Jurnal
Jurnal
Abstrak
Kebijakan dalam mengelola persedian menjadi hal penting dalam suatu perusahaan. PT EFG merupakan
perusahaan swasta di bidang industry farmasi dan makanan. Untuk menunjang kegiatan produksi,
perusahaan memerlukan mesin untuk melakukan kegiatan produksi. Demi menjaga agar aktivitas
produksi tetap berjalan baik, PT EFG senantiasa berupaya untuk menjaga keandalan mesin-mesin
tersebut. Spare part menjadi komponen yang penting untuk menunjang kegiatan tersebut. Jenis dan jumlah
spare part tidak hanya satu, tetapi dapat mencapai ribuan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan
persediaan spare part yang baik oleh perusahaan untuk menjamin ketersediaan spare part di gudang dan
tentunya menghindari penumpukan stock spare part di gudang yang membuat inventory cost menjadi tinggi.
Metode dalam penelitian ini adalah base-stock policy (S-1, S) yang diterapkan untuk spare part kategori
high inventory (HI) atau spare part dengan prioritas tinggi. Penentuan spare part kategori high inventory
(HI) diperoleh berdasarkan klasifikasi FRMIC (Fuzzy-Rule- based approach Multi -criteria Inventory
Classification) yang mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain: unit price, consumption value,
replenishment lead-time, critically dan commonality. Penggunaan metode base-stock policy terbukti mampu
mengurangi total biaya persediaan (inventory cost).
Kata Kunci: Spare part, FRMIC, high inventory, base-stock policy, total inventory cost
Abstract
Policy in managing inventory becomes an important part of a company. PT EFG is a private company engaged
in industry. To support production activities, company needs machines to carry out production activities. To
keep production activities running well, PT EFG always strives to maintain the reliability of these machines.
Spare parts are an important component to support these activities. The type and number of spare parts is not
only one, but can reach thousands. Therefore, it is necessary to manage a good spare part inventory by the
company to make sure the availability of spare parts in warehouse and of course avoid the accumulation of
spare parts stock in warehouses that make inventory costs high. This study uses the base-stock policy (S-1, S)
method, which is applied to high priority spare parts. Determination of high inventory (HI) category spare parts
is obtained based on FRMIC classification (Fuzzy-Rule-based approach Multi -criteria Inventory
Classification) which considers several criteria, including: unit price, consumption value, replenishment lead-
time, critically and commonality. The use of the base-stock policy method is proven to be able to reduce total
inventory cost.
Keywords: Spare part, FRMIC, high inventory, base-stock policy, total inventory cost
1. Pendahuluan
Kebijakan dalam mengelola persedian menjadi hal penting dalam suatu perusahaan. Perusahaan umumnya
memiliki persediaan untuk mendukung berbagai aktivitas didalam perusahaan tersebut, misalnya untuk memenuhi
segala aktivitas produksi. Tidak hanya aktivitas produksi secara langsung yang meliputi persediaan bahan baku,
namun juga aktivitas pendukung kegiatan produksi tersebut.
PT EFG merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang industri farmasi dan industri makanan.
Untuk menunjang kegiatan produksi, perusahaan memerlukan mesin untuk melakukan kegiatan produksi. Untuk
menjaga agar aktivitas produksi tetap berjalan baik, PT EFG senantiasa berupaya untuk menjaga keandalan mesin-
mesin tersebut. Beberapa kasus yang terjadi di perusahaan dalam kegiatan perawatan mesin adalah penanganan
mesin yang mengalami kerusakan tidak segera dilakukan, hingga menyebabkan outstanding (keterlambatan
servis). Gambar 1 menunjukkan total outstanding di tahun 2018.
350 86% 100% 100%
300 71%
Total Outstanding Tahun 2018 80%
250 56%
200 60%
100 35%
150 40%
100
50 20%
50 0 0%
Ketidakter Servis Ketidakter Dalam
sediaan Pihak sediaan Pengerjaa Lain-lain
Teknisi Ketiga Spare Part n
0
Jumlah
Apr
Feb
Sep
Mar
Jun
Agu
Nov
Des
Jul
Okt
%Kumulatif 35% 56% 71% 86% 100%
2. Dasar Teori
2.2 FRMIC
FRMIC (Fuzzy-Rule-base approach for Multi –Criteria Inventory Classification) merupakan metode baru
yang ditemukan oleh (Sarmah dan Moharana, 2015). Metode ini mengembangkan cara pengklasifikasian sparepart
dengan fuzzy-rule-base dan mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain: consumption value, unit price,
replenishment lead-time, commonality dan critically. Output yang dihasilkan dari model FRMIC adalah kategori
spare part, antara lain high inventory (HI), medium inventory (MI) dan less inventory (LI). Tahapan dai model
FRMIC anatara lain: fuzzifikasi kriteria input, pengembangan rule-base dan defuzzifikasi kriteria output. Konsep
dasar dalam model FRMIC adalah If-then rule dengan mempertimbangkan parameter input dan parameter output.
4. Pembahasan
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 6. Representasi Bergambar Parameter Input
Catatan : (a) Unit Price; (b) Consumption Value; (c) Lead-time; (d) Commonality dan (e) Critically
Hasil S* digunakan untuk menguji peluang tidak adanya stok p(S). Perusahaan menetapkan nilai service level yaitu
95%. Nilai S ditetapkan ketika p(S) ≤ 5%.
Iterasi 1 (S = 6)
(λτ)s (2 × 0.81)6 18,076
p(S) = Qs(0) = = = = 0,0248 = 2,48%
s! 6! 720
Karena nilai p(S) untuk S = 6 = 2,48% < 5%, maka ditetapkan S = 6 unit
S = 6 unit
S − 1 = 6 − 1 = 5 unit
Nilai S menunjukkan maximum inventory level dan S-1 merupakan reorder point. Berikut merupakan tabel 4 yang
menunjukkan hasil perhitungan paramer base-stock policy.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Parameter Base-stock Policy
No Kode Spare Part S-1 S p(S)
1 366 -366123 5 6 2,48%
2 350 -350105 7 8 4,60%
3 366 -366121 1 2 3,04%
4 350 -350176 20 21 1,71%
5 312 -312381 1 2 3,04%
… … … … …
45 366 -366612 1 2 3,04%
Biaya persediaan terdiri dari dari beberapa komponen biaya, yaitu: biaya pemesanan, biaya simpan dan biaya
kekurangan. Berikut ini merupakan contoh perhitungan komponen biaya persediaan untuk spare part dengan kode
366 -366123.
Diketahui:
λ = 2 unit Frekuensi pemesanan ( f ) = S − 1 = 2 − 1 = 1 kali
τ = 0,8 tahun Biaya pesan/item (A) = Rp 88.212
p(S) = 2,48% Biaya simpan/item (h) = Rp 58.808
S = 6 unit Biaya kekurangan/item (L) = Rp 11.936.416
Biaya pemesanan = f × A
Biaya pemesanan = 5 × Rp 88.212
Biaya pemesanan = Rp 441.058
Biaya simpan = h. [S − (1 − p(S))𝜆𝜏]
Biaya simpan = Rp 58.808 [6 − ((1 − 2,48%) × 2 × 0,8))]
Biaya simpan = Rp 260.142
Biaya kekurangan = λLp(S)
Biaya Kekurangan = 2 × Rp 11.936.416 × 2,48%
Biaya Kekurangan = Rp 591.461
Biaya persediaan = Biaya pemesanan + Biaya simpan + Biaya kekurangan
Biaya persediaan = Rp 441.058 + Rp 260.142 + Rp 591.461
Biaya persediaan = Rp 591.461
Hasil perhitungan biaya persediaan spare part yang lain disajikan dalam tabel 5 berikut ini.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Biaya Persediaan
No Kode Spare Part Biaya Pemesanan Biaya Simpan Biaya Kekurangan Biaya Persediaan
1 366 -366123 Rp 441.058 Rp 260.142 Rp 591.461 Rp 1.292.661
2 350 -350105 Rp 901.128 Rp 476.839 Rp 1.739.775 Rp 3.117.741
3 366 -366121 Rp 422.268 Rp 495.720 Rp 110.704 Rp 1.028.692
4 350 -350176 Rp 2.295.000 Rp 1.068.826 Rp 1.805.714 Rp 5.169.540
5 312 -312381 Rp 388.990 Rp 456.654 Rp 110.704 Rp 956.348
… … … … …
45 366 -366612 Rp 340.337 Rp 399.537 Rp 110.704 Rp 850.578
TOTAL Rp 26.190.679 Rp 35.202.304 Rp 34.005.311 Rp 16.214.895
Tabel 6 menyajikan perbandingan total biaya persediaan dan komponen-komponennya pada kondisi
eksisting dan kondisi usulan.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Biaya Persediaan
Penghematan/ %Penghematan
Komponen Biaya Kondisi Awal Kondisi Usulan
Kenaikan / Kenaikan
Total Biaya Pemesanan Rp 26.190.679 Rp 35.202.304 + Rp 9.011.625 +54,20%
Total Biaya Simpan Rp 39.598.583 Rp 34.005.311 - Rp 5.593.701 -14,12%
Total Biaya Kekurangan Rp 48.716.763 Rp 16.214.895 -Rp 32.501.868 -66,72%
Total Biaya Persediaan Rp 120.828.339 Rp 16.214.895 -Rp 28.050.402 -24,72%
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model FRMIC, terdapat 45 item spare part yang masuk dalam
kategori high inventory (HI), 125 dalam kategori medium inventory (MI) dan 157 spare part dalam kategori less
inventory (LI). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode base-stock policy (S-1, S), total biaya
persediaan (inventory cost) mengalami penurunan sebesar Rp 28.050.402 atau mengalami penghematan sebesar
24,72% dari kondisi awal.
Daftar Pustaka