Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup
air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi
akibat kedua-duanya.6

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit
mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa.
Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokular lainnya. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan
dalam waktu yang lama.1

Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir
setengah dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia
dan Afrika. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia
Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4
orang diantaranya berasal dari Asia Tengara.1 Katarak juga merupakan penyebab utama
hilangnya penglihatan di Indonesia. Katarak memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan
dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Lensa

Lensa mata adalah suatu struktur bikonveks, tidak mengandung pembuluh


darah, tembus pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 4 mm. Lensa terdiri
dari kapsul, korteks dam nukleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik
mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung
pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang
melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliare.3

Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa didalam
kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga akan
mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu
dibentuk atau serat lensa yang tertua didalam kapsul lensa. Di bagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut segai korteks lensa. Nukleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda.4

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan


anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya
korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran
semipermeabel, yang memperbolehkan air dan elektrtolit masuk. Di bagian anterior
terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator.2

Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini


berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel,
termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.3

Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel
panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
2
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti, yang
pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan
epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung
berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan
terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).3

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah atau saraf di lensa.3

2. Fungsi lensa

3
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal
ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang
datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal
ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.2

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya
biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.3

Pada orang dewasa lensa lebih padat dan bagian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah
cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua
lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan
tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka katarak, padahal
salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia
dimulai pada umur 40 tahun.2

3. Katarak

3.1 Definisi

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin


Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.4

3.2 Etiologi

4
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata (penyakit
sistemik) atau kelainan kongenital mata. Katarak disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik dan gangguan perkembangan,
Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin dan usia.4

Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat primer ataupun sekunder.


Primer terjadi berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa.
Adapun Sekunder, merupakan komplikasi penyakit lokal atau umum ataupun akibat
tindakan pembedahan lensa.5

3.3 Klasifikasi

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. katarak kongenital, pada usia di bawah 1 tahun.

2. katarak juvenile, terjadi sesudah usia 1 tahun.

3. katarak senilis, setelah usia 50 tahun. 4

3.4 Katarak Senilis

Semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun banyak kasus
katarak senilis yang ditemukan berkaitan dengan faktor keturunan, maka riwayat
penyakit keluarga perlu di tanyakan.6

3.5 Epidemiologi

5
Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45
juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang
seperti Indonesia, India dan lainnya. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus
kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang
mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tengara.
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari
seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan. Katarak dapat disebabkan oleh
berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.1,5 Sampai saat ini katarak
senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan, sampai 90% dari
seluruh kasus katarak.6

3.6 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya katarak senilis cukup rumit dan belum sepenuhnya
dipahami. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti : 5,6
Konsep penuaan :
- Teori putaran biologik (“A biologic clock”)

- Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali  mati

- Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang


mengakibatkan kerusakan sel

- Teori mutasi spontan

- Teori “A free radical”

o Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat

o Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi

o Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E

- Teori “A Cross-link”

o Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan


molekul protein sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut :


1. Kapsul

6
o Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)

o Mulai presbiopia

o Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

o Terlihat bahan granular

2. Epitel – makin tipis

o Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

o Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa :

o Lebih ireguler

o Pada korteks jelas kerusakan serat sel

o Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein


nucleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna
cokelat protein lensa nucleus mengandung histidin dan triptofan disbanding
normal.

o Korteks tidak berwarna karena :

- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi

3.7 Klasifikasi Menurut Lokasi

Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi 3, yaitu nuklear


sklerosis, kortikal dan posterior subkapsular. Nuklear sklerosis merupakan perubahan
lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan
jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan
pandangan baca dapat menjadi lebih baik. 7

Kortikal, terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau
terutama bila menyetir pada malam hari. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeruji menuju korteks anterior dan posterior. 5,7

7
Posterior subkapsular, merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa.
Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta
pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan
trauma.5,7

3.8 Stadium

Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu katarak insipen, katarak imatur,
katarak matur dan katarak hipermatur. 4

Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara
serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak
insipien. 4

Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang
belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan
dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.4

8
Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan,
maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi
kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada
katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif. 4

Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses


degenerasi lanjut, dapat menjadi lembek dan mencair pada bagian korteks. Massa
lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat
lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan
kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan
katarak morgagni.4

3.9 Gejala klinis

9
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada penderita katarak antara lain:
(1) penglihatan kabur dan berkabut, (2) merasa silau terhadap sinar matahari, (3)
penglihatan ganda, (4) sukar melihat benda yang menyilaukan, (5) sukar mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, (6) penglihatan di tempat yang redup lebih baik, (7) sukar
mengendarai kendaraan dimalam hari, (8) sering berganti kaca mata, dan (8) untuk
sementara jelas melihat dekat yang terutama terjadi pada katarak imatur. 3,5

3.10 Pemeriksaan klinis

Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun
pada stadium perkembangan yang paling dini dari katarak, dapat dideteksi melalui
pupil yang berdilatasi maksimum dengan oftalmoskop, loupe atau slitlamp. Dengan
penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa de ngan
mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). Bila terdapat
bayangan berarti kataraknya imatur, sedangkan pada katarak matur tidak terdapat
bayangan. Katarak hipermatur, lensa akan mengeriput.3

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar


celah (slitlamp), funduskopi bila mungkin, tonometer juga pemeriksaan prabedah
lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata dan konjungtiva karena dapat
menimbulkan penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah. Sebelum
pembedahan juga harus dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan untuk melihat
apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Misalnya pada
katarak nuklear tipis dengan miopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak
sesuai sehingga mungkin penglihatan yang turun adalah akibat dari kelainan retina
dan bila dilakukan pembedahan akan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak
memuaskan.3,4

3.11 Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Indikasi Pasien dapat
dioperasi bila ada kemauan dari pasien itu sendiri untuk memperbaiki tajam
penglihatannya (visus). Kemauan untuk dioperasi ini biasanya datang bila sudah
terjadi gangguan pekerjaan atau aktifitas sehari-hari. Keputusan untuk melakukan

10
operasi harus didasarkan pada kebutuhan visual pasien dan potensi kesembuhannya.
Secara umum, indikasi operasi katarak bila terdapat kondisi stereopsis, penyusutan
lapangan pandang perifer dan gejala anisomethrophia. Indikasi medikal dilakukannya
operasi termasuk pencegahan komplikasi seperti glaukoma fakolitik, glakukoma
fakomorfik, uveitis facoantigenik dan dislokasi lensa ke bilik mata depan. Indikasi
tambahannya adalah untuk diagnosis atau penatalaksanaan penyakit okuler lainnya,
seperti retinopati diabetik atau glaukoma.3,8

Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya


dengan lensa buatan. Ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk
mengangkat lensa yaitu ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK dan
ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK.4

1. ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK

Pada ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK , lensa diangkat
dengan meninggalkan kapsulnya. Indikasi ECCE melalui ekspresi nukleus prosedur
utama pada operasi katarak. Pelaksanaan prosedur ini tergantung dari ketersediaan
alat, kemampuan ahli bedah dan densitas nukleus. ECCE yang melibatkan
pengeluaran nukleus dan korteks lensa melalui kapsula anterior, meninggalkan
kapsula posterior. Prosedur ini memiliki beberapa keuntungan dibanding ICCE karena
dilakukan dengan insisi yang lebih kecil, maka trauma endothelium kornea lebih
sedikit, astigmatisma berkurang, jahitannya lebih stabil dan aman. Kapsula posterior
yang intak akan mengurangi resiko keluarnya vitreous intraoperatif, posisi fiksasi IOL
lebih baik secara anatomi, mengurangi angka kejadian edema makular, kerusakan
retina dan edema kornea, mengurangi mobilitas iris dan vitreous yang terjadi dengan
pergerakan saccus (endophtalmodenesis), adanya barrier restriksi perpindahan
molekul aquous dan vitreous, mengurangi akses bakteri terhadap cavitas vitreous
untuk endophtalmitis dan mengeleminasi komplikasi jangka panjang dan pendek yang
berhubungan dengan lengketnya vitreous dengan iris, kornea dan tempat insisi.3,4,9

Prosedur ECCE memerlukan keutuhan dari zonular untuk pengeluaran nukleus


dan materi kortikal lainnya. Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh pelaksanaan
prosedur yang aman melalui ekstrakapsular harus dipikirkan lagi.8

11
 Fakoemulsifikasi

Fakoemulsifikasi merupakan prosedur ekstrakapsular dengan


mengemulsifikasi nukleus lensa menggunakan gelombang ultrasonik (40.000 MHz)
kemudian diaspirasi. Komplikasi yang berkaitan dengan jahitan lebih rendah karena
insisinya kecil dan rehabilitasi visualnya lebih cepat.4,8

2. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK

Merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Lensa
beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula Zinn yang telah mengalami
degenerasi. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan. 4

Ada beberapa keuntungan dengan menggunakan prosedur ini, yaitu


menghancurkan semua lensa tanpa meninggalkan kapsul yang keruh ataupun sisanya,
dapat dilakukan dengan peralatan yang tidak terlalu canggih, merehabilitasi visual
dengan cepat menggunakan spestacle +10,00 Dioptri. Namun juga terdapat kerugian
karena insisi yang terlalu lebar, 160°-180° sehingga penyembuhan akan lama,
begitupun rehabilitasi visualnya, dapat menginduksi astigmatisma, inkaserasi iris, dan
inkaserasi vitreous serta adanya infiltrasi di tempat jahitan. Edema kornea, trauma
endotel kornea dan edema makula lebih sering terjadi dibandingkan dengan prosedur
ECCE.4,9

12
3.12 Komplikasi

Tindakan operatif merupakan satu-satunya cara untuk mengobati katarak, tapi


prosedur operasi itu sendiri dapat menimbulkan komplikasi pada penderitanya.
Komplikasi ini dapat terjadi selama dan setelah operasi : 3,6,9

• Komplikasi Intraoperasi yaitu kerusakan endotel kornea, ruptur


kapsula posterior , prolaps vitreus, hifema, expulsive haemorrhage ,
dislokasi nukleus lensa ke dalam vitreus.

• Komplikasi pascabedah dini yaitu edema kornea, kebocoran luka,


prolaps iris, Camera Oculi Anterior (COA) dangkal atau flat, hifema,
glaukoma sekunder , dislokasi IOL, endoftalmitis.

• Komplikasi pascabedah lanjut yaitu Posterior Capsular Opacification


(PCO), Cystoid Macular Edema (CME), bullous keratopathy,
glaukoma sekunder.

13
BAB III
STATUS OFTALMOLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Pondok Pucung, Tangerang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Masuk Poli Mata : 16 Desember 2010

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 16 Desember 2010
Keluhan Utama : Penglihatan mata kiri buram sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RSUP Fatmawati dengan keluhan
penglihatan mata kiri buram sejak 1 tahun yang lalu. Penglihatan buram dirasakan
pasien seperti ada kabut/asap putih yang menghalangi, dan terkadang pasien merasa
silau saat melihat cahaya. Sebelumnya pasien mengenakan kacamata namun tidak
mengetahui ukurannya, akan tetapi sejak 1 tahun yang belakangan ini kacamatanya
dirasa tidak lagi nyaman dan sampai saat ini pasien tidak pernah mengganti kacamata.
Pasien merasa lebih nyaman melihat di tempat yang redup dari pada terang.
Mata pasien sebelah kanan juga dahulu merasakan keluhan yang sama namun
pada tanggal 25 oktober 2010 telah dioperasi di RSUP Fatmawati. Sekarang
penglihatan mata sebelah kanan pasien dirasa mengalami banyak kemajuan
dibandingkan sebelum operasi. Penglihatan ganda dengan satu mata dan penglihatan

14
seperti ada pelangi saat melihat cahaya disangkal pasien. Pasien menyangkal matanya
merah, berair, terasa sakit, ataupun pegal. Pasien menyangkal adanya sakit kepala
disertai mual dan muntah. Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan
tertentu dalam jangka panjang. Riwayat trauma pada mata (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Diabetes (-) , Hipertensi (-), alergi (-), sakit mata (-), operasi (+).
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), alergi (-), penyakit jantung (-)

III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tidak tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah :130/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : Afebris
Pernafasan : 20x/menit
Kepala : Normocephali
Mata : lihat status oftalmologi
THT
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen +/+
Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Mulut : Lidah kotor (-) , tonsil tidak hiperemis T1-T1

M M M5 4 3 2 1 12345MM8
M M 6 5 43 2 1 12345M7M

Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar,


trakea lurus ditengah

Thoraks
Jantung : S1S2 reguler, murmur(-), gallop (-)
Paru-paru : Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
15
Abdomen : Nyeri tekan (-), bising usus (+)

Ekstremitas
Atas : akral hangat (+), edema (-)
Bawah : akral hangat (+), edema (-)
Status oftalmologi
AVOD : sc 5/50
AVOS : sc 4/60

Pemeriksaan kamar terang


OD OS
Visus 5/50 s + 0.50 c-4 5/10 Ph (-) 4/60 s - 1.50 5/50 Ph (-)

Kedudukan Bola Mata


Posisi Ortoposisi Ortoposisi
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -

Supersilia
Alopesia - -

Palpebra Superior
Edema - -
Spasme - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Khalazion - -
Ptosis - -

Palpebra Inferior
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -

16
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Khalazion - -

Margo Palpebra Superior et Silia


Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Ulkus - -
Fistel - -

Margo Palpebra Inferior et Silia


Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Ulkus - -
Fistel - -

Area Kelenjar Lakrimalis


Edema - -
Hiperemis - -
Fistel - -
Benjolan - -
Punctum Lakrimalis
Edema - -
Hiperemis - -
Sekret - -
Epikantus - -

Konjungtiva Tarsalis Superior


Kemosis - -
Hiperemis - -

17
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Lithiasis - -
Simblefaron - -

Konjungtiva Tarsalis Inferior


Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Lithiasis - -
Simblefaron - -

Konjungtiva Forniks Superior et Inferior


Kemosis - -
Hiperemis - -
Folikel - -
Simblefaron - -

Konjungtiva Bulbi
Kemosis - -
Pterigium - -
Pinguekula - -
Flikten - -
Simblefaron - -
Injeksi Konjungtiva - -
Injeksi Silier - -
Injeksi Episklera - -
Perdarahan Subkonjungtiva - -

Kornea
Kejernihan + +
Edema _ _
Ulkus - -
Flikten - -
Macula - -
Leukoma - -
Leukoma Adherens - -
Stafiloma - -
Neovaskularisasi - -

18
Pigmen Iris - -
Bekas Jahitan - -
Tes Fluoresin - -
Tes Sensibilitas - -
Tes Placido Tdk dilakukan Tdk dilakukan

Limbus Kornea
Arkus senilis + +
Bekas Jahitan + -

Sklera
Sklera biru - -
Episkleritis - -
Skleritis - -

Pergerakan bola mata


Atas + +
Bawah + +
Temporal + +
Temporal Atas + +
Temporal Bawah + +
Nasal + +
Nasal Atas + +
Nasal Bawah + +
Nistagmus - -

Tekanan Intra Okuler


Palpasi Normal Normal
Tonometer Schiotz 11,5/7,5 = 8,3 9/7,5 = 13,1

Pemeriksaan Kamar Gelap


Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Nebula - -
Keratik Presipitat - -
Imbibisio - -
Infiltrat - -
Pigmen Iris - -

Kamera Okuli Anterior


Kedalaman Dalam Dalam

19
Kejernihan jernih Jernih
Flare - -
Sel - -
Hipopion - -
Hifema - -
Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran Radier + +
Eksudat - -
Atrofi - -
Sinekia Posterior - -
Sinekia Anterior - -
Sinekia Anterior Perifer - -
Iris Bombe - -
Iris Tremulans - -
Pupil
Bentuk irregular Bulat, regular
Besar 3mm 2mm
Regularitas irregular Regular
Isokoria Anisokor
Letak Sentral Sentral
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya tidak + +
langsung
Seklusi - -
Oklusi - -
Leukokoria - +

Lensa
Kejernihan Jernih Keruh
Shadow Test - +
Refleks kaca + -
Pigmen Iris - -
Luksasi - -
Subluksasi - -
Lensa Intra Okular + -

Corpus Vitreus
Kejernihan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Flare - -
Sel - -

20
Funduskopi
Refleks fundus + + menurun
Papil :Bentuk Bulat Bulat
Batas Tegas Tegas
Warna Kuning orange Kuning orange
C/D Ratio 0,3 0,3
Arteri/Vena 2:3 2:3
Retina Baik Baik
Refleks Fovea Baik Tidak dapat dinilai
Makula Lutea Baik Tidak dapat dinilai

Lain-lain
Uji Proyeksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji Persepsi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
(merah – hijau)

GAMBAR
OD OS

Leukokoria
SHADOW TEST
OD OS

REFLEKS FUNDUS
OD OS

21
FUNDUSKOPI
cup

disc

AA/VV

22
IV. RESUME
Pada anamnesis didapatkan :
Pasien datang ke poliklinik mata RSUP Fatmawati dengan keluhan
penglihatan mata kiri buram sejak 1 tahun yang lalu. Penglihatan buram dirasakan
pasien seperti ada kabut/asap putih yang menghalangi, dan terkadang pasien merasa
silau saat melihat cahaya. Pasien merasa lebih nyaman melihat di tempat yang redup
dari pada terang. Kacamata yang digunakan pasien juga dirasakan menjadi semakin
tidak nyaman belakangan ini.
Pada tanggal 25 Oktober 2010, pasien sudah menjalani operasi katarak pada
mata kanannya. Menurut pasien, pandangan matanya sudah mengalami banyak
kemajuan. Penglihatan ganda dengan satu mata dan penglihatan seperti ada pelangi
saat melihat cahaya disangkal pasien. Pasien menyangkal matanya merah, berair,
terasa sakit, ataupun pegal. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu
dalam jangka panjang. Riwayat trauma pada mata (-)

Pada pemeriksaan oftamologi didapatkan:


Visus: AVOD : sc 5/50 s + 0.50 c-4 5/10 Ph (-), AVOS : 4/60 s - 1.50 5/50 Ph (-)
TIO shiotz: AVOD : 11,5/7.5= 8,3, AVOS : 9/7.5= 13,1
COA: dalam/dalam, pupil AVOS: leukokoria, lensa: jernih/keruh, shadow test -/+,
refleks kaca +/-, Funduskopi AVOS: reflek fundus + menurun, refleks makula dan
fovea tidak bisa dinilai.

V. DIAGNOSA KERJA
- OD : Pseudofakia
- OS : Katarak senilis imatur OS

VI. DIAGNOSA BANDING


-

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Retinometri

23
VIII. PENATALAKSANAAN
OD : Medikamentosa : LFX ED 6x gtt 1
Tobroson ED 6x gtt 1
Protagenta

Non-Medikamentosa :
- Motivasi untuk memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
- Jangan menggosok mata
- Jangan melakukan pekerjaan yang berat
- Rencana koreksi kacamata setelah 2-3 bulan post op

OS : Catarlent ED 15 ml 3 x 1

IX. PROGNOSIS
OS : Ad vitam : bonam
Ad visam : dubia ad bonam
OD : Ad vitam : bonam
Ad visam : dubia ad bonam

24
BAB IV
DISKUSI KASUS

Pasien wanita 65 tahun datang ke poliklinik mata RSUP Fatmawati dengan


keluhan utama penglihatan mata kiri buram sejak 1 tahun yang lalu, mata tidak merah
dan tidak nyeri. Hal ini mengarahkan kepada kelainan mata tenang visus turun
perlahan. Dari keluhan utama pasien dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding,
yaitu; katarak, galukoma kronis, retinopati diabetik, dan retinopati hipertensi. Pasien
mengatakan penglihatan mata kirinya buram seperti ada kabut/asap putih yang
menghalangi, dan terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Pada umumnya,
pasien katarak mengeluh penglihatannya seperti tertutup kabut yang merupakan
akibat dari kekeruhan lensa yang menghalangi media refraksi pasien. Dan keluhan
silau biasanya terjadi pada pasien katarak apabila kekeruhan belum homogen. Pasien
merasa lebih nyaman melihat di tempat yang redup dari pada terang. Hal ini
disebabkan karena pada tempat yang redup pupil akan midriasis sehingga daerah
lensa yang bebas dari katarak semakin luas sehingga cahaya dapat sampai lebih
25
banyak ke retina. Sebelumnya penglihatan mata sebelah kanan juga merasakan gejala
yang sama namun pada tanggal 25 Oktober 2010 telah dilakukan operasi. Menurut
pasien, penglihatan mata sebelah kanan mengalami kemajuan.
Pada katarak senilis, umumnya terjadi di kedua mata. Penglihatan ganda
dengan satu mata disangkal pasien. Biasanya pada pasien katarak terdapat keluhan
penglihatan ganda dengan satu mata. Pada pasien penglihatan halo (-), mata nyeri
ataupun pegal (-), sakit kepala (-),mual dan muntah (-). Hal tersebut dapat
menyingkirkan diagnosis banding yaitu glaukoma kronik. Saat ini, pasien tidak
sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang. Hal ini perlu
ditanyakan untuk mengetahui faktor resiko terjadinya katarak. Riwayat trauma pada
mata (-). Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal pasien. Pernyataan ini dapat
menyingkirkan diagnosis banding yaitu retinopati diabetik dan retinopati hipertensi.
Untuk memastikan beberapa dugaan diagnosa kerja dari anamnesis maka
dilakukan pemeriksaan oftamologi didapatkan hasil yang menguatkan diagnosis
katarak senilis imatur OS dan pseudofakia OD yaitu Visus: AVOD : sc 5/50 s + 0.50
c-4 5/10 Ph (-), AVOS : 4/60 s - 1.50 5/50 Ph (-). TIO shiotz: AVOD : 11,5/7.5= 8,3,
AVOS : 9/7.5= 13,1. COA: dalam/dalam, pupil AVOS: leukokoria, lensa:
jernih/keruh, shadow test -/+, refleks kaca +/-, Funduskopi AVOS: reflek fundus +
menurun, refleks makula dan fovea tidak bisa dinilai.
Dari data-data yang sudah didapatkan baik dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik dan oftamologis, pasien menderita katarak senilis imatur OS yang merupakan
penyakit mata yang terkait oleh usia dan pseudofakia OD. Mengingat mata kanan
pasien baru menjalani operasi dan stadium katarak mata kiri masih imatur, maka
untuk tata laksana yang kita lakukan pada mata kiri pasien adalah dengan pemberian
Catarlent ED 15 ml 3x1 tetes. Pemberian obat ini berguna untuk memperlambat
proses kekeruhan pada lensa mata. Sedangkan untuk mata kanan pasien diberi terapi
LFX, Tobroson, Protagenta, Vitanom untuk mengoptimalkan hasil operasi dan
meperkecil kemungkinan pasca operasi. Kita jangan lupa juga untuk memberikan
edukasi pada pasien tentang hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan selama masa
penyembuhan pasca operasi.
Setelah 3 bulan post operasi dapat kita rencanakan koreksi kacamata untuk
pasien. Hal ini dilakukan karena sebelum 3 bulan post operasi, keadaan refraksi mata
masih berubah-ubah disebabkan luka operasi yang belum tenang. Apabila di masa ke
depan, penglihatan mata kiri pasien dirasakan semakin menurun maka dapat kita
26
rencanakan pembedahan, pembedahan dapat dilakukan dengan teknik ECCE atau
fakoemulsifikasi. Prognosis ad vitam pada kasus ini adalah ad bonam karena tidak
mengancam jiwa. Prognosis ad visam mata kiri pasien ini dubia ad bonam bila pasien
memiliki kesadaran untuk kontrol ke dokter mata ketika penglihatan mata kirinya
dirasakan semakin menurun. Sehingga apabila diperlukan tindakan operasi, hal
tersebut dapat dilakukan sebelum penyulit muncul. Prognosis ad visam mata kanan
pasien ini dubia ad bonam apabila pasien menjalani terapi yang diberi oleh dokter
secara rutin dan tuntas, sehingga komplikasi bisa terhindarkan dan hasil operasi yang
diinginkan bisa tercapai optimal.

BAB V
KESIMPULAN

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Sampai saat ini katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak
ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus katarak. Katarak terbagi dalam 4 stadium,
yaitu katarak insipien, katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur.
Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi nuklear sklerosis, kortikal
dan posterior subkapsular. Gejala klinis yang di alami oleh pasien katarak adalah
penglihatan seperti berasap /berkabut dan tajam penglihatan yang menurun secara
progresif, visus menurun, diplopia monokular yaitu penderita melihat 2 bayangan
yang disebabkan oleh karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat
penderita akan menyebabkan silau dan pada stadium permulaan penderita mengeluh
miopi.

27
Penatalaksanaan katarak adalah dengan tindakan operatif, yaitu pembedahan
katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan. Ada
beberapa macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa:

1. ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK yaitu lensa


diangkat dengan meninggalkan kapsulnya
2. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK yaitu lensa
beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula zinn yang
telah mengalami degenerasi. Pada saat ini pembedahan
intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
3. Fakoemulsifikasi yaitu merupakan cara pembedahan yang paling
mutakhir, dengan menggunakan gelombang ultrasonik.

Penegakan diagnosis sebagai dokter umum meliputi anamnesia yang


komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologi yang menyeluruh. Namun untuk
penatalaksanaan lebih lanjut, pasien dirujuk ke dokter spesialis mata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular
Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica
Indonesiana 2005;321:59.
2. Garg, Ashok et al. Instant clinical diagnosis in ophthalmology lens disease. USA:
2009.
3. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005.
hlm : 128-136.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008. 200-211
5. Vaughan DG, Asbury T. Oftalmologi Umum; Lensa. Edisi 14. Alih Bahasa
Tambajong J. Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 2000 : 175,183-4.
6. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta: Penerbit Abadi
Tegal. 1993 : 190-196.
28
7. http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2, diakses tanggal 27
November 2010
8. Anonim. Learn About Cataract. Available from URL:

http://www.cataract.com/

9. American Academy of Ophthalmology. The Eye M.D Association. “Basic and


Clinical Science Course 2003-2004 On CD-ROM. Section 11: Lens and Cataract,
Chapter VIII-IX”

29

Anda mungkin juga menyukai