Anda di halaman 1dari 18

COVID-19 Pada Lansia: Poin-Poin untuk Penyedia Departemen

Kegawatdaruratan

Kotak 1: Pasien Skenario 1


Anak dari wanita berumur 82 tahun, menelpon perawat IGD mengenai ibunya.
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus dan beberapa penyakit
komorbid lainnya. Selama beberapa minggu terakhir pasien mengeluh batuk,
hidung berair, dan sedikit demam. Suhu belum diukur hari ini. Batuk semakin
memburuk dalam beberapa minggu terakhir. Pasien baru-baru ini tidak
mengunjungi tempat tertentu, namun anggota keluarga dari Eropa mengunjungi
pasien tiga minggu yang lalu. Mereka tidak sakit. Pengukuran glukosa darah
pasien lebih tinggi dari nilai ambang dan anaknya merasa pasien secara umum
lebih memburuk dari awalnya.
 Haruskah pasien dibawa ke IGD?
 Haruskah pasien mendapatkan pemeriksaan COVID-19?
 Apakah terdapat alternatif lain untuk pemeriksaan dan tatalaksana
pasien?
 Sistem apa yang harus ditempatkan untuk perawatan pasien?

Latar Belakang
Pada tanggal 18 Maret 2020, 7.083 kasus COVID-19 telah dilaporkan di
Amerika. Jumlahnya diprediksi meningkat secara drastis karena peningkatan
pemeriksaan. Terdapat 116 kematian, umumnya pada lansia. Saat ini dilaporkan
ada 106 pasien yang telah sembuh sempurna. Dua puluh tiga kematian pada lansia
merupakan cluster dari satu fasilitas perawatan di Negara Bagian Washington.
Saat ini, 49 negara bagian telah melaporkan kasus infeksi COVID-19, dan
Presiden Trump telah menyatakan status gawat darurat. Tanpa langkah penekanan
yang luas, jumlah kasus diperkirakan meningkat dua kali lipat tiap 6.4 hari.
COVID-19 berbeda dari penyakit ISPA oleh virus lainnya karena faktor
virulensinya. Virus ini dapat hidup di permukaan hingga 9 hari dan lebih menular
dibanding influenza. Selain itu tidak ada herd immunity untuk infeksi ini, dan
sampai saat ini belum ditemukan vaksin.
Artikel ini memberikan dua skenario kasus umum untuk menggambarkan
peran utama dari departemen gawat darurat (ED) dalam diagnosis, tatalaksana
akut, dan koordinasi perawatan komunitas pada pasien lansia dalam situasi yang
berubah sangat cepat.
Apa yang unik mengenai COVID-19 & Lansia?
Karena perubahan psikologis dari penuaan, penurunan fungsi imun, dan
multimorbiditas, lansia secara signifikan memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena COVID-19. Lihat Appendix 1 pada Kata Kunci untuk Pasien. Lansia
lebih rentan terhadap infeksi dan lebih rentan menderita bentuk berat dari penyakit
COVID-19 dan mendapat komplikasi.
Penuaan juga dapat memperberat diagnosis, karena lansia dengan virus
respiratorik seringkali menunjukkan gejala yang atipikal. Durasi median dari
onset gejala hingga kematian ialah 11.5 hari pada pasien berusia > 70 tahun vs. 14
hari pada pasien yang lebih muda.
Definisi demam mungkin perlu diubah untuk lansia. Silakan lihat bagian
“apa itu demam” di bawah ini. Evaluasi demam yang cermat sangat penting pada
lansia karena berdasarkan pada laporan baru oleh Cao et.al., Cao menunjukkan
peningkatan cepat dalam kunjungan rumah sakit, dengan 40% dari semua
kunjungan IGD ialah untuk evaluasi demam. Berdasarkan angka tersebut,
administrator akan mengantisipasi menipisnya alat pelindung diri yang
memengaruhi sebagian besar penyedia jasa IGD.
Laporan World Health Organization terbaru menemukan bahwa case
fatality rate pasien COVID-19 lansia di China ialah 21.9% dimana pasien segala
usia tanpa kondisi kronik lainnya memiliki angka CFR hanya 1.4%. perlu
dipertimbangkan bahwa isu seperti perawatan IGD atau ICU yang tidak adekuat,
atau kurangnya sumber daya juga mempengaruhi mortalitas dan usia merupakan
salah satu dari banyak faktor.
Data kematian yang muncul dari Italia menyatakan risiko yang sangat
tinggi dari virus ini untuk lansia. Di Italia, di mana 23% populasi berusia di atas
65 tahun, 89% kematian COVID-19 merupakan pasien yang berusia di atas 70
tahun (31% antara 70- 79 dan 58% berusia di atas 80 tahun).
Di sisi yang menjanjikan, Zhang Guangfen yang berusia 103 tahun dirawat
di Rumah Sakit Liyuan Wuhan 1 Maret dan telah sepenuhnya pulih.
Apa Itu Demam pada Lansia?
Haruskah kita menggunakan suhu 100oF untuk menskrining penyakit ini
pada lansia? Skrining gejala COVID-19 seringkali menggunakan demam sebagai
tanda penting untuk penyakit ini. Data dari China menyatakan bahwa demam
merupakan tanda yang paling sering, dengan 83% dari 99 pasien dengan usia
rerata 55 tahun (15% diatas 70 tahun) menunjukkan demam.
Namun, demam dapat menjadi tanda yang tidak terlalu sensitif pada lansia,
karena seringkali tidak ditemukan bahkan pada infeksi serius. Kurangnya data
spesifik dari epidemik COVID-19 yang berkembang, influenza, virus respiratorik
lainnya dengan mortalitas yang signifikan pada lansia, juga menunjukkan
sensitivitas demam pada lansia. Satu studi di IGD menunjukkan bahwa hanya
32% pasien di atas 60 tahun dengan influenza memiliki suhu triase > 100oF. Suhu
dapat menjadi kurang sensitif pada lansia yang lebih lemah, yang tinggal di panti
jompo, yang memiliki resiko tinggi dari infeksi.
Infectious Disease Society of America merekomendasikan perubahan
definisi demam untuk lansia yaitu :
 Suhu oral sekali pengukuran di atas 100oF, atau
 Suhu oral dua kali pengukuran di atas 99oF, atau
 Peningkatan suhu 2oF di atas suhu basal.
Kotak 2: Pasien Skenario 2
Seorang pria berusia 86 tahun dirujuk dari fasilitas perawatan terlatih (SNF)
dengan riwayat batuk dua hari dan sesak napas yang progresif. PMH signifikan
untuk PPOK, atrial fibrilasi, dan demensia (non-ambulatorik, orientasi baik
mengenai orang dan waktu, dua orang membantu untuk ADL). EMS
menginformasikan bahwa terdapat “sejumlah” pasien dengan gejala ISPA pada
fasilitas. IGD menahan pasien ICU dalam waktu rata-rata 20 jam.
Riwayat Tambahan: Tidak terdapat kasus COVID-19 di daerah anda.
Terdapat tiga kasus pada daerah sekitar. Anak perempuan pasien sedang dalam
perjalanan ke IGD. Formulir POLST menunjukkan “DNR; terapkan semua
tindakan lain.”
Evaluasi: Terbangun, sadar, usaha pernapasan yang meningkat secara moderat.
Suhu 100oF (timpani), RR 27, Pox 87% RA, HR 108, TD 102/62. Pergerakan
udara baik, wheezing difus. Pasien seringkali melepaskan facemask yang
dipasang oleh EMS.
 Apakah intervensi COPD standar berubah dengan COVID-19?
Haruskah pasien diintubasi bila status pernapasannya menurun?
 Haruskah “sejumlah” pasien lain dari fasilitas datang ke IGD?
 Bila keadaan pasien membaik, atau anaknya meminta, dapatkah SNF
menerima pasien kembali tanpa tes COVID-19 negatif?
Kriteria Pemeriksaan & Keadaan Unik untuk Lansia
Saat ini pemeriksaan COVID-19 terbatas, dan beberapa pedoman dengan
lokasi yang beragam muncul. Pembatasan siapa yang dapat diuji akan berkurang
dengan meningkatnya ketersediaan tes. Pada 16 Maret 2020, CDC
merekomendasikan pengujian COVID-19 diprioritaskan untuk orang dewasa yang
lebih tua, orang dengan kondisi medis kronis, dan pasien imunosupresi. Dalam
praktiknya, ini berarti bahwa lansia dengan gejala demam dan/atau gejala
pernapasan yang dites negatif untuk influenza harus dipertimbangkan untuk
pengujian COVID-19 prioritas. Jika individu tersebut memiliki tanda-tanda vital
yang stabil dan tidak ada, atau hanya memiliki gejala klinis yang ringan,
sebaiknya uji di lokasi selain UGD jika memungkinkan. Bahkan ketika pengujian
menjadi lebih tersedia, lansia sebaiknya mendapatkan akses preferensi. Mengikuti
protokol CDC.
Forward Triage & Penentuan untuk Rujuk ke IGD
Forward triage merupakan penyortiran EMS dari kehidupan senior (panti
jompo, fasilitas hidup yang dibantu, komunitas hidup mandiri) dan lansia yang
tinggal di rumah. Triase ini penting untuk mengoptimalkan sumber daya darurat
dan rawat inap selagi meminimalisir resiko bahaya pada pasien. Keputusan untuk
merujuk pasien lansia dari perawatan berbasis fasilitas seringkali beragam dan
spesifik. Untuk membatasi permintaan yang dapat membanjiri IGD, keputusan
rujukan dapat diadaptasi berdasarkan beban penyakit komorbid atau kelemahan
pasien. Idealnya, protokol rujukan yang telah ada sebelumnya dapat ditambahkan
secara kooperatif oleh rumah sakit, IGD, EMS, pejabat kesehatan masyarakat, dan
fasilitas dan agensi rujukan untuk mengatasi masalah spesifik COVID-19.
Keputusan dapat berubah berdasarkan aktivitas penyakit, dan kapasitas diagnostik
dan perawatan rumah sakit dan masyarakat.
Sumber daya untuk forward triage berbasis masyarakat bervariasi
berdasarkan wilayah, dan dapat mencakup telekesehatan, paramedis komunitas,
layanan primer berbasis rumah, perawatan kesehatan di rumah, dan tatalaksana
perawatan kompleks berbasis fasilitas.
Lansia hanya membutuhkan pemeriksaan COVID-19 dan influenza, atau
mereka dengan kebutuhan medis akut yang kurang sebaiknya dirujuk untuk lokasi
pemeriksaan atau lokasi medis di luar IGD. Orang-orang yang hanya mengalami
gejala ringan dapat dipantau/dimonitor oleh pengasuh tempat mereka tinggal,
dengan tindak lanjut melalui telepon untuk mendukung perubahan kondisi.
Namun, seluruh pasien yang beresiko COVID-19 sebaiknya diisolasi dengan baik
dari lansia yang rentan lainnya.
Perubahan berlandaskan sistem yang penting & Dampak
Membawa pasien lansia ke atau dari tempat perawatan penting dalam
tatalaksana pada mereka yang sangat rentan di masyarakat. Perawatan dari IGD
dapat menjadi tertunda oleh karena kemampuan fasilitas perawatan untuk
menerima rujukan balik pasien mereka. Pada 12 Maret 2020, CMS
mengesampingkan pembatasan penting untuk akses panti jumpo dan fasilitas
perawatan terampil yang disebut “aturan 3 hari”. Peraturan CMS ini
membutuhkan 3 hari rawat inap pasien agar memenuhi syarat pembayaran CMS
dari biaya masuk hingga rehabilitasi SNF. Longgranya peraturan serta pengabaian
ini sekarang memungkinkan rujukan langsung lansia yang stabil ke SNF dari IGD.
Dampak kemampuan rujukan baru ini untuk membebaskan baik sumber daya IGD
maupun rawat inap sangat jelas dan dapat mengurangi beban pasien stabil yang
hanya membutuhkan perawatan terampil.
SNF mungkin memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengisolasi
pasien yang dicurigai menderita infeksi COVID-19 karena banyak yang memiliki
kamar pribadi yang terbatas. Perencanaan proaktif antara rumah sakit dan daerah
SNF di sekitar sumber daya dan kapasitas pengendalian infeksi adalah prioritas
tinggi selama wabah ini. Pedoman telah disediakan oleh CDC, CMS dan asosiasi
dagang untuk mengurangi risiko penularan.
Pelatihan pekerja SNF dan NH dengan teknik yang tepat merupakan hal
yang terpenting. Instruksi untuk penerapan tindakan pencegahan isolasi/kontak
dapat ditemukan di: https://www.cdc.gov/hai/containment/PPE-Nursing-
Homes.html. Lihat lampiran 1 untuk sumber daya berbasis sistem tambahan.
Kebutuhan unik Lansia yang tinggal di fasilitas hidup senior
Lansia yang tinggal di fasilitas hidup senior memiliki resiko mortalitas
oleh karena COVID-19 yang tertinggi, melihat komorbid dan paparan yang
disebabkan karena pengaturan kongregasi mereka. Dari 120 penduduk di
LifeCare Center di Kirkland, WA, 63 dinyatakan positif COVID-19; 13
meninggal di rumah sakit dengan COVID-19 terkonfirmasi dan 11 meninggal di
pusat tanpa hasil tes postmortem. Lebih dari empat lusin anggota staf juga
terinfeksi. Karena interaksi interpersonal yang erat di antara penghuni, dan antara
penghuni dan anggota staf, tim dalam pengaturan hidup ini harus memeriksa situs
web CDC dan Departemen Kesehatan Masyarakat untuk mendapatkan petunjuk
terbaru tentang batasan penularan.
Fasilitas hidup dibantu dan SNF di seluruh negeri telah membatasi akses
ke fasilitas mereka untuk keluarga dan teman, serta vendor. Fasilitas membatasi
kegiatan, serta makan bersama dan mengurangi jumlah staf individu yang bekerja
sama dengan pasien, jika memungkinkan. Sebagai catatan, fasilitas hidup
berbantuan memberikan tingkat perawatan yang lebih rendah daripada SNF.
Sementara sebagian besar SNF dapat menyediakan oksigen, obat-obatan IV, dan
perawatan nebulizer, fasilitas hidup yang dibantu memiliki staf perawat yang jauh
lebih sedikit, kehadiran dokter dan penurunan kemampuan untuk memberikan
perawatan medis.

Telekesehatan & Dampak Perawatan


Telekesehatan menjadi lebih penting dari sebelumnya selama pandemi
COVID-19. Memanfaatkan telekesehatan dapat membuat pasien lebih aman
dengan meminimalisir paparan infeksi. Telekesehatan dapat berfungsi untuk
membuat triase pasien ke tempat perawatan dan pengujian terbaik, menghindari
ED saat dibutuhkan. Akhirnya, telekesehatan juga dapat memberikan perawatan
untuk janji medis rutin tertentu.
Telekesehatan dalam model hidup senior ada dan menunjukkan hasil yang
menjanjikan. Shah dan rekannya menggambarkan model telekesehatan di mana
pekerja kesehatan jangka panjang, dalam kemitraan dengan dokter darurat,
memberikan penilaian dasar tentang perubahan kondisi orang dewasa yang rentan.
Sistem lain seperti Avera Health dan Dartmouth Hitchock memiliki sistem
telekesehatan canggih yang menyediakan perawatan akut jarak jauh. Yayasan
Kesehatan Barat memiliki keahlian yang cukup besar dalam telekesehatan.
Penyebaran telekesehatan telah dibatasi oleh kurangnya cakupan Medicare
yang konsisten; namun, pengurangan peraturan CMS selama krisis COVID-19
akan meningkatkan opsi telekesehatan yang tersedia dengan cepat. Semua sistem
layanan kesehatan harus secara aktif menerapkan sistem telekesehatan karena
telekesehatan jelas merupakan komponen yang berguna dari strategi untuk
memerangi penyebaran COVID-19.
The Center for Medicare melaporkan 17 Maret bahwa ia akan segera
memperluas cakupan untuk telemedicine nasional untuk membantu manula
dengan masalah kesehatan tetap di rumah untuk menghindari infeksi COVID-19.
Pilihan baru ini akan membantu jutaan lansia untuk mengatasi masalah medis
yang tengah berlangsung serta kekhawatiran baru, sementara mengindahkan
perintah kesehatan masyarakat untuk tetap di rumah selama wabah.
Persiapan Keterbatasan Sumber Daya
Seluruh usaha sebaiknya dilakukan untuk membatasi penyebaran pada
pasien. Penyebaran yang cepat akan membuat keterbatasan sumber daya yang
akut. IGD yang terlalu ramai meningkatkan resiko penyebaran virus. Rencana
untuk memisahkan pasien dengan penyakit pernapasan dari yang lainnya
sebaiknya dilaksanakan segera. Triase yang tidak memerlukan evaluasi darurat
harus dilaksanakan sedapat mungkin. Kemungkinan pembentukan unit COVID-
19, pemulangan cepat dari pasien non-COVID yang sembuh, serta penundaan
operasi elektif semua dapat berguna dalam mengurangi kepadatan IGD dan
membatasi penyebaran virus.
Semua upaya harus dilakukan untuk membatasi penyebaran pada penyedia
jasa. Kurangnya alat pelindung diri (APD) telah dilaporkan di banyak rumah
sakit. APD meliputi masker bedah, masker pernapasan N95, kacamata, pelindung
wajah, sarung tangan, dan gaun. Dokter darurat berada di garis depan kontak
pasien awal dan perawatan selama bencana wabah. American College of
Emergency Physicians telah melaporkan dua dokter darurat sekarang dalam
perawatan intensif dengan penyakit COVID-19. Masyarakat tidak mampu
kehilangan perawatan penting dari mereka yang berada di garis depan. Oleh
karena itu, sangat penting bagi kita semua untuk mempraktikkan penggunaan
APD secara hati-hati dengan penggunaan dan pengosongan peralatan yang benar
dan mengambil tindakan perawatan diri yang diperlukan untuk kesehatan terutama
selama masa bencana.
Keterbatasan fasilitas dan peralatan saat ini dan di masa mendatang harus
segera diatasi. Banyak negara dengan COVID-19 aktif mengalami kekurangan
ventilator dan ICU atau tempat tidur rawat inap. Mengingat data saat ini tentang
tingkat keparahan penyakit pada orang dewasa yang lebih tua, kekurangan ini
secara tidak proporsional akan mempengaruhi orang dewasa yang lebih tua.
Penyedia UGD membuat keputusan sulit mengenai intervensi dan
penerimaan yang mempertahankan nyawa, termasuk pasien mana yang harus, atau
tidak boleh diintubasi. Mengantisipasi pilihan-pilihan spesifik ini akan membantu
kita mempersiapkan diri untuk keputusan-keputusan sulit ini. Mengarahkan
arahan lanjutan lebih awal akan memfasilitasi pengambilan keputusan akhir.
Semua IGD harus memiliki rencana di awal untuk menghadapi situasi sumber
daya rendah dan rencana darurat harus mencakup perspektif dari UGD, ICU,
administrasi, fasilitas rujukan, perawatan paliatif, rumah sakit, dan etika medis
untuk mengalokasikan sumber daya yang langka secara terbaik.
Tatalaksana Pengobatan
Akses untuk pemberian pengobatan sangat penting. Lansia di masyarakat
mungkin mengalami kesulitan medikasi yang perlu setelah keluar dari rumah
sakit. Beberapa IGD memiliki sumber daya untuk memberikan pengobatan secara
langsung ke pasien, yang mana tidak hanya meningkatkan akses namun juga
mengurangi penyebaran dengan mengeliminasi kunjungan ke apotek. Beberapa
apotek menawarkan pengantaran ke rumah. Pengasuh sebaiknya diinstruksikan
untuk meninjau pengobatan pasien untuk memastikan suplai yang adekuat.
Beberapa organisasi merekomendasikan memberikan obat tambahan untuk situasi
karantina. Suplai 30-hari tipikal dan seringkali ditanggung oleh asuransi. Namun,
orang dengan akses yang sulit sebaiknya mempertimbangkan meminta dokter
untuk meresepkan obat untuk suplai 90-hari. “quantity limit exception insurance
form” dapat membantu pasien melakukan pengisian ulang lebih awal. Formulir
MediCare tersebut dapat ditemukan di https://www.express-
scripts.com/art/medicare16/pdf/CoverageReviewFaxForm.pdf. Untungnya,
banyak rencana telah membantu pengecualian ini untuk COVID-19 National State
of Emergency.
Obat bebas juga penting khususnya yang digunakan untuk pengendalian
gejala virus dan demam. Mohon untuk pastikan Acetaminophen yang adekuat
tersedia untuk kontrol demam.
Dampak Kesehatan Perilaku
Semua orang mungkin merasa cemas ketika mereka mendengar laporan
berita berulang tentang pandemi COVID-19 dan berurusan dengan keadaan yang
berubah dengan cepat. Hingga 30% lansia memiliki gangguan kognitif yang
berkaitan dengan usia. Situasi yang berkembang cepat lebih sulit dinavigasi untuk
lansia ini.
Tidur dan pemeliharaan ritme sirkadian sangat penting untuk fungsi
kekebalan tubuh. Kurang tidur mempengaruhi berbagai komponen sistem imun,
seperti persentase CD4 + dan CD8 +, subpopulasi, dan tingkat sitokin. Salah satu
rekomendasi paling sederhana yang dapat kita buat untuk lansia untuk membantu
mencegah penularan penyakit dan mengurangi kecemasan adalah tidur dengan
nyenyak. Penyedia layanan kesehatan juga didorong untuk melindungi tidur
mereka sendiri selama masa yang penuh tekanan ini.
Pasien yang cemas sering tidak menjangkau penyedia layanan kesehatan
mereka. Penting untuk mengarahkan panggilan semacam itu dengan tepat.
Pastikan bahwa arah yang jelas dan mudah diakses tersedia. Check-in keluarga
dan pengasuh untuk pasien yang rentan dan memiliki keterbatasan kognitif sangat
penting karena ini memberikan informasi dasar untuk pengambilan keputusan
klinis yang jika tidak ada dapat menyebabkan pemberian terapi yang berlebihan.
Dampak Isolasi Sosial
Isolasi sosial dan laporan-laporan berita yang menimbulkan kegelisahan
dapat berdampak buruk pada lansia dan mitra perawatan mereka. Banyak
mengalami isolasi pada awal, karena pelembagaan, dan gangguan fungsi dan
kognitif, dan dengan demikian menghadapi kesepian dan kecemasan. Kurangnya
kunjungan dari keluarga dapat membatasi bagian paling bermakna dalam
kehidupan lansia. Kurangnya interaksi reguler dapat menurunkan kemampuan
pengasuh untuk memahami perubahan dalam kognitif dan fungsi. Selain itu,
isolasi dapat membatasi akses yang diperlukan ke makanan dan obat-obatan, dan
menyebabkan jatuh yang tidak disadari atau penurunan kesehatan. Jika
memungkinkan, panggilan telepon biasa atau konferensi video dengan pengasuh
dapat sangat membantu. Selain itu, kita semua harus menghubungi melalui
telepon atau video, kepada orang tua di lingkungan kita, dan mendorong orang
lain untuk melakukan hal yang sama.
Tabel 1: Poin-Poin
1. Pasien lansia, terutama mereka yang memiliki beberapa penyakit
komorbid, memiliki tingkat kematian tertinggi dengan COVID-19 dengan
kasus kematian di China untuk pasien di atas 80 tahun sebesar 21,9%.
2. Sistem perawatan kesehatan dan penyedia layanan kesehatan masyarakat
harus memiliki alternatif yang dapat diakses dengan cepat untuk pengujian
COVID-19 selain dari IGD. Peluang untuk memperluas dan memanfaatkan
layanan telekesehatan dalam evaluasi pasien akan membatasi risiko
pajanan dan menyebar ke mereka yang paling rentan, dan mengurangi
kepadatan penduduk.
3. Pedoman Center for Disease Control (CDC) saat ini, lansia dengan gejala
(demam, batuk) dan orang-orang dengan kondisi medis kronis atau yang
imunosupresi harus memiliki ambang batas rendah untuk pengujian
COVID-19. Tes untuk influenza terlebih dahulu.
4. Selama kekurangan alat uji dan reagennya, kriteria harus dipatuhi untuk
memastikan mereka yang berisiko paling pertama menerima tes.
5. Centers for Medicare and Medicaid Services (CMS) telah menentukan
tindakan darurat untuk mempercepat evaluasi dan disposisi orang dewasa
yang lebih tua. Ini termasuk memperluas ketersediaan telekesehatan dan
mengesampingkan aturan rumah sakit tiga hari sebelum penempatan SNF.
6. Karena risiko penyebaran COVID-19 tinggi di UGD dan sumber daya
mungkin menjadi terbatas, protokol harus mengarahkan pasien dengan
baik ke alternatif lain, termasuk pengujian drive-through dan penilaian
telekesehatan. Sumber daya UGD harus dicadangkan untuk lansia yang
sakit kritis dan lansia kritis yang lemah, memiliki beberapa penyakit
komorbid, dan / atau gangguan fungsi yang signifikan yang mungkin
memerlukan perhatian medis yang lebih besar yang tidak dapat ditangani
pada alternatif.
7. Sebisa mungkin, tempatkan pasien lansia dengan gejala non-pernafasan di
bagian atau zona yang terpisah dari UGD, jauh dari mereka yang diduga
infeksi saluran pernapasan. Ini akan mengurangi risiko pajanan terhadap
kemungkinan COVID-19.
8. Dengan penggunaan masker di UGD dan pengaturan perawatan kesehatan
(baik oleh pasien dan dokter), pastikan untuk berkomunikasi secara
perlahan dan jelas bagi mereka yang memiliki keterbatasan sensorik atau
kognitif. Pasien tidak lagi dapat membaca bibir dan dokter dan pengasuh
yang memakai masker mungkin membingungkan bagi mereka yang
mengalami dementia dan gangguan kognitif lainnya.
9. Tanyakan pasien dan perawat tentang harapan dan tujuan perawatan
mereka di awal evaluasi. Sekarang adalah waktu untuk bertanya dan
mendokumentasikan arahan lanjut pasien dan keinginan dalam persiapan
untuk penyakit parah atau kritis.
10. Karena pemeriksaan diikuti oleh rekomendasi untuk karantina atau isolasi,
penyedia UGD harus bekerja dengan Area Agency of Aging (AAA) dan /
atau Department of Public Health (DPH) untuk menyediakan sumber daya
masyarakat untuk bahan makanan dan obat-obatan yang dikirim ke rumah.
Ketika tersedia, bantuan pekerja sosial untuk kasus-kasus ini akan sangat
membantu dan rumah sakit harus meningkatkan ketersediaan pekerja sosial
di UGD jika memungkinkan.
11. UGD dan administrasi rumah sakit harus membuat protokol dengan
merujuk rumah tinggal dan panti jompo serta pusat kehidupan senior untuk
transfer, standar komunikasi, dan rencana khusus apakah penghuni dengan
gejala ISPA dapat diterima kembali ke fasilitas mereka dengan atau tanpa
tes COVID-19. Pasien COVID-19 yang stabil tidak perlu dirawat di rumah
sakit.
12. Protokol harus diterapkan bagi paramedis untuk memindahkan pasien dari
komunitas atau fasilitas ke lokasi yang paling tepat untuk perawatan atau
pemeriksaan tergantung pada ketajaman pasien dan kebutuhan untuk
pemeriksaan.
13. Berikan dukungan interpersonal kepada pasien yang lebih tua dan
pengasuh yang berisiko khusus untuk kecemasan dan kesepian selama
quarentine. Ini termasuk rujukan ke komunitas online yang mendorong
koneksi komunitas.
14. Selama kunjungan UGD yang sibuk, lanjutkan untuk menyelesaikan
riwayat klinis dan pemeriksaan mereka yang memiliki kebutuhan paling
kompleks, dengan melibatkan staf multidisiplin (Farmasi, pekerja sosial)
sesuai kebutuhan.
15. Periksa CDC, Departemen Kesehatan Masyarakat setempat (DPH) dan /
atau situs web AAA SETIAP HARI untuk pembaruan - situasinya berubah
dengan cepat.
Perawatan untuk Mereka yang Tinggal di Rumah
Lansia mungkin memiliki pembantu perawatan di rumah, terapis, atau
profesional lain yang datang ke rumah mereka. Penyedia gawat darurat mungkin
memiliki kesempatan pertama atau satu-satunya untuk mendidik personel
pendukung tentang tindakan pencegahan infeksi. Panduan yang jelas harus
diberikan kepada agen perawatan & kesehatan di rumah. Mungkin bermanfaat
untuk merujuk ke situs web disiplin khusus untuk pengarahan. Penyedia layanan
kesehatan ini juga harus melindungi diri dan paten mereka dari paparan COVID-
19.
Perawatan untuk Pasien dengan Alzheimer
Lansia dengan gangguan kognitif akan menimbulkan kebutuhan khusus
selama isolasi. Banyak pendukung perawatan pasien demensia seperti keluarga
atau mitra perawatan, pengasuh terlatih, pengunjung sukarelawan mungkin
menjadi terbatas oleh karena penyakit atau kekhawatiran terhadap penyebaran
penyakit. Pengasuh atau tenaga medis harus memahami bahwa penggunaan alat
pelindung diri mereka mungkin membingungkan bagi penderita demensia.
Selanjutnya, seperti yang diilustrasikan dalam sketsa kedua, mungkin sulit untuk
menjaga masker wajah atau oksigen pada pasien yang tidak dapat memahami
situasinya. Dorongan yang sering akan penting untuk mengingatkan pasien dan
perawat tentang praktik higienis baik di UGD dan pengaturan perawatan di
rumah. Periksa bersama pengasuh untuk rencana alternatif untuk manajemen
perawatan jika pengasuh utama harus menjadi sakit. UGD harus membahas
risiko / manfaat dari memungkinkan pengasuh bersama orang dewasa yang lebih
tua dengan gangguan kognitif dan mempertimbangkan apakah akan membatasi
pengunjung untuk tujuan penahanan.
The Alzheimer’s Association memiliki Saluran Bantuan 24/7/365 untuk
mitra perawatan dan profesional kesehatan, dan cabang lokal yang dapat
memberikan dukungan dan sumber daya tambahan.
Masalah Transisi Perawatan
Lansia sangat rentan terhadap efek samping selama transisi perawatan
(berubah dari satu lokasi atau satu set penyedia perawatan ke yang lain). Ini
mungkin termasuk efek samping obat yang merugikan atau kesalahan pengobatan,
jatuh, penelantaran atau kekerasan pada lansia, ulkus dekubitus, dehidrasi. Risiko
dehidrasi dan delirium meningkat dengan infeksi seperti COVID-19. Protokol
harus mencakup pedoman khusus tentang transisi perawatan. Penggunaan daftar
periksa dan warm hand-offs, menghubungi tempat perawatan berikutnya untuk
memastikan transisi yang terkoordinasi, akan membantu memastikan langkah-
langkah penting diikuti secara konsisten.
Kebutuhan Pengasuh Keluarga
Lansia dapat memiliki anggota keluarga, pengasuh yang dibayar maupun
yang tidak, yang merupakan teman, tetangga, atau lainnya di komunitas yang
menyediakan pelayanan. Terdapat kekhawatiran mengenai COVID-19, dan
pengasuh membutuhkan kepastian dan informasi sehingga mereka tahu langkah
apa yang harus mereka ambil untuk melindungi diri mereka sendiri dan pasien.
Mereka juga perlu mengetahui siapa yang harus dihubungi atau email untuk
arahan lebih lanjut. Bahan tulisan sederhana 1 halaman yang mudah dimengerti
dapat dikembangkan dan didistribusikan ke mitra perawatan oleh UGD, fasilitas
keperawatan dan lembaga perawatan di rumah. Lihat pada Lampiran 2.
Lansia di Layanan Kesehatan
Banyak dokter dan perawat sendiri merupakan lansia dan karenanya
berisiko tinggi selama pandemi ini. Mereka yang memiliki masalah dengan
kesehatan mereka harus diundang untuk “memanfaatkan” agar rekan mereka yang
lebih muda dapat memberikan perawatan pasien langsung atau harus
mempertimbangkan menggunakan strategi telekesehatan untuk memberikan
perawatan pasien. Penutupan sekolah di sebagian besar negara bagian, akan
menyaring kebutuhan pengasuhan anak dan membatasi ketersediaan staf layanan
kesehatan. Administrasi keperawatan mungkin perlu mempertimbangkan jam
kepegawaian yang fleksibel untuk mengisi lowongan. Petugas kesehatan yang
memiliki gejala COVID-19 (demam, batuk, sesak napas) harus tetap di rumah.
Profesional kesehatan harus diarahkan ke sumber daya terbaru dan andal untuk
pengujian dan informasi COVID-19. Juga, lihat Tabel 1 dan Lampiran 3.

Keselamatan Pasien
Pasien yang lebih tua yang dikirim ke UGD, bukannya dikirim ke tempat
pemeriksaan alternatif, akan menempatkan pasien pada risiko pajanan dan
berpotensi menambah sumber daya UGD yang terbatas. Baca CDC terbaru yang
sesuai mengenai kriteria pemeriksaan dan ketahui protokol pemeriksaan. Aspek
luar biasa dari seri kasus dari Tiongkok adalah penularan terkait nosokomial
diantara 41% kasus. Tingkat penularan yang tinggi ini terjadi pada pasien lain dan
pekerja rumah sakit.
Rekan Masyarakat
UGD adalah tempat penting untuk koordinasi perawatan. Dalam
mengantisipasi lonjakan pasien di UGD, administrator rumah sakit harus
mempertimbangkan banyak strategi simultan untuk menjaga aliran pasien aman
dan mengurangi kepadatan. Rumah sakit dapat berkolaborasi dengan sumber daya
rawat jalan seperti SNF daerah, homecare, penyedia perawatan primer, kantor
penuaan, EMS, dan pengaturan rumah sakit. Tujuannya adalah untuk membantu
transisi COVID-19 pada orang dewasa yang terkena dampak secara efisien dan
tepat waktu. Demikian pula, UGD harus mengoordinasikan transisi yang jelas dan
cepat ke unit rawat inap terutama unit perawatan intensif, dan obat pernapasan /
paru. Penggunaan sumber daya perawatan paliatif dapat meningkatkan koordinasi
perawatan dan penggunaan IGS secara optimal untuk mereka yang paling
membutuhkan. Memulai saluran panggilan 24 jam/7 hari antara UGD dan
administrator SNF individu akan memungkinkan perawatan terkoordinasi dan
pengambilan keputusan.

Pengobatan yang Muncul dan Eksperimental


Karena orang dewasa yang lebih tua kemungkinan besar muncul dengan
gejala yang parah atau kritis dan memerlukan perawatan kritis, penting untuk
mengetahui keterbatasan terapi saat ini dan memberi tahu penyedia perawatan
yang berkembang. Perawatan COVID-19 berevolusi setiap hari. Penyedia harus
memperbarui diri sepenuhnya pada saat menerapkan strategi perawatan apa pun.

Pasien parah datang dengan dispnea, takipnea> 30 / menit, saturasi < 90% dan >
50% dan muncul infiltrat paru dalam 1-2 hari. Pasien kritis datang dengan syok
septik mirip dengan sepsis dari penyebab apa pun, durasi median dari onset
penyakit ke dispnea adalah 8 hari dan untuk ventilasi mekanik adalah 10,5 hari.

Obat antivirus termasuk oseltamivir, ribavirin, lopinavir, dan ritonavir


telah dicoba. Remdisivir digunakan dalam satu kasus di Amerika Serikat dengan
hasil yang baik. Penelitian yang menggunakan kortikosteroid tidak menunjukkan
manfaat bertahan hidup dan mencatat keterlambatan dalam pembersihan virus.
Angiotensin Converting Enzyme-2 sangat penting untuk masuknya COVID-19 ke
dalam sel inang. Potensi terapi protein rekombinan ACE2 terlarut sedang dicoba.
Klorokuin fosfat telah menunjukkan kemanjuran pada pneumonia terkait COVID-
19 dalam studi klinis.

Kotak 3: Follow Up Pasien Skenario 1


P1 : Haruskah pasien dibawa ke IGD?
J : Saat ini, tidak perlu. Informasi tambahan seperti suhu cukup penting.
Pemantauan ketat pada pasien oleh keluarga juga penting. Kunjungan
telekesehatan akan sangat membantu untuk menentukan seberapa akun penyakit
pasien dan akan ditanggung oleh Medicare.
P2 : Perlukah pasien mendapatkan pemeriksaan COVID-19?
 Bila pasien menderita batuk dan demam, sebaiknya diperiksa influenza.
Bila negatif, pasien perlu pemeriksaan COVID-19. Idealnya, bila pasien
tidak sakit akut, pemeriksaan ini dapat dilakukan di luar UGD.
 Pastikan anda memantau website CDC secara konstan berhubung karena
pedoman pemeriksaan COVID-19 akan berkembang secara cepat.
P3 : Apakah terdapat alternatif lain untuk pemeriksaan dan tatalaksana pasien?
J : Sangat penting bahwa sistem pelayanan kesehatan anda serta rekan
kesehatan masyarakat bekerja sama untuk menentukan tempat alternatif lain
selain UGD untuk pemeriksaan rapid dan seluruh garda terdepan dan dokter
mengetahui informasi ini.
P4 : Sistem apa yang harus ditempatkan untuk perawatan pasien?
 Perawat 24/7 yang telah diberi seluruh informasi dan protokol
tatalaksana
 Telekesehaan untuk pemeriksaan tanpa memberi paparan pada pasien
terhadap resiko infeksi potensial.
 Sistem EMS yang ditekankan untuk merujuk pasien ke lokasi perawatan
yang tepat.
 Kerjasama dengan Area Agency on Aging Untuk mengantar dukungan
sosial yang mana pasien dan keluarga akan butuhkan selama masa yang
sulit ini.

Perbandingan dengan Epidemi yang Lalu serta Harapan Kedepan


Akhirnya, pandemi sebelumnya dari coronavirus lain seperti Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS) pada 2002, dan Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) pada tahun 2002 telah terjadi. Virus corona ini menyebar ke
seluruh populasi dalam mode yang serupa. Meskipun patogen ini masih aktif,
mereka mengganggu masyarakat hanya untuk waktu yang singkat dan sejak itu
menunjukkan dampak terbatas pada populasi manusia. Ini terlepas dari kenyataan
bahwa tidak ada vaksin komersial untuk MERS. Tingkat kematian untuk MERS
adalah> 35% dan SARS> 10% keduanya secara signifikan lebih tinggi daripada
tingkat kematian COVID-19 saat ini.
Kami berharap bahwa dengan tingkat perhatian saat ini dan menyusun
sumber daya perawatan kesehatan kami terhadap wabah ini, kami dapat
membatasi bahaya bagi semua pasien kami termasuk lansia yang paling rentan.
 
Kotak 4: Follow Up Pasien Skenario 2
P1 : Apakah intervensi COPD standar berubah dengan COVID-19? Haruskah
pasien diintubasi bila status pernapasannya menurun?
 Nebulizer dan BIPAP dianggap prosedur aerosolisasi yang dapat
meningkatkan resiko transmisi. Keputusan untuk menggunakan terapi
ini di UGD diinformasikan oleh kerjasama antara UGD, ICU, RT, dan
ketersediaan APD
 Keputusan untuk intubasi idealnya melibatkan diskusi dengan
putrinya/POA yang mencakup tujuan perawatan dan kemungkinan
manfaat
P2 : Haruskah “sejumlah” pasien lain dari fasilitas datang ke IGD?
 Pemindahan massal penghuni fasilitas dapat melebihi kapasitas UGD
dan menciptakan risiko yang tidak dapat diterima untuk lansia yang
lemah dan pasien lain.
 Keputusan untuk memindahkan satu pasien adalah hasil dari tujuan
perawatan, stabilitas klinis, kapasitas diagnostik dan perawatan fasilitas,
dan kapasitas rumah sakit. Penyedia UGD harus berpartisipasi dalam
diskusi dengan penyedia fasilitas untuk menginformasikan bahaya,
manfaat, dan alternatif untuk transfer UGD untuk lansia lemah.
P3 : Bila keadaan pasien membaik, atau anaknya meminta, dapatkah SNF
menerima pasien kembali tanpa tes COVID-19 negatif?
J : Kemampuan untuk menerima pasien tanpa tes COVID-19 negatif akan
beragam berdasarkan fasilitas dan dapat berkembang dengan pedoman
kesehatan masyarakat dan kapasitas staf dan tempat tidur. Administrasi Rumah
Sakit dan UGD harus menetapkan kriteria untuk pemindahan dan pengembalian
saat situasi berkembang, bekerja sama dengan SNF daerah.

Anda mungkin juga menyukai