Anda di halaman 1dari 4

DASAR TEORI

1. Persilangan Monohibrid
Persilangan monohibrid dalam ilmu genetika persilangan monohibrid
ditentukan oleh gen-gen yang bisa secara bebas, dimana pada pembentukan gamet
(gametogenesis) untuk gen yang merupakan pasangan akan disegresasikan
kedalam sel anakan. Gregor Johann Mendel merupakan pencetus berbagai
prinsip dasar genetika. Pada akhir abad ke-19, beliau mengenali adanya unit
informasi yang diwariskan untuk pembentukan sifat yang dapat diamati pada
organisme. selanjutnya Mendel menunjukkan bahwa sifat diwariskan ke generasi
baru dalam kondisi terpisah. Terobosan Mendel masih belum diakui pada saat ia
sudah meninggal, namun ditemukan kembali pada awal abad 20 oleh para ilmuan
yang sedang menyelidiki pewarisan sifat. faktor-faktor Mendel diberi nama abaru,
yaitu gen. Ini merupakan konseep pertama tentang gen dan penelitian Mendel
kemudian menjadi dasar ilmu genetika (Bresnick, 2003).
Persilangan monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang sama
dengan satu sifat berbeda. Persilangan monohibrid sangat berkaitan dengan
Hukum Mendel I. Hukum ini berbunyi “Pada pembentukan gamet untuk gen yang
merupakan pasangan akan disegresikan ke dalam dua anakan. Mendel pertama
kali mengetahui sifat monohibrid pada saat melakukan percobaan penyilangan
pada kacang ercis. Sehingga sampai saat ini di dalam persilangan monohibrid
selalu berlaku Hukum Mendel I (Yasin, 2005).
Hukum Mendel I berlaku pada gametogenesis F1 x F1 itu memiliki
genotif heterozigot. Gen yang terletak dalam lokus yang sama pada kromosom,
pada waktu gametogenesis gen sealel akan terpisah, masing-masing pergi ke satu
gamet (Yasin, 2005).
Dalam Hukum Mendel I yang dikenal dengan The Law of Segretation of
Sifat keturunan yang dapat diamati (warna, bentuk, ukuran) dinamakan fenotipe.
Sifat dasar yang tidak tampak dan tetap (artinya tidak berubah-ubah oleh
lingkungan) oleh suatu individu dinamakan genotipe. Perkawinan yang
melibatkan satu sifat beda dinamakan monohibrid. sedangkan perkawinan yang
melibatkan dua sifat beda dinamakan dihibrid (Suryo, 2013).
Dalam ilmu genetika dikenal dua macam persilangan, yaitu persilangan
monohibrid dan persilangan dihibrid. Dalam kondisi normal, persilangan
monohibrid menurut Hukum Mendel I akan menghasilkan perbandingan individu
keturunan 3 : 1 atau 1 : 2 : 1. Sedangkan persilangan dihibrid menurut Hukum
Mendel II akan menghasilkan individu keturunan 9 : 3 : 3 : 1. Akan tetapi dalam
percobaan genetika, para ahli sering menemukan rasio fenotipe yang ganjil,
seakan-akan tidak mengikuti Hukum Mendel. misalnya pada perkawinan antara
dua individu dengan dua sifat beda (dihibrid), ternyata rasio fenotipe F2 tidak
selalu 9 : 3 : 3 : 1. Seringkali dijumpai perbandingan-perbandingan yang berbeda
dari aturan Mendel, seperti 9 : 7, 12 : 3 : 1, 15 : 1, 9 : 3 : 4 dan lain-lain. Bila
diteliti dengan seksama angka-angka perbandingan diatas , ternyata juga
merupakan penggabungan angka-angka perbandingan Mendel. Oleh karena
adanya perbedaan pada perbandingan fenotipe, maka hal ini disebut sebagai
‘Penyimpangan Semu Hukum Mendel’, karena masih mengikuti Hukum Mendel (
Standfield, 1991).
Allelic Genes atau Hukum Pemisahan Gen yang Sealel dinyatakan bahwa
dalam gamet, pasangan alel akan memisah secara bebas. Peristiwa pemisahan ini
terlihat ketika pembentukan gamet individu yang memiliki heterozigot, seingga
tiap gamet mengandung salah satu alel tersebut. dalam hal ini disebut juga Hukum
Segregasi yang berdasarkan percobaan persilangan dua individu yang mempunyai
satu karakter yang berbeda (Saraswati, 2008).
Persilangan monohibrid dalam ilmu genetika ditentukan oleh gen-gen
yang memisah secara bebas, dimana pada pembentukan gamet (gametogenesis)
untuk gen yang merupakan pasangan akan disegregasikan ke dalam sel anakan.
Gen yang terletak dalam lokus yang sama pada kromosom, pada waktu
gametogenesis gen sealel akan berpisah, masing-masing menuju kesatu gamet
(Yasin, 2005).
2. Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara dua individu sejenis yang
melibatkan dua sifat beda. Misalnya persilangan antara tanaman ercis berbiji bulat
dan berwarna hijau dengan tanaman ercis berbiji kisut dan berwarna cokelat; padi
berumur pendek dan berbulir sedikit dengan padi berumur panjang dan berbulir
banyak (Yasin, 2005).
Dalam hukum mendel II atau dikenal dengan The Law of Independent
assortmen of Genes atau Hukum Pengelompokkan Gen Secara Bebas dinyatakan
bahwa selama pembentukan gamet, gen-gen sealel akan memisah secara bebas
dan mengelompok dengan gen lain yang bukan alelnya. Pembuktian hukum ini
dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari 2 individu yang
memiliki satu atau lebih karakter yang berbeda (Pai, 1992)
Berbeda dengan persilangan monohibrid yang hanya memperhatikan satu
sifat beda, maka persilangan dihibrid adalah persilangan antara dua individu
sejenis dengan dua sifat beda. Ciri-ciri persilangan dihibrid menurut Yasin (2005),
yaitu:
a. Persilangan ini memperhatikan dua sifat beda.
b. Jumlah gamet yang terbentuk pada setiap individu adalah empat (2n)
c. Genotif individu ditentukan oleh dua macam sifat genetik.
d. Dijumpai maksimal 16 variasa genotif pada F2.
e. Memiliki tujuh sifat kontras
DAFTAR PUSTAKA

Bresnick, S. 2003. Intisari Biologi. Jakarta: Hiprokates.


Pai, Anna C.1992. Dasar-Dasar Genetika Ilmu untuk Masyarakat Edisi
Kedua.Jakarta : Erlangga.

Saraswati, Mega. 2008. Estimasi Korelasi Genetik Litter Size Bobot Lahir dan
Bobot Sapi Kambing Hasil Persilangan (F1) Pejantan Boer Murni dengan
Kambing Lokal. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya.
Stanfield, W.D. 1991. Genetika: Teori dan Soal-Soal. Jakarta: Erlangga.
Suryo. 2013. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yasin, Muhammad. 2005. Uji Kesesuaian Hukum Mendel dalam Memilih Benih
Jagung Opaque. Jurnal Informatika Pertanian. Vol.14(1).

Anda mungkin juga menyukai