Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

(HALUSINASI, PERILAKU KEKERASAN, WAHAM, ISOLASI SOSIAL,


RESIKO BUNUH DIRI, DEFISIT PERAWATAN DIRI,
HARGA DIRI RENDAH)

Oleh :
EFFENDI BUDIARTO
201802A012

PROFESI NERS
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)


Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut
(Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia,
hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar
tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005). Halusinasi pendengaran
adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai
suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara
atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya
suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

II. Poses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
A. Faktor Predisposisi
Klien dengan gangguan halusinasi mengalami abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif. Adanya lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik dan beberapa zat kimia
di otak yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP). Secara Psikologis keluarga, pengasuh dan
lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien. Klien mengalami stress dan kecemasan,serta hubungan
interpersonalnya terganggu. Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.

B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis, yaitu sebagai
berikut
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. Fase halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang
lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

E. Rentang respon halusinasi.


Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar di bawah ini.

Rentang Respon Neurobiologis


Respon adaptif Respon maladaptif
 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan
(pikiran kotor) pikir/difusi
 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi Emosi  Perilaku
dengan berebihan atau disorganisasi
pengalaman kurang
 Perilaku sesuai  Prilaku aneh dan  Isolasi sosial
tidak biasa

Rentang Respon Halusinasi ( Stuart & Sundeen, 2007 )

Rentang respon neurobiologi pada gambar di atas dapat dijelaskan


sebagai berikut:
 Pikiran logis
Yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
 Persepsi akurat
Yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
 Emosi konsisten
Yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social
dan budaya umum yang berlaku.
 Hubungan sosial harmonis
Yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu
dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
 Proses pikir kadang terganggu (ilusi)
Yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca
indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di
otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
 Emosi berlebihan atau kurang
Yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
 Perilaku tidak sesuai atau biasa
Yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya
umum yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-
norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
 Menarik diri
Yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
 Isolasi sosial
Yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus
itu tidak ada.

E. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,


pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik

III. Pohon Masalah

Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2005)

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
 Perubahan persepsi sensori : halusinasi
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subjektif
 Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
 Klien merasa makan sesuatu.
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
 Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan
didengar.
 Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
b. Data objektif
 Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
 Klien berbicara dan tertawa sendiri saat dikaji.
 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
 Disorientasi.
 Konsentrasi rendah
 Pikiran cepat berubah-ubah

IV. Diagnosa keperawatan


Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)

V. Rencana tindakan keperawatan


Terlampir

VI. Sumber
TIM CMHN , www.google keperawatan jiwa,pada klien
halusinasi.com, Nasution 2003, Izzudin 2005, Stuart and sundeen 2007, keliat
2006, hamid 2000, Laraia 2001.

STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI

Proses keperawatan
Kondisi klien
Klien mengatakan mendengar sesuatu . Klien merasa takut pada suara itu
dan bersikap seperti mendengar sesuatu. Kemudian klien berlari kesana kemari.
Seteleh itu klien mengalami disorientasi, konsentrasi rendah dan pikiran cepat
berubah-ubah.

Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.

Tujuan khusus:
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.

TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya.

TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasi.

TUK 4 :
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.

Proses Pelaksanaan Tindakan


Orientasi
1. Salam terapeutik
"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Tedi Ruswandi, Saya biasa dipanggi
Tedi. Saya dari STIKES BANTEN. Saya disini dari hari Senin sampai dengan
hari Sabtu dari jam 08.00 s/d 13.00 WIB. Kalau boleh tahu nama bapak siapa
dan senang dipanggil siapa?. Tujuan Saya disini menyelesaikan sesuatu yang
bapak rasakan, kita selesaikan bersama – sama ya Pak?”
2. Evaluasi
"Bagaimana perasaan Bapak saat ini?. Bagaimana tidurnya semalam, Pak?.
Ada keluhan tidak? Apakah Bapak masih mendengar sesuatu yang orang lain
tidak mendengar?”
3 Kontrak
“Apakah bapak tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya? Menurut
bapak sebaiknya kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini bapak
dengar tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-kira kita ngobrol?
Bapak mau berapa lama?bagaimana kalau 15 manit? Bisa? Tempatnya mau
dimana pak?. Bagaimana kalo kita berbincang – bincangnya ditaman?”.

Kerja
1. Coba ceritakan suara-suara apa yang sering didengar?
2. Suara yang seperti apa yang didengar?
3. Kapan saja suara itu terdengar?
4. Berapa kali suara itu terdengar?
5. Pada saat sedang melakukan apa suara itu muncul?
6. Bagaimana perasaan ketika suara-suara itu muncul?
7. Bagaimana kalau kita belajar cara-cara mencegah suara-suara yang muncul?
8. Bagaimana kalau Bapak mengisi jadwal kagiatan harian cara menghardik?

TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subjektif)
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berkenalan dengan Saya?”. ”Coba Bapak
ceritakan, suara apa yang sering didengar!”. ”Apakah Bapak dapat mengetahui
suara seperti apa yang didengar?”. ”Kapan dan berapa kali suara itu
terdengar?”. ”Pada saat Bapak sedang melakukan apa suara itu terdengar?”.
”Bagaimana perasaan Bapak ketika suara itu muncul?”. ”Apakah Bapak sudah
bisa cara menghardik?”. ”Apakah Bapak sudah mengisi jadwal harian cara
menghardik?”
Evaluasi Perawat (objektif setelah reinforcement)
"Setelah kita ngobrol tadi, cobak bapak simpulkan pambicaraan kita tadi?”
”Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul lagi.”

2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil)

" Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan bapak coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian klien)

3. Kontrak yang akan datang (topik, waktu dan tempat)


"Bapak bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara berbicara dengan
orang lain saat suara-suara itu muncul? Kira-kira waktunya kapan ya?
Bagaimana kalau besok jam 9.30 WIB, bisa? Kira-kira tempat yang enak
ngobrol besok di mana ya, apa masih di sini atau cari tempat yang nyaman?
Sampai jumpa besok .

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun
perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang
rentang adaptif dan maladaptif.

Rentang Respon Marah

Respons Respons
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialami.
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman-ancaman, melukai disertai melukai pada
tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
B. Faktor Predisposisi
1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis
Banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.

C. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik) ,
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/
pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial
yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

D. Tanda Dan Gejala


Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
Wawancara: Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang dirasakan klien.

E. Masalah Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Resiko perilaku kekerasan

F. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku Kekerasan

Harga Diri rendah

DIAGNOSA
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan Causa

Core problem Perilaku Kekerasan

Harga Diri rendah Effect

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Sp)


Masalah : Perilaku kekerasan
Pertemuan : Ke 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di
rumah marah-marah dan memecahkan piring dan gelas.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
3. TUK :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab marah

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi, nama saya Budi Anna. Panggil saya suster Budi.
Namanya siapa, senang dipanggil apa? Saya akan merawat Ali.
b. Evaluasi/ validasi
Ada apa di rumah sampai dibawa kemari?
c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal
yang menyebabkan Ali marah
Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
kamar perawat?
Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit

2. Kerja
- Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?
- Apakah ada yang membuat Ali kesal?
- Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
- Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
- Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali marah-
marah.

3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi,
penyebab Ali marah yang belum kita bicarakan.
d. Kontrak
Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan
cara marah yang biasa Ali lakukan.
Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini?
Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

1. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien.
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Waham
atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau berlawanan
dengan semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar belakang
budaya (Keliat, 2009)
Tanda dan gejala :
 Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang
agama, kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
 Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga,
bermusuhan
 Takut, kadang panik
 Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
 Ekspresi tegang, mudah tersinggung
b. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri :
harga diri rendah. Harga diri rendah. Waham dipengaruhi oleh factor
pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan,
tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. Waham dapat
dicetuskan oleh tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan
tidak berguna, putus asa, tidak berdaya.
Tanda dan gejala :
 Perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri.
 Merasa gagal mencapai keinginan
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri
 Merendahkan martabat
 Gangguan hubungan sosial
 Percaya diri kurang
 Mencederai diri
.
c. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal. Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang.
Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala:
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
3. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan
Kerusakan komunikasi
verbal

Perubahan isi pikir:


Core problem
waham

Gangguan konsep
diri: harga diri rendah

4. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan :
 Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
 Kerusakan komunikasi : verbal
 Perubahan isi pikir : waham
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
b. Data yang perlu dikaji :
1) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
- Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-
barang dan tidak mampu mengendalikan diri
- Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar
barang-barang.
2) Kerusakan komunikasi : verbal
- Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
- Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
3) Perubahan isi pikir : waham ( ………….)
- Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
- Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi
wajah klien tegang, mudah tersinggung.
4) Gangguan konsep diri: harga diri rendah
- Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri
- Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup

5. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan komunikasi verbal
Perubahan isi pikir : waham
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
6. Rencana Tindakan Keperawatan
- Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
- Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
- Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
- Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
- Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
- Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis.
- Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
- Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari
dan perawatan diri).
- Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
- Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
- Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama
di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
- Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
- Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien
dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
- Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
- Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
- Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
- Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
- Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping minum obat.
- Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
- Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
- Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
- Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
- Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

- Diagnosa II : gangguan konsep diri : harga diri rendah


Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
- Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
- Utamakan memberi pujian yang realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
- Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
- Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
- Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
- Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
g. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harag diri rendah.
- Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa III : harga diri rendah.


Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
- Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
- Utamakan memberi pujian yang realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
- Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
- Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
- Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
- Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
- Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
- Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
STRATEGI PELAKSANAAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Kondisi Klien :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Klien tampak tidak mempercayai orang lain,
curiga, bermusuhan. Takut, kadang panik. Tidak tepat menilai lingkungan /
realitas. Ekspresi tegang, mudah tersinggung

B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham

C. Tujuan
- Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
- Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
- Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
D. Tindakan Keperawatan
- Bina hubungan saling percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus
membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah:
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu pasien.
- Bantu orientasi realita
 Tidak mendukung atau membantah waham pasien
 Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
 Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
 Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya
dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal
sampai pasien berhenti membicarakannya
 Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai
dengan realitas.
 Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan
marah.
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik
dan emosional pasien
 Berdikusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
 Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
 Berdiskusi tentang obat yang diminum
 Melatih minum obat yang benar

E. Strategi Tindakan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan;
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Orientasi:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Agung Nugroho, biasa dipanggil
Agung, saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga yang akan praktek di ruangan ini selama 2 minggu ke depan. Saya hari
ini dinas pagi dari pukul 07.00-14.00, saya yang akan merawat Bapak pagi ini.”
“Nama Bapak siapa?Senangnya dipanggil apa?”
“Pak K, bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Pak K rasakan sekarang?”
“Berapa lama Pak K mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang di mana?”
Kerja:
“Saya mengerti Pak K merasa bahwa Pak K adalah seorang…., tapi yang Bapak
rasakan tidak dirasakan oleh orang lain”
“Tampaknya Bapak gelisah sekali, bisa Bapak ceritakan apa yang Bapak
rasakan?”
“O... jadi bang B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri abang sendiri?”
“Siapa menurut Bapak yang sering mengatur-atur diri Bapak?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur Bapak, juga kakak dan adik Bapak yang
lain?”
“Kalau Bapak sendiri inginnya seperti apa?”
“O... bagus Bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”
“Coba kita bersama-sama tuliskan rencana dan jadwal tersebut”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya Bapak ingin ada kegiatan diluar rumah
karena bosan kalau di rumah terus ya”

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudak 15 menit, apakah Bapak mau kita berbincang-bincang
lagi atau sampai disini saja?”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja yang sudah kita bicarakan Pak”
“Bagaimana kalau saya kembali lagi 2 jam lagi”
“Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang mengenai hobi Bapak?”
“Jadi Bapak, hari ini kita sudah berbincang tentang perasaan yang Bapak rasakan,
Bapak ingin seperti apa dan jadwal yang sudah kita buat”
“Kalau begitu saya pamit dulu Pak, Selamat Pagi”

SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu


mempraktekkannya
Orientasi :
“Selamat Pagi, bagaimana perasaan Bapak saat ini? Bagus!”
“Apakah Bapak sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran Bapak?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi Bapak tersebut?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit
tentang hal tersebut?”

Kerja :
“Apa saja hobi bapak? Saya catat ya Pak, terus apa lagi?”
“Wah.., rupanya Bapak pandai main volley ya, tidak semua orang bisa bermain
volley seperti itu lho Pak”
“Bisa Bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main volley, siapa
yang dulu mengajarkannya kepada Bapak, dimana?”
“Bisa Bapak peragakan kepada saya bagaimana bermain volley yang baik itu?”
“Wah..baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bapak ini ya, berapa kali
sehari/seminggu Bapak mau bermain volley?”
“Apa yang Bapak harapkan dari kemampuan bermain volley ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan Bapak yang lain selain bermain volley?”

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 20 menit, apakah mau kita akhiri percakapan ini atau mau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan
kemampuan Bapak?”
“Setelah ini coba Bapak lakukan latihan volley sesuai dengan jadwal yang telah
kita buat ya?”
“Besok kita ketemu lagi ya bang?”
“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja, ya setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus Bapak minum, setuju?”
“Kalai begitu, saya pamit Pak ya..Selamat Pagi”
SP 3 Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
Orientasi :
“Selamat Pagi Pak?.”
“Bagaimana bang sudah dicoba latihan volley? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang obat yang Bapak minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di kamar makan?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?

Kerja :
“Bapak berapa macam obat yang diminum per Jam berapa saja obat diminum?”
“Bapak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam Pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah
jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini
diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut Bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya abang bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu”.
“Sebelum minum obat ini Bapak dan ibu mengecek dulu label di kotak obat
apakah benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya Bapak tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter”.

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 30 menit, apakah percakapan ini mau kita akhiri atau
lanjut?”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang bang
B minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan ke jadwal kegiatan Bapak? Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya Pak!”
“Pak, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan di tempat sama?”
“Kalau begitu saya pamit dulu Pak, Selamat Pagi”

DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC :
Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
1. Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri

2.  Proses Terjadinya Masalah


a.  Pengertian
Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Tanda dan Gejala
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
1.   Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2.   Menghindar dari orang lain (menyendiri).
3.   Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat.
4.   Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5.   Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6.   Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7.   Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8.    Posisi janin saat tidur.
b.    Penyebab
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri
adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
1.   Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi).
2.    Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri).
3.   Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
4.   Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
5.   Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
c.       Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko
perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu
orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien
terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan eksternal.
Tanda dan gejala ;
1.      Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2.      Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3.      Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
4.      Tidak dapat memusatkan perhatian.
5.      Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut.
6.      Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
3. Pohon masalah:

Resiko perubahan persepsi sensori:


halusinasi
 

Isolasi sosial: Menarik diri


  Core
Problem
 

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


 

4. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a.  Masalah keperawatan:
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi.
2. Isolasi sosial: menarik diri.
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

b. Data yang perlu dikaji


Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4. Klien merasa makan sesuatu.
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
7. Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
Data Objektif:
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
3. Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4. Disorientasi

Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

5. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Isolasi sosial: menarik diri


b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
6. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik


Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri


Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
▪ Klien – Perawat
▪ Klien – Perawat – Perawat lain
▪ Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
▪ K – Keluarga atau kelompok masyarakat
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
▪ Salam, perkenalan diri
▪ Jelaskan tujuan
▪ Buat kontrak
▪ Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
▪ Perilaku menarik diri
▪ Penyebab perilaku menarik diri
▪ Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
▪ Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga
Diagnosa 2 : harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.2 Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.3 Utamakan memberikan pujian yang realistik

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


Tindakan:
3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
▪ Kegiatan mandiri
▪ Kegiatan dengan bantuan sebagian
▪ Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


Tindakan:
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

Referensi:
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta.
ECG
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta. ECG
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
PROSES TERJADINYA MASALAH
Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan
Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
 Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
 Bunuh diri dilakukan dengan intensi
 Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
 Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di
rel kereta api.
Tanda dan gejala :
 Sedih
 Marah
 Putus asa
 Tidak berdaya
 Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal
Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
 Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
 Stroke
 Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
 DiabetesPenyakit arteri koronaria
 Kanker
 HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:
 Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu
bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi &
kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
 Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif
negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri
 Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga,
penipuan, kurangnya sistem pendukung sosial
Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
 Keputusasaan
 Menyalahkan diri sendiri
 Perasaan gagal dan tidak berharga
 Perasaan tertekan
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan
 Menarik diri dari lingkungan social
 Pikiran dan rencana bunuh diri
 Percobaan atau ancaman verbal
POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan
bunuh diri / penyalahgunaan zat.
Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup
diri.
Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.
Masalah keperawatan
Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
 Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol
impuls.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
 Perkenalkan diri dengan klien
 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
 Bersifat hangat dan bersahabat.
 Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
 Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
 Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
 Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
 Awasi klien secara ketat setiap saat.
 Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
 Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
 Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
 Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk
diselesaikan).
 Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
 Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll.)
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi


kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai
kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan
kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan
sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

1. Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan
2. Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang
baik
4. Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan
yang positif
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing
cara penyelesian masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik

RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN


Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:
 Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat
dipindahkan ke tempat yang aman
 Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau,
silet, gelas, dan tali pinggang)
 Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya
jika pasien mendapatkan obatnya.
 Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun
non verbal
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
C. Tujuan
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

D. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan
perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas
masing-masing cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalah yang lebih baik
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
 Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung,
saya mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
 Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A
paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih
rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin
bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung
minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”
 Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien).
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan
kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah,
2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).
Tanda dan Gejala :
 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor,
gigi kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan
kotor
 Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien
perempuan tidak berdandan.
 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makana tidak pada tempatnya
 Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan
buang air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya,
dan tidak membersihakan diri dengan baik setelah
BAB/BAK

b. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan
penurunan kesadaran.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a) Fisik
 Badan bau, pakaian kotor.
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif.
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
 Cara makan tidak teratur
 BAK dan BAB di sembarang tempat
3. Pohon masala

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan


berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

4. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan
apa-apa,
Data obyektif
a. Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis,
badan bau, kulit kotor
b) Isolasi Sosial
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif
b. Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas
menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan,
Kurang memperhatikan kebersihan

c) Defisit Perawatan Diri


Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat

5. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

6. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya
untuk memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan
klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan
arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2
kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan
dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku
jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan


perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara


mandiri.
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur,
ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju
dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan
kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan


kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan
klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang
telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi,
keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain

TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

TUK IV : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah


berhubungan dengan orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri,


berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Umum :
 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Referensi
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998.
Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan
Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 –
2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada
Perawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

1. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa
gagal karena karena tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri
(keliat. 1998). Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri
rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan,
yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.

Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20)

1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat


tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena
rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan
mengkritik diri sendiri.
3) Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak
mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
4) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan.
6) Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

B. Penyebab
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat
terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
 Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan
(pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
 Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit.
 Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik
yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span
history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang,
misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan
dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007)
Tanda dan Gejalanya :
 Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak
melakukan sesuatu.
 Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih
dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah
tampak murung.

C. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
Tanda dan gejala :
Data Subyektif :
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang
lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif :
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
3. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


Core Problem

Gangguan citra tubuh

4. Data yang perlu dikaji:


a. Isolasi sosial: menarik diri
Data yang perlu dikaji:

Data Obyektif

Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di


kamar, banyak diam.

Data Subyektif

Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
jelas.

1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Data yang perlu dikaji:

a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri

b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

2. Gangguan citra tubuh


Data yang perlu dikaji:

a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan sedih karena
keadaan tubuhnya, klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang
lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat.

b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, suara
pelan dan tidak jelas, tampak menangis.

5. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh

6. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
d. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
e. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
f. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
g. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
h. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
i. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
- Klien – Perawat
- Klien – Perawat – Perawat lain
- Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
- K – Keluarga atau kelompok masyarakat
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien

b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :


- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
- Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan
kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
- Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
- Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga

Diagnosa II : harga diri rendah.

Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.

Tujuan khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


1.1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
 Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
3.1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
6.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
6.2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.3. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
6.4. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
6.5. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa II: gangguan citra tubuh.

Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri,


jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:

2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
2.3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan:

3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.2. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan:

5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan


5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:

6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
TRATEGI PELAKSANAAN

GANGGUAN KONSEP DIRI HARGA DIRI RENDAH

A. Kondisi klien
 Mengkritik diri sendiri.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penurunan produktifitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapih.
 Selera makan kurang
 tidak berani menatap lawan bicara.
 Lebih banyak menunduk.
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguang konsep diri : harga diri rendah

C. Tujuan
 Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
 Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
 Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
 Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
 Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih
D. Tindakan Keperawatan
 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien
Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan
aspek positif yang masih dimilikinya , perawat dapat :
 Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di
rumah, dalam keluarga dan lingkungan adanya keluarga dan
lingkungan terdekat pasien.
 Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
 Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan tersebut, saudara dapat :

 Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat


digunakan saat ini.
 Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan
terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
 Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang
aktif
 Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :

 Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat


dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien
lakukan sehari-hari.
 Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien
lakukan secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan
bantuan minimal dari keluarga dan kegiatan apa saja yang perlu
batuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat pasien.
Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat
dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat daftar
kegiatan sehari-hari pasien.
 Melatih kemampuan yang dipilih pasien
Untuk tindakan keperawatan tersebut saudara dapat melakukan:

 Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan yang


dipilih
 Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
 Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat
dilakukan pasien.
 Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut, saudara dapat
melakukan hal-hal berikut :

 Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang


telah dilatihkan
 Beri pujian atas kegiatan/kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan
perubahan setiap kegiatan
 Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan
kegiatan

E. Strategi tindakan Pelaksanaan


SP 1 Klien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien, membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang
akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun
jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana
harian

ORIENTASI :
“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Agung Nugroho, biasa dipanggil Agung,
saya mahasiswa keperawattan UKSW yang sedang praktik diruangan ini.,
Bagaimana keadaan ibu hari ini ?
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah ibu lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat
ibu dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau 20 menit ?
KERJA :

” Ibu, apa saja kemampuan yang ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa ibu lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan
kegiatan yang ibu miliki “.

” ibu dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang
masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.

”Sekarang, coba ibu pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur ibu”. Mari kita lihat tempat
tidur ibu Coba lihat, sudah rapikah tempat tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.
Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita
lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”

” ibu sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba ibu lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau ibu
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan ibu
ibu (tidak) melakukan.
TERMINASI :

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan


tempat tidur ? Yah, ternyata ibu banyak memiliki kemampuan yang dapat
dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah
ibu praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di
rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu
sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu masih ingat kegiatan
apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya
bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi
di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”
REFERENSI

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:


Nuha Medika Press.

Anda mungkin juga menyukai