yang sedang dijalani peserta didik untuk menjamin
kesuksesan pendidikan yang sedang dijalani sekarang dan pendidikan selanjutnya.
• Keuntungan dan dampak positif yang diperoleh melalui tingkah laku tersebut, baik bagi
peserta didik yang bersangkutan maupun bagi pihak-pihak lain yang terkait.
Tingkah laku yang baik perlu mendapat apresiasi, sambutan positif, bahkan penghargaan
(reward) yang secara langsung diterima dan dirasakan oleh peserta didik sebagai sesuatu
yang menyenangkan; sedangkan tingkah laku yang jelek atau tidak dapat diterima tidak
boleh diberi penguatan, bahkan harus dikurangi dan diberantas. Dalam praktik
pendidikan sehari-hari banyak sekali tingkah laku ditampilkanoleh peserta didik, ribuan,
bahkan tak terhitung jumlahnya. Diantara tingkahlaku-tingkahlaku itu pastilah banyak
yang baik, yang perlu diberi penguatan, di samping ada diantaranya yang kurang baik
atau tidak baik sama sekali, yang perlu dilemahkan atau diberantas. Sayangnya, banyak
sekali tingkah laku yang baik itu terlewatkan begitu saja, tidak mendapatkan penguatan.
Tingkah laku yang sebenarnya baik itu, karena tidak mendapatkan perhatian dan tidak
mendapat penguatan, menjadi mengendur dan dikhawatirkan akhirnya menghilang.
Apabila hal ini terjadi terus menerus maka tingkah laku yang baik itu akan semakin
langka; maka akan terjadilah krisis tingkah laku yang baik. Biasanya krisis itu disertai
dengan membanjirnya tingkahlaku yang jelek.
Dalam kondisi tidak memperhatikan dan memberikan penguatan terhadap tingkah laku
yang baik, banyak diantara orang-orang yang menamakan diri pendidik justru lebih peka
terhadap tingkah laku yang jelek. Berbagai pihak beramai-ramai memberikan perhatian
kepada tingkah laku yang sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan. Akibatnya tingkah
laku jelek itu yang lebih menonjol, dibicarakan dimana-mana; sementara itu tingkah laku
yang baik seakan-akan tenggelam di rimba berbagai kejelekan. Ironisnya, berbagai
pembicaraan, dan juga upaya yang katanyaditujukan untuk mengatasi tingkah laku-
tingkah laku yang jelek itu, cenderung gagal. Ibarat “arang abis, besi binasa, nasi tak
masak, parang tak jadi juga”. Memang harus diakui bahwa memberantas yang jelek-jelek
jauh lebih susah daripada menyuburkan dan menguatkan hal-hal yang sudah mulai
membaik. Apalagi kalau cara dan para pelaksana pemberantas kejelekan itu masih
banyak terkontaminasi dengan hal-hal yang jelek itu.

B. Jenis Penguatan
Ada dua jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Arah dan
tujuan kedua jenis penguatan itu sama, yaitu mendorong “lebih kuatnya” tingkah laku
baik yang telah ditampilkan. Namun bentuk dan materi penguatan berbeda.
1. Penguatan positif
Diselenggarakan dengan jalan memberikan hal-hal positif berupa pujian, hadiah, atau
hal-hal lain yang berharga kepada pelaku tingkah laku yang dianggap baik dan ingin
ditingkatkan frekuensi penampilannya. Dengan pujian, hadiah dan lain-lain hal positif itu
diharapkan si pelaku termotivasi untuk mengulangi tingkah laku atau perbuatannya yang
dianggap baik itu. Pujian, hadiah dan hal-hal yang berharga itu disebut penguat. Sifat
penguat disini adalah sesuatu atau perangsang yang membuat orang yang bersangkutan
merasa dihargai, merasa senang, merasadirinya berguna, merasa dirinya berhasil, dan
hal-hal positif lainnya.
2. Penguatan negative
Penguat pada penguatan negative haruslah tetap berupa hal-hal yang menyenangkan
bagi si pelaku, dengan cara mengurangi hal-hal tertentu yang selama ini dirasakan
sebagai hukuman, atau tidak menyenangkan, atau menjadi sesuatu yang memberatkan
bagi si pelaku.

C. Pertimbangan Dalam Pemberian Penguatan


Penguatan baik positif maupun negative sebaiknya dilakukan secara tepat, tidak asal
dilaksanakan. Pemberian penguatan hanya akan efektif apabila dilaksanakan dengan
memenuhi sejumlah pertimbangan.
1. Sasaran penguatan
Tingkah laku atau bisa juga prestasi peserta didik yang hendak diberi penguatan
hendaknya jelas; jelas bentuk tingkah laku itu; jelas pula apanya yang baik. Lebih jauh,
tingkah laku yang dianggap baik dan perlu diberi penguatan itu biasanya adalah tingkah
laku yang selama ini belum ditampilkan dan memang ditunggu-tunggu penampilannya.
Dengan ditampilkannya tingkah laku (baru) yang baik itu berarti si pelaku sudah
mengalami perubahan diri menjadi lebih baik.

2. Waktu pemberian penguatan


Pelaksanaan pemberian penguatan hendaknya sesegera mungkin; jangan ditunda; kalau
terlambat dapat menjadi basi dan tidak efektif. Dalam hal ini perhatian dan spontanitas
si pemberi penguatan sangat diperlukan.
3. Jenis penguat
Jenis penguat hendaknya wajar, tidak terkesan berlebih-lebihan. Hindari kesan di buat-
buat atau kepura-puraan. Seringkali penguat berupa tepuk tangan, ucapan selamat,
tepukan di bahu, bersalaman, pelukan atau sun di pipi (untuk pelaku dengan jenis
kelamin yang sama)sudah cukup efektif. Bentuk penguat tidak harus berupa sesuatu
yang mahal, tetapi jangan sampai tanpa makna sama sekali. Bentuk penguat juga dapat
berupa sesuatu yang bisa ditukar dengan hal-hal yang secara langsung dapat dinikmati,
seperti hadiah voucher yang dapat ditukarkan di took atau kafe dengan barang tertentu
atau makanan.
4. Cara pemberian penguatan
Hendaknya juga wajar, menghindari kesan berlebihan, kepura-puraan dan dibuat-
buat. Kewajaran in i disesuaikan
dengan bentuk penguatnya. Cara yang dimaksud disini dapat sangat bervariasi, dari
pemberian hadiah pada waktu diadakannya acara besar sampai sekadar jabat tangan
atau isyarat ucapan selamat.
5. Tempat pemberian penguatan
Diberikan di tempat penampilan tingkah laku yang diberi penguatan itu muncul (TKP).
Untuk keperluan tertentu dan sesuai dengan kondisi pemberian penguatan itu sendiri,
pelaksanaan pemberian hadiah, dan lain semacamnya dapat dilakukan di tempat
berbeda.
6. Pemberi penguatan
Pemberi penguatan hendaklah orang yang memiliki arti khusus bagi si pelaku; kalau bisa
the significant person. Hal ini tidak mutlak; teman sendiri pun dapat memberikan
penguatan. Hal yang paling penting adalah pemberian penghargaan itu dirasakan
sebagai sesuatu yang positif, sebagai pendorong untuk berperilaku seperti itu lagi, bagi si
pelaku. Makin positif penguatan itu dirasakan oleh pelaku tingkah laku, makin efektiflah
pemberian penguatan itu. Status pemberi penguatan dapat menambah makna dari
penguat yang diberikan itu.

d. Ketegasan
Mendidik anak, idealnya harus sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, yakni
menerapkan pola asuh dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta bersikap dan
bertindak tegas dalam menjalankan kedisiplinan. Dalam hal ini, tidak ada salahnya
orang tua mengarahkan anaknya dengan tegas kepada hal-hal tertentu yang memang
baik untuk anak, seperti pembiasaan ibadah, pengaturan waktu dan cara belajar yang
efektif, pengaturan waktu bermain, penyeleksian acara di televisi, dan perawatan
kebersihan juga kesehatan anak. Akan tetapi, di saat yang sama kasih sayang tetap
dikedepankan agar anak tidak merasa tertekan, kaku dan terlalu penurut, sehingga
kreativitas berpikirnya tidak berkembang.

Lalu, apa sebenarnya poin penting dari ketegasan tersebut?

Pertama, sikap tegas orang tua sebagai orang terdekat anak memiliki fungsi dan peran
besar dalam pembentukan kepribadian anak sejak kecil. Menjadi orang tua yang tegas
akan lebih banyak manfaatnya kelak bagi masa depan anak daripada bersikap terlalu
lembut, melakukan pembiaran dengan bersikap terserah kemauan si kecil. Ketegasan
dalam memberikan dan menerapkan aturan akan membantu tumbuhnya disiplin dalam
diri anak sejak kecil. Dengan tertanamnya kebiasaan disiplin yang baik, maka mental
dan karakter anak secara perlahan terbentuk menjadi anak yang terbiasa dengan
kedisiplinan tersebut. Kebebasan bermain dan mengekspresikan diri, bukan berarti
mengabaikan faktor ketegasan dalam menerapkan aturan dan pengawasan. Jika
memang aturan dilanggar atau anak membangkang, sah-sah saja kita bertindak tegas
dalam memberikan hukuman. Akan tetapi hukuman itu harus bersifat efektif, tidak
didasari kebencian, tidak mencederai dan tidak membuatnya mengalami trauma.
Kedua, di masa emas pertumbuhannya, pola asuh dan didikan yang diterapkan
keluarga akan sangat tertanam dan bisa menjadi sebuah pembiasaan. Dalam hal ini,
kita seharusnya tidak terlalu memanjakannya dan menuruti segala keinginannya,
sehingga ia bisa belajar tentang arti kesulitan dan cara mengatasinya. Jika kita cermati
kisah hidup atau biografi orang-orang besar, pengalaman masa kecil sangat
mendukung pencapaian diri dan hidup mereka di masa depannya. Mayoritas dari
mereka memiliki pengalaman disiplin di masa kecilnya. Sikap terlalu membebaskan,
selalu mengikuti kemauan anak dan memanjakan anak sama saja dengan bentuk
pembiaran. Hal ini akan terlihat dalam perkembangannya di masa depan, anak
menjadi sulit diatur, bertindak semaunya, kurang beretiket dan membangkang karena
terbiasa dengan pembiaran tadi.
Ketiga, ketegasan akan memberi peluang bagi tumbuhnya kebutuhan akan sebuah
aturan, sehingga dalam dirinya tumbuh prinsip aturan dibuat untuk ditegakkan, bukan
untuk dilanggar, selama aturan tersebut relevan. Dalam perkembangannya, anak akan
mlebih menghargai orang tua dan keluarga sebagai penegak aturan, lebih mengerti
nilai-nilai dan manfaat yang terkandung dalam sebuah aturan, serta lebih memahami
bahwa hidup tanpa aturan tidak enak. Pemahaman dan kebutuhan akan aturan inilah
yang berkaitan dengan kedisiplinan, manajemen diri dan kehidupannya, serta
kemampuannya dalam menentukan prioritas dalm pencapaian tujuan-tujuan hidupnya
kelak.
Keempat, ketegasan sangat bermanfaat dalam menempa mental dan kreativitas
berpikir anak kelak dalam menjalani kehidupannya. Secara mental, anak akan lebih
siap menghadapi masalah, kreatif dalam pencarian solusi, tidak mudah menyerah pada
keadaan, punya sikap dan tidak selalu bergantung kepada orang lain. Berkaitan
dengan ini, saya dan beberapa rekan pernah melakukan analisa dan penelitian kecil
terhadap beberapa murid di sekolah menengah tempat kami berbagi ilmu berdasarkan
faktor latar belakang pendidikan keluarga mereka sejak masa kecil. Anak yang dalam
lingkungan keluarganya diberikan ketegasan, memang lebih disiplin, terlihat lebih
siap menghadapi kesulitan-kesulitan belajar, lebih punya sikap dan tidak terbawa arus,
bisa mengikuti dan mematuhi aturan, lebih santun, dan jarang mengeluh. Sedangkan
anak-anak yang dalam keluarganya senantiasa mendapatkan kemudahan, orang
tuanya bersikap terserah dan masa bodoh, serta tidak ada ketegasan, sikap mentalnya
terlihat cukup lemah meskipun gaya berbicara dan bersikap sangat keras. Mereka
cenderung tidak siap menghadapi masalah terutama kesulitan-kesulitan dalam belajar,
sering menempuh cara pintas dalam menyiasati dan menyelesaikan persoalan,
mengandalkan orang lain dan lebih bergantung kepada komunitasnya (kelompok
bergaulnya), lebih mudah terbawa arus, serta kreativitas berfikirnya kurang terasah
sekalipun kecerdasan intelektual mereka di atas rata-rata.

Keempat hal tersebut, bukan hal mutlak. Sebagian memang berdasarkan pengalaman
pribadi dan orang-orang di lingkungan terdekat. Poin pentingnya, pendidikan keluarga
sangat menentukan proses tumbuh kembang anak. Pendidikan di sekolah dan
pendidikan dari lingkungan sosial merupakan faktor penunjang yang mempengaruhi
perkembangan anak. Tegas bukan berarti keras atau galak, tetapi mampu
menyeimbangkan antara kasih sayang dan kedisiplinan bagi anak. Mendidik
merupakan proses pembelajaran, sehingga kita pun tetap harus selalu belajar dari
pengalaman siapapun, dari peristiwa apapun di sekitar kita. Semoga bermanfaat.

e. membangun ketegasan menjaga kedekatan

bersikap tegas tidak otomatis membuat jarak guru dengan siswa menjadi jauh.
Sementara kedekatan belum meruntuhkan wibawaseorang guru dimata siswa-
siswanya. Inilah yang harus diyakini oleh semua guru. Dalam kondisi tertentu,
seorang guru dituntut bisa bersikap tegas sekaligus dekat dengan siswa-siswwanya.
Kondisi seperti itu bisa diwujudkan jika guru menempuh cara-cara yang benar ketika
menghadapi siswa-siswanya. Cara terbaik agar guru dapat disegani dan dihormati
oleh siswanya yaitu dengan membuat siswa merasa santai dan senang saat
berdekatan dengan gurunya, bukan denan membuat para siswa menjadi sungkan
dan takut. Kedekatan dengan siswa merupakan modal utamabagi seorang guru agar
siswa dapat menghormatinya dengan tulus. Namun, harus diingat bahwakedekatan
yang dibangun bukanlah kedekatan yang keblabasan, tatapi kedekatan yang
terbingkai rasa hormat para siswa kepada gurunya jika kedekatan ini tercipta maka
segala ucapan dan perintah sang guru langsung ditaati oleh para siswanya meskipun
mereka sedang asyik bermain.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi disamping langkah-langkah diatas yang
bisa dilakukan agar guru bisa disegani oleh para siswanya adalah :

1. Memiliki prinsip
2. Siswa tau yang guru mau
3. Tepat dalam mengkomunikasikan hukuman
DAFTAR PUSTAKA

 Zuhairini, dkk..Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta..Bumi aksara, 1995), 171

 Yulio,Yandi. (2009). Landasan Pendidikan (Online). Tersedia :


http://Yandiyulio.wordpres.com//05/25/Landasan-Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai