Anda di halaman 1dari 5

BAHASA INDONESIA

Pola penggunaan insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di


poli penyakit dalam RSU Negara

By :

NAME: AHMAD BUCHORI


NIM : 21117006

Lecture :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin
ataupun keduanya. Tampilan klinis DM biasanya ringan dan tanpa gejala,
namun dalam perjalanannya dapat berkembang menjadi kronik progresif dan
menyebabkan komplikasi akut dan kronis.
Diabetes melitus tipe 2 menjadi permasalahan global karena angka
kejadiannya semakin bertambah. Menurut IDF atlas pada tahun 2015, terdapat
415 juta orang dewasa terdiagnosis diabetes, meningkat 4 kali lipat
dibandingkan tahun 1980an yaitu sekitar 108 juta orang. Tahun 2040
diperkirakan jumlah penderita DM di seluruh dunia akan meningkat menjadi
642 juta (Ogurtsova At. All, 2017). Prevalensi penderita diabetes pada usia
≥15 tahun di Provinsi Bali adalah sekitar 1,5% (Kemenkes RI, 2013).
Kabupaten Jembrana memiliki prevalensi tertinggi dari semua kabupaten di
Provinsi Bali yaitu sebesar 2,0 %. (Kemenkes RI, 2013)
Seiring dengan meningkatnya prevalensi DM, sangat penting untuk
meningkatkan kontrol glikemik agar dapat mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah krisis hiperglikemia, dapat berupa
Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (HHS)
dan hipoglikemia akibat pengobatan antidiabetika oral ataupun insulin.
Komplikasi kronis dapat mengenai sirkulasi mikrovaskular seperti retinopati,
nefropati, dan neuropati diabetik serta sirkulasi makrovaskular seperti
penyakit kardiovaskular, arteri perifer dan serebrovaskular. (Kemenkes RI,
2013)
Penelitian real world di Asia pada tahun 2011 menunjukkan bahwa banyak
pasien DM tipe 2 di Asia memiliki kontrol glikemik yang buruk (Tsai ST At.
All, 2011). Penatalaksanaan DM meliputi edukasi, terapi nutrisi medis, latihan
jasmani, dan terapi farmakologis. Terapi farmakologis diberikan bersama
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). (PB
PERKENI, 2015)
Menurut konsensus Perkeni tahun 2015, bila kadar glukosa darah tidak
bisa mencapai target kendali (A1C < 7%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan
1 obat oral lini pertama, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi
kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin. Pada keadaan tertentu dimana
pada awal datang kendali glikemik amat buruk (HbA1C ≥ 10,00% atau
glukosa darah sewaktu ≥300 mg/dL) dengan gejala metabolisme, maka terapi
insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola hidup dan
metformin. Selain itu insulin juga dapat langsung diberikan pada pasien DM
yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan). (PB PERKENI, 2015)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang merupakan garda terdepan dalam
pelayanan kesehatan. Pasien di fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan
kontrol glikemik buruk dengan penggunaan obat antidiabetik oral dan pasien
dengan kondisi khusus yang memerlukan terapi insulin harus dirujuk ke
Rumah Sakit rujukan untuk mendapatkan insulin (Akbar MF, 2017). Rumah
Sakit Umum Negara merupakan pusat rujukan bagi pasien – pasien diabetes
melitus di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki indikasi untuk
rawat inap, menggunakan insulin, maupun kombinasi insulin dan anti-
diabetika oral. Hingga saat ini belum ada data penelitian yang dilakukan
terkait profil tatalaksana farmakologis, khususnya insulin pada pasien DM tipe
2 di Kabupaten Jembrana. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin
mengetahui gambaran pola penggunaan terapi Insulin pada pasien DM tipe 2
di Poli Penyakit Dalam RSU Negara.

Identifikasi Masalah
Jadi, dari latar belakang diatas dapat disimpilkan identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang menyerang kerja
insulin.
2. Penderita diabetes mellitus dari tahun ketahun semakin meningkat di
dunia.
3. Pentingnya meningkatkan kontrol glikemik untuk mencegah komplikasi.
4. Pentingnya penatalaksanaan yang benar dalam kontrol glikemik yang
buruk.
5. Pemberian terapi insulin pada pasien DM yang memiliki gejala nyata
dalam intervensi sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “bagaimana gambaran pola
penggunaan terapi Insulin pada pasien DM tipe 2 di Poli Penyakit Dalam RSU
Negara”
Simpulan berdasarkan gambar

1. Keutamaan menjadi ibu dalam Islam ialah diberi keistimewaan oleh Allah
untuk memiliki rasa kasih sayang yang lebih, ibu tentu selalu mau berkorban
untuk anak yang disayanginya hingga mengorbankan dirinya sendiri, seperti
ibu rela lelah agar anaknya bisa digendong dan tidak kelelahan, terkadang ibu
pun rela tidak makan asal anaknya mendapat makanan. Karena berada
bersama sejak masa kecil, umumnya ibu menjadi sosok yang paling dekat
dengan anaknya. Hal tersebut kadang menjadikan sebuah ikatan batin atau
firasat yang tepat satu sama lain, ketika terjadi sesuatu dengan buah hati, ibu
umumnya akan memiliki firasat dalam hatinya, begitu juga sebaliknya ketika
terjadi sesuatu dengan ibunya sang anak pun merasa ada yang mengganjal.

2. ikatan antara ibu dan anak bisa mempengaruhi otak, jantung, serta
kesehatan tubuh secara keseluruhan. Peneliti di Washington University School
of Medicine menjelaskan bahwa kasih sayang ibu tidak hanya baik untuk
jantung dan jiwa, tapi juga nutrisi bagi otak anak. Kesehatan anak dan juga
prestasi akademisnya di sekolah dapat ditentukan oleh perhatian serta kasih
sayang ibu. Kasih sayang ibu yang diberikan pada anaknya membuat sel di
dalam otak yang berhubungan dengan kesenangan, penilaian, penalaran dan
perencanaan semakin berkembang. Orang-orang yang mendapatkan kasih
sayang ibu dengan besar dan penuh, berisiko lebih rendah terkena penyakit
sindrom metabolik seperti diabetes tipe 2.

3. Ibu ingin memberikan yang terbaik pada anaknya, termasuk jiwa dan
raganya. Salah satu wujud kasih sayang ibu pada anaknya adalah melalui
proses menyusui. anak yang mengonsumsi ASI hingga usia 2 tahun tumbuh
menjadi anak yang cerdas dan memiliki ikatan yang kuat dengan ibunya.

4. Ketika seorang anak terlahir, dia belum mengerti apapun. Ibu akan
memberikan pendidikan terbaik sesuai kapasitas dan kemampuannya. Ibu akan
memberikan ilmu apa saja, mulai dari melatih berbicara, melatih berjalan,
mengajari bagaimana cara makan dan minum, kemudian ketika sudah bisa dia
didik tentang etika dan sopan santun. Ibu juga akan memberi tahu bagaimana
meminta tolong saat butuh bantuan, bagaimana meminta maaf ketika anak
melakukan kesalahan, serta bagaimana mengucapkan terima kasih ketika anak
memperoleh bantuan atau hadiah dari orang lain. Ibu juga berperan sebagai
pembuka jiwa spiritual. Jika ibu taat dalam beragama, maka anak-anakpun
akan terdidik untuk taat dalam agamanya. Pendidikan akan lebih mudah
melalui contoh langsung.

Anda mungkin juga menyukai