Anda di halaman 1dari 8

PERENCANAAN KEBIJAKAN PERSEDIAAN SPARE PART BERDASARKAN

KLASIFIKASI FRMIC (FUZZY-RULE-BASED APPROACH FOR MULTI-CRITERIA


INVENTORY CLASSIFICATION) UNTUK MEMINIMASI BIAYA INVENTORY
MENGGUNAKAN METODE BASE-STOCK POLICY (S-1, S) DI PT EFG

SPARE PART INVENTORY POLICY PLANNING BASED ON FRMIC (FUZZY-RULE-


BASED APPROACH FOR MULTI-CRITERIA INVENTORY CLASSIFICATION) TO
MINIMIZE INVENTORY COSTS USING BASE-STOCK POLICY (S-1, S) METHOD IN
PT EFG

Anjani Maulaya1 , Ari Yanuar Ridwan2 , Budi Santosa3


1,2,3
Prodi S1 Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom
1
anjanimaulaya1@gmail.com, 2ariyanuar@telkomuniversity.ac.id, 3budisantosa@telkomuniversity.ac.id

Abstrak
Kebijakan dalam mengelola persedian menjadi hal penting dalam suatu perusahaan. PT EFG merupakan
perusahaan swasta di bidang industry farmasi dan makanan. Untuk menunjang kegiatan produksi,
perusahaan memerlukan mesin untuk melakukan kegiatan produksi. Demi menjaga agar aktivitas
produksi tetap berjalan baik, PT EFG senantiasa berupaya untuk menjaga keandalan mesin-mesin
tersebut. Spare part menjadi komponen yang penting untuk menunjang kegiatan tersebut. Jenis dan jumlah
spare part tidak hanya satu, tetapi dapat mencapai ribuan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan
persediaan spare part yang baik oleh perusahaan untuk menjamin ketersediaan spare part di gudang dan
tentunya menghindari penumpukan stock spare part di gudang yang membuat inventory cost menjadi tinggi.
Metode dalam penelitian ini adalah base-stock policy (S-1, S) yang diterapkan untuk spare part kategori
high inventory (HI) atau spare part dengan prioritas tinggi. Penentuan spare part kategori high inventory
(HI) diperoleh berdasarkan klasifikasi FRMIC (Fuzzy-Rule- based approach Multi -criteria Inventory
Classification) yang mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain: unit price, consumption value,
replenishment lead-time, critically dan commonality. Penggunaan metode base-stock policy terbukti mampu
mengurangi total biaya persediaan (inventory cost).

Kata Kunci: Spare part, FRMIC, high inventory, base-stock policy, total inventory cost
Abstract
Policy in managing inventory becomes an important part of a company. PT EFG is a private company engaged
in industry. To support production activities, company needs machines to carry out production activities. To
keep production activities running well, PT EFG always strives to maintain the reliability of these machines.
Spare parts are an important component to support these activities. The type and number of spare parts is not
only one, but can reach thousands. Therefore, it is necessary to manage a good spare part inventory by the
company to make sure the availability of spare parts in warehouse and of course avoid the accumulation of
spare parts stock in warehouses that make inventory costs high. This study uses the base-stock policy (S-1, S)
method, which is applied to high priority spare parts. Determination of high inventory (HI) category spare parts
is obtained based on FRMIC classification (Fuzzy-Rule-based approach Multi -criteria Inventory
Classification) which considers several criteria, including: unit price, consumption value, replenishment lead-
time, critically and commonality. The use of the base-stock policy method is proven to be able to reduce total
inventory cost.

Keywords: Spare part, FRMIC, high inventory, base-stock policy, total inventory cost

1. Pendahuluan

Kebijakan dalam mengelola persedian menjadi hal penting dalam suatu perusahaan. Perusahaan umumnya
memiliki persediaan untuk mendukung berbagai aktivitas didalam perusahaan tersebut, misalnya untuk memenuhi
segala aktivitas produksi. Tidak hanya aktivitas produksi secara langsung yang meliputi persediaan bahan baku,
namun juga aktivitas pendukung kegiatan produksi tersebut.
PT EFG merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang industri farmasi dan industri makanan.
Untuk menunjang kegiatan produksi, perusahaan memerlukan mesin untuk melakukan kegiatan produksi. Untuk
menjaga agar aktivitas produksi tetap berjalan baik, PT EFG senantiasa berupaya untuk menjaga keandalan mesin-
mesin tersebut. Beberapa kasus yang terjadi di perusahaan dalam kegiatan perawatan mesin adalah penanganan
mesin yang mengalami kerusakan tidak segera dilakukan, hingga menyebabkan outstanding (keterlambatan
servis). Gambar 1 menunjukkan total outstanding di tahun 2018.
350 86% 100% 100%
300 71%
Total Outstanding Tahun 2018 80%
250 56%
200 60%
100 35%
150 40%
100
50 20%
50 0 0%
Ketidakter Servis Ketidakter Dalam
sediaan Pihak sediaan Pengerjaa Lain-lain
Teknisi Ketiga Spare Part n
0
Jumlah
Apr
Feb

Sep
Mar

301 180 132 127 121


Mei
Jan

Jun

Agu

Nov
Des
Jul

Okt
%Kumulatif 35% 56% 71% 86% 100%

Gambar 1. Total outstanding Gambar 2. Penyebab Outstanding


Kondisi outstanding tentu merugikan perusahaan karena menghambat aktivitas produksi. Aktivitas produksi
yang terhambat akan menyebabkan perusahaan kehilangan keuntungan dari hasil produksi. Gambar 2 menyajikan
diagram pareto penyebab outstanding di perusahaan. Pada diagram pareto diatas, dapat dilihat bahwa outstanding
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: ketidaktersediaan teknisi, memerlukan servis dari pihak ketiga,
ketidaktersediaan spare part, dalam pengerjaan dan penyebab lainnya. Penyebab terbesar adalah karena
ketidaktersediaan teknisi, kemudian penyebab terbesar kedua disebabkan karena memerlukan servis pihak ketiga.
Kedua faktor tersebut menjadi kebijakan perusahaan yang tidak dapat diubah sesuai dengan RTK (Rencana
Kebutuhan Tenaga Kerja) tahun 2019. Dengan demikian untuk mengatasi permasalahan tersebut, penelitian ini
difokuskan pada kebijakan persediaan spare part.
Setiap kali downtime terjadi pada mesin, ketersediaan suku cadang (spare part) tentu merupakan hal yang
sangat penting. Suku cadang diperlukan untuk mendukung dan menjamin keandalan mesin dan peralatan pada
sistem (Bahagia, 2006). Oleh karena itu, perlu mengatur pasokan spare part dengan baik untuk memastikan
ketersediaan suku cadang di gudang. Menurut (Sarmah and Moharana, 2015), fokus utama dari praktik manajemen
persediaan spare part adalah menyiapkan spare part yang diperlukan pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat
dengan biaya minimum.
Persediaan didefinisikan sebagai sumber daya yang tidak digunakan yang menunggu proses lebih lanjut
(Permatasari, Ridwan and Santosa, 2017). Masalah dalam manajemen persediaan spare part adalah jenis dan
jumlah spare part tidak hanya satu, tetapi bisa mencapai ribuan. Oleh karena itu, perlu pengklasifikasian spare
part untuk mengelola sejumlah spare part di gudang. Hal ini karena tidak semua spare part memiliki tingkat
kepentingan yang sama. Menurut (Syntetos, Keyes and Babai, 2009), klasifikasi spare part digunakan pada
managemen persediaan spare part sebagai sebuah tahapan untuk fokus pada item penting dan memfasilitasi proses
pembuatan keputusan.
Salah satu metode klasifikasi yang sering digunakan adalah Analisis ABC. Analisis ABC juga digunakan
dalam penelitian (Grondys, 2009). Analisis ABC adalah metode klasifikasi yang mempertimbangkan consumption
value (biaya), yaitu hasil perkalian antara penggunaan barang tahunan dengan harga barang tersebut. Namun,
bagaimanapun, tidak hanya consumption value yang perlu dipertimbangkan dalam mengklasifikasikan spare part.
Kriteria lain seperti lead time, critically dan commonality juga perlu dipertimbangkan.
Dalam penelitian ini, FRMIC (Fuzzy-Rule-based approach for Multi -criteria Inventory Classification)
digunakan untuk mengklasifikasikan spare part. Metode yang ditemukan oleh (Sarmah and Moharana, 2015) ini
mengembangkan cara pengklasifikasian sparepart dengan fuzzy-rule-base dan mempertimbangkan beberapa
kriteria, antara lain: unit price, consumption value, replenishment lead-time, critically dan commonality. Output
yang dihasilkan oleh model FRMIC adalah spare part dengan kategori high inventory (HI), medium inventory
(MI), dan less inventory (LI). Manajemen inventory spare part tidak hanya terbatas pada mengklasifikasikan spare
part. Setelah mendapatkan kategori, kebijakan persediaan perlu dipertimbangkan. Penelitian ini terbatas pada
spare part dengan kategori high inventory (HI). Sebagaimana yang disarankan oleh (Sarmah and Moharana, 2015)
kebijakan persediaan untuk kategori HI adalah base-stock policy (S-1, S). Menurut (Ben-Daya et al., 2009),
kebijakan persediaan (S-1, S) ini sangat berguna dalam pengendalian persediaan untuk item kelas A, khususnya
untuk spare part mahal dengan masa pakai lebih lama daripada lead-time.

2. Dasar Teori

2.1 Klasifikasi Spare Part


Klasifikasi spare part digunakan pada manajemen persediaan spare part sebagai sebuah tahapan untuk fokus
pada item penting dan memfasilitasi proses pembuatan keputusan (Syntetos, Keyes and Babai, 2009). Klasifikasi
item atau bisa disebut critically analysis digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan kelas spare part yang akan
dikelola secara berbeda tergantung pada tingkat kritis yang dihasilkan. Tingkat kritis spare part bisa menjadi
langkah awal praktisi dalam menempuh langkah senjutnya dalam perspektif perawatan (Roda et al., 2014).

2.2 FRMIC
FRMIC (Fuzzy-Rule-base approach for Multi –Criteria Inventory Classification) merupakan metode baru
yang ditemukan oleh (Sarmah dan Moharana, 2015). Metode ini mengembangkan cara pengklasifikasian sparepart
dengan fuzzy-rule-base dan mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain: consumption value, unit price,
replenishment lead-time, commonality dan critically. Output yang dihasilkan dari model FRMIC adalah kategori
spare part, antara lain high inventory (HI), medium inventory (MI) dan less inventory (LI). Tahapan dai model
FRMIC anatara lain: fuzzifikasi kriteria input, pengembangan rule-base dan defuzzifikasi kriteria output. Konsep
dasar dalam model FRMIC adalah If-then rule dengan mempertimbangkan parameter input dan parameter output.

2.3 Base-stock Policy (S-1, S)


Menurut (Ben-Daya et al., 2009), (S-1, S) policy yang juga disebut base-stock policy sangat berguna dalam
inventory control item kelas A dan khususnya untuk spare part yang mahal dengan masa pakai lebih lama dari
replenishment lead-time. Menurutnya, secara umum (S-1, S) policy berlaku setiap kali pengambilan item dari stok,
pemesanan harus dilakukan untuk membuat posisi inventory kembali ke S. (S-1, S) policy merupakan kasus khusus
dari kebijakan (s, S). Hal tersebut beroperasi sebagai berikut : spare part S disimpan dalam stok dan tuntutan
independen acak karena adanya penggantian pada setiap kerusakan, hingga tiba pada tingkat λ per satuan waktu.
Setelah setiap permintaan spare part, satu unit pengganti dipesan. Replenishment lead-time memiliki distribusi
probabilistik umum dengan rata-rata τ. Jika nominal stok S habis sebelum penggantian diterima, biaya penalti L
terjadi untuk setiap permintaan yang harus diisi oleh emergency order atau hilang karena kekurangan. Biaya
penyimpanan h per satuan waktu terjadi untuk setiap item dalam persediaan.
(S-1, S) policy seperti yang dijelaskan diatas, setara dengan M/G/S/S queue yang probabilitas steady-state-
nya dikenal sebagai distribusi truncated Poisson (Smith, 1977) dalam (Ben-Daya et al., 2009). Total biaya yang
diharapkan (The expected total cost) per satuan waktu TC (S) dalam steady-state, diketahui level stok yang
diinginkan S, yang merupakan jumlah dari rata-rata biaya penyimpanan dan biaya penalti rata-rata. Rumus TC (S)
dapat ditulis sebagai berikut:
𝑇𝐶 (𝑆) = ℎ. [𝑆 − (1 − 𝑝(𝑆))𝜆𝜏] + 𝜆𝐿𝑝(𝑆) (1) Keterangan :
dimana 𝜆 : Permintaan
𝜏 : Lead-time
𝑝(𝑆) = 𝑄𝑠 (0) = (𝜆𝜏) 𝑆 /𝑆! (2) S : desired stock
S* diperoleh dengan menyelesaikan h : biaya simpan (holding cost) setiap spare part
L : biaya kehilangan (penalty cost) setiap spare
𝑑𝑇𝐶(𝑆)
= 0 𝑓𝑜𝑟 𝑆 = 𝑆 ∗ (3) part
𝑑𝑆
Pendekatan S* di ketahui dari
𝑆 ∗ = 𝜆𝜏 + 𝛼√𝜆𝜏 (4)
dimana
1/2
𝐿
𝛼 = 𝛼 = [2 𝑙𝑛 (1 + )] (5)
ℎ𝜏

2.4 Biaya Persediaan (Inventory Cost)


Biaya persediaan merupakan kerugian yang disebabkan karena adanya inventori selama horison waktu
tertentu (Bahagia, 2006).
a. Biaya Pemesanan
Menurut (Bahagia, 2006), biaya pemesanan atau order cost adalah semua yang timbul akibat mendatangkan
barang ke perusahaan.
b. Biaya Simpan
Ongkos simpan menurut (Bahagia, 2006) adalah semua biaya yang disebabkan akibat penyimpanan barang.
Dalam penelitian ini, yang termasuk biaya simpan yaitu storage cost dan ongkos memiliki inventory.
c. Biaya Kekurangan
Biaya kekurangan timbul akibat perusahaan mengalami kerugian karena kondisi barang mengalami stockout.
3. Metodologi

Gambar 3. Model Konseptual Gambar 4. Sistematika Penelitian

3.1 Model Konseptual


Model konseptual membantu dalam memudahkan proses penelitian dari awal hingga akhir, termasuk dalam
menentukan variabel-variabel yang terkait dengan penelitian dan metode dalam penelitian. Adapun model dalam
penelitian ini disajikan dalam gambar 3.

3.2 Sistematika Penelitian


Sistematika penelitian disajikan pada gambar 4. Adapun penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Studi pustaka: mengumpulkan informasi yang relevan dengan topik penelitian.
b. Studi lapangan: memperoleh informasi atau data dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan.
c. Identifikasi masalah: proses mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan dan batasan penelitian.
d. Pengumpulan dan pengolahan data: pada tahap ini dilakukan pengumpulan keseluruhan data untuk penelitian
dan mengolah data menggunakan model FRMIC untuk mengklasifikasikan spare part serta menggunakan
kebijakan persediaan base-stock policy (S-1, S) untuk spare part dengan kategori high inventory (HI).
e. Analisis data: tahap ini melakukan analisis data yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
f. Penarikan kesimpulan: tahap ini melakukan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.

4. Pembahasan

4.1 Kerangka Permodelan


Berikut merupakan kerangka permodelan jika diimplementasikan serta dimasukkan variable-variabel yang
sudah ditentukan dalam program MATLAB.

Gambar 5. Diagram model FRMIC menggunakan MATLAB

4.2 Fuzzifikasi Kriteria Input


Dalam model FRMIC, terdapat lima kriteria yang dijadikan sebagai parameter input, antara lain: unit price,
consumption value, lead-time, commonality dan critically. Adapun domain value dari masing-masing kriteria dapat
dilihat pada tabel 1, sedangkan representasi bergambar dari parameter input disajikan dalam gambar 6 (a) ̶ (e).
Tabel 1 Domain Value Kriteria Input
Parameter Kategori Domain Value
Less 0 – Rp 1.250.000
Unit Price Medium Rp 1.000.000 – Rp 5.000.000
High > Rp 4.000.000
Less 0 – IDR 1,250,000
Consumption
Medium Rp 1.000.000 – Rp 5.000.000
Value
High > Rp 4.000.000
Less 0 – 21 hari
Lead-time Medium 14 – 90 hari
High > 75 hari
Less 0 – 0.1
Commonality Medium 0.05 – 0.2
High > 0.15
Less 0 – 0.4
Critically Medium 0.2 – 0.8
High > 0.6

(a) (b)

(c) (d)

(e)
Gambar 6. Representasi Bergambar Parameter Input
Catatan : (a) Unit Price; (b) Consumption Value; (c) Lead-time; (d) Commonality dan (e) Critically

4.3 Pengembangan Rule-base


Terdapat 243 (35) rules yang telah ditetapkan oleh expert (Sarmah and Moharana, 2015). Tabel 2
menampilkan rules dan output dari masing-masing rule.

Tabel 2. Domain Value Kriteria Output

Rule Unit Consumption Lead-


Commonality Critically FRMIC
Number Price Value time
1 HP HV HL HC HCOM HI
2 HP HV HL HC MCOM HI
3 HP HV HL HC LCOM HI
… … … … … … …
243 HP LV LL LC LCOM LI
4.4 Defuzzifikasi Kriteria Output
Output dari model FRMIC adalah klasifikasi spare part (HI, MI dan LI) dengan parameter input yang
dijelaskan sebelumnya. Output defuzzifikasi ditentukan dengan COG (Center of Gravity). Nilai output adalah
rentang nilai antara 0 dan 1. Domain value untuk kriteria output disajikan dalam tabel 3 dan representasi bergambar
parameter output disajikan pada gambar 8.
Tabel 3. Domain Value Kriteria Output
Kategori Domain value
Less 0 s/d 0.2
Medium 0.2 s/d 0.8
High > 0.6

Gambar 7. Representasi Bergambar Parameter Output

4.5 Hasil Klasifikasi Spare Part berdasarkan model FRMIC


Terdapat 327 item spare part yang menjadi objek penelitian ini berdasarkan penggunaan spare part mesin
di unit produksi pada tahun 2018. Proses pengklasifikasian FRMIC dilakukan secara otomatis oleh sistem
menggunakan program MATLAB. Hasil klasifikasi spare part disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4. Hasil Klasifikasi berdasarkan model FRMIC
Lead-
Kode Spare Unit Consumption
No time Commonality Critically Defuzzifikasi FRMIC
Part Price Value
(hari)
366 - Rp Rp
1 295 0,56 0,5 0,7 HI
366123 1.176.154 2.352.307
350 - Rp Rp
2 55 1,00 1 0,847 HI
350105 1.716.434 29.179.370
366 - Rp Rp
3 90 0,56 0,5 0,847 HI
366121 5.630.235 5.630.235
350 - Rp
4 Rp 731.273 18 1,00 1 0,395 MI
350201 146.255
350 - Rp Rp
5 41 1,00 1 0,847 HI
350176 1.530000 44.370.000
… … … … … … … … …
534 - Rp
327 Rp 790.000 13 0,56 0,5 0,153 LI
534117 790.000
Berdasarkan hasil klasifikasi FRMIC, terdapat 45 item spare part yang masuk dalam kategori HI, 125 item
spare part masuk dalam kategori MI dan 157 item spare part dalam kategori LI. Penelitian dilanjutkan dengan
kebijakan sediaan menggunakan base-stock policy untuk item spare yang masuk dalam kategori HI.

4.6 Perhitungan Parameter Base-stock Policy (S-1, S)


Berikut ini merupakan contoh perhitungan parameter (S-1, S) untuk spare part dengan kode 366 -366123.
Diketahui :
L = Rp 11.936.416
h = Rp 58.808
λ = 2 unit
295 hari
τ= = 0.81 tahun
365 hari
1 1
𝐿 ⁄2 11936416 ⁄2
𝛼 = [2ln (1 + )] = [2ln (1 + )] = 3,33
ℎ𝜏 58836
S ∗ = λτ + 𝛼√λτ = (2 × 0.81) + (3,33√2 × 0.81) ≈ 6 unit

Hasil S* digunakan untuk menguji peluang tidak adanya stok p(S). Perusahaan menetapkan nilai service level yaitu
95%. Nilai S ditetapkan ketika p(S) ≤ 5%.

Iterasi 1 (S = 6)
(λτ)s (2 × 0.81)6 18,076
p(S) = Qs(0) = = = = 0,0248 = 2,48%
s! 6! 720
Karena nilai p(S) untuk S = 6 = 2,48% < 5%, maka ditetapkan S = 6 unit
S = 6 unit
S − 1 = 6 − 1 = 5 unit
Nilai S menunjukkan maximum inventory level dan S-1 merupakan reorder point. Berikut merupakan tabel 4 yang
menunjukkan hasil perhitungan paramer base-stock policy.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Parameter Base-stock Policy
No Kode Spare Part S-1 S p(S)
1 366 -366123 5 6 2,48%
2 350 -350105 7 8 4,60%
3 366 -366121 1 2 3,04%
4 350 -350176 20 21 1,71%
5 312 -312381 1 2 3,04%
… … … … …
45 366 -366612 1 2 3,04%

4.7 Perhitungan Total Biaya Persediaan

Biaya persediaan terdiri dari dari beberapa komponen biaya, yaitu: biaya pemesanan, biaya simpan dan biaya
kekurangan. Berikut ini merupakan contoh perhitungan komponen biaya persediaan untuk spare part dengan kode
366 -366123.
Diketahui:
λ = 2 unit Frekuensi pemesanan ( f ) = S − 1 = 2 − 1 = 1 kali
τ = 0,8 tahun Biaya pesan/item (A) = Rp 88.212
p(S) = 2,48% Biaya simpan/item (h) = Rp 58.808
S = 6 unit Biaya kekurangan/item (L) = Rp 11.936.416

Biaya pemesanan = f × A
Biaya pemesanan = 5 × Rp 88.212
Biaya pemesanan = Rp 441.058
Biaya simpan = h. [S − (1 − p(S))𝜆𝜏]
Biaya simpan = Rp 58.808 [6 − ((1 − 2,48%) × 2 × 0,8))]
Biaya simpan = Rp 260.142
Biaya kekurangan = λLp(S)
Biaya Kekurangan = 2 × Rp 11.936.416 × 2,48%
Biaya Kekurangan = Rp 591.461
Biaya persediaan = Biaya pemesanan + Biaya simpan + Biaya kekurangan
Biaya persediaan = Rp 441.058 + Rp 260.142 + Rp 591.461
Biaya persediaan = Rp 591.461
Hasil perhitungan biaya persediaan spare part yang lain disajikan dalam tabel 5 berikut ini.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Biaya Persediaan
No Kode Spare Part Biaya Pemesanan Biaya Simpan Biaya Kekurangan Biaya Persediaan
1 366 -366123 Rp 441.058 Rp 260.142 Rp 591.461 Rp 1.292.661
2 350 -350105 Rp 901.128 Rp 476.839 Rp 1.739.775 Rp 3.117.741
3 366 -366121 Rp 422.268 Rp 495.720 Rp 110.704 Rp 1.028.692
4 350 -350176 Rp 2.295.000 Rp 1.068.826 Rp 1.805.714 Rp 5.169.540
5 312 -312381 Rp 388.990 Rp 456.654 Rp 110.704 Rp 956.348
… … … … …
45 366 -366612 Rp 340.337 Rp 399.537 Rp 110.704 Rp 850.578
TOTAL Rp 26.190.679 Rp 35.202.304 Rp 34.005.311 Rp 16.214.895

4.8 Perbandingan Kondisi Awal dan Usulan

Tabel 6 menyajikan perbandingan total biaya persediaan dan komponen-komponennya pada kondisi
eksisting dan kondisi usulan.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Biaya Persediaan
Penghematan/ %Penghematan
Komponen Biaya Kondisi Awal Kondisi Usulan
Kenaikan / Kenaikan
Total Biaya Pemesanan Rp 26.190.679 Rp 35.202.304 + Rp 9.011.625 +54,20%
Total Biaya Simpan Rp 39.598.583 Rp 34.005.311 - Rp 5.593.701 -14,12%
Total Biaya Kekurangan Rp 48.716.763 Rp 16.214.895 -Rp 32.501.868 -66,72%
Total Biaya Persediaan Rp 120.828.339 Rp 16.214.895 -Rp 28.050.402 -24,72%

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model FRMIC, terdapat 45 item spare part yang masuk dalam
kategori high inventory (HI), 125 dalam kategori medium inventory (MI) dan 157 spare part dalam kategori less
inventory (LI). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode base-stock policy (S-1, S), total biaya
persediaan (inventory cost) mengalami penurunan sebesar Rp 28.050.402 atau mengalami penghematan sebesar
24,72% dari kondisi awal.

Daftar Pustaka

[1] Bahagia, S. N. (2006) Sistem Inventori. Bandung: Penerbit ITB.


[2] Ben-Daya, M. et al. (2009) Handbook of Maintenance Management and Engineering. London: Springer.
[3] Grondys, K. (2009) ‘ABC Analysis in Spare Parts Warehouse’, Advanced Logistic System, 3, pp. 147–156.
[4] Permatasari, P. M., Ridwan, A. Y. and Santosa, B. (2017) ‘Inventory Policy Determination for Raw Materials
in ILY Pharmaceutical using Periodic Review ( R , s , S ) and Periodic Review ( R , S ) Method to Minimize
Total Inventory Cost’, 00056. doi: 10.1051/matecconf/201713500056.
[5] Roda, I. et al. (2014) ‘A review of multi-criteria classification of spare parts From literature analysis to
industrial evidences’, Journal of Manufacturing Technology Management, 25(4), pp. 528–549. doi:
10.1108/JMTM-04-2013-0038.
[6] Sarmah, S. P. and Moharana, U. C. (2015) ‘Multi-criteria classification of spare parts inventories – a web
based approach’, Journal of Quality in Maintenance Engineering, 21(4), pp. 456–477. doi: 10.1108/JQME-
04-2012-0017.
[7] Syntetos, A. A., Keyes, M. and Babai, M. Z. (2009) ‘Demand categorisation in a European spare parts logistics
network’, International Journal of Operations & Production Management, 29(3), pp. 292–316. doi:
10.1108/01443570910939005.

Anda mungkin juga menyukai