KELOMPOK 1
1a. Gambarkan dan jelaskan pengaruh Kebijakan Fiskal terhadap Output Nasional dan
Tingkat Bunga!
Jawab:
Pada umumnya inflasi terjadi ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat lebih banyak
daripada yang dibutuhkan. Inflasi adalah gejala ekonomi yang tidak mungkin dihilangkan
secara tuntas. Berbagai upaya yang dilakukan biasanya hanya sebatas pengendalian inflasi
saja.
Tentu saja inflasi tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya
inflasi. Secara umum, penyebab inflasi adalah karena terjadinya kenaikan permintaan dan
biaya produksi. Inflasi yang terjadi disebabkan karena peningkatan permintaan untuk jenis
barang/jasa tertentu.
Dalam hal ini, peningkatan permintaan jenis barang/jasa tersebut terjadi secara menyeluruh
(agregat demand). Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi. Adapun peningkatan biaya produksi
disebabkan oleh kenaikan harga bahan-bahan baku, misalnya: Harga bahan bakar naik, dan
Upah buruh naik. inflasi yang terjadi karena uang yang beredar di masyarakat lebih banyak
dibanding yang dibutuhkan.
Ketika jumlah barang tetap, sedangkan uang yang beredar meningkat dua kali lipat, maka
bisa terjadi kenaikan harga-harga hingga 100%.
Inflasi pun ada beragam jenisnya. Utamanya, jenis-jenis inflasi dapat dibagi berdasarkan 3
hal, yakni tingkat keparahan, penyebab dan sumbernya. Berdasarkan tingkat keparahannya,
inflasi dibagi menjadi 4 yaitu: Inflasi Ringan, yaitu inflasi yang mudah untuk dikendalikan
dan belum begitu menganggu perekonomian suatu negara. Terjadi kenaikan harga
barang/jasa secara umum, yaitu di bawah 10% per tahun dan dapat dikendalikan.
Inflasi Sedang, yaitu inflasi yang dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat
berpenghasilan tetap, namun belum membahayakan aktivitas perekonomian suatu negara.
Inflasi ini berada di kisaran 10% – 30% per tahun. Inflasi Berat, yaitu inflasi yang
mengakibatkan kekacauan perekonomian di suatu negara.
Pada kondisi ini umumnya masyarakat lebih memilih menyimpan barang dan tidak mau
menabung karena bunganya jauh lebih rendah ketimbang nilai inflasi. Inflasi ini berada di
kisaran 30% – 100% per tahun.
Inflasi Sangat Berat (Hyperinflation), yaitu inflasi yang telah mengacaukan perekonomian suatu
negara dan sangat sulit untuk dikendalikan meskipun dilakukan kebijakan moneter dan fiskal.
Inflasi ini berada di kisaran 100% ke atas per tahun
Kebijakan yang bisa diambil untuk mengatasi masalah inflasi, salah satunya Kebijakan
Fiskal, Kebijakan fiskal adalah langkah mengatasi inflasi untuk memengaruhi penerimaan
dan pengeluaran pemerintah, yang memiliki beberapa keuntungan antara lain:
Menghemat pengeluaran Pemerintah “Untuk mengurangi permintaan akan barang dan jasa
yang dapat menurunkan harga, pemerintah harus menekan inflasi dengan cara mengurangi
pengeluaran.
Cara mengatasi inflasi tersebut terbukti efektif untuk mengatasi inflasi.”, Menaikkan tarif
pajak “Jika tarif pajak untuk rumah tangga dan perusahaan dinaikkan, hal ini dapat
mengurangi tingkat konsumsi, sehingga harga dapat turun.”
Jawab:
Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) 2021, kebijakan optimalisasi dan reformasi perpajakan di tahun 2021
mencakup lima hal, yaitu:
Di sisi lain, Kemenkeu juga akan memberikan insentif perpajakan yang selektif dan terukur.
Antara lain berupa insentif perpajakan kepada sektor terdampak yang dapat mempercepat
pemulihan ekonomi. Lalu, insentif perpajakan dalam rangka membantu cash flow wajib pajak
(WP) badan dan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.
2a. Jelaskan dan gambarkan dampak Kebijakan Moneter terhadap Output Nasional dan
Tingkat Bunga!
Jawab:
b. Jelaskan piranti kuantitatif dan kualitatif Kebijakan Moneter!
Jawab:
Jawab:
Jawab:
BI Rate
BI Rate adalah kebijakan nilai suku bunga yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia yang bersangkutan dengan kebijakan moneter yang akan diterapkan pada
masyarakat seluruh Indonesia.
BI Rate ditetapkan setiap bulan melalui rapat anggota dewan gubernur dengan
mempertimbangkan kondisi perekonomian baik di Indonesia maupun situasi
perekonomian global secara umum. Hasil rapat inilah yang diterjemahkan menjadi
kebijakan moneter untuk penentuan suku bunga yang dipakai sebagai acuan bank-
bank yang lainnya di Indonesia.
BI 7-day (Reverse) Repo Rate
Bank Indonesia melakukan penguatan kerangka operasi moneter dengan
mengimplementasikan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-
Day (Reverse) Repo Rate, yang berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016, menggantikan
BI Rate. Penguatan kerangka operasi moneter ini merupakan hal yang lazim
dilakukan di berbagai bank sentral dan merupakan best practice internasional dalam
pelaksanaan operasi moneter. Kerangka operasi moneter senantiasa disempurnakan
untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan. Instrumen BI 7-day (Reverse) Repo Rate digunakan sebagai suku bunga
kebijakan baru karena dapat secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan dan
sektor riil. Instrumen BI 7-Day Repo Rate sebagai acuan yang baru memiliki
hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau
diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya
penggunaan instrumen repo.
Dengan penggunaan instrumen BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebagai suku
bunga kebijakan baru, terdapat tiga dampak utama yang diharapkan. Pertama,
menguatnya sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari
sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua, meningkatnya efektivitas transmisi
kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan
suku bunga perbankan. Ketiga, terbentuknya pasar keuangan yang lebih dalam,
khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank
(PUAB) untuk tenor 3-12 bulan.
3a. Dimana daerah pada kurva LM, Kebijakan Fiskal Effektif? Gambarkan!
Jawab 3 A dan 3 B: