Anda di halaman 1dari 26

I.

PENGARUH RADIASI PADA TUBUH


Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan
tubuh, baik intra maupun ekstra celluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang
sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam chromosom,
sehingga dapat terjadi:
1) Rantai ganda DNA pecah
2) Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
3) Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.
Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih
rendah dari sel-sel normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih banyak
yang mati dan yang tetap rusak dibandingkan dengan sel-sel normal.
Sel-sel yang masih tahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNA-
nya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih
cepat dari sel kanker. Keadaan ini dipakai sebagai dasar untuk radioterapi pada
kanker. Walaupun diketahui bahwa radiasi dapat menimbulkan mutasi gen,
transformasi gen menjadi kanker, gangguan pertumbuhan dsb. tetapi dengan
mengendalikan dan mengarahkan radiasi ke sasaran yang diinginkan, pengaruh
jelek radiasi dapat ditekan sekecil mungkin, sehingga radiasi merupakan alat
yang ampuh untuk mengobati kanker.
Pengaruh radiasi pada jaringan tubuh ditentukan oleh radiosensitivitas jaringan
yang bersangkutan. Pada umumnya kanker lebih sensitif dari jaringan normal

II. SINAR UNTUK RADIOTERAPI


Sinar yang dipakai untuk radioterapi ialah:
a. SINAR ALFA
Sinar alfa ialah sinar korpuskuler atau partikel dari inti atom. Inti atom itu
terdiri dari proton dan neutron. Sinar alfa itu tidak dapat menembus kulit
dan tidak banyak dipakai dalam radioterapi. Keuntungan sinar alfa itu ialah
ia tidak dipengaruhi oleh oksigenasi dalam tumor.
b. SINAR BETA
Sinar beta ialah sinar elektron. Sinar ini dipancarkan oleh zat radioaktif
yang mempunyai energi rendah. Daya tembusnya pada kulit terbatas, 3-5
mm. Digunakan untuk terapi lesi yang superficial. Isotope yang
memancarkan sinar beta ialah Strontium90, Phosphor32, Yttrium90, Aurum198,
Iodium131.
c. SINAR GAMMA
Sinar gamma ialah sinar elektromagnetik atau foton. Sinar ini dapat
menembus tubuh. Daya tembusnya tergantung dari besar energi yang
menimbulkan sinar itu. Makin tinggi energinya atau makin tinggi
voltagenya, makin besar daya tembusnya dan makin dalam letak dosis
maksimalnya. (Tabel 1) Energi radiasi makin jauh letak jaringan dari
sumber sinar, di luar daerah yang mendapat dosis maksimum, makin
berkurang secara eksponetial.
Tabel 1. Energi radiasi

ENERGI DOSIS MAKSIMUM


1 mV dipermukaan kulit
3 mV 0,5 cm di bawah kulit
4 mV 1 cm di bawah kulit
8 mV 1,75 cm di bawah kulit
20 mV 5 cm di bawah kulit

III. APARAT RADIOTERAPI


Aparat radioterapi ialah alat atau unit untuk menghasilkan sinar ionisasi. Ada
bermacam-macam alat yang dipakai, yaitu:
a. Sinar Rontgen:
1) Radiasi Grenz : 10-15 kV
2) Radiasi superficial : 10-125 kV
3) Radiasi dalam
a) Orthovoltage unit : 125-600 kV
b) Megavoltage (supervoltage) unit : 2-30 MeV
(1) Linear accelerator unit: * Foton : 2-14 MeV.
* Elektron : 3-30 MeV.
(2) Betatron unit menghasilkan elektron
(3) Neutron unit menghasilkan partikel

b. Radioisotope:
1) Calcium137 unit, sinar gamma : 0.6 MeV.
2) Cobalt60 unit, sinar gamma . 1.3 MeV.
3) Radium226 unit, sinar. a, 0, y . 1.6 MeV.

IV. UNIT ENERGI RADIASI


Untuk mengukur kekuatan radiasi dipakai dosimetri yaitu alat untuk mengukur
banyaknya energi yang diserap perunit jaringan (Rad = Radiation Absorbed
Dose).
a. Satu Gray (Gy) = 1 Joule per kg jaringan.
b. Satu Rad = 1 centi Gy = 0.01 Gy.

V. CARA PEMBERIAN RADIOTERAPI


Ada 3 cara utama pemberian sinar, yaitu:
a. TELETERAPI = RADIASI EKSTERNA
Sumber sinar berupa aparat Sinar-X atau radioisotope yang ditempatkan di
luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi. Besarnya
energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung dari:
1) Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi
2) Jarak antara sumber energi dan tumor
3) Kepadatan masa tumor.
Radioterapi ekstema umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis
150-250 rads setiap kali, dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 diberi
istirahat 1-2 minggu untuk memulihkan keadaan penderita sehingga
radioterapi memerlukan waktu 4-6 minggu. Kalau keadaan penderita baik
mungkin tidak perlu istirahat itu.

b. BRACHITERAPI = RADIASI INTERNA


Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di
dalam rongga tubuh. Ada beberapa macam radiasi interna:
1) Interstitial:
Radioisotope yang berupa jarum ditusukkan kedalam tumor. Contoh:
dipakai jarum radium atau jarum irridium.
2) Intracavitair:
Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan:
a) After loading
Suatu applikator kosong dimasukkan ke dalam rongga tubuh ke
tempat tumor, misalnya vagina, uterus, rektum dsb. Setelah
applikator itu letaknya tepat baru ke dalam applikator itu
dimasukkan isotope radioaktif atau radioistope sehingga cara ini
disebut “after loading”. Dengan after loading itu radioisotope dapat
diternpatkan pada tempat yang dikehendaki tanpa menimbulkan
bahaya radiasi bagi personil yang memasang radioisotope itu.
b) Instalasi
Larutan radioisotope disuntikkan ke dalam rongga tubuh, seperti
pleura atau peritoneum.

C. INTRAVENA
Larutan radioisotope disuntikkan ke dalam vena. Misalnya I131 yang disuntikkan
intravena akan diserap oleh thyroid, untuk mengobati kanker thiroid dan P32 akan
diserap oleh tulang dan sumsum tulang untuk mengobati kanker myelum. Kini
radioisotope dapat pula digabungkan secara kimiawi dengan antibodi monoclonal
yang spesifik terhadap satu jenis kanker, sehingga dengan demikian terciptalah
apa yang disebut “peluru ajaib” (magic bullet). Peluru ajaib yang disuntikkan
intravena itu akan mencari sel-sel kanker dimanapun ia berada dan
membunuhnya tanpa merusak sel-sel normal. Konsep peluru ajaib itu telah
dicobakan tahun 1982 oleh Order di USA pada kanker hati dan dikatakan
hasilnya cukup memuaskan. Order menyebut tekniknya itu dengan terapi radio-
immunoglobulin. Antibodi monoclonal yang spesifik terhadap satu jenis kanker
dapat dibuat dengan teknik rekayasa gen, yaitu teknik hibridoma.

VI. RADIOSENSITIVITAS TUMOR


Radiosensitivitas tumor ialah tumor yang dapat dihancurkan dengan radiasi
yang tidak merusak atau ditoleransi dengan baik oleh jaringan normal di
sekitarnya. Radiosensitivitas tumor ditentukan oleh rasio dosis letal dan dosis
toleransi jaringan normal.
Tiap-tiap jaringan normal mempunyai dosis toleransi supaya jangan menjadi
nekrose karena radiasi, sedang tumor mempunyai dosis letal yang mematikan
tumor itu. Dosis letal ialah dosis yang dapat mematikan 95% sel tumor.
Radiosensitivitas tumor tergantung dari banyak faktor, antara lain:
a) Tipe histologi tumor d) Vaskularisasi tumor
b) Derajat diferensiasi sel e) Lokasi topografi tumor
c) Besar tumor f) Dsb.
Pada umumnya tumor yang berasal dari jaringan Limfoid, hemopoitik,
spermatogenik, epithel intestinum, tumor okult atau kecil (TI), tumor residu
mikroskopik pasca operasi radiosensitif.
Tumor yang berasal dari jaringan epithel skuamosa, epithel saluran napas,
saluran cerna, saluran kencing, yang ukurannya sedang (T2, T3), umumnya
radioresponsif. Tumor yang berasal dari kelenjar, jaringan lunak, tulang, tumor
besar, tumor yang nekrose, dsb. umumnya radioresisten.
Pada umumnya makin baik derajat diferensiasi sel, makin besar tumor itu,
makin sedikit vaskularisasinya, makin resistens terhadap radiasi.
Sehubungan dengan kepekaan (sensitivitas) tumor terhadap radioterapi, maka
tumor dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. TUMOR YANG RADIOSENSITIF
Tumor ini dapat dihancurkan dengan dosis 3500-6000 rads dalam 3-4
minggu, seperti:
1) Lymphoma inaligna 4) Seminoma 7) Dysgerminoma
2) Myeloma 5) Embryoma 8) Basalioma
3) Retinoblastoma 6) Neuroblastoma 9) Dsb.
Kanker okult, residu adenokarsinoma atau kanker sel skwamosa
mikroskopis pasca operasi, kanker larynx TI, dsb. Dapat juga dihancurkan
dengan dosis itu.
b. TUMOR YANG RADIORESPONSIF
Kanker yang ukurannya sedang, T2-T3, dapat dihancurkan dengan dosis
6000-8000 rads dalam 3-4 minggu seperti kanker:
1) Kulit 4) Serviks 7) Ginjal
2) Mulut 5) Paru 8) Thiroid
3) Mamma 6) Nasopharinx 9) Oesophagus.
c. TUMOR YANG RADIORESISTEN
Tumor ini baru dapat dihancurkan dengan dosis 8000 rads ke atas. Tumor
yang radioresisten itu sukar dapat dihancurkan tanpa juga merusak jaringan
normal di sekitar tumor seperti:
1) Sarkoma jaringan lunak 4) Adenokarsinoma
2) Osteosarkoma 5) Kanker otak
3) Melanoma maligna 6) Dsb.
Metastase kanker di kelenjar limfe umumnya juga radioresiten.
Beberapa jenis obat atau keadaan dapat menambah sensitivitas kanker
terhadap radioterapi, seperti misalnya:
1) Oksigenasi 4) Beberapa sitostatika
2) Hipertermi 5) Dsb.
3) Levamisol

VII. RADIOTERAPI DAN PENGGUNAANNYA


Radioterapi terutama digunakan untuk terapi tumor ganas. Radioterapi untuk tumor
jinak dan tumor non neop!asma jarang diberikan karena umumnya tumor jinak itu
radioresisten dan untuk yang radiosensitif perlu dipertimbangkan masak-masak
untung dan rugi pemberiannya. (Tabel 2)
VIII. TUJUAN RADIOTERAPI
Radioterapi seperti juga halnya pembedahan ialah terapi lokoregional, yaitu
terapi untuk kanker yang luas ekstensinya masih terbatas, lokal dan/atau
lokoregional.
Radioterapi dapat diberikan untuk tujuan:
a. KURATIF
Radioterapi kuratif diberikan untuk tumor lokoregional yang:
1) Radiosensitif
2) Radioresponsif yang sukar operasinya atau menolak operasi. PAT~F
b. PALIATIF
Radioterapi paliatif diberikan untuk tumor lanjut yang:
1) Radioresponsif yang inoperabel
2) Ulkus yang berbau
3) Metastase tulang untuk menghilangkan rasa nyeri dan mencegah
terjadinya fraktur
4) Mengatasi obstruksi.

IX. CARA PEMBERIAN RADIOTERAPI


Radioterapi dapat diberikan sebagai
a. TERAPI UTAMA
Sebagai terapi utama radioterapi diberikan pada kasus:
1) Kanker yang radiosensitif
2) Kanker yang operasinya sukar atau yang risiko operasinya sangat besar.
seperti:
a) Kanker pada orang yang sangat tua
b) Kanker yang disertai penyakit lain yang berat
c) Kanker nasopharynx
d) Kanker pangkal lidah.
3) Kanker yang inoperabel
a) Kanker otak d) Kanker paru
b) Kanker mamma e) Kanker usus
c) Kanker serviks f) Dsb.
b. TERAPI TAMBAHAN (ADJUVAN)
1) Tambahan untuk operasi:
a) Radioterapi pra bedah
(1) Tumor yang operabilitasnya diragukan
(2) Tumor yang sangat besar yang sukar operasinya.
b) Radioterapi intraoperatif
(1) Tumor abdomen yang besar.
c) Radioterapi pascabedah
(1) Lapangan operasi terkontaminasi sel kanker.
(2) Operasi yang tidak standar
(3) Kanker lanjut lokal.
2) Tambahan pada khemoterapi
a) Metastase tulang
b) Sindroma vena cava superior
c) Kompresio medullae.
Dalam hal kombinasi dengan khemoterapi dapat terjadi lesi lokalnya
dengan radioterapi dan khemoterapi untuk penyebaran kanker. Dalam
hal sebaliknya khemoterapi ditambahkan pada radioterapi, karena ada
beberapa khemoterapi yang menambah radiosensitivitas kanker.
3) Tambahan pada immunoterapi
Pada immunoglobulin dapat ditambahkan radioisotope atau
khemotherapi yang akan mencari sel kanker itu dimanapun letaknya,
yang disebut dengan “peluru ajaib” (magic bullet).

Radioterapi dapat pula diberikan


a. PRA OPERASI
Radioterapi pra-operasi diberikan untuk tumor yang operabilitasnya
diragukan atau yang inoperabel.
Tujuannya ialah:
1) Mengecilkan tumor supaya menjadi operabel serta memudahkan
operasi
2) Mensterilkan lapangan operasi dari sel-sel kanker, sehingga kalau ada
sel kanker yang lepas atau tertinggal pada waktu operasi tidak dapat
tumhuh, sehingga mencegah residif atau metastase iatrogen.
Dosis radiasi lebih kecil kalau akan dikerjakan operasi. Operasi dikerjakan
reaksi radiasi mereda, kurang lebih 2 minggu setelah selesai radiasi. Pasca
operas kalau perlu ditambah lagi dengan dosis yang kurang.
b. INTRA-OPERASI
Radioterapi intra operasi diberikan pada kanker intra thorakal, abdominal
atau pelvinal dengan dosis tinggi sekali saja, 20-50 Gy. Kalau perlu pasca
bedah dapat ditambahkan radioterapi pasca bedah. Intra operasi waktu
laparotomi atau thorakotomi radioterapi dapat langsung diarahkan ke tumor
sedangkan jaringan yang tidak perlu mendapat sinar dapat dilindungi
dengan baik. Hasilnya dikatakan lebih baik daripada pemberian radioterapi
hanya pra atau pasca operasi saja.
Radioterapi pasca bedah diberikan setelah luka operasi menyembuh, yaitu
1-2 minggu setelah operasi, umumnya dengan cara fraksional, selama 4-6
minggu.

X. KOMPLIKASI RADIOTERAPI
Komplikasi radioterapi dapat berupa:
a. KOMPLIKASI DINI (kurang dari 1 tahun)
1) Kombusio 5) Mual-muntah
2) Dermatitis 6) Anoreksi
3) Mukositis 7) Depresi sumsum
4) Erosi-ulkus 8) Dsb.
b. KOMPLIKASI LAMBAT (setelah 1 tahun)
1) tropi-ulkus 5) Perdaraban usus
2) Fibrosis 6) Paralise saraf
3) Stenosis 7) Ganguan pertumbuhan
4) Kontraktur 8) Dsb.

DASAR-DASAR KHEMOTERAPI KANKER


Segolongan obat-obatan dapat menghambat pertumbuhan kanker bahkan ada yang
dapat membunuh sel kanker. Obat itu disebut “sitostatika” atau obat anti-kanker.
Penggunaan obat anti-kanker dimulai tahun 1946-an dengan ditemukannya secara
kebetulan Nitrogen mustard yang dapat dipakai mengobati leukemia. Umumnya obat
anti-kanker itu sangat toksis, sehingga penggunaannya harus dengan sangat hati-hati
dan atas indikasi yang tepat. Sejak waktu itu makin banyak ditemukan obat yang
dapat dipakai untuk mengobati kanker, dan pada waktu ini lebih dari 40 jenis obat
anti-kanker yang dipakai secara aktif di seluruh dunia. Pada waktu ini hanya ada 3
jenis kanker yang baru dapat disembuhkan dengan obat anti-kanker, yaitu: leukemia
limphoma ma1igna dan choriocarcinoma. Lain-lain jenis kanker belum dapat, hanya
dapat menghentikan sementara pertumbuhan kanker itu.

1. MEKANISME KERJA OBAT ANTI-KANKER


Obat anti-kanker terutama bekerja pada DNA yang merupakan komponen utama
gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. (Gambar 1)
Cara kerjanya pada sel-sel kanker ada yang:
1) Menghambat atau mengganggu sintese DNA dan atau RNA
2) Merusak replikasi DNA
3) Mengganggu transkripsi DNA oleh RNA
4) Mengganggu kerja gen
Obat anti-kanker itu aria yang bekerja pada:
a. Fase spesifik:
yaitu pada: fase M fase S
fase G I fase G2.
b. Fase nonspesifik:
yaitu pada semua fase dalam siklus sel.
2. KLASIFIKASI OBAT ANTI-KANKER
Klasifikasi obat anti-kanker umumnya didasarkan atas cara kerja obat itu dalam
fuse siklus pertumbuhan sel. (Tabel 1). Kerja obat anti-kanker ada yang sebagai:
1) Alkylator (alkylating agent)
2) Antimetabolite
3) Menghalangi mitose
4) Antibiotika
5) Lain-lain.

3. PEMILIHAN OBAT ANTI-KANKER


Untuk mendapat hasil yang sebaik-baiknya obat yang diberikan kepada penderita
hendaknya “lima tepat dan satu waspada” yaitu:
a) Tepat indikasi
Indikasi pemberian obat anti-kanker ialah pada kanker sistemik, yaitu kanker
yang telah menyebar atau yang diduga telah menyebar tetapi masih subklinik
atau mikroskopik dan kanker limphopoitik dan hemopoitik.
b) Tepat jenis
Untuk terapi utama obat yang diberikan adalah obat yang sensitif terhadap
kanker itu (kemosensitif), sedang untuk terapi tambahan dapat diberikan obat
yang khemoresponsif baik sebagai monofarma (tunggal) maupun poli atau
multifarma.
c) Tepat dosis
Obat anti-kanker itu sangat toksis dan harus diberikan mendekati dosis toksis,
karena itu dosisnya diberikan dengan tepat. Dosis itu umumnya diberikan per
kg. berat badan atau per m2 luas badan.
d) Tepat waktu
Ada obat anti-kanker yang diberikan tiap hart, dalam siklus 1 minggu, 2
minggu, 3 minggu, 4 minggu, dsb.
e) Tepat cara
Cara pemberian obat ada bermacam-macam dan untuk penderita yang
bersangkutan harus tepat caranya, seperti iv, ia, dsb.
f) Waspada ESO (Efek Samping Obat)
Karena obat anti-kanker sangat toksis maka untuk mendapat hasil yang
maksimal dengan toksisitas yang minimal perlu waspada terhadap efek
samping obat.
Karena itu tidaklah mudah memilih obat-obat anti-kanker yang akan dipakai pada
seorang penderita kanker. Untuk dapat memilih obat yang paling tepat bagi
seorang penderita neberapa faktor perlu diperhatikan:
1) Jenis kanker
2) Khemosensitivitas kanker
3) Populasi sel kanker
4) Persentase sel kanker yang terbunuh
5) Siklus pertumbuhan kanker
6) Imunitas tuhuh.

a. JENIS KANKER
Untuk keperluan pemberian, khemoterapi kanker dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
1) Kanker hemopoitik dan limphopoitik
Kanker hemopoitik dan limphopoitik umumnya merupakan kanker
sistemik. Termasuk dalam jenis kanker ini ialah: kanker darah (leukemia),
limfoma maligna dan kanker sumsum (myeloma). Terapi utama kanker
hematologi ialah dengan khemoterapi, sedang operasi dan radioterapi
sebagai adjuvan.
2) Kanker padat (solid)
Kanker padat mulai lokal, lalu menyebar regional dan atau sistemik ke
organ-organ lain. Dalam kanker jenis ini termasuk semua kanker di luar
kanker hematologi. Terapi utama kanker ini ialah dengan operasi dan atau
radioterapi, sedang khemoterapi baru diberikan pada stadium lanjut atau
sebagai adjuvan.
b. SENSITIVITAS KANKER
Sensitivitas tumor terhadap obat anti-kanker tidaklah konstan, tetapi pada
umumnya:
1) Sensitif
Sebagian besar tumor solid adalah khemoresponsif atau resistens, hanya
beberapa jenis kanker yang khemosensitif sedang kanker hematologi
umumnya khemosensitif yang dapat disembuhkan dengan obat-obat anti-
kanker, seperti:
(a) Leukemia (d) Choriokarsinoma
(b) Limfoma maligna (e) Kanker testis
(c) Myeloma (f) Dsb.
2) Resonsif
a) Tumor kecil
b) Tumor yang pertumbuhannya cepat
c) Tumor yang diferensiasi selnya jelek
Contoh kanker: mamma, serviks, paru, kulit, dsb.
3) Resistens
a) Tumor besar
b) Kanker yang pertumbuhannya pelan
c) Kanker yang diferensiasi selnya baik
Contoh: Kanker otak, fibrosarkoma, melanoma maligna, dsb.

Sensitivitas kanker terhadap khemoterapi ada yang telah ada sejak asal
mulanya dan dapat pula timbul dalam perjalanan pengobatan kanker.
Resistensi obat yang timbul terjadi karena ada perubahan farmakokinetika
obat ini, seperti:
a) Perubahan absorpsi
(1) Variabilitas absorbsi obat di gastrointestinal
(2) Adanya penyakit gastrointestinal
(3) Tidak makan obat seperti seharusnya (non compliance)
(4) Formulasi obat yang tidak cocok.
b) Perubahan distribusi
(1) Perubahan ikatan obat dengan protein serum
(2) Perubahan distribusi karena ada obat lain yang mengikat protein
serum.
c) Perubahan metabolisme
(1) Perubahan enzim yang mengadakan detoksifikasi
(2) Penyakit hati
(3) Ada obat lain yang ikut serta
(4) Pengurangan konjugasi obat karena usia.
d) Pengurangan ekskresi
(1) Penyakit hati
(2) Penyakit ginjal.

c. POPULASI SEL KANKER DALAM TUMOR


Sel kanker di dalam tumor adalah heterogen, yaitu terdiri dari bermacam-
macam sel, walaupun asalnya sama.
Ada beberapa fraksi:
1) Fraksi klonogen (clonogenic fraction)
Fraksi klonogen ialah fraksi sel yang dapat tumbuh. Klon ialah
gerombolan sel yang tumbuh. Fraksi ini dapat dibedakan lagi menjadi:
a) Fraksi sel yang tumbuh (growth fraction).
Makin besar tumor, makin kecil fraksi sel yang tumbuh. Pada tumor
sebesar 1 kg, fraksi sel yang tumbuh tidak lebih dari 10%. Fraksi sel
yang tumbuh dalam tubuh dapat naik menjadi 50% atau lebih. Sel-sel
yang berada dalam-fraksi tumbuh dapat dihancurkan dengan obat
yang bekerja pada fase spesifik. Obat ini hanya memberikan efek
toksis minimal pada sel yang tidak tumbuh.
b) Fraksi sel yang mampu tumbuh pada keadaan tertentu (Stem sel =
G0 sel),
Fraksi sel ini tidak tumbuh, tetapi ia akan tumbuh lagi, bila ada
rangsangan, untuk mengganti sel-sel yang mati atau rusak, supaya
bentuk dan fungsi organ tetap baik seperti semula. Fraksi sel ini tidak
dapat dihancurkan dengan obat yang bekerja pada sel yang tumbuh,
tetapi dapat oleh obat yang bekerja pada fase non spesifik. Dengan
memberikan rangsangan yang adekwat sel dapat ditarik masuk ke
dalam fraksi sel yang tumbuh, sehingga fraksi sel yang tumbuh
menjadi lebih besar.
2) Fraksi non klonogen (non clonogenic fraction).
Fraksi non klonogen ialah fraksi sel yang tidak mempunyai kemampuan
tumbuh. Fraksi sel ini dapat dianggap sebagai sel yang mati. Walaupun ia
masih hidup tetapi tidak dapat tumbuh Iagi.
Normal di dalam tubuh antara fraksi sel yang tumbuh dan sel yang tidak
tumbuh yang mampu tumbuh lagi ada keseimbangan, sehingga tubuh menjadi
harmonis. Pada kanker keseimbangan itu terganggu. Diperkirakan pada
kanker yang telah nanifest klinik fraksi sel kanker yang tumbuh berkisar
antara 10-50%. Makin besar tumor makin kecil fraksi sel yang tumbuh atau
sebaliknya.
Implikasi klinik dari fraksi sel yang tumbuh ini ialah:
a) Pada umor yang besar atau yang pertumbuhannya lambat lebih baik
memakai obat yang cycle non specific.
b) Pada tumor yang kecil atau yang pertumbuhannya cepat lebih baik
memakai obat yang cycle cell specific atau phase specific.

d. PERSENTASE SEL YANG TERBUNUH


Jarang obat-anti kanker dapat membunuh seluruh sel kanker sekaligus.
Demikian pula dalam satu tumor tidak semua sel kanker peka terhadap obat
anti-kanker. Kalau pada pertumbuhan kanker sel itu bertambah secara
logaritmik, maka sel yang mati pun secara logaritmik pula. Jumlah sel kanker
yang terbunuh oleh obat antikanker adalah konstan secara proporsional atau
persentase tanpa memandang banyaknya sel kanker yang ada, dari minimun
0% sel sampai maksimum 99,99% sel. Jadi pengurangan jumlah sel kanker
secara logaritmik. Hipotesa ini disebut Hipotesa Log Sell yang Terbunuh
(log Cell Kill Hypothesis).
Berdasarkan hipotesa ini pada pengobatan kanker perlu di berikan beberapa
kali paparan obat, sampai jumlah sel kanker yang masih tinggal hidup
minimal. Makin besar jumlah beban sel, makin banyak paparan diperlukan.
(Grafik 1) Diharapkan sel kanker yang masih tersisa itu akan dibunuh oleh
immunitas tubuh.
Misalnya ada tumor sebesar 2 cm yang mengandung 10 10 sel mendapat
khemoterapi non cycle cell specific yang dapat membunuh 99,9% sel
sehingga sel yang masih hidup 1 diantara 10 3 sel. Setelah paparan ke-1
tinggal 107 sel, pada paparan ke-2 tinggal 104 sel, pada paparan ke-3 tinggal
10, sel yang masih hidup. Tumor itu begitu kecil, subklinik dan mikroskopis
sehingga tidak terlihat lagi adanya tumor itu.
Sisa sel tumor yang masih sedikit akan lebih lanjut dibunuh oleh immunitas
tubuh yang diperkirakan dapat menghancurkan sel maksimal 1 5 sel kanker.
Implikasi klinik dari besar beban sel kanker dan hipotese sel yang mati secara
logaritmik ialah:
1) Untuk dapat membunuh sel kanker sebanyak mungkin pengobatan harus
diulang beberapa kali.
2) Untuk memperbesar daya bunuh obat antikanker perlu dipakai kombinasi
obat bersamaan (polifanna).
3) Lebih baik mulai pengobatan waktu tumor masih kecil atau setelah
mengecilkan dulu masa tumor dengan radiasi atau operasi (dehulking).

e. SIKLUS PERTUMBUHAN KANKER


Obat anti-kanker ada yang bekerja pada:
1) Semua siklus, (Cell cycle non specific).
Obat anti-kanker dapat bekerja pada semua sel, apakah ia sedang berada
dalam siklus pertumbuhan sel atau tidak. Pada umumnya sel yang
pertumbuhannya cepat lebih sensitif terhadap obat daripada yang lambat,
hanya perbedaannya tidak terlalu besar. (Gambar 2)
2) Pada siklus pertumbuhan tertentu, pada semua fasa (Cell cycle non
phase specific).
Obat hanya bekerja pada sel yang berada dalam siklus pertumbuhan,
tetapi tidak pada sel yang tidak tumbuh (G0). Sel yang pertumbuhannya
cepat lebih peka terhadap obat dari pada sel yang lambat, dengan
perbedaan kepekaan yang cukup besar. Toksisitas sel tergantung dari
dosis obat dan lama paparan (exposure). Untuk mendapatkan efek
maksimal, sebaiknya obat diberikan secara intermiten dengan dosis yang
tinggi, untuk memberi kesempatan pada sel-sel kanker yang ada pada fasa
G0 kembali ke fasa G1.
3) Pada siklus pertumbuhan tertentu, pada fase tertentu (Cell cycle
phase specific).
Obat bekerja hanya pada fasa tertentu saja dalam siklus pertumbuhan sel.
Sel yang pertumbuhannya cepat lebih peka daripada yang
pertumbuhannya lambat, tetapi ada sel yang tidak peka terhadap obat
walaupun dosisnya tinggi. Untuk sel kanker golongan ini sebaiknya diberi
obat anti-kanker dalam waktu yang pendek dan dengan dosis yang tinggi.

f. IMMUNITAS TUBUH
Pada penderita kanker yang telah manifest klinik, immunitasnya tertekan.
Diperkirakan kemampuan tubuh untuk mengatasi sel kanker terbatas sampai
sejumlah 105 sel. Setelah jumlah sel kanker dapat dikecilkan sampai 105 sel,
diharapkan immunitas tubuh mengambil alih untuk menghancurkan lebih
lanjut sisa sel kanker yang masih ada. Perlu pula diperhatikan bahwa operasi,
radioterapi dan khemoterapi juga dapat menurunkan immunitas tubuh.

4. PEMBERIAN OBAT ANTI-KANKER


Obat-obat anti-kanker dapat diberikan sebagai:
a. TERAPI UTAMA
Sebagai terapi utama obat anti kanker diberikan pada kanker yang:
1) Khemosensitif
Pemberian khemoterapi pada kanker yang khemosensitif seperti pada:
(Tabel 2)
(a) Leukemia (d) Kanker paru, oat cell
(b) Lymphoma maligna (e) Sarkoma Ewing
(c) Choriocarcinoma (t) Dsb.
2) Kanker yang telah menyebar jauh (umumnya Stadium IV) Pemberian
khemoterapi untuk kanker yang sudah menyebar jauh ialah untuk tujuan
paliatif seperti pada:
(a) Mamma (d) Kulit
(b) Serviks (e) Mulut
(c) Paru (f) Dsb.
b. TERAPI TAMBAHAN (ADJUVAN)
Terapi tambahan khemoterapi pada kanker lokal atau lokoregional umumnya
diberikan pasca operasi dan/atau pasca radioterapi untuk kanker yang
khemoresponsif. Pemberian adjuvan khemoterapi itu disadarkan pada
kenyataan penderita kanker yang kelihatan telah bebas kanker, setelah
beberapa bulan atau tahun, timbul residif atau metastase, yang menunjukkan
waktu operasi atau radioterapi masih ada sel kanker mikroskopis yang masih
tinggal hidup dalam lapangan operasi atau telah ada metastase jauh yang
subklinik. Ternyata adjuvan khemoterapi dapat mengurangi frekuensi residif
atau metastase. Belakangan ini adjuvan khemoterapi ada yang memberikan
pra-operasi atau pra-radioterapi yang disebut Neo Adjuvant Khemoterapi.
Sebagai terapi tambahan khemoterapi diberikan pada kanker lokal atau
lokoregional, seperti pada kanker:
(a) Mamma (d) Lambung
(b) Serviks (e) Paru
(c) Kolon (f) Dsb.
5. TERAPI POLIFARMA
Pemberian obat anti-kanker menggunakan satu jenis obat (monofarma) sering
tidak begitu efektif. Karena itu orang kini lebih condong memberikan kombinasi
beberapa jenis obat anti-kanker dengan kerja obat yang berbeda-beda pada satu
jenis kanker dalam waktu yang bersamaan. Cara pengobatan ini disebut terapi
polifarma.
Pemberian polifarma dengan bermacam-macam kombinasi dan dosis perlu
memperhatikan waktu pemberian serta toksisitasnya yang disebut protokol
pemberian obat anti-kanker, untuk mendapat hasil yang sebaik-baiknya. Di
samping tiap-tiap jenis kanker ada protokolnya sendiri-sendiri, juga ada
bermacam-macam protokol.
Pada terapi polifarma perlu diperhatikan masing-masing obat:
a) Dapat bekerja sendiri-sendiri tanpa tergantung yang lain
b) Mempunyai cara kerja yang berbeda pada fasa yang berbeda
c) Tidak mempunyai toksisitas yang sama
d) Dosis yang dipakai sedekat mungkin dengan dosis terapeutik.
Misalnya kombinasi antara alkylator (Cyclophosphamide) dengan anti-
metabolit (methotrexate, Flourouracil) dan/atau inhibitor spindel mitose
(Vincrictine), dsb.

6. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PEMBERIAN KHEMOTERAPI


Tidak semua kanker memerlukan obat sitostatika. Pemberian sitostatika harus
dengan hati-hati dan atas indikasi.
a. INDIKASI KHEMOTERAPI
Menurut Brule, cs (WHO, 1973), ada 7 indikasi pemberian khemoterapi,
yaitu:
1) Untuk menyembuhkan kanker
Hanya beberapa jenis kanker yang dapat disembuhkan oleh khemoterapi,
seperti: akut limfoblastik leukemia, Burkitt limfoma, Wilm tumor pada
anak-anak, choriokarsinoma.
2) Memperpanjang hidup dan remisi
Kanker yang sensitif terhadap khemoterapi dan walaupun penyakit
progresif, seperti: akut myeloblatik leukemia, limfoma maligna stadium
III atau IV, myeloma, metastase melanoma maligna atau kanker mamma,
kolon, ovarium, testis.
3) Memperpanjang interval bebas kanker
Walaupun kanker kelihatan masih lokal setelah operasi atau radioterapi,
seperti: limfoma stadium II, melanoma maligna, kanker mamma, kolon,
ovarium. Pengobatan perlu waktu cukup lama dan dosis tinggi dengan
interval yang panjang untuk memberikan kesempatan jaringan normal
pulih diantara pengobatan.
4) Menghentikan progresi kanker
Progresi penyakit ditunjukkan secara subjektif, seperti anoreksia,
penurunan berat badan, nyeri tulang, dsb atau terdapat kelainan objektif
seperti penurunan fungsi-fungsi organ dapat diberikan sitostatika, asalkan
kemungkinan berhasilnya 25% atau lebih. Misalnya pada metastase
kanker mamma, kolon, dsb.
5) Paliasi simptom
Pada kanker yang terdapat pada tempat-tempat yang tidak cocok untuk
radiasi, dapat diberikan sitostatika walaupun obat itu tidak memberi
respons yang baik sebagai terapi sistemik. Misalnya dapat diberikan
instalasi sitostatika intrapleural, injeksi intratumoral dengan thiotepa, dsb.
6) Mengecilkan volume kanker
Mengecilkan tumor pra-bedah atau pra-radioterapi seperti pemberian
bleomycin untuk kanker mulut, saluran napas bagian atas atau pemberian
alkylator dengan kombinasinya pada limfoma stadium II.
7) Menghilangkan gejala para neoplasma
Pada metastase kanker yang memberikan sindroma para neoplasma,
misalnya pemberian kortikosteroid pada anemia hemolitik, fibrinolisis,
dermatomyositis, neuropathi perifir, degenerasi cerebelair, pemberian
androgen pada kaheksia, anoreksia atau pemberian mithramycin pada
hiperkalsemia.
b. KONTRA INDIKASI KHEMOTERAPI
1) Kontra Indikasi Absolut
a) Penyakit stadium terminal
b) Hamil trimester pertama, kecuali akan digugurkan
c) Septicemia
d) Koma.
2) Kontra Indikasi Relatif
a) Usia lanjut.
Terutama untuk tumor yang tumbuhnya lambat dan sensitivitasnya
rendah.
b) Status penampilan yang sangat jelek
c) Ada gangguan fungsi organ vital yang berat
seperti: hati, ginjal, jantung, sumsum tulang dsb.
d) Dementia
e) Penderita tidak dapat mengunjungi klinik secara teratur
f) Tidak ada kooperasi dari penderita
g) Tumor resistens terhadap obat
h) Tidak ada fasilitas penunjang yang memadai
i) Dsb.

7. PEMANTAUAN KHEMOTERAPI
Obat-obat anti-kanker sangat toksis, karena itu pada pemberian khemoterapi
perlu dikerjakan pemantauan toksisitasnya. Sebelum memberikan khemoterapi
terlebih dulu harus diketahui dengan baik bagaimana status penderita sebagai
data dasar:
a) Fisik penderita. terutama status penampilan dan toksisitac
b) Radiologi, terutama keadaan parunya
c) Laboratorium, terutama hemoglobin, leukosit dan thrombosit.
a. TOKSISITAS KHEMOTERAPI
Toksisitas khemoterapi perlu dipantau untuk menghindari komplikasi yang
fatal. Kalau timbal toksisitac dosis obat-obat yang diberikan perlu
disesuaikan dan kalau perlu dihentikan untuk sementara sampai toksisitas
dapat diatasi.
Sebelum memberikan khemoterapi perlu diperiksa darah, fungsi hati, fungsi
ginjal, dsb. Untuk darah pemberian dosis protokol sebaiknya diberikan bila
hemoglobin  10 mg%, Leukosit  4.000 per mm3 dan thrombosit  100.000
per mm3. (Tabel 3, 4, 5 & 6)
b. KOMPLIKASI KHEMOTERAPI
1) Segera
a) Shock c) Nyeri pada tempat suntikan
b) Arrhythmia d) Dsb.
2) Dini
a) Mual/Muntah c) Panas, reaksi hipersensitif
b) Panas d) Dsb.
3) Lambat (beberapa hari)
a) Stomatitis e) Nephrotoksis
b) Diarrhoea f) Neuropathi
c) Alopecia g) Dsb.
d) Depresi sumsum tulang, terjadi:
(1) Setelah 1-3 minggu: sebagian besar obat anti-kanker
(2) Setelah 4-6 minggu: nitrosourea
4) Lambat (beberapa bulan)
a) Hiperpigmentasi kulit
b) Lesi organ:
(1) Adriamycin: hati
(2) Bleomycin, Busulfan: paru
(3) Methotrexate: hati
c) Gangguan kapasitas reproduksi:
(1) Amenorhoea
(2) Penurunan konsentrasi sperms
d) Gangguan endokrine:
(1) Feminisasi
(2) Virilisasi
e) Efek karsinogen.
Tabel 3: Toksisitas darah dan penyesuaian dosis khemoterapi

Leukosit/mm3 Thrombosit/mm3 Dosis yang diberikan


 4.000  100.000 Dapat naik 125%
3.900-3.000 99.000-75.000 Dosis standar 100%
2.900-2.000 74.000-50.000 Turun menjadi 75%
< 2.000 < 50.000 Turun menjadi 25-0%
Sumber: Gianni Bretta: Cancer Treatment Medical Guide, 1991

Tabel 4: Toksisitas Ginjal dari penyesuaian dosis khemoterapi


Creatinin Clearance Serum Creatinine* BUN Dosis Obat Khemoterapi §
ml/min/1.73 mg/dl mg/dl PDD & STZ MTX @ Lainnya #
> 70 < 1.5 < 20 100% 100% 100%
70-50 15-2 20-40 50% 50% 75%
< 50 >2 > 40 - 25% 50% @
Sumber: Gianni Bretta : Cancer Treatment Medical Guide, 1991

Keterangan:
* = Jika serum kreatinin satu-satunya parameter fungsi ginjal yang dapat
dikerjakan, pada orang tua dosis obat harus diturunkan lagi
§ = Adanya proteinuria  3 gr/l juga memerlukan penyesuaian dosis
@ = MTX, dosis standar
# = Bleomycin (BLM), Etoposide (VP-16), Teniposide (VM-26), Melphalan=
Phenylalanin mustrad (L-PAM), Ifosfamide (IFO), Cyclophosphamide
(CPA/CTX), Procarbazine (PCZ), Mithomycin-C (MMC), Dacarbazine
(DTIC).

Tabel 5: Toksisitas Hati dan penyesuaian dosis khemoterapi


Retensi Serum Bilirubin Dosis Obat
Lain-lain*
BSP% mg/dl anthracycline@ Lain-lain #
<9 < 1.2 <2N 100% 100%
9-15 1.2-3 2-5  N 50% 75%
> 15 >3 >5N 25% 50%
Sumber: Gianni Bretti: Cancer Treatment Medical Guide, 1991
Keterangan:
* = Normal, limit atas. Lain-lain tes fungsi hail seperti : prothrombine time,
serum albumin, serum transaminase, gama GT, juga memerlukan penyesuaian
dosis. Dalam hal tumor terdapat di hati kurangi dosisnya 50%.
# = Methotrexare (MTX), Nitroso urea (Limusistine = CCNU, Semusine =
MeCCNU), Alkaloid (Vincristin = VCR, Vinblastine = VBL, Vindestine =
VDS). MithomycinC = MMC, Epipodophyllotoxins (VP-16, VM-26), DIC,
Cyclophosphamide (CPA) sebaiknya diberikan dengan dosis naik secara
proporsional.

8. CARA PEMBERIAN KHEMOTERAPI


Pemberian khemoterapi dapat bermacam-macam:
a. INTRAVENA
Pemberian intravena untuk terapi sistemik, dimana obat setelah melalui
jantung dan hati baru sampai ke tumor primer. Cara intravena ini yang paling
banyak digunakan untuk khemoterapi. Dalam pemberian intravena usahakan
jangan ada ekstravasasi obat.
b. INTRA ARTERI
Pemberian intra arteri adalah terapi regional melalui arteri yang memasok
darah ke daerah tumor dengan cara INFUSI INTRA ARTERI menggunakan
catheter dan pompa arteri. Infusi intra arteri itu untuk memberikan obat
selama beberapa jam atau hari. Setelah melalui tumor obat keluar melalui
vena ke sirkulasi umum. Pemberian intra arteri dapat:
1) Menaikkan dosis obat langsung ke dalam tumor
2) Menaikkan efek obat yang kurang stabil karena secara cepat dan langsung
masuk ke dalam tumor
3) Mengurangi toksisitas.
c. PERFUSI REGIONAL
Perfusi regional adalah cara untuk memberikan obat dengan dosis tinggi
langsung kedaerah tumor tanpa menimbulkan toksisitas pada sirkulasi umum
dengan cara sirkulasi ekstra korporal menggunakan mesin jantung-paru.
(Tabel 7)
Tabel 7: Dosis khemoterapi untuk perfusi regional

No Obat Dosis Tungkai Dosis Lengan


1 Chlormetine 0,8 mg/kg BB 0,4 mg/kg BB
2 Melphalan 1,5 mg/kg BB 1,0 mg/kg BB
3 Thiotepa 0,8 mg/kg BB 1,0 mg/kg BB
4 Dactinomycin 0,05 mg/kg BB 0.035 mg/kg BB
5 Flourouracil 20,0 mg/kg BB 15,0 mg/kg BB

d. INTRA TUMORAL
Obat langsung disuntikkan ke dalam tumor. Cara ini tidak dianjurkan karena
dapat melepaskan sel kanker dari tumor induknya dan ada cara lain yang
lebih efektif, yaitu operasi (eksisi, debulking, elektrokoagulasi), atau
radioterapi.
e. INTRACAVITAR
Obat disuntikkan atau diinstalasi ke dalam rongga tubuh, seperti intra: pleura,
peritoneum, perikardial, vesikal atau tekal. Contoh: instalasi bleomycin,
fluorouracil, chlormetine, terramycin, dsb. intrapleura untuk efusi maligna.
f. TOPIKAL
Pemberian salep Fluorouracil pada kanker kulit.

9. HASIL KHEMOTERAPI
Hasil atau respons khemoterapi dapat berupa:
a. SUBJEKTIF
Mengukur hasil subjektif/hasil terapi kanker sukar tetapi sebagai pegangan
dapat dipakai parameter:
1) Berat badan
2) Status penampilan.
b. OBJEKTIF
Hasil objektif ada yang dapat dan yang tidak dapat diukur serta dapat
diperiksa secara klinik, radiologi, biokimia atau pemeriksaan stadium klinik-
patologi.
1) Respons komplit = (complete response = CR)
Semua tumor menghilang untuk jangka waktu sedikitnya 4 minggu.
2) Respons partial = (partial response = PR)
Semua tumor mengecil sedikitnya 50% dan tidak ada tumor baru yang
timbul untuk jangka waktu sedikitnya 4 minggu
3) Tidak berubah = (no change = NC)
Tumor mengecil kurang dari 50% atau membesar kurang dari 25%.
4) Penyakit progresif = (progresive disease = PD)
Tumor membesar 25% atau lebih atau timbul tumor baru yang dulu tidak
diketahui adanya.

Anda mungkin juga menyukai