Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN
2.1               PENGERTIAN
a.       Syok Kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih
dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju
nadi lebih dari 60 kali permenit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang
jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kardiogenik.
b.      Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikelkiri atau gagal jantung kongestif,
terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak
adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel
kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga
pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
c.       Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya meliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
( Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
2.2               ETIOLOGI
a.       Gangguan kontraktilitas miokardium
b.      Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan atau hipoperfusi
iskemik
c.       Infark miokard akut (IMA)
d.      Komplikasi dari infark miokard akut, seperti ruptir otot papillary, rupture septum, atau infark
ventrikel kanan dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada
pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
e.      Valvular stenosis
f.        Myocarditis (inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
g.       Cardiomyopathy (Gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya)
h.      Trauma jantung
i.         Temponade jantung akut
j.        Komplikasi bedah jantung
2.3               MANIFESTASI KLINIS
a.       Nyeri dada yang berkelanjutan dyspnea (sesak/sulit bernapas), tampak pucat, danapprehensive
(anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
b.      Hipoperfusi jaringan
c.       Keadaan mental tertekan/depresi
d.      Anggota gerak teraba dingin
e.      Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria)
f.        Takikardi (detak jantung yang cepat yakni >100 kali/menit)
g.       Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90-110 kali/menit
h.      Hipotensi (tekanan darah systole kurang dari 80 mmHg)
i.         Diaphoresis (diaphoresis, diaphoretic, berkeringat, hidrosis, perspirasi)
j.        Distensi vena jugularis
k.       Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2
l.         Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg
m.    Suara napas dapat terdengar jelas dari edem paru akut
2.4               PATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung yang pada gilirannya menurunkan
tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan
lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.

Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak
yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang
dingin dan lembab.

Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung, seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung
sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikelkiri yang berkelanjutan (LVED= Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.
2.5               PENATALAKSANAAN
a.       Pastikan jalan napas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi
b.      Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70-
120 mmHg
c.       Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan
pemberian morfin
d.      Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi
e.      Bila mungkin pasang CVP
f.        Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik
  Terapi Farmakologis
1.       Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
2.       Ansietas bila cemas
3.       Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
4.       Sulfas atropine bila frekuensi jantung <50x/menit
5.       Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat. Dosis
dopamine 2-15 mikrogram/kg/m
6.       Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m, bila ada juga diberikan amrinon IV
7.       Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
8.       Diuretik /furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan. Digitalis bila ada
fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikal.
2.6               PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       EKG : mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan
pola
b.      ECG : mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi penyakit katub jantung
c.       Rontgen dada : menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
d.      Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung
e.      Kateterisasi jantung : tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
f.        Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik
g.       Oksimetri nadi :saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM
h.      AGD : gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida
i.         Enzim jantung : meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung misalnya infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim
LDH )
2.7               KOMPLIKASI
a.        Cardiopulmonary arrest
b.      Disritmi
c.       Gagal multisistem organ
d.      Stroke
e.      Tromboemboli

2.8               ASUHAN KEPERAWATAN SYOK KARDIOGENIK


1.        PENGKAJIAN
a.       Pengkajian primer
o    Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas,
adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
o    Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya
sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti
ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
o    Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
o    Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan
format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari
kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto
thoraks,dll.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN / PRIORITAS MASALAH


a.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas,
peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
b.     Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan
vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena).
c.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek otot sekunder akibat  
gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
d.     Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan kebutuhan (penurunan /
terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat.

3.      INTERVENSI KEPERAWATAN
a.     Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas, gangguan frekwensi
pernafasan, batuk-batuk
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
         Klien tidak sesak nafas
         Frekwensi pernafasan normal
         Tidak ada batuk-batuk
Intervensi :
1)     Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh adannya dispnea, penggunaan
obat bantu nafas, pelebaran nasal
R/ Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan
volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan
pernapasan (penurunan kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini dan
pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi
2)     Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas dan adannya bunyi nafas
tambahan, contoh krekels atau ronki
R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan
3)      Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai indikasi
R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya adanya penurunan/
gangguan ventilasi
b.     Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan
vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena)
Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
         Klien tidak nyeri
         Cardiac out put normal
         Tidak terdapat sianosi
         Tidak ada edema (vena)
Intervensi :
1)     Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
2)     Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboflebis.
3)      Kalaborasi
         Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit
R/ Indikator perfusi atau fungsi organ
         Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)
R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien resiko tinggi dapat untuk
menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan trombusmural. Coumadin obat pilihan untuk terapi anti
koangulan jangka panjang/pasca pulang
c.     Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat
gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman
Criteria hasil :
         Tidak ada nyeri
         Tidak ada dispnea
         Klien tidak gelisah
         Klien tidak meringis
Intervensi :
1)      Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal dan repon hemodinamik
( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung
berubah)
R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya
2)      Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku diskraksi, visualisasi, bimbingan
imajinasi
R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan
perilaku positif.
3)      Kolaborasi
       Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin (demerol)
R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai fase akut atau nyeri dada beulang
yang tidak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi
kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat menganggu indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik oleh
jaringan kurang perfusi
d.     Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen dengan kebutuhan (penurunan
atau terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat)
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan aktifitas dengan
mandiri
Criteria hasil :
         Klien tidak mudah lelah
         Klien tidak lemas
         Klien tidak pucat
Intervensi :
1)      Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasolidator,
diuretik, penyekat beta
R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan,
(diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2)      Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas,
dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan
kelelahan dan kelemahan
3)      Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat
R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker, Trakuiliser dan sedatif). Nyeri dan
program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan
4)      Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas
5)      Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dengan periode
istirahat
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen
berlebihan
6)      Kalaborasi
         Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau komsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfusi jantung tidak dapat membaik kembali

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan
metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jaringan yang
buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang
tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya
cardiac output dan terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume
intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg
lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya
tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut
(Hollenberg, 2004).
B.Anatomi

C.Klasifikasi
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat:
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, dapat
menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi
dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.

D. Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi
perikardium.

E. Manifestasi klinis/tanda dan gejala


1.Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak
pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2.Hipoperfusi jaringan.
3.Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).
4.Anggota gerak teraba dingin (cool extremities).
5.Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6.Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit).
7.Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi berat (severe
bradycardia) karena terdapat high-grade heart block.
8.Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.
9.Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10.Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11.Poor capillary refill.
12.Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13.Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14.Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15.Suara nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau rales (= rattles, rattlings) dari
edem paru akut (acute pulmonary edema).
16.S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal heart
sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral
akut, atau septal rupture.
17.Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk cardiogenic
shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat mensugesti gagal jantung kanan (right-sided
heart failure).
F. Pathway

Ami
 

Bedahpintas kardiopulmonal
 
Gangguanmekanis akut
 
Payahjantung kongestif
 

Necrosis miokard

Kerusakan otot jantung

Gangguan kontraktilitas

miokardium

Disfungsi ventrikel kiri


Syok kardiogenik

Penurunancurah jantung
 

I.               

Kelelahan dan kelemahan


 

Mekanismeanaerob
 

Intoleransi aktifitas
 
 
G. Patofisiologi
LV = left ventricel
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah,
serta kontraktilitas miokard.
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard
telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung,
tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan
kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin
memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta
peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen
(Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat
kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent",
"oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral,
selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru,
disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi
sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi
sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After
load" (Raharjo, S., 1997)
Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan
pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim
LDH).

I. Penatalaksanaan
a) Tindakan umum. 
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia mayor harus
dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya syok. Bila dari hasil
pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume intravaskuler
rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila
terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila aliran biasa tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
b) Farmakoterapi. 
Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan darah arteri rerata.
Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang dapat meningkatkan
tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja
jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif untuk
menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan
arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume
intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini
biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu memelihara tekanan
darah yang adekuat.
c) Pompa Balon Intra Aorta. 
Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu
sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta
(IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan counterpulsation internal untuk
menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan pengempisan balon
secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak
pengontrol yang seirama dengan aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga
sangat penting untuk menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon
dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang
sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang mengakibatkan
peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan
mengurangi beban kerja ventrikel.
d) Penatalaksanaan yang lain :
1) Istirahat
2) Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam.
3) Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil
yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan volume darah dan
peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi
keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan
terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4) Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila sudah
diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada malam hari,
intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan
setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk
menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5) Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
6) Pemberian oksigen.
7) Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan
utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.

J. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
a) Gangguan ventrikular ejection 
1) Infark miokard akut
2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik
b) Gangguan ventrikular filling 
1) Temponade jantung
2) Stetnosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Infark ventrikel kanan
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolic(Raharjo,S.,1997).
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan meningkatnya
perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan
diuretika (Raharjo, S., 1997)

K. Managemen Keperawatan
A.    Pengkajian
1.      Data Biopsikososial-spiritual
  Oksigen
Gejala :
         Dispnea tanpa atau dengan kerja
         Paroxymal nocturnal dyspnea
         Pernapasan cheyne stokes
         Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Tanda :
  Peningkatan frekuensi pernafasan
  Sesak/sulit bernafas
  Tampak pucat, sianosis
  Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
  Nutrisi
  Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
  Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat badan
  Eliminasi
  Gejala : Oliguri
  Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam
  Gerak dan aktifitas
Gejala :
-          Kelemahan
-          Kelelahan
-          Pola hidup menetap
Tanda :
o   Takikardi
o   Dispnea pada istirahat atau aktifitas
  Istirahat dan Tidur
 Gejala : insomnia/susah tidur
 Tanda : kesulitan saat akan tidur dan sering terbangun saat tidur akibat nyeri dan sesak napas.
  Pengaturan suhu tubuh
Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak teraba dingin (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.
  Kebersihan Diri
Gejala dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
  Rasa Nyaman
Gejala :
         Gelisah
         Meringis
         Nyeri hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Lokasi : Biasanya di daerah subternal. Nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan, dan punggung.
Kualitas : Rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa seperti dicekik.
  Sosialisasi
Gejala :
-    Stress
-    Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS dan ancaman
kematian.
Tanda :
        Kesulitan istirahat dengan tenang
        Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, ketakutan )
        Menarik diri
        Gelisah
        Cemas
  Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah.
Tanda :
               Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-
rata lebih dari 30 mmHg).
               Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi berat.
               Bunyi jantung
S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal heart
sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral
akut, atau septal rupture.
               Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur .
               Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel
               Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir
2. Pemeriksaan Fisik
a.       Tampilan umum (inspeksi) :
-         Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih.
-         Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
-         Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya stemi.
-         Oliguri (urin < 20 mL/jam).
-         Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
yut nadi dan tekanan darah (palpasi):
  Sinus takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
  Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
  Nadi teraba lemah dan cepat
  Tensi turun < 80-90 mmHg.
c.       Pemeriksaan jantung (auskultasi):
-          Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua.
-          Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat sementara.
-          Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
-          Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.

2.      Pemeriksaan Diagnostik


1.      Electrocardiography (elektrokardiografi)
         Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan suatu pola infark
ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi untuk penyebab–
penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
         Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure), gelombang Q
(Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left bundle branch block
biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan dengan syok
adalah anterior. Global ischemia karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan
depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
2.      Radiografi
         Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau menunjukkan
tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure), yaitu:
a.       Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b.      Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures) meningkat,
akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy
margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik
yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar
infiltrates.
         Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada penderita syok
kardiogenik:
a.       Kardiomegali ringan
b.      Edema paru (pulmonary edema)
c.       Efusi pleura
d.      Pulmonary vascular congestion
e.       Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark miokard yang
pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard sebelumnya.
3.      Bedside echocardiography
         Ini berguna untuk menunjukkan:
a.       Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b.      Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c.       Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
boratorium
         Penemuan laboratorium :
a.       Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b.      Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun blood urea
nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise progressively).
c.       Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver hypoperfusion).
d.      Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion gap acidosis dan
peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e.       Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan metabolic
acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
f.       Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fractionnya, jelas
meningkat, begitu juga troponins I dan T.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan sesak
nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2.      Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema
(vena).
3.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek otot
sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
4.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan
(penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat, tidak
bergairah.

C.Rencana Keperawatan
No Dx keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 1. gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan
kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akibat sekunder dari
kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress syndrome
(ARDS).
Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi diberikan G3 pertukaran gas tidak terjadi.dengan
kriteria hasil -klien melaporkan tak adannya penurunan dispnea
-klien menunjukkan tdk ada gejala distress pernafasan
-klien menunjukan perbaikan ventilasi dan o2 jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal.
1. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk
membrane mukosa dan kuku.
2. berikan ventilasi mekanik
3. laksanakan pemberian terapioksigen
4. mobitoring kadar hemoglobin 1. akumulasi secret dan berkurangnnya jaringan paru yang sehat
dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
2. aspek penting apabila klien sudah mengalami ARDSadalah ventilasi mekanik. Tujuan
modalitas terapi ini adalah u/ memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane
alveolokapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah :
-memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
-mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distrespernafasan

3. Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek
samping toksik . klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleren dengan O2 100% selama 24-72
jam tanpa menimbulkan abnormalitas fisiologi klinis penting. Jumlah O2 yang diberikan untuk
ARDS harus paling rendah Fio2 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat ( misalnya
kandungan oksihemoglobin >90%). Intubasi hampir selalu di indikasi untuk mempertahankan
Fio2 tetap tinggi.
4. Kebanyakan volume O2 ditransfor kejaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bilaa anemia
terjadi kandungan O2 dalam darah menurun. Sebagai akibat efek ventilasi mekanik dan
suplemen akan minimal. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan O2 ,
yang akan menentukan kebutuhan untuk transfuse sel darah merah. 
2 Penurunan curah jantung yang b.d penurunan kontraktilitas ventrikel akibat sekunder dari
kerusakan sel – sel miokardium.
Setelah dilakukan tindakan 1x24jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan
tanda vital dalam batas yang dapat diterima distrimia terkontrol atau hilang dan bebas gejala
gagal jantung 
1. Lakukan pemantauan hemodinamika secar ketat
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau adannya output urin, catat volume dan kepekaan / konsentrasi urine
5. Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi
6. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal 3 sampai 5 L/mnt 1. peran utama perawat
adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan
dan berfugsi secara tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin
digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam
status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain
itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus
dilaporkan dengan segera.
2. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis
pedis, dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan
pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium, output
urin biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat
meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
5. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai akibat sekunder dari penurunan
curah jantung.
6. Stress dan emosi menghasilkan vasokontriksi, yang terkait dan meningkatkan tekanan darah,
frekuensi dan kerja jantung.
7. Meningkatkkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk melawan efek hipoksia /
iskemia. 
3 aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berhubungan dengan
penurunan aliran darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari system
hematologik akibat sekunder dari syok yang berkelanjutan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam klien tidak mengalami DIC dengan kriteria hasil : TD dlm
batas normal (120/80 mmHg, nadi 80 x/mnt), tdk terjadi aritmia denyut jantung dan irama
jantung teratur , CRT kurang dari 3 detik.
1. lakukan pemantauan hemodinamika secara ketat
2. berikan cairan IV, batasi jumlah total sesuai dengan indikasi , hindari cairan dan garam.
3. pantau rangkaian EKG dan perubahan foto rontgen thoraks
1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan
EKG harus dipertahan kan dan berfugsi scr tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan
peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan
ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan
dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan
fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat menoleransi peningkatan
beban awal ( pleroat) klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan
dan meningkatkan kerja miokardium.
3. depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan
oksigen.foto thoraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.

D.PELAKSANAN / IMPLEMENTASI
Dengan cara memberikan obat-obatan intravena yang meningkatkan kontraktilitas dan usaha
untuk menurunkan beban awal dan akhir, serta pemasangan pompa balon intra aorta.
Obat-obatan inotropik positif, seperti dobutamin dan amrinol, di pakai untuk meningkatkan
kontraktilitas
Dengan alat bantu ventrikular assistdevices (VADs)
Pilihan terakhir dengan jantng buatan
E.EVALUASI
1. Klien harus selalu dipantau dengan cara mengukur nadi, tekanan darah, periksa juga bunyi
jantung, bunyi nafas, irama jantung,frekuensi jantung dan pemeriksaan fisik lainnya
2. Pastikan jalan nafas tetap adekwat, bila tidaksadar sebaiknya di lakukan inkubasi.
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapatmemperberat syok yang ada harus diatasidengan
pemberian morfin
4. Berikan oksigen 8- 15 L / menit denganmenggunakan masker.

Anda mungkin juga menyukai