Keputusan merupakan salah satu objek studi penting dalam Hukum Administrasi, terutama karena keputusan objek sengketa yang menjadi kompetensi absolut peradilan administrasi menurut UU No. 5 Tahun 1986. Selain itu keputusan merupakan salah satu instrumen yuridis pemerintah untuk melakukan tindakan- tindakan. Istilah keputusan merupakan terjemahan dari istilah beschikking yang berasal dari bahasa Belanda, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan istilah acte administratif dan dalam bahasa Jerman disebut verwaltungsakt. Keputusan tata usaha negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Jerman, Otto Meyer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini diperkenalkan di Belanda dengan nama beschikking oleh van Vollenhoven dan C.W. van der Pot, yang oleh beberapa penulis, seperti AM. Donner, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, dan lain-lain, dianggap sebagai “de veder van het moderne beschikkingsbegrip”, (bapak dari konsep beschikking yang modern).1 Di Indonesia istilah beschikking diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins. Istilah beschikking ini ada yang menerjemahkannya dengan ketetapan, seperti E. Utrecht, Bagir Manan, Sjachran Basah, dan lain-lain, dan dengan keputusan seperti WF. Prins, Philipus M. Hadjon, SF. Marbun, dan lain-lain. Djenal Hoesen dan Muchsan mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barangkali akan lebih tepat untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan. 2 Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang berlaku ke luar dan ke dalam. Seiring dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, istilah beschikking itu diterjemahkan dengan keputusan. Istilah beschikking sudah sangat tua dan dari segi kebahasaan digunakan dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam pembahasan ini istilah beschikking hanya dibatasi dalam pengertian yuridis, khususnya HAN. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking merupakan keputusan pemerintahan untuk hal-hal yang bersifat konkret dan individual (tidak ditujukan untuk umum) dan sejak dulu telah dijadikan instrumen yuridis pemerintahan yang utama.3 Dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa beschikking (keputusan), ialah suatu perbuatan hukum publik yang bersegi satuu, yang dilakukan oleh alat pemerintah (dalam arti sempit) berdasarkan kekuasaan atau kewenangan istimewa dengan maksud terjadi perubahan hubungan hukum. Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 angka 3 UU No.5 Tahun 1986).
B. Unsur-Unsur Keputusan Tata Usaha Negara
Berdasarkan beberapa definisi, tampak ada beberapa unsur yang terdapat dalam beschikking, yaitu : a) pernyataan kehendak sepihak; b) dikeluarkan oleh organ pemerintahan; c) didasarkan pada kewenangan hukum yang bersifat publik; d) ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual; e) dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi.4 Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986 keputusan didefinisikan sebagai; “suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”. 5 Berdasarkan definisi ini, unsur-unsur KTUN sebagai berikut: A. Penetapan tertulis; B. Dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN; C. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; D. Bersifat konkret, individual, dan final; E. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
C. Pengaruh Keputusan Tata Usaha Negara Terhadap Pelaksanaan Fungsi
Pemerintahan Agar suatu Keputusan TUN sah maka dalam pembuatan keputusan TUN oleh Pejabat TUN harus memperhatikan beberapa ketentuan, baik yang berupa syarat formil maupun syarat materiil. Selain itu juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik, mengutamakan kepentingan umum, serta harus dihindari suatu keputusan yang sifatnya sewenang-wenang serta penyalahgunaan wewenang dari pejabat TUN. Keputusan TUN sangat mempengaruhi pelaksanaan fungsi pemerintahan. Suatu keputusan TUN yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan maka akan memperlancar pelaksanaan fungsi pemerintah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Suatu KTUN yang baik akan dapat menciptakan good dan clean government KTUN yang tidak mengutamakan kepentingan umum maka akan menghambat jalannya fungsi pemerintahan karena akan mendapat banyak reaksi dari warga masyarakat yang merasa dirugikan oleh keputusan TUN tersebut, sehingga jalannya pemerintahan akan terhambat karena banyaknya pengaduan dari masyarakat yang menginginkan KTUN tersebut ditinjau ulang ataupun dicabut. Selain itu KTUN dapat dibatalkan maupun batal demi hukum apabila KTUN tersebut tidak memenuhi syarat syarat materiil maupun formal, serta menyimpang dari tujuan negara.