Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Antraks adalah suatu penyakit infeksi zoonotik yang disebabkan oleh bakteri
gram positif, Bacillus anthracis.1 Penyakit ini jarang ditemukan di dunia, dan dapat
terkena melalui kontak terhadap binatang atau produk binatang yang terinfeksi. 2,3
Karena itu sering ditemukan pada daerah endemis dengan banyak
peternakan/agrikultural seperti Amerika tengah dan selatan, Sub-sahara Afrika, Asia
tengah dan barat daya, Eropa timur dan selatan, dan Karibia. 1,4 Pada orang dewasa
laki-laki lebih beresiko, tapi pada kehidupan pedesaan, anak-anak yang mengurus
ternak bisa terinfeksi.5 Penyakit antraks pada manusia dapat dibagi menjadi kasus non
industrial (agrikultural) dan industrial.6 Kasus non industrial (agrikultural) tersering
melibatkan para peternak, tukang potong daging, dokter hewan, dan lain-lain, atau
juga berasal dari kontak dengan binatang yang terinfeksi, gigitan serangga yang
terinfeksi dan memakan daging yang terkontaminasi Kasus industrial berhubungan
dengan paparan kulit yang terkontaminasi dengan kulit, bulu, wool, atau tulang yang
1,2,6
mengandung kuman antraks. Spora dari Bacillus anthracis dapat bertahan dan
aerosol sehingga dapat digunakan sebagai senjata bioteroris. Pada tahun 2001, terjadi
wabah yang disebabkan oleh amplop yang berisi bubuk yang dikirim melalui kotak
pos.3

Penyakit antraks ”alami” telah dilaporkan di Indonesia sejak tahun 1832 dari
Pulau Sulawesi. Di beberapa tempat di Indonesia yang perbedaan antara musim hujan
dan kemaraunya sangat tajam, umumnya ledakan wabah antraks pada hewan terjasdi
pada awal musim hujan, sesudah musim kemarau yang panjang. 2 Berdasarkan
Kementerian Pertanian, daerah endemis antraks pada hewan sampai tahun 2017 ada
di 12 provinsi, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sumatera Barat, Jambi, dan Jawa Timur. Sementara kasus pada manusia
yang dilaporkan sampai tahun 2017 ada di 5 provinsi, yaitu Sulawesi Selatan,
Gorontalo, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 7
Dalam periode 2012-2016, kasus antraks pada manusia ditemukan pada provinsi
Nusa Tenggara Timur 2012, Sulawesi Selatan (2013, 2014, dan 2015). Untuk tahun
2017 terjadi kembali di Nusa Tenggara Timur sebanyak 1 kasus, Sulawesi Selatan
sebanyak 2 kasus, Gorontalo sebanyak 45 kasus, Jawa Timur sebanyak 11 kasus dan
DI Yogyakarta sebanyak 4 kasus. Terdapat 1 kasus meninggal di Provinsi DI
Yogyakarta yang dikarenakan adanya infeksi meningitis anthraxis.7 Pada tahun 2017
juga kabupaten Bolaang Mongondow Selatan melaporkan dugaan penyakit berpotensi
Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu penyakit Antraks, karena adanya kematian
mendadak dari sapi-sapi.8

Manifestasi klinis dari Antraks tergantung dari rute inokulasinya.1 Terdapat


empat bentuk dari antraks yang timbul pada manusia, yaitu: Antraks kutaneus,
terjadi pada 95% kasus, inokulasi melalui lesi kulit; antraks inhalasi, diketahui
sebagai woolsorter’s disease, yang didapat melalui transmisi udara; antraks saluran
cerna, yang sangat jarang terjadi dengan persentase 1% dari semua kasus, terjadi
melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi, biasanya daging dari binatang yang
mati karena antraks, atau air yang terkontaminasi; dan antraks injeksi, terjadi lebih
dari 50 kasus di Jerman dan United Kingdom. Ini merupakan komplikasi dari
penggunaan obat-obatan secara IV, sering pada pengguna narkotika.2,3,6

Lesi sering ditemukan pada daerah kulit yang terbuka, biasanya pada tangan,
wajah, dan leher. Bentuk lesi awal berupa papular merah kecil yang berkembang
menjadi stadium vesikular berisi cairan jernih atau serosanguinosa, selanjutnya
vesikel membesar, menjadi hemoragik dan akan membentuk ulkus dengan eschar
nekrotik kehitaman.2 Pada antraks saluran nafas diikuti dengan panas tinggi,
menggigil, batuk kering, sesak nafas dan kolaps. Gambaran foto toraks menunjukkan
adanya kelainan.2 Gejala pada antraks saluran cerna bervariasi, dapat berupa gejala
radang akut saluran cerna termasuk demam, mual dan muntah, sakit perut, sembelit
atau diare berat.2

Berikut ini akan dilaporkan satu kasus diduga antraks kutaneus pada seorang
perempuan berusia 42 tahun.

Anda mungkin juga menyukai