Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN KEDELAI COKLAT

TERHADAP STATUS GIZI DAN KADAR INTERFERON GAMMA


PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

EFFECT OF CHOCOLATE SOYBEAN DRINK


ON NUTRITIONAL STATUS AND GAMMA INTERFERON LEVEL
IN PATIENTS WITH LUNG TUBERCULOSIS

Mellyana Kusuma Atmanegara,1 Nurpudji Astuti Taslim,2 Haerani Rasyid 2

1
PPDS Ilmu Gizi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
2
Bagian Ilmu Gizi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi :
Mellyana Kusuma Atmanegara
Bagian Ilmu Gizi Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar, 90245
HP: 085299992003
Email: mellyanakusumaatmanegara@yahoo.com
ABSTRAK

Penderita TB paru pada umumnya sering mengalami penurunan status gizi, bahkan dapat menjadi status gizi
buruk apabila tidak diimbangi dengan diet yang tepat. Penelitian ini bertujuan menilai pengaruh pemberian
minuman kedelai coklat terhadap status gizi dan kadar interferon gamma penderita tuberkulosis paru. Penelitian
eksperimen semu tes awal-akhir (Quasi Eksperimental Design pre-post test control) ini dilakukan pada 34 pasien
tuberkulosis paru yang dibagi ke dalam 2 kelompok masing-masing terdiri atas 17 orang. Kelompok intervensi
mendapatkan minuman kedelai coklat 100 gram/hari disertai edukasi gizi, dan kelompok kontrol hanya diberikan
edukasi gizi selama 30 hari. Penentuan status gizi dengan pemeriksaan antropometrik dan asupan makanan
dengan food record 24 jam yang diambil selama intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan berat badan, LiLA, IMT dan kadar IFN-γ setelah diintervensi. Hasil uji statistik analisis
perbandingan peningkatan sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok signifikan pada berat badan
(p=0,000), IMT (p=0,000) dan kadar IFN-γ (p=0,001) dan tidak signifikan pada LiLa (p=0,716) Disimpulkan
bahwa pemberian minuman kedelai coklat dapat meningkatkan status gizi (IMT) dan kadar IFN-γ penderita
tuberkulosis paru.

Kata kunci : minuman kedelai coklat, tuberkulosis paru, interferon gamma, status gizi.

ABSTRACT
Pumonary tuberculosis patient often undergo decreasment of nutritional status,moreover it can turn into severe
malnourished especially when it isn’t balanced with the right diet. This study aims to assess the effect of
chocolate soybean drink on nutritional status and levels of gamma interferon pulmonary tuberculosis patients.
Quasi-Experimental Design pre-post test control was performed on 34 patients with pulmonary tuberculosis
were divided into 2 groups each consisting of 17 people. The intervention group receive 100 grams/day of
chocolate soybean drink and nutrition education, and nutrition education control group was given for 30 days.
Determination of nutritional status by anthropometric examination and food intake by 24-hour food record were
taken during the intervention. The results of this research shows an increase of body weight, MUAC, BMI, and
IFN-γ levels after intervention. Statistical analysis shows the comparison between before and after intervention
is significant on body weight (p=0,000), BMI (p=0,000), IFN-γ levels (p=0,001) and not significant on MUAC
(p=0,716). It is concluded that chocolate soybean drink can increase nutritional status (BMI) and IFN-γ levels
on pulmonary tuberculosis.

Keywords: chocolate soybean drink, pulmonary tuberculosis, interferon gamma, nutritional status
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular akut maupun kronis yang terutama
menyerang paru atau saluran napas. Sejak beberapa dekade yang lalu, penyakit ini terus-
menerus mendapat perhatian para pakar kesehatan. Hal ini disebabkan karena setiap tahun
prevalensinya terus meningkat (Riset kesehatan dasar, 2010).
Hasil penelitian Nurpudji dkk (2004), melakukan Studi Quasi Experimen Control
Design pada penderita TB paru di BBKPM Makassar, dengan melihat dampak pemberian
makanan protein kedelai terhadap status gizi penderita TB, menyimpulkan bahwa penyuluhan
gizi dan pemberian makanan yang mengandung tinggi protein (soy protein )sebagai makanan
tambahan dapat memperbaiki status gizi penderita TB.
Konsumsi bahan pangan kaya antioksidan perlu ditingkatkan oleh masyarakat untuk
menekan penyakit tuberkulosis. Senyawa aktif yang berperan adalah genestein yang
merupakan isoflavon. Isoflavon pada kedelai secara signifikan menekan aktivasi ekspresi
petanda sel dentritik matur yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh dari MHC tipe I tapi
tidak MHC tipe II pada penelitian in vitro. Penggunaan isoflavon menghambat kemampuan
lipopolisakarida dentritik cell untuk menginduksi IFN-y pada CD4+ sel T. Degranulasi sel
natural killer (NK) dan persentase kematian sel dentritik adalah meningkat secara signifikan
dengan pemberian isoflavon pada penelitian sel dentritik dan sel natural killer
(Teguh dkk., 2010).
Interferon gamma bertugas untuk memperkuat potensi fagosit dari makrofag yang
terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu dengan cara menstimulasi pembentukan
fagolisosom. Interferon gamma juga menstimulasi pembentukan radikal bebas untuk
menghancurkan komponen bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu DNA dan dinding sel
bakteri. Kadar IFN-γ pada penderita tuberkulosis paru lebih rendah bermakna secara
signifikan dibanding orang sehat (Teguh dkk., 2010). Oleh karena itu adanya upaya
intervensi zat gizi untuk meningkatkan kadar IFN-γ dalam pertahanan tubuh individu terhadap
infeksi tuberkulosis paru sangat penting.
Pada penelitian in vivo seperti halnya kedelai, kokoa juga mengandung tinggi protein
dan lemak. Cocoa bean atau chocolate berefek memicu pelepasan neurotransmitter serotonin
sehingga selera makan meningkat, juga mengandung tinggi flavonoid, antioksidan yang
sangat bermanfaat untuk meningkatkan sistem imun tubuh (Fransiska dkk., 2012). Kedelai
sangat cocok diolah menjadi minuman, karena protein kedelai mempunyai susunan asam
amino yang mirip susu sapi, sehingga sangat baik untuk digunakan pengganti susu sapi. Tidak
seperti halnya minuman dari coklat, minuman dari kedelai tidak mempunyai aroma maupun
citarasa yang enak (Nurpudji dkk., 2010).
Dengan penggabungan kedelai dan coklat diharapkan dapat meningkatkan citarasa
yang enak, kandungan gizi yang tinggi, juga harganya dapat dijangkau oleh semua kalangan
masyarakat. Salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi penderita TB adalah
pendapatan perkapita. Masyarakat penderita tuberkulosis paru umumnya adalah ekonomi
menengah kebawah, sehingga dibutuhkan jenis suplementasi yang terjangkau sekaligus
menyediakan kecukupan nutrisi yang sesuai penyakitnya.
Pemberian gabungan kedelai dan kokoa bermanfaat untuk meningkatkan asupan
kalori dan protein penderita TB paru, jenis protein yang diberikan mengandung jenis protein
yang dapat meningkatkan sistem imun dan selera makan penderita yang sekaligus dapat
memperbaiki status gizinya.
Penelitian ini menjadi penting dilakukan mengingat kecukupan kalori dan komposisi
jenis protein dan flavonoid dapat terpenuhi sekaligus memberi efek peningkatan selera makan
dan penyediaan antioksidan dalam minuman campuran kokoa dan kedelai ini. Penelitian ini
bertujuan menilai pengaruh pemberian minuman kedelai coklat terhadap status gizi dan kadar
interferon gamma penderita tuberkulosis paru.

BAHAN DAN METODE


Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan di BBKPM, Makassar. Jenis penelitian adalah uji klinis atau studi
intervensional dengan design pretest-posttest group design.
Populasi dan sampel
Populasi penelitian adalah semua pasien TB paru yang berobat jalan di poliklinik
BBPKM Makassar. Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling, sementara
izin penelitian diperoleh dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dari
total 37 orang penderita TB paru yang memenuhi kriteria inklusi, saat penelitian 2 sampel
dieksklusi pada kelompok intervensi karena 1 sampel menolak melanjutkan karena kurang
menyukai rasa minuman kedelai coklat dan 1 sampel mengalami nyeri ulu hati setelah
minum kedelai coklat. Pada kelompok kontrol 1 sampel sementara mengikuti penelitian
dieksklusi karena pada pemantauan berangkat ke jayapura dan rencana menetap di daerah
tersebut. Sehingga secara keseluruhan jumlah sampel yang dapat dianalisis sebanyak 17
subjek pada kelompok intervensi dan 17 subjek pada kelompok kontrol.
Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dua tahap. Tahapan pertama dilakukan skrining untuk
menemukan sampel, kemudian ditentukan sampel yang memenuhi kriteria sesuai dengan hasil
perhitungan. Setelah terpilih kelompok intervensi (minuman kedelai coklat 100 gram) dan
kelompok kontrol, dilanjutkan dengan pengumpulan data tahap kedua yaitu data yang
dikumpulkan meliputi data dari semua variabel yang diambil dalam penelitian.
Data primer
Data identitas pasien. Data antropometrik (TB, LiLA) dikumpulkan sebelum dan
sesudah intervensi. Data asupan makanan dengan mencatat semua yang dikonsumsi selama
1 bulan. Data laboratorium IFN-γ sebelum dan sesudah intervensi.
Data sekunder
Diperoleh dengan melihat dan mencatat identitas pasien serta hal-hal yang
berhubungan dengan penelitian pada buku rekam medis masing-masing pasien.
Analisis Data
Data yang dikumpul diolah menggunakan analisis statistik dengan menggunakan
SPSS. Sebelumnya dilakukan uji normalitas. Untuk membandingkan data antropometrik,
data asupan makanan, dan data laboratorium sebelum dan sesudah intervensi pada kedua
keiompok digunakan “uji Independent-T Test”, sedangkan bila tidak terdistribusi normal
digunakan Uji Mann Whitney. Batas kemaknaan yang digunakan p<0,05.

HASIL
Karateristik sampel
Sebagian besar sampel adalah laki-laki baik kelompok intervensi (47 %) dan
kelompok kontrol (94,1%). Kelompok intervensi (94,1 %) maupun kelompok kontrol (82,3
%), lebih banyak ditemukan umur < 50 tahun. Suku makassar (67,4%) paling banyak
ditemukan pada kedua kelompok. Subjek penelitian tidak bekerja paling banyak ditemukan
pada kelompok intervensi (64,6%) maupun kelompok kontrol (52,8%). Berdasarkan tingkat
pendidikan pada kedua kelompok paling banyak hanya sampai tingkat sekolah menengah
yaitu SMP (32,3%) dan SMA (35,2%).
Tabel 1 memperlihatkan hasil uji statistik untuk distribusi rerata subjek penelitian
berdasarkan karakteristik umur, antropometri (TB, BB, IMT, Lila), pemeriksaan
laboratorium yaitu IFN-γ, WBC, Limfosit, %Limfosit, Granulosit, % Granulosit, Hb, terdapat
kesetaraan pada kedua kelompok ( p > 0,05).
Tabel 2 memperlihatkan rerata asupan energi subjek penelitian sebelum intervensi
1308 kalori pada kelompok intervensi dan 1238 kalori pada kelompok kontrol , protein
42,72 gram pada kelompok intervensi dan 42,7 gram pada kelompok kontrol. Dari uji statistik
terdapat kesetaraan untuk asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak sebelum intervensi
pada kedua kelompok.
Analisis bivariat
Tabel 3 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan pada BB, LiLa dan IMT setelah di
intervensi. Kemudian dilakukan analisis perbandingan peningkatan sebelum dan setelah
intervensi pada kedua kelompok. Hasil uji statistik bermakna pada BB (p=0,000) dan IMT
(p=0,000) dan tidak bermakna pada LiLa (p=0,716).
Tabel 4 memperlihatkan analisis perbandingan perubahan IFN-γ, WBC, Limfosit,
%Limfosit, Granulosit, %Granulosit, kadar Hb. Hasil uji signifikansi didapatkan pada kadar
IFN-γ (p=0,001) dan kadar Hb (p=0,036).
Tabel 5 memperlihatkan analisis perbandingan rerata asupan energi, karbohidrat,
protein dan lemak sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. Kesemuanya
mengalami peningkatan setelah diintervensi. Hasil uji statistik (uji dependent t test)
semuanya signifikan (p = 0,000). Dan hasil uji statistik (uji independent t test) analisis
perbandingan perubahan asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak sebelum dan sesudah
intervensi pada kedua kelompok bermakna pada asupan karbohidrat (p=0,001), protein
(p=0,000) dan kalsium (p=0,000).

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini terdapat pengaruh pemberian minuman kedelai coklat terhadap
status gizi dan kadar IFN-γ pada kedua kelompok terutama pada kelompok intervensi. Dengan
melakukan uji klinis nonrandomized control trial yang membandingkan kelompok yang
diberikan minuman kedelai coklat 100g/hari disertai edukasi gizi dan kelompok yang
diberikan edukasi gizi saja pada penderita TB paru.
Penilaian asupan gizi dengan metode food record 24 jam selama intervensi dalam
lembar catatan asupan makanan, walaupun sedikit membebani subyek penelitian untuk
mencatat jenis dan jumlah yang dimakan. Hal ini dilakukan untuk menurunkan
kecenderungan subyek lupa dengan makan yang dimakan dan kecenderungan subyek terlihat
tidak yakin melaporkan jenis dan jumlah yang dimakan. Sehingga kemungkinan bias ini
dapat diperkecil dan juga dengan menyamakan persepsi antara keduanya, misalnya mengenai
porsi makanan yaitu dengan menunjukkan contoh porsi makanan (food models) dan dianalisis
dengan nutrisurvey Indonesia.
Pemberian gabungan kedelai dan kokoa dalam bentuk minuman yang mengandung
energi tinggi yaitu 523 kkal dengan kadar protein yang tinggi yaitu 40,71 gram/100
gramnya/harinya selama 30 hari bermanfaat untuk meningkatkan asupan kalori dan protein
penderita TB paru, jenis protein yang diberikan mengandung jenis protein yang dapat
meningkatkan sistem imun dan selera makan penderita yang sekaligus dapat memperbaiki
status gizinya. Pada penelitian ini kecukupan kalori dan komposisi jenis protein dan flavonoid
dapat terpenuhi sekaligus memberi efek peningkatan selera makan dan penyediaan
antioksidan dalam minuman campuran kokoa dan kedelai ini. Sehingga pada penelitian ini
memberikan hasil penelitian yang signifikan pada status gizi (IMT) serta peningkatan IFN-γ
pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Peningkatan IMT
menggambarkan adanya peningkatan massa tubuh seseorang yang berhubungan langsung
dengan peningkatan berat badan.
Peningkatan energi dan protein lebih besar pada kelompok intervensi. Hal ini karena
adanya penambahan makanan tinggi protein pada kelompok intervensi. Pemberian ini
bertujuan untuk meningkatkan asupan energi dan protein yang umumnya rendah pada
penderita malnutrisi. Pada kelompok kontrol juga meningkat yang dapat disebabkan
membaiknya nafsu makan akibat pengobatan dan perubahan porsi dan jenis makanan setelah
memperoleh penyuluhan (edukasi) gizi. Penyuluhan yang diberikan pada kedua kelompok
memberikan kontribusi berupa pengetahuan atau informasi makanan yang baik untuk
penderita TB, subjek mau mengubah ukuran (porsi) makanan dan memilih jenis makanan
yang disarankan. Kualitas dan kuantitas jenis bahan makanan sumber protein yang biasa
dikonsumsi yaitu ikan segar, telur, susu, kacang hijau, tahu, tempe, ayam dan daging sapi.
Kenaikan berat badan pada penelitian ini yaitu bertambah pada kelompok intervensi
+1,38kg dan pada kelompok kontrol + 0,49 kg. Subjek penelitian pada kedua penelitian ini
mengalami peningkatan berat badan. Karyadi (2001), dalam penelitiannya menghasilkan
peningkatan berat badan kelompok perlakuan yang lebih besar dibanding kelompok plasebo.
Kenaikan berat badan setelah dua bulan pada kelompok perlakuan adalah 2,20 ±0,35 kg dan
kelompok plasebo 2,19±0,35 kg dan pada 6 bulan kelompok perlakuan menjadi
4,74±0,42 kg sedangkan kelompok plasebo 4,96 ±0,48 kg. Kenaikan berat badan
berkorelasi dengan peningkatan asupan energi serta pemenuhan kebutuhan fisiologis. Tahap
awal asupan energi dan protein akan digunakan untuk kebutuhan fisiologis, selanjutnya
pemenuhan untuk aktifitas fisik dan peningkatan deposit zat gizi (karbohidrat, lemak dan
protein). Peningkatan deposit ini akan terlihat pada penambahan berat badan, peningkatan
massa tubuh dan parameter antropometri lainnya.
Hasil analisis terhadap pengukuran LILA juga menunjukan adanya peningkatan
meskipun tidak bermakna secara statistik pada kedua kelompok walaupun belum mencapai
nilai normal ( nilai normal LILA ≥ 23,5 cm). Peningkatan pada kelompok intervensi dari
22,17±2,68 cm menjadi 22,63±2,73 cm dan pada kelompok kontrol dari 22,06±1,54 cm
menjadi 22,64±2,03cm. LILA merupakan indikator yang digunakan untuk menilai simpanan
protein otot yang biasanya rendah pada penderita malnutrisi . Peningkatan nilai LILA
mekipun tidak bermakna secara statistik namun telah menggambarkan terjadi peningkatan
simpanan protein endogen yang berhubungan dengan peningkatan asupan protein sebagai
sumber asam amino. Dibandingkan dengan hasil penelitian Karyadi (2001) pada 2 bulan nilai
LILA pada kelompok perlakuan dari 22,8 ± 0,3 cm menjadi 23,4± 0,4 cm dan pada kelompok
plasebo 21,8 ±0,6 cm menjadi 22,8 ±0,6 cm.
Nilai IMT pada penelitian ini terlihat meningkat pada kedua kelompok secara
bermakna walaupun belum mencapai nilai normal ( nilai normal adalah ≥18,5 –23). Hal ini
disebabkan lama penelitian hanya 1 bulan, bila lama penelitian sampai 6 bulan kemungkinan
jumlah subjek penelitian dapat mencapai nilai normalitas pada IMT. Hal ini sejalan dengan
penelitian Karyadi (2001), yang mencapai nilai IMT normal setelah 6 bulan. Peningkatan
IMT menggambarkan adanya peningkatan massa tubuh seseorang yang berhubungan
langsung dengan peningkatan berat badan. Pada kelompok intervensi terjadi peningkatan IMT
yang lebih besar dibanding pada kelompok kontrol.
Status gizi host yaitu bila nutrisi seseorang buruk maka aktivitas sistem imun orang
tersebut akan berkurang. Menurut Chandra (1996), status nutrisi seseorang mempengaruhi
kerentanan (susceptibility) terhadap penyakit infeksi, salah satunya tuberkulosis. Defisiensi
nutrisi mengakibatkan penurunan respon imun, fungsi fagosit, produksi sitokin dan sistem
komplemen. Terjadi perubahan peningkatan IFN-γ yang bermakna pada kedua kelompok
(p=0,001), peningkatan tersebut terutama pada kelompok intervensi. Penelitian yang
dilakukan Chandra (1996), mendukung penelitian ini yaitu pada kelompok intervensi jumlah
asupan nutrisi yang memadai terutama asupan energi dan asupan proteinnya lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol yang meningkatkan aktivasi sistem imun seluler yaitu IFN-γ.
IFN-γ merupakan faktor imunoregulator penting yang mempunyai efek multipel terhadap
kematangan dan fungsi sistem imun terhadap penyakit tuberkulosis paru (Subagyo, 2006).
Menurut Kaur et al (2005), bahwa terjadi stress oksidatif dan penurunan kadar
antioksidan pada penderita TB paru. Mohod (2011), bahwa suplementasi antioksidan yang
sesuai sangat diperlukan penderita TB paru untuk perlindungan terhadap radikal bebas.
Kandungan flavonoid pada minuman kedelai coklat 100 gram adalah 22 mg. Pada sebagian
besar negara Asia, konsumsi isoflavon (flavonoid) diperkirakan 25-45 mg/hari Mekanisme
dari isoflavon adalah sebagai antioksidan dan meningkatkan sistem imunitas
(Imanullah, 2009).
Sistem pertahanan tubuh yang dapat digunakkan untuk melawan radikal bebas sangat
dipegaruhi oleh tersedianya zat-zat gzi yang berasal dari makanan. Upaya mempertinggi
status antioksidan dalam tubuh dapat dilakukan dengan mengkonsumsi bahan pangan yang
mengandung zat-zat antioksidan bahan alami, sehingga kadar antioksidan dalam tubuh tetap
dapat dipertahankan. Kedelai merupakan bahan penghasil antioksidan alami, salah satu
komponen terpenting dalam kedelai dan berperan sebagai antioksidan adalah isoflavon.
(Retno dkk., 2012). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa isoflavon, senyawa antioksidan
turunan fenol yang banyak terdapat pada kedelai dan jenis polong-polongan lain memiliki
manfaat positif terhadap kondisi inflamasi dan memperbaiki fungsi imun baik in vitro maupun
in vivo (Borchers, 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil penelitian ini kami menyimpulkan terjadi peningkatan BB, IMT dan kadar
iFN-γ pada kedua kelompok tapi lebih meningkat pada kelompok intervensi. Terjadi
peningkatan LiLa pada kedua kelompok tapi perubahan kenaikan LiLA tidak bermakna.
Terjadi peningkatan asupan energi, karbohidrat, protein, lemak dan kalsium setelah intervensi
pada kedua kelompok. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai pengaruh pemberian
minuman kedelai coklat dengan waktu intervensi yang lebih lama untuk melihat kecapaian
nilai normalitas terhadap status gizi pada penderita TB paru. Dan perlu dilakukan penelitian
lanjutan untuk melihat kadar antioksidan dalam darah pada kedua kelompok penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Borchers TA. (2006). Soy isoflavones modulate immune function in healthy post-
menopausal women. American Journal of Clinical Nutrition, 83(2), 421S-426S.
Chandra RK. (1996). Nutrition, immunity and infection: 12. From basic knowledge of dietary
manipulation of immune responses to practical application of ameliorating suffering
and improving survival. Proct Natl Acad Sci USA.;93:14304-7.
Fransiska et al. (2012). Efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap sifat
antioksidatif limfosit subyek perempuan. j. Teknol.dan Industri Pangan, Vol. XXIII
No1. 81-85.
Imanullah A. (2009). Manfaat isoflavon dalam kedelai. Available from: ayubimanu.com/
2009/01/manfaat-isoflavon-dalam-kedelai.html.
Karyadi. (2001). Tuberculosis in Indonesia: nutrition, immune response and social aspects.
Available from: http://www.researchgate.net /publication/40191443 Tuberculosis_in
Indonesia_nutrition_immune_response_and_social_aspects.
Kaur Kiranjit, Jai Kishan, Gurdeep Bedi, Rajinderjit. (2005). Oxidants stress and
antioxidants in pulmonary tuberculosis, chest. Vol.128. No 4.
Mohod K, Archana D, and Smith K. (2011). Status of Oxidants and Antioxidants in
Pulmonary Tuberculosis With Varying Bacillary Load. Journal of Experimental
Science 2(6):35-37.
Nurpudji AT. (2004). Penyuluhan Gizi, Pemberian Soy Protein dan Perbaikan Status Gizi
Penderita Tuberculosis di Makassar. J Med Nus.; 25:59-64
Nurpudji dkk. (2010). Pemanfaatan Minuman dari Cokelat Kedelai sebagai Minuman
Kesehatan. Laporan Penelitian Hibah Kompentensi Tahun Anggaran 2009.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Retno T, Widyastuti KS , Nyoman S. (2012). Pengaruh pemberian isoflavon terhadap
peroksidasi lipid pada hati tikus normal. Indonesia medicus veterinus; 2301- 784.
Riset Kesehatan Dasar. (2010). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Subagyo A, Aditama TY, Sutoyo DK. (2006). Pemeriksaan interferon-gamma dalam
darah untuk deteksi infeksi tuberculosis. Vol. 3 No. 2.6-13.
Teguh W, Diana KJ Rina, Lizza R. (2010). Analisis kadar interferon gamma pada penderita
tuberkulosis paru dan orang sehat. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha J Respir Indo Vol. 30,2: 120-24.
DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1: Analisis Perbandingan Subjek Penelitian Berdasarkan Karakteristik Umur,


Antropometri, Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Intervensi

Variabel Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol P value


Rata-rata SD Rata-rata SD

Umur 34,76 10,33 41,65 11,58 0,069*


TB (cm) 159,73 8,82 159,58 5,79 0,946*
BB (cm) 44,11 4,88 44,98 4,48 0,590*
IMT (cm) 17,34 0,83 17,76 0,99 0,282*
Lila (cm) 22,17 2,68 22,06 1,54 0,889*
IFN-γ (pg/ml) 16,34 10,29 12,28 5,01 0,221**
3 3 3 3
WBC 10,41x10 2,33 x10 10,75 x10 2,37 x10 0,654*
3 3 3 3
Limfosit 2,32 x10 0,64 x10 2,14 x10 0,59 x10 0,462*
%Limfosit 25,25 8,19 21,2 4,87 0,114*
3 3 3 3
Granulosit 5,49 x10 1,64 x10 5,54 x10 1,40 x10 0,605*
%Granulosit 54,57 7,93 51,31 7,69 0,138*
Hb 11,85 1,73 12,53 1,66 0,367*

Sumber : data primer 2014 Keterangan : *=uji independent t-test, **=uji-mann-whitney

Tabel 2: Analisis Perbandingan Asupan Energi, Zat Gizi Makro dan Asupan Kalsium
Subjek Penelitian Sebelum Intervensi

Variabel Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol P value*


Mean SD Min-Max Mean SD Min-Max

Energi (kkal) 1.308 134,3 1062,3-1488,4 1.238 142,9 1011,6-1455,7 0,149


Protein (gr) 42,72 9,3 23,1-54,7 42,7 10,7 28,6-63,4 0,985
Lemak (gr) 24,30 11,8 3,6-54,6 20,8 8,3 12,8-41,0 0,329
KH (gr) 224,02 31,0 167,6-278,8 216,6 27,6 180,8-258,9 0,470
Ca (mg) 239,5 102,7 48,9-388,3 137,5 28,8 94,7-191,0 0,001

Sumber : Data primer 2014, Keterangan : *uji independent t-test


Tabel 3: Analisis Perbandingan Pengukuran Antropometri Kedua Kelompok Subjek
Penelitian (Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol) Sebelum dan Setelah
Intervensi

Variabel Pre test Post test P value ∆ P value

BB(kg)
Intervensi 44,11±4,88 45,50±4,77 0,000# ↑1,38±0,51 0,000*
#
Kontrol 44,98±4,48 45,48±4,34 0,000 ↑0,49±0,45
Lila (cm)
Intervensi 22,17±2,68 22,63±2,73 0,000# ↑0,46±0,18 0,716*
#
Kontrol 22,06±1,54 22,64±2,03 0,085 ↑0,58±1,30
IMT
Intervensi 17,24±0,91 17,79±0,87 0,000# ↑0,54±0,22 0,000*
#
Kontrol 17,64±1,20 17,84±1,21 0,001 ↑0,20±0,20

Sumber : data primer 2014, Keterangan : # uji dependent t test, *uji independent t-test

Tabel 4 :Analisis Perbandingan Pemeriksaan Laboratorium Kedua Kelompok Subjek


Penelitian (Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol) Sebelum dan Setelah
Intervensi

Variabel Pre Post P value ∆ P value

IFN-γ (pg/ml)
Intervensi 16,34±10,29 44,61±25,56 0,000## ↑28,27±1,79 0,001**
Kontrol 12,28±5,01 21,62±8,83 0,000## ↑9,34±1,30
WBC
Intervensi 10,41x103±2,33x103 8,12x103±1,96x103 0,000# ↓2,29x103±1,5x103 0,654*
Kontrol 10,75x103±2,37x103 8,85x103±1,88x103 0,000# ↓1,90x103±1,47x103
Limfosit
Intervensi 2,35x103±0,66x103 6,98x103±9,41x103 0,003# ↑4,63x103±9,5x103 0,871*
Kontrol 2,14 x103±0,60 x103 4,72 x103±7,69 x103 0,003# ↑2,57x103±7,59x103
%Limfosit
Intervensi 25,25±8,19 35,40±10,23 0,000# ↑10,14±7,96 0,815*
Kontrol 21,05±4,95 29,01±9,03 0,004# ↑7,95±6,51
Granulosit
Intervensi 5,49x103±1,64x103 4,64x103±1,5x103 0,010# ↓0,84 x103±1,17 x103 0,073*
Kontrol 5,54x103±1,40x103 5,36x103±1,4x103 0,959# ↓0,17x103±1,2x103
%Granulosit
Intervensi 54,57±7,93 56,64±10,05 0,463# ↑2,06±12,06 0,184*
Kontrol 51,31±7,69 59,93±5,09 0,000# ↑8,61±5,46
Hb
Intervensi 11,85±1,73 13,25±1,74 0,000# ↑1,39±0,81 0,036*
Kontrol 12,53±1,66 13,11±1,32 0,050# ↑0,57±1,07
Sumber : Data primer 2014 Keterangan : # uji dependent t test, *uji independent t-test
Tabel 5: Analisis Perbandingan Rerata Asupan Energi, Zat Gizi Makro dan Kalsium
Kedua Kelompok Subjek Penelitian (Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol) Sebelum dan Setelah Intervensi

Variabel Pre test Post test P value* ∆ P value**

Energi (kkal)
Intervensi 1.308,0 2.119,50 0,000 ↑811,34±175,33 0,538
Kontrol 1.238,0 2.014,62 0,000 ↑776,86±146,04
Protein (gr)
Intervensi 42,72 97,20 0,000 ↑54,55±12,41 0,000
Kontrol 42,70 68,72 0,000 ↑25,93±15,02
Lemak (gr)
Intervensi 24,30 56,20 0,000 ↑31,96±16,61 0,126
Kontrol 20,80 45,37 0,000 ↑24,56±10,01
KH(gr)
Intervensi 224,02 280,20 0,000 ↑56,26±49,13 0,001
Kontrol 216,60 328,50 0,000 ↑111,83±33,26
Ca (mg)
Intervensi 239,5 696,16 0,000 ↑456,61±208,33 0,000
Kontrol 137,5 288,85 0,000 ↑151,29±69,13
Sumber : Data primer 2014, Keterangan : * uji dependent t test, **uji independent t-test

Anda mungkin juga menyukai