Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
hidayah-Nya karena atas izin dan kuasa-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini berisi tentang analisis kepadatan lalu lintas berdasarkan
segmentasi citra menggunakan metode otsu. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada Ibu Nia Budiana,M.Pd selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia.
Tidak sedikit kendala dan kesulitan yang kami hadapi dalam penyusunan
makalah ini, namun berkat kerja keras dan motivasi darei segala pihak maka
segala permasalahan tersebut dapat teratasi. Dalam penyusunan makalah ini
kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekhilafan yang
tidak disengaja, sehingga saran dan kritik dari semua pihak sangat di butuhkan
guna perbaikan makalah ini menjadi lebih baik .
Akhir kata semoga Allah swt meridhoi  semua usaha kita  selama
dalam kebijakan dan makalah ini mampu memberikan manfaat bagi kemaslahatan
umum.

Malang, 17 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II DASAR TEORI..........................................................................................................3
2.1. Citra Digital.............................................................................................................3
2.2. Histogram Citra.......................................................................................................6
2.3. Thresholding...........................................................................................................8
2.4. Metode Otsu...........................................................................................................9
2.5. Morfologi..............................................................................................................10
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................................13
3.1. Cara Kerja dan Hitungan Manual.........................................................................13
3.1.1. Cara Kerja......................................................................................................13
3.1.2. Hitungan Manual...........................................................................................15
3.2. Flowchart dan Pseudocode..................................................................................16
3.2.1. Flowchart.......................................................................................................16
3.2.2. Pseudocode...................................................................................................18
3.3. Program................................................................................................................19
3.4. Hasil Program dan Pembahasan..........................................................................21
3.4.1. Hasil Program................................................................................................21
3.4.2. Pembahasan..................................................................................................23
3.4.3. Contoh Kasus.................................................................................................24
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................26

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode Otsu merupakan salah satu metode untuk melakukan operasi
thresholding. Dalam metode ini, nilai batas ambang diperoleh otomatis melalui
beberapa tahapan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menganalisis
diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua
atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan ini
memaksimumkan variabel tersebut agar apat membagi objek latar depan
(foreground) dan latar belakang (background ). Dengan menggunakan Metode
Otsu, hasil citra yang didapat membagi objek dengan latar belakang. Hasil citra
dengan metode tersebut dapat diaplikasikan dalam menganalisis kepadatan lalu
lintas di suatu wilayah. Dengan gambar(citra RGB) suatu wilayah, didapatkan
citra biner yang membagi antara objek (kendaraan) dengan latar belakang (jalan).
Dengan metode ini didapatkan citra biner untuk menganalisis kepadatan
lalu lintas di wilayah dalam citra tersebut, yaitu dengan menghitung luasan
gambar kendaraan dalam citra tersebut. Hasil kepadatan lalu lintas di wilayah
dalam citra tersebut merupakan faktor dalam penentuan waktu lampu lalu lintas
persimpangan di wilayah dalam citra. Dengan manajemen waktu lampu lalu lintas
berdasarkan kepadatan kendaraan di wilayah tersebut, diharapkan dapat
mengurangi kemacetan yang terjadi di wilayah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penggunaan metode otsu dalam menganalisis kepadatan lalu lintas
di suatu wilayah?
2. Bagaimana hasil analisis kepadatan lalu lintas di suatu wilayah dalam
menentukan durasi lampu lalu lintas di suatu persimpangan?

1
1.3 Tujuan
1.Mengetahui cara menganalisis kepadatan kendaraan di suatu wilayah
menggunakan metode otsu.
2. Mengetahui durasi lampu lintas di suatu persimpangan berdasarkan hasil
analisis kepadatan lalu lintas wilayah tersebut.

2
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Citra Digital


Citra atau image merupakan salah satu komponen multimedia yang
memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra dapat
juga diartikan sebagai suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.
Citra dibagi menjadi 2, yaitu citra analog dan citra digital. Citra analog merupakan
citra yang terbentuk dari fungsi kontinu intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi. Alat yang menghasilkan citra analog antara lain adalah pengelihatan
manusia dan kamera analog. Sedangkan citra digital terbentuk dari fungsi diskrit
intensitas cahaya dimana nilai intensitas cahayanya bergantung pada kedalaman
bit yang menyusunnya. Citra digital biasanya dihasilkan oleh kamera digital,
mikroskop digital, scanner, atau dapat juga dihasilkan dari proses digitalisasi citra
analog.
Citra digital dapat dituliskan sebagai matriks dengan ukuran N baris dan
M kolom. Perpotongan dari tiap baris dan kolom pada citra disebut dengan piksel
yang merupakan elemen terkecil dari suatu citra. Piksel mempunyai dua parameter
yaitu koordinat dan intensitas cahaya atau warna. Nilai yang terdapat pada
koordinat ( x , y ) adalah f (x , y ) yaitu nilai intensitas cahaya pada titik tersebut.
Sehingga citra digital dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut

f (0,0) f (0,1) … f (0 , M −2) f (0 , M −1)

[
f ( x , y )≈
f (1,0)

f (1,1)

f ( N −2,0) f (N −2,1)
f ( N −1,0) f (N−1,1)


f (1 , M −2)

f (1 , M −1)

… f ( N −2 , M −2) f ( N −2 , M −1)
… f (N −1 , M −2) f ( N −1 , M −1)
]
Citra digital merupakan citra yang dapat diolah menggunakan komputer.
Pengolahan tersebut misalnya perbaikan kualitas, transformasi, atau melakukan
pemilihan citra dengan ciri tertentu untuk tujuan analisis. Adapun macam citra
digital berdasarkan nilai warnanya, antara lain
1. Citra berwarna atau RGB

3
Pada setiap piksel citra RGB memiliki tiga komponen warna, yaitu
merah (R), hijau (G), dan biru (B). Setiap warna memiliki jangkauan nilai
sesuai dengan nilai bitnya. Misal sebuah citra delapan bit. Maka tiap piksel
memiliki ukuran 24 bit, yaitu delapan bit R, delapan bit G, dan delapan bit
B. Maka jangkauan nilai tiap warnanya yaitu 27 atau 128. Contoh citra
berwarna adalah sebagai berikut

2. Citra Warna Berindeks


Setiap piksel pada citra warna berindeks mempunyai nilai yang
tidak mewakili warna yang diberikan seperti pada citra RGB, akan tetapi
nilai tersebut mewakili sebuah indeks warna yang merepresentasi warna
tersebut tersiimpan pada peta warna. Contoh citra warna berindeks adalah
sebagai berikut

4
5
3. Citra Negatif atau Biner
Pada citra biner tiap pikselnya hanya bernilai nol atau satu saja.
Nilai nol mewakili warna hitam sedangkan satu mewakili warna putih.
Tiap piksel pada citra biner hanya berukuran satu bit, karena setiap
pikselnya hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu nol dan satu.
Berikut adalah contoh dari citra biner

4. Citra Skala Keabuan atau Grayscale


Citra grayscale merupakan citra dengan derajat keabuan yang
memiliki kemungkinan nilai antara hitam dan putih. Pada citra grayscale
hanya dibutuhkan satu nilai intensitas pada tiap pikselnya, sehingga
membentuk suatu citra grayscale dapat menggunakan perhitungan rata-rata
dari nilai pada masing-masing ruang warna di tiap pikselnya. Jangkauan
nilai dari tiap pikselnya bergantung pada nilai bit yang dimiliki citra
tersebut. Berikut merupakan contoh citra grayscale

6
2.2. Histogram Citra
Histogram merupakan salah satu bentuk penyajian data berkelompok yang
dibuat dalam diagram batang.Histogram juga dapat diartikan sebagai suatu fungsi
yang menyatakan jumlah kemunculan dari setiap nilai. Biasanya disajikan di atas
bidang kartesius dengan sumbu x mewakili rentang suatu kelas dan sumbu y
mewakili frekuensi atau sebaliknya. Contoh penyajian data dalam bentuk
histogram sebagai berikut

Histogram citra merupakan diagram yang menggambarkan distribusi


frekuensi nilai intensitas piksel pada suatu citra. Pada histogram citra sumbu
horizontal merupakan nilai dari intensitas piksel sedangkan sumbu vertikal
merupakan frekuensi atau jumlah piksel. Contoh dari histogram citra salah
satunya pada citra grayscale, seperti pada gambar berikut

7
Misalkan sebuah citra digital memiliki L derajat keabuan, maka nilai yang
mungkin pada setiap pikselnya adalah antara 0 sampai L−1. Secara matematis
histogram citra dapat dihitung dengan rumus
ni
hi = , i=0,1,2 ,… , L−1
n
dalam hal ini,
ni = jumlah piksel dengan derajat keabuan i.
n = jumlah seluruh piksel pada citra.
Untuk citra berwarna (RGB) histogram citra dibuat pada masing-masing
ruang warna (merah (R), Hijau (G), dan Biru (B)). Adapun contoh perhitungan
histogram, misalkan sebuah matriks citra berukuran 8×8 dengan derajat keabuan
dari 0 sampai 15 maka terdapat 16 buah derajat keabuan. Matriks tersebut
dituliskan sebagai berikut

3 7 7 8 10 12 14 10

[ ]
2 0 0 0 1 8 15 15
14 6 5 9 8 10 9 12
12 12 11 8 8 10 11 1
0 2 3 4 5 13 10 14
4 5 0 0 1 0 2 2
15 13 11 10 9 9 8 7
2 1 0 10 11 14 13 12

maka diperoleh perhitungan histogram


ni
i ni hi = (n = 64)
n
0 8 0,125
1 4 0,0625
2 5 0,078125
3 2 0,03125
4 2 0,03125
5 3 0,046875
6 1 0,015625
7 3 0.046875
8 6 0.09375
9 3 0.046875
10 7 0.109375
11 4 0.0625
12 5 0.078125
13 3 0.046875
14 4 0.0625

8
15 3 0.046875
Informasi yang dapat diperoleh dari histogram citra antara lain
1. Nilai hi , menyatakan peluang piksel dengan derajat keabuan i.
2. Puncak histogram menunjukkan intensitas piksel yang menonjol.
3. Lebar dari puncak menunjukkan rentang kontras dari gambar.
2.3. Thresholding
Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra digital dapat
dikelompokkan menjadi empat level komputasi yaitu level titik, lokal, global, dan
objek. Operasi pada level titik dinyatakan sebagai berikut
f B ( x , y )=O titik {f A ( x , y ) }
dimana f A adalah citra masukkan dan f B adalah citra keluaran. Operasi titik atau
pointwise hanya dilakukan di dalam citra pada piksel tunggal. Untuk melakukan
operasi ini terdapat beberapa langkah, antara lain
1. Mengakses piksel pada citra tertentu.
2. Melakukan modifikasi operasi linier atau nonlinier.
3. Menempatkan nilai piksel baru pada lokasi yang sesuai di citra baru.
Operasi pada level titik dibagi menjadi tiga macam, yaitu intensitas,
geometri, dan gabungan antara intensitas dengan geometri. Pada operasi titik, nilai
intensitas (u) suatu piksel diubah dengan transformasi (h) menjadi nilai intensitas
baru (v). Dapat dituliskan
v=h ( u ) u , v ∈[ 0 , L]
Salah satu operasi titik berdasarkan intensitas adalah operasi batas ambang
atau thresholding. Pada operasi ini, nilai piksel dipetakkan ke salah satu dari dua
nilai berdasarkan nilai ambang. Berikut formulasi rumus thresholding

f ( x , y ) = a1 , f (x , y)<T
'

{
a 2 , f (x , y )≥ T

Jika nilai a 1=0 dan a 2=1 maka transformasi ini akan menghasilkan citra
biner. Nilai T bergantung dari besar bit citra tersebut. Sebagai contoh, citra 8 bit
memiliki tingkat keabuan 28=256. Maka nilai batas ambang T yang digunakan
adalah setengah dari tingkat keabuannya, yaitu 128. Maka fungsi transformasinya

f ( x , y ) = 0 , f ( x , y)<128
sebagai berikut {
'

1 , f (x , y) ≥ 128

9
Rumus tersebut menyatakan jika nilai intensitas pada piksel kurang dari 128 maka
akan diubah menjadi 0 atau warna hitam, sedangkan untuk nilai intensitas lebih
dari sama dengan 128 akan diubah menjadi 1 atau warna putih.
2.4. Metode Otsu
Metode Otsu adalah salah satu metode untuk melakukan operasi
thresholding. Dalam metode ini, nilai batas ambang T diperoleh otomatis melalui
beberapa tahapan sehingga user tidak perlu memasukkannya. Pendekatan yang
dilakukan adalah dengan menganalisis diskriminan yaitu menentukan suatu
variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul
secara alami. Analisis diskriminan ini memaksimumkan variabel tersebut agar
apat membagi objek latar depan (foreground) dan latar belakang (background ).
Sebagai contoh, misalkan nilai ambang yang akan dicari dari suatu citra
adalah k. Nilai k berkisar antara 0 sampai L-1. Probabilitas setiap piksel pada
level ke-i dapat dinyatakan
ni
pi =
N
dengan
ni = jumlah piksel pada level ke-i dan N = jumlah seluruh piksel pada citra.
Langkah-langkah dalam metode otsu antara lain
1. Menentapkan banyak kelompok yang ada dalam gambar.
Asumsikan pada gambar terdapat dua kelompok, akan diperoleh
kelompok pertama dengan anggota nilai intensitas kurang dari sama
dengan nilai T dan kelompok kedua dengan anggota nilai intensitas lebih
dari nilai T .
2. Menghitung peluang berada di kelompok.
Menentukan peluang berada pada kelompok satu dengan rumus
t
q 1 ( t )=∑ p(i)
i=0

Menentukan peluang berada pada kelompok dua dengan rumus


max
q 2 ( t )= ∑ p(i)
i=t +1

dengan p merupakan probabilitas setiap piksel pada level ke-i.


3. Menentukan rata-rata dari masing-masing kelompok.

10
Menghitung rata-rata dari kelompok satu dengan rumus
t
i . p(i)
μ1 ( t )=∑
i=0 q 1 (t)
Menghitung rata-rata dari kelompok dua dengan rumus
max
i. p(i)
μ2 ( t ) = ∑
i=t +1 q2 (t )
4. Menghitung varians dari masing-masing kelompok.
Menghitung varians dari kelompok satu dengan rumus
t 2
2 [ i−μ1 ( t ) ]. p(i)
σ (t)=∑
1
i=0 q1 (t)
Menghitung varians dari kelompok dua dengan rumus
max 2
2 [ i−μ 2 ( t ) ] . p(i)
σ (t)= ∑
2
i=t +1 q 2( t)
5. Memilih nilai ambang yang meminimumkan varians
Menghitung jumlah varians grup tertimbang dengan rumus
σ W2 (t)=q1 ( t ) . σ 21 ( t ) +q 2 ( t ) . σ 22 ( t )
Menghitung untuk semua nilai t dan mencari nilai varians grup
mminumum.
min { σ 2W ( t ) ∨0 ≤t ≤ max }
6. Menggunakan nilai t yang diperoleh untuk melakukan normalisasi citra.

2.5. Morfologi
Morfologi merupakan alat untuk mengekstrak komponen citra yang
berguna untuk merepresentasikan dan mendeskripsikan bentuk region, seperti
boundaries, skeletons, dan convex hull. Morfologi juga digunakan untuk
pemrosesan dan paska-pemrosesan, seperti filtering, thinning, dan pruning.
Adapun dasar proses morfologi, diantaranya adalah

11
1. Dilasi
Dilasi adalah operasi morfologi yang akan menambahkan piksel
pada batas antar objek dalam suatu citra digital, seperti contoh pada
gambar berikut

2. Erosi
Erosi adalah operasi morfologi yang akan mengurangi piksel pada
batas antar objek dalam suatu citra digital, seperti contoh pada gambar
berikut

3. Opening
Opening merupakan kombinasi dari proses operasi erosi dan
dilanjutkan dengan dilasi. Operasi opening pada citra mempunyai efek
memperhalus batas-batas objek, memisahkan objek-objek yang
sebelumnya bergandengan, dan menghilangkan objek-objek yang lebih
kecil dari ukuran structuring.

4. Closing
Closing merupakan hasil kombinasi dari proses operasi dilasi yang
dilanjutkan dengan erosi. Closing akan menghasilkan citra yang lebih
halus, dengan cara menyambung pecahan-pecahan (fuses narrow breaks

12
and thin gulf), kemudian menghilangkan lubang kecil yang ada pada
objek.

13
BAB III

PEMBAHASAN
3.1. Cara Kerja dan Hitungan Manual
3.1.1. Cara Kerja
1. Memasukkan citra lalu lintas
2. Mengubah menjadi citra grayscale
a. Mencari rata-rata dari nilai intensitas pada masing-masing ruang
warna di tiap piksel citra
3. Mengubah menjadi citra biner
a. Menentukan nilai ambang atau T dengan menggunakan
metode otsu
b. Mengubah nilai yang lebih besar dari menjadi 1 atau berwarna
putih
c. Mengubah nilai yang lebih kecil dari T menjadi 0 atau
berwarna hitam
4. Membuat histogram dari citra biner
5. Menentukan rasio kepadatan lalu lintas dengan membagi luas
kendaraan dengan luas latar belakang
6. Menganalisis tingkat kepadatan lalu lintas berdasarkan rasio yang
diperoleh

14
Start

Citra lalu lintas

Mengubah menjadi citra


grayscale

Mengubah menjadi citra biner


menggunakan metode otsu

Hitung luas kendaraan Hitung luas latar


belakang

Menghitung rasio luas


kendaraan dan latar belakang

Menganalisis kepadatan lalu


lintas berdasarkan rasio

End

15
3.1.2. Hitungan Manual
Misalkan sebuah citra sebagai berikut:

0 3 0
0 2 1
1 1 1
Perhitungann metode otsu:
1. Akan dibuat dua grup citra. Kelompok pertama untuk nilai urang dari nilai
ambang dan kelompok kedua untuk nilai lebih dari nilai ambang.
2. Menentukan peluang tiap nilai.
3 1
P ( 0 )= P ( 2 )=
9 9
4 1
P ( 1 )= P ( 3 )=
9 9
3. Menghitung peluang berada di kelompok pertama (q 1) dan kedua (q 2).
3 6
q 1 ( 0 )= q 2 ( 0 )=
9 9
7 2
q 1 ( 1 )= q 2 ( 1 )=
9 9
8 1
q 1 ( 2 )= q 2 ( 2 )=
9 9
q 1 ( 3 ) =1 q 2 ( 3 ) =0
4. Menghitung rata-rata masing-masing kelompok μ1 dan μ2.
3
μ1 ( 0 )=0 μ2 ( 0 ) =
2
4 5
μ1 ( 1 ) = μ2 ( 1 )=
7 2
3
μ1 ( 2 )= μ2 ( 2 )=3
4
μ1 ( 3 )=1 μ2 ( 3 )=0

5. Menghitung varians dari masing-masing kelompok σ 12 dan σ 22.


7
σ 12 ( 0 ) =0 σ 22 ( 0 ) =
12
5
σ 12 ( 1 )=¿0,245 σ 22 ( 1 )=
8
σ 12 ( 2 )=3,824 σ 22 ( 2 )=0

16
8
σ 12 ( 3 )= σ 22 ( 3 )=0
9
6. Menghitung varians grup tertimbang dan mencari nilai minimumnya
σ 2w ( 0 )=0,388
σ 2w ( 1 )=0,33
σ 2w ( 2 )=3,4
σ 2w ( 3 ) =1,3
Diperoleh nilai minimu, dari varians yaitu σ 2w ( 1 )=0,33 yang merupakan
nilai varians untuk t=1 maka t yang digunakan adalah 1.
3.2. Flowchart dan Pseudocode
3.2.1. Flowchart

Start

Input citra A

X=rgb2gray(A)

Y=otsu(X)

Z=opening(Y)

Z1= Luas kendaraan

Z2= Luas background

r: Z1/Z2

17
A

if r ≥0 &&
r <0.25

Cetak “lenggang”

Else if r ≥0.25
&& r <0.5

Cetak “normal”

Else if r ≥0.5
&& r <0.75

Cetak “padat”

18
B

Else

Cetak “sangat padat”

End

3.2.2. Pseudocode
1. Start
2. Input citra A
3. X←rgb2gray(A)
4. Y←otsu(X)
a. Mencari peluang tiap-tiap nilai pada citra
b. Menghitung peluang dalam kelompok
c. Menghitung rata-rata masing-masing kelompok
d. Menghitung varians masing-masing kelompok
e. Memilih nilai ambang yang meminimumkan variansi
f. Menggunakan nilai ambang yang didapat untuk proses binerisasi citra
5. Menggunakan operasi morfologi opening
6. Menghitung luas kendaraan dan latar belakang
7. Menghitung rasio dari luas kendaraan dan luas latar belakang
8. Menentukan tingkat kepadatan lalu lintas berdasarkan rasio
a. If r ≥0 && r <0.25
1. Cetak “lenggang”
b. Else if r ≥0.25 && r <0.5
1. Cetak “normal”

19
c. Else if r ≥0.5 && r <0.75
1. Cetak “padat”
d. Else if
1. Cetak “sangat padat”
e. End if
f. End if
g. End if
h. End if
9. End
3.3. Program
Program pada pushbutton 1.
81. open=guidata(gcbo);
82. [FN
PN]=uigetfile({'*.jpg';'*.png';'*.bmp';'*.jpeg'},'
Select the Matlab Code File');
83. axes1.visible='on';
84. A=imread(FN);
85. handles.A=A;
86. guidata(hObject,handles);
87. axes(handles.axes1);
88. imshow(A);

Program pada pushbutton 2.


95. B=handles.A;
96. X=rgb2gray(B);
97. axes(handles.axes2);
98. handles.B=X;
99. guidata(hObject,handles);
100. imshow(X);

Program pada pushbutton 3.


107. Y=handles.B;
108. [br kl]=size(Y);
109. P=zeros(1,256);
110. for i=1:br
111. for j=1:kl
112. for k=0:255
113. if (Y(i,j)==k)
114. P(k+1)=P(k+1)+1;
115. end
116. end

20
117. end
118. endP=double(P)/(br*kl);
119. for t=0:255
120. if t==0
121. tmin=0;
122. qql=inf;
123. else
124. q1=10^-20;
125. for i=0:t
126. q1=q1+P(i+1);
127. end
128. q2=10^-20;
129. for i=t+1:255
130. q2=q2+P(i+1);
131. end
132. miu1=0;
133. for i=0:t
134. miu1=miu1+i*P(i+1)/q1;
135. end
136. miu2=0;
137. for i=t+1:255
138. miu2=miu2+i*P(i+1)/q2;
139. end
140. delta1=0;
141. for i=0:t
142. delta1=delta1+(i-miu1)^2*P(i+1)/q1;
143. end
144. delta2=0;
145. for i=t+1:255
146. delta2=delta2+(i-miu2)^2*P(i+1)/q2;
147. end
148. qq=q1*delta1+q2*delta2;
149. if (qql>qq)
150. qql=qq;
151. tmin=t;
152. end
153. end
154. end
155. end
156. tmin;
157. [br, kl]=size(Y);
158. for i=1:br
159. for j=1:kl
160. if Y(i,j)<tmin
161. Y(i,j)=0;
162. else
163. Y(i,j)=255;
164. end
165. end

21
166. end
167. se = strel('disk',5);
168. U=imopen(Y,se);
169. Z=imhist(U);
170. if Z(1,1)<=Z(256,1)
171. r=Z(1,1)/Z(256,1);
172. else
173. r=Z(256,1)/Z(1,1);
174. end
175. axes(handles.axes3);
176. imshow(U);
177. textLabel = sprintf('%d', Z(256,1));
178. set(handles.text8, 'String', textLabel);
179. textLabel = sprintf('%d', Z(1,1));
180. set(handles.text9, 'String', textLabel);
181. textLabel = sprintf('%6.5f', r);
182. set(handles.text7, 'String', textLabel);
183. if r>=0&&r<0.25
184. text=sprintf("lenggang");
185. elseif r>=0.25&&r<0.5
186. text=sprintf("normal");
187. elseif r>=0.5&&r<0.75
188. text=sprintf("padat");
189. else
190. text=sprintf("sangat padat");
191. end
192. set(handles.text11, 'String', text);

3.4. Hasil Program dan Pembahasan


3.4.1. Hasil Program
Tampilan awal

22
Setelah input gambar

23
3.4.2. Pembahasan
1. Program pada pushbutton 1 berfungsi untuk memasukkan citra.
2. Program pada pushbutton 2 berfungsi untuk mengubah citra menjadi
grayscale.
3. Program pada pushbutton 3 berfungsi untuk
a. Mengubah citra grayscale menjadi citra biner pada line 107 sampai 166
dengan menggunakan metode otsu
b. Menggunakan operasi morfologi opening pada citra biner pada line 167-
169.
c. Menghitung rasio luas kendaraan dan luas latar belakang pada line 170
sampai 173
d. menganalisis tingkat kepadatan lalu lintas pada line 182 sampai 190
dengan menggunakan hasil rasio yang diperoleh.

24
3.4.3. Contoh Kasus
Sebuah persimpangan lampu merah dan diambil gambar dari tiga lajur.

Ketiga gambar yang didapat, dilakukan proses pengolahan citra


menggunakan metode Otsu kemudian dilakukan proses opening. Sehingga didapat
rasio kepadatan lalu lintas dari ketiga lajur.
Rasio lajur 1 = 0.83904 "SANGAT PADAT”
Rasio lajur 2 = 0.88046 "SANGAT PADAT”
Rasio lajur 3 = 0.18852 "LENGGANG”

Penyelesaian:
Lajur dengan tingkat kepadatan " PADAT” dan "SANGAT PADAT”, maka
lajur tersebut perlu ditambahkan durasi lampu hijaunya. Agar mengurangi
kemacetan di lajur tersebut.

25
BAB IV

KESIMPULAN
Penggunaan Metode Otsu dapat digunakan dalam menganalisis kepadatan
lalu lintas. Dengan menggunakan Metode Otsu didapatkan citra biner yang
memisahkan antara objek dengan latar belakang. Untuk memperhalus hasil
metode Otsu digunakan proses morfologi opening. Dari citra biner yang didapat
dihitung luasan kendaraan dan luas latar belakang sehingga diperoleh rasio
kepadatan kendaraannya. Rasio yang telah didapatkan, digunakan untuk
menentukan tingkat kepadatan lalu lintas. Tingkat kepadatan lalu lintas ini
digunakan dalam manajemen durasi lampu lalu lintas yang berguna untuk
mengurangi tingkat kemacetan.

26
DAFTAR PUSTAKA
(online)(https://catatanpeneliti.wordpress.com/2013/06/04/empat-tipe-dasar-citra-
digital/ ) diakses pada tanggal 30 November 2019

(online)(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31325/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=3E51EB33605B986E67B813CB6046B0F7?sequence=4)
diakses pada tanggal 30 November 2019

(online)(http://portal-ilmu-indonesia.blogspot.com/2014/10/macam-macam-citra-
digital.html) diakses pada tanggal 30 November 2019

(online)(https://pemrogramanmatlab.com/2017/07/26/histogram-citra/) diakses
pada tanggal 31 November 2019

(online)(amutiara.staff.gunadarma.ac.id) diakses pada tanggal 31 November 2019

(online)
(https://www.academi.edu/7564414/BINERISASI_CITRA_TANGAN_DENGAN
_METODE_OTSU) diakses pada tanggal 31 November 2019

(online)(https://mochamadyagi.wordpress.com/2012/04/17/pengolah-citra-tugas-
4) diakses pada tanggal 10 Desember 2019

27

Anda mungkin juga menyukai