Artikel Keislaman
Artikel Keislaman
Artikel Keislaman
Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini tepat waktu tanpa kurang suatu apapun.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas syafaat yang mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
2
a. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan Dalam Islam
2. Etimologi
Beberapa teori mencoba menganalisis etimologi dari kata "Allah". Salah satunya
mengatakan bahwa kata Allāh ( )هللاberasal dari gabungan dari kata al- (sang) dan ʾilāh
(tuhan) sehingga berarti "Sang Tuhan". Namun teori ini menyalahi bahasa dan kaidah
bahasa Arab. Bentuk ma'rifat (definitif) dari ilah adalah al-ilah, bukan Allah. Dengan
demikian kata al-ilah dikenal dalam bahasa Arab. Penggunaan kata tersebut misalnya
oleh Abul A'la al-Maududi dalam Mushthalahatul Arba'ah fil Qur'an (h. 13) dan Syaikh
Abdul Qadir Syaibah Hamad dalam al-Adyan wal Furuq wal Dzahibul Mu'ashirah (h.
54).
Kedua penulis tersebut bukannya menggunakan kata Allah, melainkan al-ilah sebagai
bentuk ma'rifat dari ilah. Dalam bahasa Arab pun dikenal kaidah, setiap isim (kata
3
benda atau kata sifat) nakiroh (umum) yang mempunyai bentuk mutsanna (dua) dan
jamak, maka isim ma'rifat kata itupun mempunyai bentuk mutsanna dan jamak. Hal ini
tidak berlaku untuk kata Allah, kata ini tidak mempunyai bentuk ma'rifat mutsanna dan
jamak. Sedangkan kata ilah mempunyai bentuk ma'rifat baik mutsanna (yaitu al-ilahani
atau al-ilahaini) maupun jamak (yaitu al-alihah). Dengan demikian kata al-ilah dan Allah
adalah dua kata yang berlainan.
Teori lain mengatakan kata ini berasal dari kata Bahasa Arab Alāhā. Cendekiawan
muslim kadang-kadang menerjemahkan Allah menjadi "God" dalam Bahasa Inggris.
Namun, sebagian yang lain mengatakan bahwa Allah tidak untuk diterjemahkan,
dengan berargumen bahwa kata tersebut khusus dan agung sehingga mesti dijaga,
tidak memiliki bentuk jamak dan gender (berbeda dengan God yang memiliki bentuk
jamak Gods dan bentuk feminin Goddess dalam bahasa inggris). Isu ini menjadi
penting dalam upaya penerjemahan Al – Qur.an.
3. Tipografi
Para salafush sholeh atau tiga generasi Muslim awal dan terbaik, meyakini bahwa
Allah memiliki wajah, mata, tangan jari dan kaki, hanya saja hal-hal tersebut sangatlah
berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan: “Wajah (Allah) merupakan
sifat yang terbukti keberadaannya berdasarkan dalil al-kitab, as-sunnah dan
kesepakatan ulama salaf.” Ia menyebutkan ayat ke-27 dalam surah Ar-Rahman. Ia
menjelaskan di dalam kitabnya yang lain: “Nash-nash yang menetapkan wajah dari al-
kitab dan as-sunnah tidak terhitung banyaknya, semuanya menolak ta’wil
kaum Mu’tazilah yang menafsirkan wajah dengan arah, pahala atau dzat.
Kemudian mereka meyakini pula Allah berada di atas ‘Arsy, letak 'Arsy ada di atas
air, dan tidak ada satu pun dari makhluk yang serupa dengan-Nya. Dijelaskan dalam
sebuah hadits, telah dijelaskan bahwa Allah diliputi oleh cahaya yang sangat terang.
Keagungan dan kebesaran sifat-sifat-Nya jelas terlampau agung untuk bisa ditembus
oleh akal pikiran manusia yang paling hebat sekalipun. Karena itu ada riwayat hadits
yang melarang untuk memikirkan Allah, mengingat semua akal dan pikiran pasti tidak
akan mampu menjangkaunya. Berpikir yang diperintahkan di sini, seperti yang
dijelaskan oleh Ibnu Qayyim rahimahullahu, adalah yang bisa menimbulkan dua
pengetahuan dalam hati dan berkembang daripadanya pengetahuan ketiga. [Miftah
Dar al-Sa’adah hal 181] Hal itu menjadi jelas dengan contoh sebagai berikut. Apabila
hati seorang muslim dapat merasakan akan kebesaran makhluk seperti langit, bumi,
tahta kursi, ‘Arsy dan sebagainya, kemudian timbul dalam hatinya rasa
4
ketidakmampuan memikirkan dan menjangkau semua itu, maka akan muncul
pengetahuan ketiga yakni kebesaran dan keagungan Tuhan yang menciptakan jenis
makhluk-makhluk tersebut yang tidak mungkin dapat diliput serta dicerna oleh akal
pikiran.
Laa ilaaha illallaah ( ;ال إله إال هللاTiada Tuhan selain Allah)
Allahu Akbar ( ;هللا أكبرAllah Maha Besar)
Bismillah ( ;بسم هللاDengan nama Allah)
In sya Allah ( ;إن شاء^ هللاJika Allah menghendaki)
Masya Allah ( ;ما شاء هللاInilah yang dikehendaki Allah)
Subhan Allah ( ;سبحان هللاMaha Suci Allah)
Alhamdulillah ( ;الحمد هللSegala Puji bagi Allah)
Allahua`lam ( ;هللا أعلمAllah Maha Mengetahui)
Jazaa kallaahu khairan (ً ;جزاك هللا خيراSemoga Allah memberikan balasan yang
baik kepadamu)
Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang
berdasar Al-Qur’an dan hadis secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga
banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang
bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis,
bahkan mistis.
5
keberadaan Tuhan. Al-Quran menegaskan ini dalam surah Az-Zumar 39:8 dan surah
Luqman 31:32.
Allah Maha Esa
Keesaan Allah atau Tauḥīd adalah mempercayai dan mengimani dengan sepenuh hati
bahwa Allah itu Esa dan (wāḥid). Al-Qur'an menegaskan keberadaan kebenaran-Nya
yang tunggal dan mutlak yang melebihi alam semesta sebagai; Zat yang tidak tampak
dan wahid yang tidak diciptakan.[28] Menurut Al-Quran:[28]
“ ...dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki
niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang
dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah
menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain. (al-An'am 6:133) ”
6
1. Wujud (ada) dan mustahil Allah itu tidak ada ('adam).
“ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. ”
— (Al A'raf 7:54)
2. Qidam (terdahulu) dan mustahil Allah itu huduts (baru).
“ Dialah Yang
Awal… ”
— (Al Hadid 57:3)
3. Baqo’ (kekal) dan mustahil Allah itu fana’ (binasa/hilang). Allah sebagai Tuhan
Semesta Alam akan hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaan-
Nya. Jika Tuhan itu fana’ atau mati, bagaimana nasib ciptaan-Nya seperti manusia?
“ Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan
yang lain beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan
itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-
tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa
yang mereka sifatkan itu. ”
— (Al Mu’minun 23:91)
“ Katakanlah, "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang ”
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak
7
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
— (Al Ikhlas 112:1-4)
7. Qudrah (Maha Kuasa) dan mustahil Allah itu ‘ajaz (lemah). Jikalau Allah itu lemah,
tentu saja makhluk ciptaan-Nya dapat mengalahkan-Nya.
“ …dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya… ”
— (Al An'am 6:59)
10. Hayat (Hidup) dan mustahil Allah itu maut (mati). Hidupnya Allah tidak seperti
hidupnya manusia. Manusia dihidupkan oleh Allah yang kemudian akan mati,
sedangkan Allah tidak akan mati. Ia akan hidup terus selama-lamanya.
“ Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi, dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. ”
— (Al Hujurat 49:18)
13. Kalam (Berkata-kata/berfirman) dan mustahil bukmon
14. Qadirun (Maha Kuasa) dan mustahil'ajizun (lemah)
15. Muridun (Maha Berkehendak) dan mustahil karihun (terpaksa)
16. ‘Alimun (Maha Mengetahui) dan mustahiljahilun (bodoh)
17. Hayyun (Maha Hidup) dan mustahilmaiyiton (yang mati)
18. Sami’un (Maha Mendengar) dan mustahilashamma (tuli)
8
19. Basirun (Maha Melihat) dan mustahila’ma (buta)
20. Mutakallimun (Maha Berkata-kata) dan mustahilabkam (bisu)
Allah Maha Tahu
Al-Quran menjelaskan Allah Maha Tahu atas segala sesuatu yang terjadi di alam
semesta, termasuk hal pribadi dan perasaan, dan menjelaskan bahwa tidak ada
sesuatu yang dapat sembunyi dari-Nya:
“ Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat
dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan
Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari
pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di
langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu,
melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (Yunus 10:61) ”
Sufisme
Sebagian ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan
tersebut belum sampai mendistorsi Al-Quran. Pendekatan yang bersifat spekulatif
untuk menjelaskan konsep Tuhan juga bermunculan mulai
dari rasionalitas hingga agnostisime, panteisme, mistisme, dan lainnya dan juga ada
sebagian yang bertentangan dengan konsep tauhid sehingga dianggap sesat oleh
ulama terutama ulama syariat.
Dalam Islam, bentuk spekulatif mudah dibedakan sehingga jarang masuk ke dalam
konsep tauhid sejati. Beberapa konsep tentang Tuhan yang bersifat spekulatif di
antaranya adalah Hulus, Ittihad, dan Wahdatul Wujud.
Hulul atau juga sering disebut "peleburan antara Tuhan dan manusia" adalah paham
yang dipopulerkan Mansur Al-Hallaj. Paham ini menyatakan bahwa seorang sufi dalam
keadaan tertentu, dapat melebur dengan Allah. Dalam hal ini, aspek an-nasut Allah
bersatu dengan aspek al-lahut manusia. Al-Lahut merupakan aspek Ketuhanan
sedangkan An-Nasut adalah aspek kemanusiaan. Sehingga dalam paham ini, manusia
maupun Tuhan memiliki dua aspek tersebut dalam diri masing-masing.
Dalam sufistik-mistis, orang yang mengalami hulul akan mengeluarkan gumaman-
gumaman syatahat (kata-kata aneh) yang menurut para mistikus disebabkan oleh rasa
cinta yang melimpah. Para sufi yang sepaham dengan ini menyatakan gumaman itu
bukan berasal dari Zat Allah namun keluar dari roh Allah (an-nasut-Nya) yang sedang
mengambil tempat dalam diri manusia.
Mansur al-Hallaj menggunakan ayat Al-Quran semisal surah Al-Baqarah ayat 34 untuk
menjelaskan pahamnya. Dalam ayat itu berbunyi, "Sujudlah wahai para malaikat
kepada Adam...". Al-Hallaj menjelaskan bahwa mengapa Allah memerintahkan
bersujud kepada Adam padahal seharusnya hanya bersujud kepada Allah dikarenakan
saat itu Allah telah mengambil tempat dalam diri Adam sehingga Adam memiliki
kemuliaan Allah. Al-Hallaj juga menyebutkan hadits yang mendukung pendapatnya,
seperti, "Sesungguh-Nya Allah menciptakan Adam sesuai bentuk-Nya," dan juga
menurutnya hulul pernah terjadi pada diri Isa, di mana Allah mengambil tempat pada
dirinya.
9
Ittihad
Ittihad adalah paham yang dipopulerkan Abu Yazi Al-Bustami. Ittihad sendiri memiliki
arti "bergabung menjadi satu", sehingga paham ini berarti seorang sufi dapat bersatu
dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur dalam sandaran rohani dan jasmani
(fana) untuk kemudian dalam keadaan baqa, bersatu dengan Allah. Dalam paham ini,
seorang untuk mencapai Ittihad harus melalui beberapa tingkatan yaitu fana dan baqa'.
Fana merupakan peleburan sifat-sifat buruk manusia agar menjadi baik. Pada saat ini,
manusia mampu menghilangkan semua kesenangan dunia sehingga yang ada dalam
hatinya hanya Allah (baqa). Inilah inti ittihad, "diam pada kesadaran ilahi".
Berbeda dengan Hulul, jika dalam Hulul "Tuhan turun dan melebur dalam diri
manusia", maka dalam Ittihad manusia-lah yang naik dan melebur dalam diri Tuhan.
Wahdatul Wujud
Wahdatul Wujud merupakan paham yang dibawa Ibnu Arabi. Wahdatul Wujud bermula
dari hadits Qudsi, "Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku
ingin dikenal. Maka Ku-ciptakan makhluk, maka mereka mengenal Aku melalui diri-Ku."
Menurutnya, Tuhan tidak akan dikenal jika tidak menciptakan alam semesta. Alam
merupakan penampakan lahir Tuhan.
Menurut paham ini, Tuhan dahulu berada dalam kesendirian-Nya yang mutlak dan tak
dikenal. Lalu Dia memikirkan diri-Nya sehingga muncul nama dan sifat-Nya. Kemudian
Dia menciptakan alam semesta. Maka seluruh alam semesta mengandung diri Allah,
sehingga Allah adalah satu-satunya wujud yang nyata dan alam semesta hanya
bayang-bayang-Nya. Bedasar pikiran tersebut, Ibnu Arabi berpendapat seorang sufi
dapat keluar dari aspek kemakhlukan dan dapat melebur dalam diri Allah.
10