Anda di halaman 1dari 23

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(Nursalam, dkk. 2013).
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
penyakit demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini
cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan
dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang
dapat menimbulkan kematian.(Depkes, 2017).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat
pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty (betina) (Hidayat, 2010).
Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan
Aedes aegypti) (Ngastiah 2010).

2. Etiologi
a. Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga
flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm
terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x
106.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-
4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam
berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 merupakan serotip terbanyak (Suhendro, 2009 : 1709).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat
serotip (DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang
dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam
nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel
pejamu.Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu
disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus
untuk :
1) Menginfeksi lebih banyak sel,
2) Membentuk virus progenik,
3) Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
4) Menghindari respon imun mekanisme efektor

b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2010).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting
di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana –
bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja
hari. (Soedarto, 2012).

c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui
plasenta. (Soedarto, 2012).

3. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen (Suriadi & Yuliani, 2010).
Penyakit DBD ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat
virus dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga
tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus
dengue.Jika orang digigit nyamuk Aedes Aegypti maka virus dengue
masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus
dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar
di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam
kelenjar liur nyamuk.Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur
nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau
bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk dituarkan/dipindahkan kepada
orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain,
maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah itu dihisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari
kelenjar liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama dengan
liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue.Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi
anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks
antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty, pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesaran plasma ke
ruang ekstra seluler.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi, dan renjatan (syok), adanya penekanan pada
abdomen yang menyebabkan terjadinya asites, yang menimbulkan rasa
mual dan muntah. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan)
plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat ,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan
kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau
hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma,
bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic
dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat.
Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan
fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat.

4. Pathway
(terlampir)

5. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat
sebagai berikut:
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji
torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain
ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan
ujung jari (tanda-tanda dini renjatan).
d. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
6. Gejala Klinis

Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF,


dengan masa inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO sebagai berikut :
a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif,
seperti perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis,
Hematemesis,Hematuri, dan melena)
c. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
d. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan
diastolik 20 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah
timbul sianosis disekitar mulut.
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF
gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita
DHF adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal
pada saluran tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah
thrombocytopenia (kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20
%)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Muka tampak merah, Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva
hiperemis, lakrimasi dan fotopobia, Epitaksis, Bibir kering,
kemungkinan sianosis, Perdarahan pada gusi.
b. Pembesaran kelenjer limfe
c. Nafas cepat, dispnea, takipnea
d. Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma)
serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan
malena.
e. Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
f. Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan
dan ulserasi gusi, hematemesis, dan malena
g. Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal
pada seluruh tubuh.
h. Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).

8. Pemeriksaan Diagnostic
Ada beberapa pemeriksaan pada pasien DBD, diantaranya :
a. Tes Tourniquet yang positif
b. Pemeriksaan Hematologi, beberapa diantaranya :
1) Hematokrit
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga
dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan
proses perjalanan penyakit DBD.
2) Hemoglobin
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal
atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik
mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan
hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada DBD.
3) Jumlah leukosit dan hitung jenis
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai
leukositosis sedang.Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama
dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas
normal.Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai
kedelapan.
4) Trombosit
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana
yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis peyakit
DBD.Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari
pertama.Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah
panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok.
c. Diagnosis Laboratorium Infeksi Virus Dengue, uji laboratorium
meliputi:
1) Isolasi Virus Dengue
Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dala arti sangat
menentukan, tetapi diperlukan peralatan dan teknik yang canggih,
sehingga tidak dipakai secara rutin.
2) Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih
sederhana dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus
dengue dan virus dari kelompok flavirus dapat memberikan hasil
positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang
meningkatkan tinggi titernya mencapai empat kali lipat terhadap
satu atau lebih antigen dengue dalam spesimen serta berpandangan.
Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan otopsi dengan cara
immunokimiawi atau dengan cara immuno-flouresens, ataupun di
dalam spesimen serum dengan uji ELISA.
d. Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat
beberapa kelainan yang dapat dideteksi, yaitu : dilatasi pembuluh
paru, efusi pleura, kardiomegali, efusi perikard, hepatomegali, cairan
dalam rongga peritoneum.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) DHF tanpa Renjatan
a) Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
b) Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga
dilakukan kompres
c) Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk
anak <1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi ,
beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th
diberikan 5 mg/ kg BB.
d) Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2) DHF dengan Renjatan
a) Pasang infus RL
b) Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander ( 20 - 30 ml/ kg BB )
c) Tranfusi jika Hb dan Ht turun

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
a) Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
b) Observasi intik output
c) Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan,
observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit
tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
d) Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital,
pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti
nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria
dan sakit perut, beri infus.
e) Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler,
beri O2pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang
cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan
thrombocyt.
2) Resiko Perdarahan
a) Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena
b) Catat banyak, warna dari perdarahan
c) Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro
Intestinal
3) Peningkatan suhu tubuh
a) Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodic
b) Beri minum banyak
c) Berikan kompres

10. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :


a. Perdarahan yang luas.
b. Mengalami shock atau renjatan.
c. Mengalami effuse pleura
d. Mengalami penurunan tingkat kesadaran.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ( Data Subjektif Dan Data Objektif)
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk
datang kerumah sakit adalah panas tinggi dan lemah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah.
Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot,
dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kult , gusi (grade
III. IV), melena atau hematemesis.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain
sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang
bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
a) Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
b) Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat
factor predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu
makan.Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
berkurang.
c) Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air bersih
seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung
yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
d) Pengkajian Pola Fungsional Gordon

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.


DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. DHF sering terjadi
di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang
diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.Biasanya
pada pasien DHF mengalami perubahan penatalaksanaan
kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah,
penurunan nafsu makan selama sakit, nyeri saat menelan
sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi.
3. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya
akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan
mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan
terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat,
sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur. Anak
dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya
berkurang.
5. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila
dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan. kadang-kadang anak
dengan DHF mengalami diare atau konstipasi, sementara
DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
6. Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system
reproduksi dan seksual klien, mengkaji adanya
perdarahan pervagina pada anak perempuan.
7. Pola kognitif dan perseptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan
kondisi kesehatan dan gaya hidup yang akan
mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat diri.
Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan
penghidu tidak mengalami gangguan.Nyeri dapat menjadi
keluhan pada pola sensori.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul  rasa cemas,
gelisah dan rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal.
9. Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang
pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.Anak dengan DHF biasanya merasakan
cemas dan takut terhadap penyakitnya, anak cenderung
ingin ditemani orang tua dan orang terdekat
10. Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
hubungan interpersonal dan peran serta mengalami
tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit,karena  klien  harus  menjalani  perawatan  di 
rumah  sakit  maka  dapat  mempengaruhi  hubungan 
dan  peran  klien  baik  dalam  keluarga, lingkungan
bermain  dan  sekolah.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka
pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta
kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu
tubuh. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai
berikut :

1) Grade I : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah,


tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
3) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV : Kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas
dingin. berkeringat dan kulit tampak biru. meliputi inspeksi,palpasi,
perkusi dan auskultasi dari ujung rambut sampai ujung kaki.

b. Pemeriksaan fisik head to toe


1) Integumen : Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun,
dan muncul keringat dingin, dan lembab, kuku sianosis atau
tidak.
2) Kepala : Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala
bersih
3) Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, reflek pupil isokor.
4) Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran
5) Hidung : Simetris, ada perdarahan hidung / epsitaksis.
6) Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
kekakuan leher, nyeri telan.
8) Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernafasan.
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus normal
Auskultasi : Vesikuler
9) Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali).
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
10) Ekstrimitas : Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri
otot, sendi dan tulang.
11) Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak
terpasang kateter

3. Diagnose Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditantai
dengan peningkatan suhu tubuh yang mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas
terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah, kulit
terlihat kemerahan, adanya bintik – bintik merah (Ptchiae) , turgor
kulit kering, mukosa bibir kering, pasien lemah, pasien pucat, kulit
teraba hangat, timbulnya keringat dingin , Trombosit menurun, ttv
lemah.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat ditantai dengan pasien
tampak lemah, mukosa bibir kering, pasien mengalami penurunan
berat badan, mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan
selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ditantai dengan
pembesaran hati (hepatomegali), nyeri ulu hati, adanya nyeri otot,
sendi dan tulang.
d. Hipovolemik berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditantai
dengan pasien tampak lemah, turgor kulit tidak elastis, mukosa bibir
kering, adanya sianosis, akral dingin, biasanya terjadi perdarahan
pada gusi dan rongga mulut, telinga, hidung.
e. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebih.
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor – faktor
pembekuan darah (trombositopenia).

4. Rencana Tindakan

No Diagnose keperawatan NOC NIC


1. Hipertermi berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor suhu dan tanda
dengan proses infeksi virus keperawatan selama …x… – tanda vital lainnya,
dengue ditantai dengan jam diharapkan suhu tubuh serta monitor warna
peningkatan suhu tubuh pasien kembali normal kulit pasien.
yang mendadak yang dengan kreteria hasil : 2. Monitor asupan dan
disertai menggigil dan saat 1. Suhu tubuh pasien keluaran, sadari
demam kesadaran kembali normal (36,5°C perubahan kehilangan
composmetis. Turunnya – 37,5°C) cairan yang tidak
panas terjadi antara hari ke- 2. Turgor kulit elastic dirasakan.
3 dan ke-7 dan anak 3. Mukosa bibir lembab 3. Berikan kompres dingin
semakin lemah, kulit terlihat 4. Tidak terjadi kemerahan (daerah axilan & lipatan
kemerahan, adanya bintik – pada kulit pasien. paha)
bintik merah (Ptchiae) , 5. Tubuh pasien tidak 4. Anjurkan pasien untuk
turgor kulit kering, mukosa teraba panas. banyak minum.
bibir kering, pasien lemah, 5. Memberikan penjelasan
pasien pucat, kulit teraba tentang penyebab
hangat, timbulnya keringat deman atau peningkatan
dingin , Trombosit menurun, suhu.
ttv lemah. 6. Anjurkan pasien untuk
tidak memakai selimut
dan pakaian tebal.
7. Kolaborasikan dengan
dokter terkait pemberian
cairan intravena atau
obat golongan
antipiretik
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah diberikan asuhan 1. Timbang berat badan
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama …x… pasien.
berhubungan dengan intake jam diharapkan nutrsi 2. Ajarkan pasien untuk
nutrisi yang tidak adekuat pasien terpenuhi dengan makan dalam porsi sedikit
ditantai dengan pasien kreteria hasil : tapi sering.
tampak lemah, mukosa bibir 1. Adanya peningkatan 3. Berikan informasi, sesuai
kering, pasien mengalami berat badan sesuai kebutuhan, mengenai
penurunan berat badan, dengan tujuan perlunya modifikasi diet
mengalami mual, muntah, 2. Tidak ada tanda- tanda bagi kesehatan,
penurunan nafsu makan malnutrisi penurunan berat badan,
selama sakit, nyeri saat 3. Tidak ada mual dan pembatasan garam,
menelan sehingga dapat muntah pengurangan kolesterol,
mempengaruhi status 4. Mampu pembatasan cairan
nutrisi. mengidentifikasikan 4. Kolaborasi pemberian
kebutuhan nutrisi obat untuk mengurangi
5. Menunjukan mual
peningkatan fungsi
pengecapan dari
penelanan
3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan a Kaji kondisi nyeri yang
dengan agen cidera biologis …x.. jam diharapkan nyeri dialami klien
ditantai dengan pembesaran pasien dapat terkontrol b Kaji PQRST
hati (hepatomegali), nyeri dengan kreteria hasil : c Terangkan kepada
ulu hati, adanya nyeri otot, 1. TTV dalam batas pasien tentang nyeri
sendi dan tulang. normal yang diderita klien dan
2. Strategi untuk penyebabnya
menontrol nyeri dengan d Ajarkan distraksi nafas
skala 4 dalam
3. Pasien tidak berkeringat e Posisikan pasien semi
berlebih fowler
4. Pasien tidak kehilangan f Kolaborasi pemberian
nafsu makan analgetik
5. Tidak ada anoreksia
4. Hipovolemik berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tanda – tanda
dengan kekurangan intake keperawatan selama … x… vital pasien.
cairan ditantai dengan jam diharapkan masalah 2. Monitor membran
pasien tampak lemah, turgor kekurangan volume cairan mukosa, turgor kulit,
kulit tidak elastis, mukosa teratasi dengan kriteria hasil dan respon haus.
bibir kering, adanya : 3. Monitor kadar
sianosis, akral dingin, 1. Mempertahankan urine hematokrit dan urine
biasanya terjadi perdarahan output sesuai dengan output pasien.
pada gusi dan rongga mulut, usia dan BB normal 4. Berikan terapi cairan
telinga, hidung. 2. Tekanan darah, nadi, yang tepat sesuai
suhu tubuh dalam batas dengan resep dokter.
normal. 5. Anjurkan pasien untuk
3. Kadar hematokrit dalam banyak minum.
batas normal. 6. Kolaborasikan dengan
4. Tidak ada tanda dokter terkait pemberian
dehidrasi, elastisitas terapi cairan Iv NaCL
turgor kulit elastis, 0,9 % yang sesuai
membran mukosa indikasi
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.
5. Resiko syok hipovolemik Setelah diberikan asuhan 1. Monitor input dan
berhubungan dengan keperawatan selama …x… output cairan
perdarahan yang berlebih. jam diharapkan tidak terjadi 2. Monitor tanda awal
syok hipovolemik dengan syok
kreteria hasil : 3. Monitor TTV pasien
1. Pasien tidak lemah 4. Ajarkan pasien distraksi
2. Pasien tidak pucat nafas dalam
3. TTV dalam batas 5. Ajarkan keluarga
normal pasien tentang tanda
4. Tidak ada sianosis dan gejala datangnya
5. Tidak terjadi keringat syok
dingin 6. Kolaborasi dengan
6. Akral teraba hangat dokter terkait
7. Respon pupil tidak pemberian terapi cairan
melambat Iv NaCL 0,9 % yang
sesuai indikasi
6. Resiko perdarahan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor ketat tanda-
berhubungan dengan keperawatan selama …x… tanda perdarahann
penurunan faktor – faktor jam diharapkan tidak terjadi 2. Lindungi pasien dari
pembekuan darah perdarahan dengan kreteria trauma yang
(trombositopenia). hasil : menyebabkan
1. Tidak ada tanda – tanda perdarahan
perdarahan 3. Berikan kompres
2. Trombosit dalam batas dingin basah
normal (150.000/uL). 4. Anjurkan pasien
3. Membrane mukosa meningkatkan intake
lembab. makanan yang banyak
4. Turgor kulit elastis. mengandung vit K
5. TTV dalam batas 5. Kolaborasi dalam
normal pemberian produk
darah

5. Implementasi
(terlampir pada asuhan keperawatan)

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang
diberikan (Doenges M. E, Moorhous M.F, Geissler A.C, (2012))
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditantai
dengan peningkatan suhu tubuh yang mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas
terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah, kulit
terlihat kemerahan, adanya bintik – bintik merah (Ptchiae) , turgor
kulit kering, mukosa bibir kering, pasien lemah, pasien pucat, kulit
teraba hangat, timbulnya keringat dingin , Trombosit menurun, ttv
lemah. Evaluasi :
1) Suhu tubuh pasien kembali normal (36,5°C – 37,5°C)
2) Turgor kulit elastic
3) Mukosa bibir lembab
4) Tidak terjadi kemerahan pada kulit pasien.
5) Tubuh pasien tidak teraba panas
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat ditantai dengan pasien
tampak lemah, mukosa bibir kering, pasien mengalami penurunan
berat badan, mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan
selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi. Evaluasi :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Tidak ada tanda- tanda malnutrisi
3) Tidak ada mual dan muntah
4) Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
5) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari penelanan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ditantai dengan
pembesaran hati (hepatomegali), nyeri ulu hati, adanya nyeri otot,
sendi dan tulang. Evaluasi :
1) TTV dalam batas normal
2) Strategi untuk menontrol nyeri dengan skala 4
3) Pasien tidak berkeringat berlebih
4) Pasien tidak kehilangan nafsu makan
5) Tidak ada anoreksia
d. Hipovolemik berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditantai
dengan pasien tampak lemah, turgor kulit tidak elastis, mukosa bibir
kering, adanya sianosis, akral dingin, biasanya terjadi perdarahan
pada gusi dan rongga mulut, telinga, hidung. Evaluasi :
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB normal
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
3) Kadar hematokrit dalam batas normal.
4) Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit elastis, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
e. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebih. Evalusai :
1) Pasien tidak lemah
2) Pasien tidak pucat
3) TTV dalam batas normal
4) Tidak ada sianosis
5) Tidak terjadi keringat dingin
6) Akral teraba hangat
7) Respon pupil tidak melambat
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor – faktor
pembekuan darah (trombositopenia). Evaluasi :
1) Tidak ada tanda – tanda perdarahan
2) Trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
3) Membrane mukosa lembab.
4) Turgor kulit elastis.
5) TTV dalam batas normal

Anda mungkin juga menyukai