Anda di halaman 1dari 3

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertahanan menilai ada kemungkinan tenaga kerja

asing di Indonesia menjadi ancaman nonmiliter bagi pertahanan negara sehingga harus selalu
diawasi.

"Kalau ini sudah tidak terkendali, sudah tidak ada kebijakan yang mengatur bagaimana aspek
ancaman terhadap pertahanan negara, ini bisa dijadikan ancaman baru dari sisi bukan militer," kata
Kepala Sub Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan,
Kolonel Infantri Sudi Prihatin, di Jakarta, Selasa.

Dia menjadi pembicara pada Seminar Nasional "Efek Domino Serbuan Tenaga Kerja Asing".

Dia mengatakan, jika dulu pemerintah Indonesia hanya menghadapi ancaman militer yang dihadapi
dengan senjata maka sekarang pemerintah menghadapi tantangan dalam pertahanan negara berupa
ancaman nonmiliter.

"Namun, ancaman yang sekarang ini sudah masuk ranah ancaman non militer, salah satunya
adalah contoh adalah flu burung, masalah terorisme, dan sebagainya," ujarnya.

Dia mengatakan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia tentunya harus didata dan
diperiksa dengan baik agar tidak menimbulkan ancaman pertahanan negara di kemudian hari.

"Kedatangan tenaga kerja asing yang banyak secara luar biasa, kita pasti ada kecurigaan dari sisi
keamanan," kata Prihatin.

Pewarta: Martha Simanjuntak

Editor: Ade P Marboen

COPYRIGHT © ANTARA 2016

Jakarta (ANTARA) - "Belakangan ini kita begitu abai terhadap ancaman-ancaman bagi
bangsa dari sisi nonmiliter," kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, di Jakarta, Sabut.

Menurut Pontjo Sutowo, dalam bedah buku 'Menggalang Ketahanan Nasional dengan
Paradigma Pancasila', "hendaknya diingat bahwa salah satu military blunder dalam sejarah perang
yang pemah terjadi adalah ‘menyiapkan diri untuk menghadapi perang masa lalu'. Tentu kita tidak
boleh mengulangi kesalahan fatal yang pernah terjadi tersebut,".

Ancaman terhadap bangsa tidak lagi seperti 75 tahun yang lalu yang hanya bersifat militer
saja, hari ini ancaman itu sudah berkembang dalam bentuk yang jauh lebih kompleks.

Penggunaan mesin perang, menurut dia tidak lagi sebatas kekuatan militer saja, tapi sudah
menggunakan berbagai kekuatan lainnya, seperti penggunaan politik, ekonomi, hukum legislasi,
budaya, investasi, narkoba, tenaga kerja bahkan genetika berupa bakteri dan virus.

Sayangnya bahaya nyata untuk bangsa tersebut, menurut Pontjo malah tidak dianggap
ancaman, dan terkesan abai, padahal bentuk-bentuk tersebut bergerak begitu cepat dan
memunculkan konsep peperangan model baru.

"Oleh karena itu kalau kita mencintai bangsa ini, maka harus betul-betul bersiap diri, tidak
boleh kita abai, kita lalai seolah negara ini akan ada selamanya, kita harus selalu bersiap karena
bangsa adalah amanah yang diberikan pada cucu, bukan warisan orang tua yang bisa dimanfaatkan
begitu saja," ucapnya
Untuk menghadapi ancaman model baru itu, menurut dia tidak lagi hanya menjadi beban militer
yakni TNI saja, namun peran utama sebenarnya dipegang oleh cendikiawan dan tokoh bangsa.

"Saya percaya cendekiawan punya peran penting, kalau kita lihat sejarah bangsa Indonesia
peperangan melawan kolonialisme barat selama ratusan tahun tidak dimenangkan oleh raja ataupun
oleh tentara-tentaranya, tapi karena peranan organisasi yang ide pokoknya cendikiawan," kata dia.

Kemudian, kesadaran untuk mencegah ancaman bangsa itu juga dibangun dari tokoh atau saat ini
lebih dikenal dengan elite bangsa, hal itu kata Pontjo karena yang mampu menggerakkan
masyarakat hanyalah para elite.

"Dulu pun yang meneriakkan merdeka atau mati saat penjajahan semuanya digerakkan oleh
para elite, hanya mereka yang mampu menggerakkan masyarakat yang sangat heterogen," ujarnya.

Baca juga: Aliansi Kebangsaan: Paradigma Pancasila galang ketahanan nasional

Pewarta: Boyke Ledy Watra

Editor: Chandra Hamdani Noor

COPYRIGHT © ANTARA 2020

Wamenhan Waspadai Ancaman Nonmiliter atas Kedaulatan RI Wamenhan Sakti Wahyu


Trenggono. (CNN Indonesia/ Feri Agus Setyawan)

Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono mengingatkan ancaman
kedaulatan negara di era abad 21 ini tak lagi sama dengan ancaman militer beberapa dekade ke
belakang.

Saat ini, kata Trenggono, ancaman kedaulatan negara telah memasuki era yang lebih
kompleks dan beragam.

"Kita melihat bagaimana ancaman radikalisme, terorisme, serangan siber, hingga wabah
penyakit dengan efek kematian secara masif sebagai hasil rekayasa senjata biologis, senjata kimia
yang bisa diciptakan sebagai senjata pemusnah massal. Bahkan kini, informasi dan data pun menjadi
bagian dari senjata yang bisa meruntuhkan kedaulatan suatu negara," kata Trenggono dalam siaran
pers yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (28/11).

Trenggono mengatakan esensi perang asimetris pun tengah terjadi saat ini. Hal tersebut,
sambungnya, ditandai lewat perang ekonomi, perang mata uang, perang teknologi, hingga perang
kebudayaan.

"Hingga penghancuran nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa, hal ini yang harus
diwaspadai," kata Trenggono.

Oleh karena itu menurut dia, sudah saatnya bangsa Indonesia mewaspadai dan sadar akan semua
ancaman kedaulatan tersebut.

Tak hanya itu, modernisasi alat utama sistem senjata pun harus dilakukan. Sudah seharusnya
ada transformasi dan kemajuan secara luar biasa dalam hal sistem persenjataan pertahanan, bahkan
di luar yang dibayangkan sebelumnya.

Selain itu, ia mengatakan pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara secara dini
harus mampu menghadapi ancaman baik militer, nonmiliter maupun ancaman hibrida.
"Hal ini penting agar kemampuan kita di dalam merancang sistem pertahanan negara, dan di
dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber daya strategis nasional untuk pertahanan negara
terus dapat kita tingkatkan," kata dia.

Dalam kesempatan itu, Trenggono juga sempat meminta agar seluruh jajaran Korpri
Kementerian Pertahanan mengikuti semua kebijakan yang disampaikan Menteri Pertahanan
Prabowo Subianto.

Hal ini berkaitan dengan instruksi Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata).
Sistem pertahanan Indonesia semesta ini kata Trenggono memang tak hanya melibatkan jajaran
Korpri Kemenhan, TNI, dan Polri saa.

Kekuatan pertahanan semesta Indonesia raya tersebut pun, sambung Trenggono, harus didukung
kemampuan penguasaan teknologi pertahanan, dan konsolidasi industri pertahanan, serta
penguatan penelitian dan teknologi.

"Sistem hankamrata memerlukan korps pegawai yang visioner, nasionalis, dan berjiwa patriotik,

Anda mungkin juga menyukai