Anda di halaman 1dari 11

Definisi Mengenai Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-
mineral padat yang tidak tersementasikan (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-
bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas
mengisi ruang-ruang kosong di antara partikelpartikel padat tersebut. Tanah mempunyai sifat
struktur yang bermacam-macam, hal itu disebabkan karena tanah mempunyai banyak sifat-
sifat fisis yang berbeda. Sifat-sifat fisis meliputi berat isi, angka pori, nilai sudut geser, dan
berat volume. Berat isi adalah berat tanah termasuk air dan udara dengan volume total. Sudut
geser terbentuk akibat dari gerak antara butiran-butiran tanah.

Jenis tanah berdasarkan ukuran butir digolongkan menjadi :

1. Batu Kerikil (gravel) > 2,00 mm

2. Pasir (sand) 2,00 – 0,0 mm

3. Lanau (slit) 0,06 – 0,002 mm

4. Lempung (clay) < 0,002

Batu kerikil dan pasir dikenal sebagai golongan bahan-bahan yang berbutir
kasar/tidak cohesive, sedangkan lanau dan lempung di kenal sebagai golongan bahan-bahan
yang berbutir halus/cohesive. Batu kerikil (gravel) dan pasir (sand) Golongan ini terdiri dari
pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butiran-butiran batu kerikil
biasanya terdiri dari pecahan batu, tetapi mungkin terdiri dari satu macam zat mineral
tertentu, butiran-butiran tersebut biasa terdapat dalam satu ukuran saja atau mencakup seluruh
ukuran dari batu besar sampai pasir halus, keadaan ini disebut bahan yang bergradasi baik..
Lanau (slit) Yaitu tanah berbutir halus yang berukuran lebih kecil dari 0,074 mm (No.
200). Lanau terdiri dari dua jenis yaitu lanau anorganik (inorganik silt) yang merupakan tanah
berbutir halus dengan plastisitas kecil mengandung butiran kuarsa sedimensi yang kadang di
sebut tepung batuan (rockflour) dan tanah lanau organik (organik silt) tanah agak plastis
berbutir halus dengan campuran partikel partikel bahan organik terpisah secara halus, warna
tanah bervariasi dari abu-abu terang ke abu-abu sangat gelap.

Tanah Lempung Tanah lempung adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan
tanah yang terdiri dari butiran yang sangat kecil dan menunjukan sifat-sifat plastis dan
kohesi. Kohesi menunjukan bahwa bagian-bagian itu melekat satu sama lainnya sedangkan
plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa
perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya tanpa terjadi retakan-retakan atau pecah-
pecahan

Sistem Klasifikasi Sistem Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan
subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaian-pemakaiannya. Sebagian besar sistem
klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat
indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran dan plastisitas.

1.Klasifikasi Berdasarkan Tekstur

Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan
tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada
didalam tanah. Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang
mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur ,
tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya , misalnya lempung
berpasir, lempung berlanau dan seterusnya.

2. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian

Klasifikasi berdasarkan tekstur adalah relatif sederhana karena ia hanya didasarkan


distribusi ukuran tanah saja. Dalam kenyataannya , jumlah dan jenis dari mineral lempung
yang terkandung oleh tanah sangat mempengaruhi sifat fisis tanah yang bersangkutan. Oleh
karena itu, perlu untuk memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan adanya
kandungan mineral lempung , agar dapat menafsirkan ciri-ciri suatu tanah. Karena sistem
klasifikasi berdasarkan tekstur tidak memperhitungkan plastisitas tanah dan secara
keseluruhan tidak menunjukkan sifat-sifat tanah yang penting , maka sistem tersebut
dianggap tidak memadai untuk sebagian besar dari keperluan teknik.

Adapun sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan dalam teknik jalan raya
adalah sistem klasifikasi tanah USCS (Unified Soil Classification System) dan sistem
klasifikasi tanah AASHTO (American Association Of State Highway and Transportation
Officials). Pada Sistem Klasifikasi AASHTO dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai
Plublic Road Adminis tration Classification Sistem. Sistem ini sudah mengalami beberapa
perbaiakan. Klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini:

1) Ukuaran butir :

Kerikil: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm dan yang tertahan di
ayakan No.20 (2mm).

Pasir: bagian tanah yang lolos ayakan No 10 (2mm) dan yang tertahan pada ayakan No.
200 (0,075mm).

Lanau dan lempung: bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.

2) Plastisitas:

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempumyai indeks
plastisitas sebesar 10atau kurang. Nama berlempung dipakai bila mana bagian-bagian yang
halus dari tanah mempunyai indeks plastik sebesar 11 atau lebih.

3) Apabila batuan ( ukurannya lebih besar dari 75mm)

Ditemukan didalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya , maka
batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi persentase dari batuan yang
dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Sistem Klasifikasi Unified diperkenalkan oleh Casagrande dalam tahun 1942 untuk
digunakan pasa pekerjakaan pemnuatan lapanagn terbang yang dilaksakan oleh The Army
Corps of Engineering selama perang dunia II. Dalam rangka kerja sama dengan United States
Bureauof Reclamation tahun 1952, sistem ini disempurnakan.Sistem ini mengelompokkan
tanah kedalam dua kelompok besar yaitu:

1) Tanah berbutir kasr (coarse-grained-soil), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana kurang
dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. Simbol dari kelompok ini dimulai
dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel)atau tanah berkerikil dan S adalah
untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2) Tanah berbutir halus (fine-granied-soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total
contoh tanah lolos ayakan No.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M
untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-
organikdan lempung-organik.

Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi USCS:

W : Well Graded ( tanah dengan gradasi baik )

P : Poorly Graded ( tanah dengan gradasi buruk )

L : Low Plasticity ( plasticitas rendah ) (LL<50)

H : High Plasticity ( plasticitas tinggi ) (LL>50)

Perbandingan antara Sistem AASHTO dengan Sistem Unified

Kedua sistem klasifikasi, AASHTO dan Unified, adalah didasarkan pada tekstur dan
plastisitas tanah. Juga kedua sistem tersebut membagi tanah dalam dua kategori pokok, yaitu:
berbutir kasar (coarse-grained) dan berbutir halus ( fine-grained), yang dipisahkan oleh
ayakan No. 200. Menurut sistem AASHTO, suatu tanah dianggap sebagai tanah berbutir
halus bilamana lebih dari 35% lolos ayakan No. 200. Menurut sistem Unified, suatu tanah
dianggap sebagai tanh berbutir halus apabila lebih dari 50% lolos ayakan No. 200. Suatu
tanah berbutir kasar yang megandung kira-kira 35% butiran halus akan bersifat seperti
material berbutir halus.

4(Empat) Proses Terbentuknya Tanah

Proses terbentuknya tanah sangat berkaitan dengan faktor pembentuk tanah. Dimana


faktor pembentuk tanah akan mempengaruhi jenis-jenis tanah yang dihasilkan seperti tanah
gambut, tanah humus, tanah liat, tanah aluvial dan lainnya. Proses terbentuknya tanah ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun secara umum proses terbentuknya tanah terbagi
menjadi 4 tahapan. 4 tahapan tersebut adalah proses pelapukan batuan, proses pelunakan
struktur, proses tumbuhnya tumbuhan perintis dan yang terakhir adalah proses penyuburan.

Berikut adalah penjelasan dari 4 tahapan proses terbentuknya tanah tersebut:

1. Proses Pelapukan Batuan

Pelapukan adalah peristiwa hancurnya massa batuan, baik itu secara fisik, kimia
ataupun biologi. Pada proses pelapukan batuan ini membutuhkan waktu yang lama. Dimana
setiap proses pelapukan pada umumnya dipengaruhi oleh cuaca sehingga batuan yang telah
mengalami pelapukan akan berubah menjadi tanah. Berikut adalah 3 jenis proses pelapukan
secara umum :

a. Pelapukan Fisik 
adalah hancur dan lepasnya material batuan tanpa merubah struktur kimiawi dari
batuan tersebut. Pelapukan kimia ini merupakan proses penghancuran bongkahan
batuan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya pelapukan fisik adalah :

Perbedaan Temperatur 

 Temperatur disini berpengaruh terhadap pelapukan fisik, dimana batuan akan


mengalami proses pemuaian apabila temperatur panas dan akan mengalami pengecilan
volume apabila temperatur dingin. Apabila hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang
lama maka lambat laun batuan tersebut akan terbelah dan pecah menjadi batuan-batuan kecil.
Erosi – erosi dapat mempengaruhi pelapukan karena air yang membeku diantara batuan
volumenya akan membesar dan yang terjadi adalah air akan membuat tekanan yang dapat
merusak struktur batuan.

b. Pelapukan Kimiawi 
adalah proses pelapukan massa batuan dimana perubahan susunan kimiawai batuan
lapuk ikut mengalami pelapukan. Proses pelapukan kimia dibagi menjadi 4, yaitu :

 Hidrasi : Adalah proses pelapukan batuan yang terjadi di permukaan batuan saja.
 Hidrolisa : Adalah proses penguraian air atas unsur-unsurnya yang berubah menjadi
ion positif dan denatif.
 Oksidasi : Adalah proses pengkaratan besi. Batuan yang mengalami proses oksidasi
pada umumnya memiliki warna kecoklatan, hal ini disebabkan karena kandungan besi dalam
batuan akan mengalami pengkaratan. Proses ini memerlukan waktu yang sangat lama akan
tetapi batuan akan tetap mengalami pelapukan.
 Karbonasi : Adalah proses pelapukan batuan oleh gas karbondioksida. Dimana gas ini
terdapat pada air hujan ketika masih menjadi uap air. Contoh batuan yang mengalami proses
karbonasi adalah batuan kapur.  Tidak hanya itu saja, pelapukan secara kimiawi juga
disebabkan oleh hujan asam dimana hujan asam didapatkan dari kondensasi metana, sulfur
dan klorida yang terbawa oleh hujan yang bersifat korosif.

c. Pelapukan Biologi 
adalah pelapukan yang terjadi disebabkan oleh makhluk hidup. Pelapukan ini terjadi
secara terus menerus setelah tanah terbentuk. Pelapukan biologi ini merupakan
pelapukan penyempurna dari sifat-sifat tanah yang akan terbentuk

2. Proses Pelunakan Struktur

Pada proses kali ini batuan rempahan yang terbentuk dari proses pelapukan akan
mengalami pelunakan. Dimana air dan udara adalah 2 komponen yang memegang peran
penting dalam proses ini. Air dan udara tersebut nantinya
akan masuk di sela-sela rempahan batuan untuk melunakkan strukturnya.

Selain dapat membantu dalam proses pelunakan struktur batuan sehingga dapat
dijadikan sebagai tempat hidup, air dan udara juga akan mendorong calon makhluk hidup
untuk dapat tumbuh di permukaan. Namun, perlu diingat bahwa organisme yang dapat
berkembang dalam tahap proses ini hanya beberapa saja, contohnya adalah mikroba dan
lumut. Proses pelunakan struktur batuan ini membutuhkan waktu yang lama seperti pada
proses pelapukan.

3. Proses Tumbuhnya Tumbuhan Perintis

Setelah melewati proses pelunakan struktur batuan, maka akan dilanjutkan ke proses
tumbuhnya keanekaragam tumbuhan perintis. Tumbuhan yang dimaksud disini adalah
tumbuhan yang lebih besar dari lumut, sehingga akar-akar yang masuk di dalam batuan yang
telah lunak akan membantu proses pemecahan batuan tersebut. Selain itu, asam humus yang
mengalir dari permukaan batuan akan membuat batuan yang berada di bagian dalam melapuk
dengan sempurna. Pada tahap inilah proses pelapukan secara biologi akan dimulai.

4. Proses Penyuburan

Proses ini adalah proses terakhir dari proses terbentuknya tanah. Pada tahap ini tanah
yang terbentuk akan mengalami proses pengayaan bahan-bahan organik. Dimana tanah yang
awalnya hanya mengandung mineral yang berasal dari proses pelapukan akan bertambah
subur dengan adanya pelapukan organik. Pelapukan organik ini dapat berasal dari hewan
ataupun tumbuhan yang mati dipermukaan tanah. Dalam hal ini mikroorganisme tanah
memiliki peran penting dalam proses terbentuknya tanah.

Kohesif Non Kohesif

Secara umum tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan sifat lekatnya, yaitu
tanah kohesif, tanah tidak kohesif (granular) dan tanah organik tanah. Sifat-sifat tanah kohesif
adalah sebagai berikut :

1. Tanah Kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butir - butirnya seperti
tanah lempung.

2. Tanah Non Kohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara
butir - butirnya atau hampir tidak mengandung lempung misal pasir.

3. Tanah Organik adalah tanah yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh bahan - bahan organik
(sifat tidak baik) seperti sisa-sisa hewani maupun tumbuhtumbuhan.

UJI BATAS-BATAS ATTERBERG (ASTM D4318)

Batas susut (shrinkage limit) WS

adalah batas kadar air dimana tanah dengan kadar air dibawah nilai tersebut tidak
menyusut lagi (tidak berubah volume).

Batas plastis (plastic limit) WP 


adalah kadar air terendah dimana tanah mulai bersifat plastis. Dalam hal ini sifat
plastis ditentukan berdasarkan kondisi dimana tanah yang digulung oleh telapak tangan diatas
kaca mulai retak setelah mencapai 1/8 inch.

Batas cair (liquid limit) WL

 adalah kadar air tertentu dimana perilaku berubah dari kondisi plastis ke cair. Pada
kadar air tersebut tanah mempunyai kuat geser terendah.

Indeks plastisitas (plasticity index)-Ip

Selisih antara batas cair dan batas plastis, daerah diantaranya disebut daerah keadaan plastis.

Ip=wl-wp

Indeks alir (flow index)-If

Perbandingan antara selisih kadar alir pada keadaan tertentu dengan selisih antara jumlah
pukulan pada kadar air tersebut. Indeks alir menyatakan kemiringan kurva percobaan batas
cair.

If=Δw/ΔlogN

Indeks kekakuan (toughness index)-It

Perbandingan antara indeks plastisitas dengan indeks alir.

It=IP/If

Indeks kecairan (liquidity index)-Ii

Perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks plastisitanya.
Li ini penting dalam menunjukan keadaan tanah.

Ii=w-wp/Ip

Indeks konsistensi (consistency index)-Ic

Perbandingan antara selisih batas cair dengan kadar air aslinya tehadap indeks plastisitasnya.
                                                                              Ic=wl-w/Ip 

Maksud dari uji batas-batas Atterberg adalah untuk menentukan angka-angka


konsistensi atterberg yaitu :

        1.Batas susut/shrinkage limit (WS).

2. Batas plastis/plastic limit (WP).

3. Batas cair/liquid limit (WL).


Tujuan uji ini untuk klasifikasi tanah butir halus.
PERALATAN :

Batas susut :

Alat yang digunakan :

          1. Ring silinder.

           2.Timbangan dengan ketelitian 0.01 gr.

           3.Oven dan desikator.

           4.Container kaca dan air raksa (Hg).

           5Pelat kaca dilengkapi 3 buah jarum dan cawan kaca.

           6.Pisau.

Batas plastis :

Alat-alat yang digunakan :

           1.Pelat kaca.

           2.Timbangan dengan ketelitian 0.01 gr.

           3.Container.

           4.Mangkok porselin.

           5.Stikmaat/jangka sorong.

           6.Oven dan desikator.

Batas cair :
Alat-alat yang digunakan :

          1.Pelat kaca dan pisau dempul.

           2.Timbangan dengan ketelitian 0.01 gr.

           3.Container sebanyak 5 buah.

           4.Alat Casagrande dengan pisau pemotongnya.

           5.Cawan porselin.

           6.Oven dan desikator.

           7.Aquades.

           8.Spatula.

 PERSIAPAN UJI
Tanah yang akan diuji harus disaring dengan ayakan #40. Siapkan contoh tanah
sebanyak 50 gr.

PROSEDUR UJI :

Batas Susut :

1. Tanah yang dipergunakan dapat tanah yang terganggu.


2. Ring silinder diisi dengan contoh tanah, ratakan kedua permukaannya, tinggi dan
diameter ring terlebih dahulu diukur.
3. Contoh tanah dimasukan kedalam oven pada temperatur 105-110°C selama 24 jam.
4. Setelah dioven lalu dimasukan kedalam alat desikator selama 1 jam.
5. Container kaca diisi dengan air raksa, permukaan dalam container diratakan dengan
pelat kaca, hal ini disebabkan karena permukaan air raksa cembung.
6. Timbang container dan pelat kacanya.
7. Letakan container diatas cawan kaca, lalu contoh tanah ditekan perlahan-lahan
kedalam Hg dalam container diratakan dengan pelat kaca.
8. Timbangan berat cawan kaca + Hg yang tumpah.

Batas Plastis : 

1.Masukan contoh tanah dalam mangkok, diremas-remas sampai lembut,


ditambahkan aquades sedikit dan diaduk sampai homogen.
2. Letakan contoh tanah adukan tanah itu diatas pelat kaca dan digulung-gulung
dengan telapak tangan sampai diameternya kira-kira 1/8 inch (3 mm), akan dijumpai 3
keadaan :
- Gulungan terlalu basah sehingga dengan diameter 1/8 inch tanah belum retak.
- Gulungan terlalu kering sehingga sewaktu diameter belum mencapai 1/8 inch,
gulungan tanah    sudah mulai retak.
- Gulungan dengan kadar air tepat, yaitu gulungan mulai retak sewaktu mencapai
diameter 1/8     inch.
1)Timbang container sebanyak 3 buah.
2)Gulungan tanah yang berkadar air tepat itu dimasukan kedalam container, tiap
container berisi 5 buah gulungan, dengan berat masing-masing minimum kurang lebih
5 gr. Ketiga container yang berisi gulungan tanah tersebut dimasukan kedalam oven
24 jam pada suhu 105-110ᴼC.
3)Harga rata-rata kadar air dari percobaan diatas adalah batas plastisnya.

Batas Cair :

1)Contoh tanah diambil secukupnya, ditaruh dalam dalam cawan porselin dan di
tumbuk dengan penumbuk karet, diberi aquades dan diaduk sampai homogen.
2)Pindahkan tanah tersebut kedalam pelat kaca dan diaduk sampai homogen dengan
pisau dempul, bagian kasar dibuang.
3)Ambil sebagian dari contoh tanah, dan dimasukan dalam alat casagrande, ratakan
permukaan dengan pisau. Contoh tanah dalam mangkok casagrande dipotong dengan
grooving tool dengan posisi tegak lurus, sehingga didapat jalur tengah.
4)Alat casagrande diputar dengan kecepatan konstan 2 putaran/detik. Mangkok akan
terangkat dan jatuh dengan ketinggian 10 mm (sudah disetel).
5)Percobaan dihentikan jika bagian yang terpotong sudah merapat sepanjang 1.3 cm,
dan dicatat banyaknya ketukan, biasanya harus berkisar antara 10-100 ketukan.
6)Tanah pada bagian yang merapat diambil dan dimasukan dalam oven, di tempatkan
dalam container yang telah ditimbang beratnya. Sebelum dimasukan kedalam oven,
berat tanah + container ditimbang.
7)Setelah dioven selama 24 jam pada temperatur 105-110ᴼC, baru dimasukan dalam
desikator selama 1 jam untuk mencegah penyerapan uap air dari udara.
1.Percobaan diatas dilakukan sebanyak 4 kali.
2.Segera dilakukan penimbangan setelah keluar dari desikator.
3.Setelah kadar air didapat, dibuat grafik antara hubungan kadar air dengan jumlah
ketukan dalam kertas skala semi-log. Grafik ini secara teoritis merupakan garis lurus.
4.Kadar air dimana jumlah ketukan 25 kali tersebut batas cair. Batas cair ini diulangi
dengan tanh yang dimasukan kedalam oven, tanah tersebut ditambahkan dengan
aquades secukupnya, prosedur selanjutnya sama dengan diatas, dan batas cair yang
didapat disebut “WL oven”.

Anda mungkin juga menyukai